2.8.1. Struktur Sosial Ekonomi Komunitas Nelayan
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan 2003, nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan penangkapan
ikan. Sedangkan menurut Monintja and Yusfiandayani 2001 nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau
binatang air lainnyatanaman air termasuk ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan ikan walaupun tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Orang yang pekerjaannya membuat jarring atau mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahukapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan.
Berdasarkan penggunaan waktu yang digunakan untuk bekerja sebagai nelayan, maka nelayan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok nelayan, yaitu : a
nelayan penuh , yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melaut
sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan pekerjaan pokok; b nelayan sambilan
, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan pekerjaan
sampingan, dan; c nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian waktu kerjanya digunakan untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan
merupakan pekerjaan sampingan tambahan. Komunitas nelayan ditinjau dari aspek ekonomi memiliki stratifikasi, yaitu : a
nelayan kaya mempunyai kapal yang memperkerjakan nelayan lain sebagai sawi dan
dia sendiri ikut bekerja sebagai nahkoda kapal Punggawa atau dia tidak ikut serta melaut Juragan dengan pendapatan melebihi dari kebutuhannya sehari-hari, b
nelayan sedang mempunyai perahu dengan memperkerjakan nelayan lain maupun
dari keluarga sendiri pendapatannya dapat menutupi kebutuhannya sehari-hari, c nelayan miskin
tidak memiliki perahu dengan pendapatan tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari sehingga mereka harus banyak melibatkan anggota
keluarga untuk bekerja.
2.8.2. Aspek Sosial Ekonomi Komunitas Nelayan
Pendapatan nelayan setiap sulit dipastikan karena pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan yang mendatangkan hasil yang dapat langsung dinikmati hasil
tangkapannya. Apabila bekerja hari ini, maka hasilnya akan dinikmati pada hari ini pula. Komunitas nelayan tetap tegar menghadapi kenyataan tersebut karena mereka
sudah menyatu dan terbiasa dengan aspek alam yang ada di sekitarnya serta hidup apa adanya sesuai dengan kemampuan dan hasilnya didapatkannya. Secara umum,
masyarakat nelayan adalah masyarakat tradisional dengan tingkat pendapatan dan pendidikan yang sangat rendah serta tergolong miskin dan terbelakang. Menurut
Monintja dan Yusfiandayani 2001, hal ini terjadi karena permasalahan yang selama ini melingkupi nelayan berkaitan dengan modal usaha yang kecil serta kegiatan
ekonomi yang terbatas pada satu produk saja, yaitu hanya dari hasil laut. Sedangkan menurut Pramadawadhani 1997, kemiskinan merupakan faktor sosial dalam
kehidupan para nelayan. Adapun menurut Mubyarto 1998 mengatakan bahwa masyarakat nelayan
pada umumnya mempunyai tingkat kehidupan yang lebih miskin daripada masyarakat petani atau pengrajin. Kenyataan ini dapat dilihat pada aspek kehidupan
nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari yang tidak terpenuhi serta aspek kawasan pemukiman nelayan yang buruk dan kumuh dengan penampilan
visual yang memprihatinkan terletak sangat dekat dengan pantai. Hal tersebut untuk memudahkan melakukan pekerjaannya sehari-hari, baik ketika hendak turun ke laut
maupun ketika kembali dari melaut. Rumah-rumah yang dibangun kebanyakan merupakan tanah negara, tanah kehutanan, tanah timbul, tanah milik, dan tanah adapt.
Sedangkan menurut Monintja dan Yusfiandasyani 2001 dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya, nelayan selalu diperhadapkan pada keadaan alam
yang keras sehingga dibutuhkan fisik yang cukup kuat. Nelayan yang sudah relatif tua dan aspek fisiknya sudah mulai menurun secara berangsur-angsur akan mengurangi
frekuensi melautnya dan menekuni pekerjaan lain yang tidak memerlukan fisik kuat.
BAB III METODE PENELITIAN