Sosiodemografi Gaya Hidup Lifestyle

Riwayat Penyakit Sebelumnya 23,8, Tidak ada riwayat 15,1, Batu Ginjal 5,0, Infeksi Saluran Kemih ISK 1,4 dan terendah penyakit ginjal polikistik. Penelitian Sofyana Nurchayati, 2010 didapatkan bahwa pasien hipertensi dengan OR = 4,51, disimpulkan bahwa hubungan antara anemia dengan kualitas hidup penderita hipertensi memiliki risiko 4,6 kali hidupnya kurang berkualitas dibandingkan dengan yang tidak mengalami hipertensi.

2.3.2. Kadar Ureum dan Kreatinin Darah

Kadar ureum darah adalah konsentrasi nitrogen urea darah setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011 Proporsi kadar ureum darah 100 mg100 mL sebesar 68,9 lebih tinggi dibandingkan ≤ 100 mg100 mL sebesar 31,1 . Kadar kreatinin darah adalah konsentrasi kreatinin dalam darah setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011 Proporsi kadar kreatinin penderita GGK yang memiliki kadar kreatinin darah 2 mg100 mL sebesar 3,3, 19,7 pada 2-4 mg100 mL dan 77,0 pada 4 mg100 mL. Sialagan, H., 2011 .

2.3.3. Sosiodemografi

Semakin meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi hipertensi atau diabetes, maka ginjal cenderung akan menjadi Universitas Sumatera Utara rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perkembangan End-Stage Renal Disease. Secara keseluruhan, insidensi End-Stage Renal Disease lebih besar pada laki-laki 56,3 daripada perempuan 43,7 walaupun penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan End-Stage Renal Disease lebih sering terjadi pada perempuan. End-Stage Renal Disease Penelitian Hanifa 2010 di RSUP. Adam Malik Medan, penderita GGK terbanyak pada kelompok umur 31-50 tahun. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perkembangan End-Stage Renal Disease. Lingkungan dan agent toksik dapat mempengaruhi GGK yang meliputi timah, kadmium, kromium dan merkuri. Di perairan yang tercemar, merkuri dapat berubah bentuk menjadi senyawa metil merkuri melalui mikroorganisme air dan mempunyai efek toksik tinggi. Dalam bentuk metal merkuri senyawa ini dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tingkat global, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kadar merkuri dalam ikan tuna yang melebihi batas yang diizinkan yaitu 1.223 ppm.Soeripto, M.,2008 yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang kaukasia.Price, SA Lorraine M, 2005.

2.3.4. Gaya Hidup Lifestyle

Sudut ketiga dari segitiga keadaan yang mempengaruhi kesehatan individu adalah pola hidup. Pola hidup merupakan sekumpulan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana di dalamnya termasuk nutrisi, istirahat, olah Universitas Sumatera Utara raga, rekreasi dan kerja. Perilaku tersebut dapat menjadi faktor yang secara signifikan menyebabkan seseorang menjadi sakit atau terluka Ayers, Bruno dan Langford, 1999. Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat dikontrol dan dipilih. Pilihan seseorang terhadap sehat tidaknya aktivitas yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor sosiokultural karakteristik individu. Perilaku yang bersifat negatif terhadap kesehatan dikenal dengan faktor risiko. Potter dan Perry 2005 mengemukakan bahwa ada kegiatan dan perilaku yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kegiatan yang berpotensi memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi yang buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk. Kebiasaan lain yang berisiko menyebabkan seseorang menderita penyakit yaitu kebiasaan merokok atau minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, dan kegiatan berbahaya seperti skydiving serta mendaki gunung. Lebih lanjut Potter dan Perry 2005 mengemukakan berbagai stres akibat krisis kehidupan dan perubahan gaya hidup. Stres emosional dapat menjadi faktor risiko bila bersifat berat, terjadi dalam waktu yang lama atau jika seseorang yang mengalaminya tidak mempunyai koping yang adekuat dapat meningkatkan peluang terjadinya sakit. Stres dapat terjadi karena peristiwa kehidupan seperti perceraian, kehamilan dan pertengkaran. Area kehidupan yang menyebabkan stres emosional jangka panjang menjadi faktor risiko seperti stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat berdampak pada kelemahan kemampuan kognitif serta kemampuan membuat keputusan yang menyebabkan kelebihan beban Universitas Sumatera Utara mental atau kematian. Ayers, Bruno dan Langford 1999 menyatakan bahwa pola hidup merupakan wilayah yang paling dapat dikontrol oleh seseorang dan memiliki beberapa aturan agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan. Perilaku yang termasuk dalam pola hidup sangat mungkin diubah.

2.3.5. Pola konsumsi