Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis pada Pasien yang Menjalani Terapi Haemodialisa di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013

(1)

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Oleh

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE RISK FACTOR OF CHRONIC RENAL FAILURE IN THE PATIENTS UNDERGOING HAEMODIALISA THERAPY IN RADEN MATTAHER

GENERAL HOSPITAL JAMBI PROVINCE IN 2013

THESIS

BY

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(4)

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : Helena Verawaty Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 117032073

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

Tanggal Lulus : 27 Januari 2014

(Drs. Jemadi, M.Kes) Anggota

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) Ketua

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Drs. Jemadi, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

Helena Verawaty Tarigan 117032073/IKM


(7)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang angka mortalitas dan angka morbiditasnya sangat tinggi. Penyakit gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis serta pemeriksaan penunjang/ laboratorium. GGK tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan psikologi. Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia (2009) sebesar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.

Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian GGK di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Jenis penelitian ini retrospektif menggunakan desain case control study yang menelaah hubungan antara efek penyakit terhadap faktor risiko. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita GGK dan bukan GGK berisiko yang datang berobat ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji statistik chi square dan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : tingkat stress, pola konsumsi, riwayat penyakit, aktivitas fisik dan penggunaan zat, dengan variabel paling dominan berpengaruh adalah pola konsumsi, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : obesitas, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan umur.

Perlu dilakukan peningkatan kegiatan edukasi dan promosi kepada masyarakat yang rentan tentang pentingnya upaya pencegahan dan antisipasi melalui pengendalian gaya hidup, pengaturan pola konsumsi, dan manajemen stress.


(8)

ABSTRACT

ChronicRenalFailure (CRF) is a disease with a very high mortality and morbidity rate. Renal failure disease is a clinical condition characterized by the irreversible decline in renal function. This can be recognized through the other clinical symptoms and supporting/laboratory examination. CRF is not only a medical but also economic and psychological problems. The prevalence of cronic renal failure in Indonesia (2009) was 12.5% which means that 18 millions adults in Indonesia were suffering from this CRF.

The purpose of this study was to analyze the risk factor of the incident of CRF in Raden Mattaher General Hospital, Jambi Province, in 2013. This retrospective study with case-control design analyzed the relationship between the effect of the disease on the risk factor. The population of this study was the patients suffering from CRF and non-risk CRF visiting the Raden Mattaher General Hospital, Jambi Hospital, for treatment in 2013. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables influencing the incident of CRF were stress levels, consumption patterns, disease history, physical activity, and substance use, while the variables which did not have any influence on the incident of CRF were obecity, education, gender/sex, and age.

It is necessary to increase the education and promotion activities to the vulnerable communities on the importance of prevention effort and anticipation through lifestyle control, consumption pattern setting, and stress management.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa melalui Tuhan Yesus Kristus, atas kasih karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis pada Pasien yang Menjalani Terapi Haemodialisa di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat guna memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini, saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr.Ir.Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan seluruh dosen/ pegawai di FKM-USU

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku pembimbing 1 dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes., selaku pembimbing 2, yang telah memberi bimbingan dan arahan sejak awal hingga selesainya tesis ini.


(10)

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H., Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku penguji 1, dan Ibu Drh. Rasmaliah, M.Kes., selaku penguji 2 yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Direktur, Kepala bagian Rekam Medik, dan Kepala Ruangan Instalasi Haemodialisa RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis selama penelitian. 7. Khusus penghargaan dan terima kasih kepada kedua orang tuaku ayahanda

Alm. T. Tarigan, B.A., dan ibunda Almh. M. br. Sembiring Pandia, B.A., yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil semasa hidupnya.

8. Teristimewa suamiku (Bony Sebayang, S.T., S.E.), anak-anakku (Bobin Anugrah, Septiandy Dwiputra, Carissa Audrey) adalah orang-orang tercinta yang selalu memberi dukungan, inspirasi, dan semangat sejak awal pendidikan dan sampai selesainya tesis ini,

9. Khusus buat adikku tercinta dr. Merry Christmas br Tarigan yang adalah salah satu responden penelitian ini memberi inspirasi, pengorbanan, dan motivasi sejak awal pendidikan dan sampai selesainya pendidikan ini,

10. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011 serta semua pihak dengan rasa persaudaraan dan kebersamaannya banyak memotivasi dalam penyelesaian pendidikan ini.

Mengingat keterbatasan kemampuan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik


(11)

yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pihak.

Medan, Juli 2014

Helena Verawaty Tarigan 117032073/ IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Helena Verawaty Tarigan lahir pada tanggal 24 Januari 1975 di Medan. Anak ketiga dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Thomas Tomo Tarigan, BA dan Ibu Milang br Sembiring Pandia, BA.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai dari Tahun 1981 – 1987, di SD Negeri No.066048 Medan, Tahun 1987 – 1990 Pendidikan di SMP Negeri 1 Medan, Tahun 1990 – 1993 Pendidikan di SMA Methodist-1 Medan, Tahun 1993 – 1997

Pendidikan di Ilmu Kesehatan Masyarakat (S1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Tahun 2011 sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Sejak Tahun 2000 – 2002 staf Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Data di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi, Tahun 2003 Pimpinan Bagian Proyek Pengadaan Alat Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Muaro Jambi di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi, 2004 - 2006 staf Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi, 2006 - 2008 Plt. Kepala Seksi Pelayanan Kefarmasian di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi, 2008 - 2009 Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi, 2009 - 2011 Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan di Dinas Kesehatan Kab. Muaro Jambi.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Hipotesis ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Ginjal ... 7

2.1.1. Anatomi Ginjal ... 7

2.1.2. Fungsi Ginjal ... 8

2.2. GGK ... 10

2.2.1. Pengertian GGK ... 10

2.2.2. Penyebab Gagal Ginjal ... 13

2.2.3. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal ... 17

2.3. Faktor Risiko GGK ... 18

2.3.1. Riwayat Penyakit ... 19

2.3.2. Kadar Ureum dan Kreatinin Darah ... 20

2.3.3. Sosiodemografi ... 21

2.3.4. Gaya Hidup / Lifestyle ... 22

2.3.5. Pola Konsumsi ... 23

2.3.6. Aktivitas Fisik/ Olah Raga ... 25

2.3.7. Penggunaan Zat ... 26

2.4. Haemodialisa ... 29

2.4.1. Pengertian Haemodialisa ... 29

2.4.2. Prosedur Haemodialisa ... 30

2.4.3. Komplikasi Haemodialisa ... 31


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2. Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1. Pengumpulan Data ... 40

3.4.2. Validitas dan Reabilitas ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1. Variabel ... 43

3.5.2. Definisi Operasional ... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 45

3.7. Metode Analisis Data ... 47

3.7.1. Pengolahan Data ... 47

3.7.2. Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1.Keadaan Geografi dan Demografi Jambi... 52

4.2.Gambaran Rumah Sakit Rd. Mattaher ... 53

4.3.Visi, Misi, Tujuan Rumah Sakit Rd. Mattaher ... 53

4.3.1. Visi ... 53

4.3.2. Misi ... 54

4.3.3.Tujuan ... 54

4.4. Karakteristik Subjek Penelitian ... 55

4.5. Analisis Univariat... 58

4.6. Analisis Bivariat ... 62

4.7. Perhitungan PAR.. ... 66

4.8. Analisa Faktor yang Paling Dominan ... 67

4.9.Analisa Multivariat ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1. Pengaruh Faktor Sosiodemografi terhadap Kejadian GGK ... 73

5.1.1. Pendidikan ... 73

5.1.2. Pekerjaan ... 74

5.2. Pengaruh Faktor Gaya Hidup terhadap Kejadian GGK... 75

5.2.1. Penggunaan Zat ... 75

5.2.2. Pola Konsumsi ... 77

5.2.3. Aktivitas Fisik/ Olah Raga ... 78


(15)

5.2.5. Obesitas/ Indeks Massa Tubuh ... 81

5.2.6. Tingkat Stress ... 82

5.3. Faktor risiko yang Paling Dominan ... 83

5.4. Analisa Perhitungan PAR ... 83

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 84

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Derajat Penyakit ... 13 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO ... 14 2.3. Manifestasi Klinik pada Pasien GGK ... 17 3.6 Definisi Operasional, Alat Ukur, Skala Ukur, dan Hasil Ukur Variabel

Penelitian ... 45 3.7 Odds Ratio ... 49 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lama Menderita Penyakit

Kronis di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 55 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Riwayat Keluarga di Rumah

Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 56 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 57 4.4 Distribusi Frekuensi Responden di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher

Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 58 4.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Penggunaan Zat di Rumah

Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 59 4.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pola Konsumsi di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 60 4.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik di Rumah

Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 60 4.8 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit di Rumah


(17)

4.9 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan di Indeks Massa Tubuh / IMT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 61

4.10 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Stress di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 62 4.11 Hubungan Faktor Sosiodemografi terhadap kejadian GGK pada Penderita

di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 62 4.12 Hubungan Penggunaan Zat terhadap Kejadian GGK pada Penderita di

Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 63

4.13 Hubungan Pola Konsumsi terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 63

4.14 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 64

4.15 Hubungan Riwayat Penyakit terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 64 4.16 Hubungan Obesitas/ Indeks Massa Tubuh terhadap Kejadian GGK pada

Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 65 4.17 Hubungan Tingkat Stress terhadap Kejadian GGK pada Penderita di

Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 65

4.18 Hasil Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 66 4.19 Analisa Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian GGK pada

Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 .. ... 67 4.20 Langkah Pertama Regresi Logistik Analisis Faktor Risiko Kejadian GGK

pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 69 .

4.21 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda untuk Faktor Risiko Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 69


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.6. Kerangka Teori Penelitian ... 34 2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 35 3.1 Rancangan Penelitian Kasus Kontrol ... 36


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pernyataan Persetujuan (Informed Consent) ... 93

2. Kuesioner Penelitian ... 94

3. Data Rekapitulasi Penderita GGK ... 100

4. Data Karakteristik Responden Penelitian ... 101

5. Data Bivariat Responden Penelitian ... 107

6. Data Logistik Responden Penelitian ... 110

7. Jadual Penelitian ... 113

8. Hasil Pengolahan Data Karakteristik ... 114

9. Hasil Pengolahan Data Bivariat ... 120


(20)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang angka mortalitas dan angka morbiditasnya sangat tinggi. Penyakit gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis serta pemeriksaan penunjang/ laboratorium. GGK tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan psikologi. Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia (2009) sebesar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.

Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian GGK di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Jenis penelitian ini retrospektif menggunakan desain case control study yang menelaah hubungan antara efek penyakit terhadap faktor risiko. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita GGK dan bukan GGK berisiko yang datang berobat ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji statistik chi square dan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : tingkat stress, pola konsumsi, riwayat penyakit, aktivitas fisik dan penggunaan zat, dengan variabel paling dominan berpengaruh adalah pola konsumsi, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : obesitas, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan umur.

Perlu dilakukan peningkatan kegiatan edukasi dan promosi kepada masyarakat yang rentan tentang pentingnya upaya pencegahan dan antisipasi melalui pengendalian gaya hidup, pengaturan pola konsumsi, dan manajemen stress.


(21)

ABSTRACT

ChronicRenalFailure (CRF) is a disease with a very high mortality and morbidity rate. Renal failure disease is a clinical condition characterized by the irreversible decline in renal function. This can be recognized through the other clinical symptoms and supporting/laboratory examination. CRF is not only a medical but also economic and psychological problems. The prevalence of cronic renal failure in Indonesia (2009) was 12.5% which means that 18 millions adults in Indonesia were suffering from this CRF.

The purpose of this study was to analyze the risk factor of the incident of CRF in Raden Mattaher General Hospital, Jambi Province, in 2013. This retrospective study with case-control design analyzed the relationship between the effect of the disease on the risk factor. The population of this study was the patients suffering from CRF and non-risk CRF visiting the Raden Mattaher General Hospital, Jambi Hospital, for treatment in 2013. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables influencing the incident of CRF were stress levels, consumption patterns, disease history, physical activity, and substance use, while the variables which did not have any influence on the incident of CRF were obecity, education, gender/sex, and age.

It is necessary to increase the education and promotion activities to the vulnerable communities on the importance of prevention effort and anticipation through lifestyle control, consumption pattern setting, and stress management.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit kronis umumnya terjadi pada mereka yang telah cukup lama untuk mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan penyakit kronis. Kenyataannya, sebagian besar penyakit kronis terjadi pada semua usia, walaupun kebanyakan diantaranya terjadi pada tahap kehidupan lanjut (Timmreck, T.C., 2004)

Perubahan pola penyakit tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2005 proporsi kesakitan dan kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 47% kesakitan dan 54% kematian, dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kesakitan ini akan meningkat menjadi 60% dan proporsi kematian menjadi 73%. Menurut WHO, pada tahun 2008 terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta (63%).

Data yang diperoleh dari penelitian Arlija,L., (2006) yang mengutip berita di Amerika Serikat jumlah penderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) mengalami peningkatan dari 166.000 penderita pada tahun 1990 menjadi 372.000 penderita tahun Balitbangkes (2008) melaporkan bahwa PMR penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 59,5%.(Riskesdas, 2007)


(23)

2000. Diperkirakan pada tahun 2010 angka penderita ini akan menjadi 650.000 penderita. Di Jepang, jumlah penderita GGK dari tahun 1996 sampai tahun 2000 meningkat dari 167.000 penderita GGK menjadi lebih dari 200.000 penderita. Di Benua Afrika prevalensi diestimasi 3-4 kali lipat dari negara maju. Cause Spesific Death Rate GGK diperkirakan mencapai 200/ 1.000.000 penduduk Afrika. (Haroun, M.K.,et al, 2003)

Menurut WHO (2008) dan Global Burden of Disease (GDB) penyakit ginjal menyebabkan 163.275 kematian setiap tahunnya (WHO, 2008). Jumlah pasien GGK prevalensinya semakin meningkat, diperkirakan Tahun 2025 di Asia Tenggara, Mediterania dan Timur Tengah serta Afrika mencapai lebih dari 380 juta orang, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses penuaan, urbanisasi, obesitas, dan gaya hidup tidak sehat (Anonim, 2010)

Pada tahun 1999 di Amerika Serikat prevalensi GGK pada anak yang mengalami terapi pengganti ginjal sebesar 53/ 1.000.000 anak. Menurut data yang diperoleh dari United States Renal Data System (USRDS) , dari tahun 1990 sampai 2001 di Amerika Serikat prevalensi GGK yang disebabkan diabetes meningkat dari 171/ 1.000.000 penduduk menjadi 503/ 1.000.000 penduduk.

Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Indonesia pada tahun 1984-1988, didapatkan bahwa dari 2.889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal ada 2% yang menderita GGK. Di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta antara tahun 1991-1995, dari 668 anak penderita penyakit


(24)

penyakit ginjal yang berobat jalan terdapat 2,6% yang menderita GGK.(Noer, MS, 2006).

Menurut Survei Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia pada tahun 1990 - 1992 menunjukkan bahwa 13% dari sekitar 50.000 pasien rawat inap di Rumah Sakit seluruh Indonesia menderita gagal ginjal dan hipertensi.(Noer, MS, 2006)

Di Indonesia, penyakit GGK tahun 1997 berada diperingkat ke delapan. GGK tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan psikologi. Penderita GGK cenderung mengalami perasaan tertekan, rendah diri, dan stress karena masalah yang lainnya seperti memikirkan biaya untuk pengobatan. Faktor penyulit di Indonesia bagi pasien ginjal terutama GGK selain aspek ekonomi dan psikologi yaitu terbatasnya dokter spesialis ginjal.

GGK merupakan penyakit yang jumlahnya sangat meningkat, pada tahun 1995 secara nasional terdapat 2.131 pasien GGK dengan hemodialisis dengan beban biaya yang ditanggung oleh Askes besarnya adalah Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban biaya yang ditanggung oleh Askes sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2 milyar. (Bakri, S.,2005) dari survei yang dilakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik dimana terdapat sekitar 70.000 penderita GGK yang memerlukan cuci darah. Kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang tertinggi adalah kota Surakarta 1497 kasus dan yang kedua adalah Kabupaten


(25)

Sukoharjo yaitu 742 kasus (Dinkes Jateng, 2008). Pada tahun 2008 di RSUP H. Adam Malik terdapat sebanyak 87 penderita kasus gagal ginjal, di RSUD Dr. Pirngadi sebanyak 109 penderita kasus gagal ginjal dan di RS Rasyida sebanyak 78 penderita kasus gagal ginjal. Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan untuk kasus GGK pada tahun 2009 sebanyak 139 kasus.

Pada akhirnya untuk melepaskan ketergantungan pasien terhadap terapi hemodialisa seumur hidup, maka diperlukan tindakan definitif berupa transplantasi ginjal (pencangkokan ginjal).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi akhir Tahun 2012, didapatkan penderita GGK sebanyak 60 penderita, dengan peningkatan jumlah setiap tahunnya dengan uraian Tahun 2008 terdapat sebesar 33 pasien, Tahun 2009 terdapat sebanyak 36 pasien, Tahun 2010 sebanyak 50 pasien, Tahun 2011 terdapat 51 pasien dan akhir Tahun 2012 terdapat 60 orang pasien.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu di lakukan penelitian tentang ”Faktor Risiko Penderita GGK pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013.


(26)

1.2. Permasalahan

Penderita GGK selain disebabkan oleh penyebab langsung juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Pengetahuan terhadap faktor risiko dapat membantu mencegah peningkatan jumlah penderita GGK. Permasalahan dalam penelitian ini meningkatnya jumlah penderita GGK dan belum diketahuinya faktor risiko GGK pada pasien yang menjalani terapi haemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor risiko GGK pada pasien yang menjalani terapi haemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ada pengaruh riwayat penyakit sebelumnya, gaya hidup, tingkat stress, pola konsumsi/ pola diet/ nutrisi, penggunaan zat, dan aktivitas fisik serta faktor sosiodemografi penderita GGK.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu keluarga, masyarakat, peneliti dan institusi pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan


(27)

kesadaran akan tingkat kejadian GGK, selanjutnya masyarakat sadar dan termotivasi untuk melakukan tindakan pengendalian faktor risiko GGK.

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD. Raden Mattaher Provinsi Jambi tentang karakteristik penderita GGK di Instalasi Haemodialisa Rumah Sakit tersebut sehingga dapat mendukung upaya penatalaksanaan yang lebih baik terhadap penderita GGK.

c. Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai penyakit GGK serta dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang dan sebagai salah satu prasyarat menyelesaikan studi di Program Studi Strata 2 IKM-FKM USU Medan.

c. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya tentang penyakit GGK.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ginjal

Ginjal terletak di belakang peritoneum pada bagian belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis ke dua belas sampai vertebra lumbalis ke tiga. Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. Nefron merupakan unit dasar ginjal. Setiap ginjal memiliki 400.000 – 800.000 nefron, jumlah ini berkurang seiring usia. Karena jumlah nefron pada setiap ginjal melebihi jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, maka kerusakan ginjal secara signifikan dapat terjadi tanpa gejala klinis yang jelas. Ginjal mempertahankan kestabilan lingkungan ekstraseluler yang menunjang fungsi semua sel tubuh. Ginjal mengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, fosfat, dan zat-zat lain, serta mengatur status asam-basa. (O’Callaghan, C.,2007)

2.1.1. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap medial. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar), 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis, berkilau yang disebut true capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. (Cahyaningsih, Niken D, 2009)


(29)

Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medula dan pelvis.(Prasanto Heru, 2008) a. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, di bawah kapsula fibrosa sampai

dengan lapisan medula, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta.

b. Medula, terdiri dari saluran-saluran atau duktus kolekting yang disebut pyramid ginjal yang tersusun atas 8-18 buah.

c. Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kalik minor yang kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kalik minor bergabung menjadi kalik mayor dan dua sampai tiga kalik mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal.

2.1.2. Fungsi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu, sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi dalam 2 golongan yaitu :

a. Fungsi Ekskresi

1. Ekskresi sisa metabolisme protein

Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dikeluarkan melalui ginjal.


(30)

Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior kemudian diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya produksi urin menjadi banyak, demikian juga sebaliknya.

3. Menjaga keseimbangan asam basa

Agar sel dapat berfungsi normal, perlu dipertahankan PH plasma 7,35 untuk darah vena dan PH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan asam dan basa diatur oleh paru dan ginjal.

b. Fungsi Endokrin

1. Partisipasi dalam eritopioesis

Ginjal menghasilkan enzim yang disebut faktor eritropoetin yang mengaktifkan eritropoetin. Eritropoetin berfungsi menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah.

2. Pengaturan tekanan darah

Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat mengatur tekanan darah. Hal ini dilakukan oleh sistem renin-angiotensin aldosteron yang dikeluarkan dari nefron.

3. Keseimbangan kalsium dan fosfor

Ginjal memiliki peran untuk mengatur proses metabolisme vitamin D menjadi metabolit yang aktif yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Vitamin D molekul yang


(31)

aktif bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam usus.

2.2. GGK

2.2.1. Pengertian GGK

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2006). Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis/ CRF (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah). Penyakit ginjal dapat tidak tampak secara klinis sampai terjadi penurunan fungsi ginjal yang bermakna, karena alasan inilah penyakit ginjal progresif yang berkembang lambat laun dapat bersifat asimtomatik pada stadium awal. (O’Callaghan, C.,2007).

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat


(32)

proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.(O’Callaghan, C., 2007)

Gagal ginjal akut (GGA) maupun GGK meningkatkan kalium, ureum, dan kreatinin plasma, serta menyebabkan asidosis metabolik. Pada GGK biasanya terdapat komplikasi kronik yang meliputi anemia akibat eritropoetin yang tidak adekuat serta penyakit tulang, (artinya hormon yang di hasilkan oleh ginjal salah satunya adalah eritropoetin yang merangsang pembentukan sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, pada GGK eritropoetin yang di hasilkan ginjal tidak mencukupi) biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, dan hormon paratiroid tinggi. Hasil temuan kunci pada GGK adalah ginjal yang kecil pada ultrasonografi. Ukuran yang berkurang ini disebabkan oleh atrofi atau fibrosis.(O’Callaghan, C., 2007)

Karena ureum dan kreatinin di ekskresi oleh ginjal maka keduanya terakumulasi di darah jika fungsi ginjal terganggu. Kadar ureum meningkat akibat asupan tinggi protein atau keadaan katabolisme dan menurun pada penyakit hati atau overhidrasi. Ureum difiltrasi secara bebas namun juga di reabsorbsi sebagian oleh tubulus, yang prosesnya meningkat (seiring dengan reabsorbsi natrium) pada dehidrasi atau penurunan perfusi ginjal, menyebabkan peningkatkan ureum lebih besar daripada kreatinin. Kreatinin difiltrasi secara bebas, namun di sekresi sebagian oleh tubulus. Kreatinin diproduksi di otot dan individu dengan massa otot besar dapat memiliki nilai yang lebih tinggi.


(33)

Semua proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan GGK. Seiring dengan berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi, nefron yang tersisa melakukan kompensasi dengan meningkatnya filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut. Penyakit ginjal stadium akhir terjadi jika pasien membutuhkan terapi penggantian ginjal dengan dialysis atau transplantasi. Komplikasi GGK disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya di ekskresi oleh ginjal, serta produksi vitamin D dan eritropoetin yang tidak adekuat oleh ginjal. Sindrom uremik mengacu pada komplikasi GGK seperti anemia, kebingungan (confusion), koma, asteriksis, kejang, efusi, perikard, gatal, dan penyakit tulang. Terapi penggantian ginjal memperbaiki masalah ini, namun pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada populasi lainnya.

Pengobatan konservatif terdiri dari tiga strategi. Pertama adalah usaha-usaha untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Kedua adalah mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Ketiga adalah pengelolaan berbagai masalah yang terdapat pada pasien dengan GGK dan komplikasinya. Pengobatan konservatif GGK lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan.


(34)

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat Penyakit

Derajat Deskripsi/ Penjelasan Nama lain GFR (mL/mn/1.73m²) 1 Kerusakan ginjal dgn GFR

normal

Risiko ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dgn penurunan GFR ringan

CRI (Chronic Renal Insufisiensi

60 – 89 3 Kerusakan ginjal dgn

penurunan GFR sedang

CRI, Chronic Renal Failure/ CRF

30 – 59 4 Kerusakan ginjal dgn

penurunan GFR berat

CRF 15 – 29

5 Gagal ginjal ESRD (End Stage Renal Disease)

< 15 atau dialisis Ket : GFR = Glomerulo Filtration Rate (Laju Filtrasi Glomerulus)

Sumber : Black & Hawks, 2009; Suwitra dalam Sudoyo, et al, 2006. 2.2.2. Penyebab Gagal Ginjal

Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Penyebab tersering penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi penggantian ginjal antara lain adalah : (O’Callaghan, C., 2007)

a. Diabetes Melitus (DM)

Sebanyak 25 - 50% penyandang diabetes menderita nefropati. Diabetes merupakan penyebab tunggal tersering dari penyakit ginjal stadium akhir dan meliputi 30 - 40% kasus. (O’Callaghan, C., 2007)

b. Hipertensi

Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah di atas 140/ 90 mmHg. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung, resistensi vaskular sistemik, dan


(35)

volume sirkulasi. Setiap penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Gangguan ginjal berat mengurangi ekskresi natrium serta menyebabkan hipervolemia dan hipertensi yang bersifat sensitif terhadap garam karena hipertensi meningkat seiring dengan asupan garam. (O’Callaghan, C., 2007)

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Derajat Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat 1 (Hipertensi ringan) 140-159 90-99 Tingkat 1 (Hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 1 (Hipertensi berat) ≥180 ≥110

Sumber : Yogiantoro dalam Sudoyo, 2006. c. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/ atau hematuria, meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi GGK.

Glomerulonefritis dibedakan atas dua yaitu :

(Price, S. A. & Lorraine M, 2005)

1. Glomerulonefritis Akut

Kasus klasik glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebabnya yang lazim adalah streptokokus beta hemolitikus


(36)

ginjal, melainkan terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus dan menghasilkan membran dasar yang menebal. Komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus. (Price, S. A. & Lorraine M., 2005)

2. Glomerulonefritis Kronik

Glomerulonefritis kronik ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada glomerulonefritis kronik lanjut, ginjal tampak mengkerut, kadang beratnya hanya tinggal 50 gram dan permukaannya bergranula. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron.

d. Penyakit Ginjal Polikistik

(Price, S. A. & Lorraine M., 2005)

Merupakan kelainan ginjal turunan yang paling sering terjadi Penyakit ginjal polikistik ini mencakup 4-10% pasien dengan gagal ginjal yang membutuhkan transplantasi atau dialisis ditandai dengan kista-kista multipel, bilateral dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. (O’Callaghan, C., 2007). Ginjal dapat membesar dan terisi oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. Waktu perjalanan gagal ginjal


(37)

kronik bervariasi, walaupun banyak anak yang dapat mempertahankan fungsi ginjal yang adekuat selama bertahun-tahun. Pada anak dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% bertahan hingga melebihi 15 tahun. (Price,S.A. & Lorraine M., 2005) e. Pielonefritis Kronik

Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi ini bermula dari infeksi saluran kemih (ISK) bawah, kemudian naik sampai ginjal. Escherichia coli adalah organisme yang paling lazim menyebabkan pielonefritis. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen karena inflamasi yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas. Proses berkembangnya GGK dari infeksi ginjal yang berulang berlangsung selama beberapa tahun. Pada pielonefritis kronik, tanda yang terus menerus muncul adalah bakteriuria sampai pada saat ketika jaringan ginjal sudah mengalami pemarutan (skar) yang berat dan atrofi sehingga pasien mengalami insufisiensi ginjal yang ditandai dengan hipertensi, BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat dan klirens kreatinin menurun. (Price, S. A. & Lorraine M., 2005)

f. Nefropati Analgetik

Penyalahgunaan analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan cedera ginjal. Beberapa obat menyebabkan gagal ginjal antara lain amonoglikosida, Obat Anti-Inflamasi nonsteroid (OAINS), siklosporin, amfosterisin B, asiklovir, siklosporin. (O’Callaghan, C., 2007). Penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah kehilangan carian banyak yang mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Pre-eklampsia.


(38)

Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya, dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik. 2.2.3. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain : bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing darah, sering kencing. Kelainan urin protein, darah / eritrosit, sel darah putih / leukosit, bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya GGK antara lain: lemas, depresi, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, kram otot, pucat/ anemi. Kelainan urin protein, eritrosit, leukosit. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium lain creatinine darah naik, Hb turun, urin protein selalu positif. (O’Callaghan, C., 2007)

Pada pasien GGK terdapat manifestasi klinis yang bervariasi dan pasien juga memiliki beberapa keluhan berikut ini :

Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada Pasien GGK Derajat

GGK

Manifestasi Klinis

Derajat I Pasien dengan tekanan darah normal, tanpa abnormalitas hasil tes laboratorium dan tanpa manifestasi klinis

Derajat II Umumnya asimptomatik, berkembang menjadi hipertensi, munculnya nilai laboratorium yang abnormal

Derajat III Asimptomatik nilai laboratorium menandakan adanya abnormalitas pada beberapa sistem organ, terdapat hipertensi

Derajat IV Munculnya manifestasi klinis GGK berupa kelelahan dan penurunan rangsangan

Derajat V Anemia, hipokalsemia, hiponatremia, peningkatan asam urat, proteinuria, edema, hipertensi, peningkatan kreatinin, penurunan sensasi rasa, asidosis metabolik, mudah mengalami perdarahan, hiperkalemia


(39)

2.3. Faktor Risiko GGK

Sumber dari faktor-faktor risiko pada penyakit tidak menular dan penyakit kronis adalah perilaku fisiologis/ genetik, lingkungan dan sosial. Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan atau aspek-aspek pada gaya hidup yang dapat memperbesar peluang terkena atau terbentuknya suatu penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan atau kematian (Timmreck,T.C., 2004).

Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) telah melakukan sistematisasi faktor risiko kejadian penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (ESRD) di Australia. Faktor risiko ESRD di Australia dibagi menjadi empat kelompok yaitu :

1) Faktor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan,

2) Faktor risiko biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi, obesitas, sindroma metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal dan batu saluran kencing, glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan keracunan obat;

3) Faktor risiko perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna tembakau, kurang gerak dan olah raga serta kekurangan makanan

4) Faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jenis kelamin, ras atau etnis, riwayat keluarga dan genetik.(AIHW). Dari penelitian yang lain juga melaporkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian GGK antara lain adalah jenis kelamin, umur, etnik, berat lahir rendah, berat badan, status sosial ekonomi,


(40)

terlarang lainnya, mengonsumsi obat analgetika dan OAINS, dan diabetes mellitus.(Bakri, S., 2005).

2.3.1. Riwayat Penyakit a. DM

DM adalah penyakit yang dapat menyebabkan komplikasi kronik baik mikro dan macroangiophaty, dengan konsekuensi kegagalan organ internal. Salah satu komplikasi kronik DM adalah dari nefropati diabetik dan progresif cronically jika tidak ditangani atau dikendalikan dengan baik akan menjadi tahap akhir gagal ginjal. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa merokok berperan dalam pengembangan dan perkembangan diabetes dan nondiabetes penyakit ginjal. Penelitian Arsono, Soni, 2005 faktor risiko yang dilakukan dalam nefropati diabetik progresif yang menjadi tahap akhir gagal ginjal pada pasien DM bahwa hipertensi diastolik dan kadar kolesterol total adalah faktor risiko tahap akhir gagal ginjal pada pasien DM dengan hasil dari faktor risiko terbukti tahap akhir gagal ginjal pada penderita DM 2 jam pp kadar glukosa darah OR: 3,52 (95% CI: 1,00-12,39). DM pasien hipertensi diastolik > 90 mmHg dengan OR : 15,03 (95% CI: 2,25 - 100,43) dan kadar kolesterol total > 200 mg/d1 dengan OR: 11,61 (95% CI: 1,69 - 79,83).

b. Hipertensi

Hipertensi didefinikan sebagai tekanan darah di atas 140/ 90 mm Hg.(O’Callaghan, C., 2007). Berdasarkan penelitian Herdiani Sialagan dapat dilihat bahwa proporsi riwayat penyakit sebelumnya tercatat 69,2%. Penderita GGK tertinggi adalah Hipertensi 30,2%, kemudian Diabetes Melitus 23,8%, Lebih dari satu


(41)

Riwayat Penyakit Sebelumnya 23,8%, Tidak ada riwayat 15,1%, Batu Ginjal 5,0%, Infeksi Saluran Kemih (ISK) 1,4% dan terendah penyakit ginjal polikistik. Penelitian Sofyana Nurchayati, (2010) didapatkan bahwa pasien hipertensi dengan OR = 4,51, disimpulkan bahwa hubungan antara anemia dengan kualitas hidup penderita hipertensi memiliki risiko 4,6 kali hidupnya kurang berkualitas dibandingkan dengan yang tidak mengalami hipertensi.

2.3.2. Kadar Ureum dan Kreatinin Darah

Kadar ureum darah adalah konsentrasi nitrogen urea darah setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011 Proporsi kadar ureum darah > 100 mg/100 mL sebesar 68,9% lebih tinggi dibandingkan ≤ 100 mg/100 mL sebesar 31,1 %.

Kadar kreatinin darah adalah konsentrasi kreatinin dalam darah setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011 Proporsi kadar kreatinin penderita GGK yang memiliki kadar kreatinin darah < 2 mg/100 mL sebesar 3,3%, 19,7% pada 2-4 mg/100 mL dan 77,0% pada > 4 mg/100 mL. (Sialagan, H., 2011 ).

2.3.3. Sosiodemografi

Semakin meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetes, maka ginjal cenderung akan menjadi


(42)

rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perkembangan End-Stage Renal Disease. Secara keseluruhan, insidensi End-Stage Renal Disease lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan End-Stage Renal Disease lebih sering terjadi pada perempuan. End-Stage Renal Disease

Penelitian Hanifa (2010) di RSUP. Adam Malik Medan, penderita GGK terbanyak pada kelompok umur 31-50 tahun.

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perkembangan End-Stage Renal Disease. Lingkungan dan agent toksik dapat mempengaruhi GGK yang meliputi timah, kadmium, kromium dan merkuri. Di perairan yang tercemar, merkuri dapat berubah bentuk menjadi senyawa metil merkuri melalui mikroorganisme air dan mempunyai efek toksik tinggi. Dalam bentuk metal merkuri senyawa ini dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tingkat global, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kadar merkuri dalam ikan tuna yang melebihi batas yang diizinkan yaitu 1.223 ppm.(Soeripto, M.,2008)

yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang kaukasia.(Price, SA & Lorraine M, 2005).

2.3.4. Gaya Hidup / Lifestyle

Sudut ketiga dari segitiga keadaan yang mempengaruhi kesehatan individu adalah pola hidup. Pola hidup merupakan sekumpulan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana di dalamnya termasuk nutrisi, istirahat, olah


(43)

raga, rekreasi dan kerja. Perilaku tersebut dapat menjadi faktor yang secara signifikan menyebabkan seseorang menjadi sakit atau terluka (Ayers, Bruno dan Langford, 1999). Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat dikontrol dan dipilih. Pilihan seseorang terhadap sehat tidaknya aktivitas yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor sosiokultural karakteristik individu. Perilaku yang bersifat negatif terhadap kesehatan dikenal dengan faktor risiko.

Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa ada kegiatan dan perilaku yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kegiatan yang berpotensi memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi yang buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk. Kebiasaan lain yang berisiko menyebabkan seseorang menderita penyakit yaitu kebiasaan merokok atau minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, dan kegiatan berbahaya seperti skydiving serta mendaki gunung. Lebih lanjut Potter dan Perry (2005) mengemukakan berbagai stres akibat krisis kehidupan dan perubahan gaya hidup. Stres emosional dapat menjadi faktor risiko bila bersifat berat, terjadi dalam waktu yang lama atau jika seseorang yang mengalaminya tidak mempunyai koping yang adekuat dapat meningkatkan peluang terjadinya sakit. Stres dapat terjadi karena peristiwa kehidupan seperti perceraian, kehamilan dan pertengkaran. Area kehidupan yang menyebabkan stres emosional jangka panjang menjadi faktor risiko seperti stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat berdampak pada kelemahan kemampuan


(44)

mental atau kematian. Ayers, Bruno dan Langford (1999) menyatakan bahwa pola hidup merupakan wilayah yang paling dapat dikontrol oleh seseorang dan memiliki beberapa aturan agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan. Perilaku yang termasuk dalam pola hidup sangat mungkin diubah.

2.3.5. Pola konsumsi

Masukan nutrisi yang adekuat akan menyediakan tenaga untuk menggerakkan tubuh dan mempertahankan berat badan. Seseorang yang tidak memiliki komposisi nutrisi yang baik sehingga mengalami kelebihan berat badan berisiko terhadap penyakit seperti diabetes, gangguan kandung kemih, tekanan darah tinggi dan penyakit pembuluh darah koroner.

Seseorang yang tidak memperhatikan komposisi nutrisi yang terkandung dalam makanan sehari-hari, akan lebih mudah terserang penyakit dibandingkan yang berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Intake makanan yang mengandung kadar karbohidrat tinggi namun minim serat seperti makanan cepat saji, mempercepat penimbunan lemak di dalam tubuh yang memicu obesitas. Individu yang mengalami obesitas rentan terhadap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Penumpukan lemak di daerah perut merupakan salah satu faktor risiko yang memicu timbulnya DM. Peningkatan penderita diabetes akan meningkatkan jumlah penderita penyakit ginjal akibat komplikasi dari diabetes yaitu nefropati diabetes Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa nutrisi yang berlebihan menjadi salah satu faktor risiko yang mendukung timbulnya GGK. Konsumsi diet yang berlebihan menyebabkan kenaikan berat badan yang tidak terkontrol dimana


(45)

merupakan faktor risiko timbulnya berbagai penyakit. Studi di Jepang menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) merupakan parameter yang signifikan berhubungan dengan kejadian GGK. Hal ini disebabkan setiap kenaikan dari BMI akan diikuti oleh kenaikan tekanan darah, lipid serum serta kadar glukosa darah. Setiap peningkatan BMI akan diikuti dengan peningkatan risiko mengalami GGK. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan peningkatan BMI dengan GGK tidak begitu dimengerti namun diestimasi bahwa kejadian tersebut ada kaitannya dengan aktivasi sistem renin angiotensin, peningkatan aktivitas nervus simpatis, terjadi resistensi insulin atau hiperinsulinemia dan dislipidemia. Kerusakan toleransi glukosa ini yang diduga berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik

Peningkatan berat badan atau obesitas khususnya obesitas abdominal dapat merupakan faktor risiko GGK karena dapat memicu peningkatan tekanan darah. Selain itu penderita obesitas lebih resisten terhadap pengobatan untuk menurunkan tekanan darah. Peningkatan berat badan yang berlebihan telah mendukung peningkatan kadar leptin, volume ekspansi, sesak waktu tidur dan bila peningkatan tekanan darah tidak dikontrol akan mempercepat ginjal kehilangan fungsinya. Peningkatan risiko GGK pada individu obesitas terjadi melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme yang berhubungan adalah peningkatan kadar leptin menyebabkan kerusakan dari sistem kardiovaskuler ginjal yang merupakan kontribusi signifikan dari patogenesis hipertensi dan diabetes karena obesitas. Individu yang memiliki berat badan yang berlebihan atau overweight karena pola diet yang tidak


(46)

dibandingkan pasien yang memiliki berat badan normal atau kurang. Studi yang dilakukan terhadap 1010 pasien memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka 47,9% pasien mempunyai kelebihan berat badan, 40,2% memiliki berat badan normal dan 11,9% memiliki berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya. 2.3.6. Aktivitas Fisik/ Olah Raga

Manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur telah banyak dilaporkan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur selama 30 menit setiap hari minimal 3 kali dalam seminggu akan membantu memperpanjang umur harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit. Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat dan bugar karena kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua otot yang kaku. Olahraga dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang, kekebalan tubuh, menguatkan paru-paru, menurunkan emosi negatif, mempercantik tubuh dan kulit, menambah tenaga, mengurangi dampak proses penuaan, serta membantu tidur nyenyak. Dampak olah raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal aerobik dilakukan 3 - 5 kali seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih dahulu. Sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang cenderung meningkatkan risiko menderita penyakit dilihat dari aktivitas fisik adalah individu yang lebih banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktivitas minimal 3 kali dalam satu minggu. Individu yang memiliki aktivitas fisik rendah berisiko mengalami beragam penyakit seperti diabetes, hiperlipidemia, hipertensi, dan obesitas yang


(47)

merupakan faktor-faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, GGK dan GGA. Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan serangkaian pemeriksaan kesehatan terhadap individu yang mengalami penyakit ginjal terkait dengan peningkatkan prevalensi penyakit GGK di Jepang. Adanya hubungan antara GGK dan gaya hidup yang berisiko akan membantu dalam meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit GGK dan gagal ginjal terminal (Iseki, 2005).

2.3.7. Penggunaan Zat

Penggunaan zat baik legal maupun ilegal, memiliki risiko serius terhadap kesehatan. Salah satu perilaku yang tergolong penggunaan zat adalah merokok. Beragam penyakit dapat menyerang perokok diantaranya yaitu GGK. Gangguan ini pada perokok, berawal dari gangguan fungsi ginjal karena terjadinya nepfrosklerosis dan glomerulonefritis yang disebabkan kandungan zat dalam rokok. Seorang perokok diperkirakan berisiko mengalami kejadian tersebut 1,2 kali lebih tinggi dari individu yang tidak merokok. Risiko ini lebih tinggi bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 20 batang perhari. Individu yang merokok > 20 batang rokok perhari diperkirakan 2,3 kali lebih mungkin mengalami GGK dibandingkan yang merokok 1-20 batang sehari. Pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang tidak baik dilihat dari penggunaan zat adalah perilaku berisiko seperti merokok, menggunakan obat-obatan tidak sesuai dengan aturan yang telah diberikan, penggunaan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh, dan sebagainya. Perilaku ini bila dilakukan oleh individu


(48)

dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kerja ginjal yang berakhir dengan GGK.

Merokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal. Di antara insulin dan non-insulin-dependent pasien dengan diabetes, merokok tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk nefropati dan mempercepat laju perkembangan gagal ginjal. Pada pasien hipertensi, merokok secara independen meningkatkan risiko albuminuria dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Peran merokok pada penyakit ginjal primer kurang dikenal, namun penelitian telah menunjukkan hubungan dengan perkembangan proteinuria pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik dan penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan lupus nefritis, penyakit ginjal polikistik, dan glomerulonefritis. Mereka yang merokok selama lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 45%, OR, 1,45, dalam kaitannya dengan pernah-perokok. Demikian pula, dosis kumulatif lebih dari 30 pack/ tahun menghasilkan 52% peningkatan risiko OR, 1,52. (Ejerblad, E, et al, 2004)

Pendapat lain yang juga mengemukakan, individu yang merokok berisiko menderita GGK 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak merokok. Risiko menderita GGK ini tetap lebih tinggi pada perokok, meskipun kemudian memutuskan untuk berhenti merokok. Namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan individu yang memutuskan untuk tetap merokok. Perokok yang telah berhenti berisiko 1,08 kali menderita GGK sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4 kali lebih mungkin mengalami GGK .


(49)

Mekanisme seseorang mengalami GGK yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang diinduksi oleh rokok, terjadi melalui tiga cara. Secara sederhana dapat dideskripsikan bahwa zat-zat racun yang terkandung di dalam rokok telah mengakibatkan terjadinya disfungsi endotelial. Nikotin menyebabkan sel manusia mengalami proliferasi di samping meningkatkan fibronectin sampai 50%. Hal ini menginduksi ginjal mengalami fibrosis yang pada akhirnya mengurangi kerja ginjal dalam mengeksresikan urin. Zat lain yang turut merusak ginjal yaitu cadmium (Cd) yang terkandung di dalam rokok dimana penumpukan zat ini di korteks ginjal mengakibatkan kerusakan jaringan karena toksisitas zat tersebut yang akan menimbulkan jaringan parut pada ginjal. Mekanisme selanjutnya yaitu terjadi secara hemodinamik (Hemodynamic mechanisms as potential mediators of smoking-induced renal damage). Zat-zat berbahaya di dalam rokok selain memicu perubahan secara langsung pada organ ginjal, berisiko meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah merupakan faktor penting terhadap progresivitas penyakit GGK. Mekanisme kerusakan ginjal terakhir dapat terlihat secara histopatologik (Histopathologic features of smoking-induced renal damage). Gambaran histopalotogik yang ditemukan memperlihatkan progressi kerusakan glomerulus ginjal pada perokok yang berat, hiperplasia arteri intra renal, penebalan dinding arteri yang memicu nefrosklerosis dan kerusakan-kerusakan lainnya (Orth dan Hallan, 2008).


(50)

mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal. Zat tersebut diantaranya yaitu obat anti nyeri. Observasi yang dilakukan selama 2 tahun memperlihatkan pasien yang telah mengkonsumsi obat anti nyeri secara tidak tepat (lebih dari satu pil dalam seminggu) sepanjang kurun waktu 2 tahun atau lebih untuk menghilangkan rasa sakit berisiko mengalami kerusakan ginjal. Pasien yang bekerja dalam waktu lama pada sektor industri, lebih mungkin mengalami gagal ginjal dibandingkan sektor lain. Sektor industri tertinggi frekuensi penderitanya automobil (51%), diikuti pekerja konstruksi 17%, pengecoran logam 9% dan pekerja rumah sakit (6%) (O’Callaghan, C., 2007).

2.4. Haemodialisa

2.4.1. Pengertian Haemodialisa

Penggantian ginjal modern menggunakan dialisi untuk mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air, yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan (O’Callaghan, C., 2007). Menurut Sudoyo (2009) dialisis adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal kronik. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritonealdialisa.

2.4.2. Prosedur Haemodialisa

Menurut O’Callaghan 2007 hemodialisa bertujuan untuk mengoreksi kelainan metabolisme dan elektrolit akibat dari kegagalan ginjal. Kelainan metabolisme utama yakni tingginya uremia di dalam darah dan hiperkalemi. Terapi dialisa dimaksudkan


(51)

sebagai usaha untuk memisahkan hasil-hasil metabolisme dari darah dengan bantuan proses difusi lewat membran yang semipermeabel (yang dapat menembus bahan-bahan sisa tapi tidak dapat ditembus oleh darah dan plasma). Membran yang semipermeabel ini memisahkan dua kompartemen dialisat yakni cairan yang menghisap hasil metabolisme (ureum). Proses ini merupakan proses difusi maka selain dari pada hasil metabolik dapat pula diatasi hiperkalemi asal saja cairan dialisatnya bebas kalium atau mengandung kalium yang rendah. Pemindahan metabolik maupun cairan atas dasar perbedaan konsentrasi antara plasma dan dialisat dengan cara filtrasi. Lamanya hemodialisa dapat diprediksi dari tekanan yang diberikan oleh mesin dialisa disamping jumlah darah yang melalui membran dialisa dalam waktu 1 menit.

2.4.3. Komplikasi Haemodialisa

Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidakseimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).


(52)

yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak, embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya. Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potasium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (tinggi magnesium). (O’Callaghan, C., 2007).

2.5. Landasan Teori

Black dan Hawks (2006) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi umur, jenis kelamin, pendidikan, riwayat penyakit, Studi case control di Swedia yang melibatkan 926 kasus dan 998 kelompok kontrol yang diamati selama tahun 1996-1998 menemukan bahwa terdapat


(53)

korelasi antara gaya hidup merokok, kelebihan berat badan, intake protein terhadap gagal ginjal kronik. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko mengalami gagal ginjal kronik sampai 52% dibandingkan tidak merokok, meskipun tidak ada hubungan antara banyaknya rokok yang dihisap setiap hari dan lama kebiasaan tersebut telah dilakukan, demikian halnya dengan kelebihan berat badan pada dewasa awal dan obesitas sangat berhubungan dengan meningkatnya risiko mengalami gagal ginjal kronik, pada BMI (Body Mass Index) lebih dari 30 kg/ m² pada laki-laki dan 35 kg/m² pada wanita meningkatkan risiko 3 sampai 4 kali mengalami kerusakan ginjal. Sedangkan kebiasaan diet tinggi protein, menyebabkan seseorang mudah menderita diabetes yang memicu terjadinya nefropati diabetes yang menyebabkan gagal ginjal kronik (Ejerblad, E, 2004).

Menurut National Institut of Mental Health mengartikan depresi sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan (mood), dan pikiran. Berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai sesuatu. Penelitian Ejerblad Elisabeth, et al, 2004 terhadap 56 pasien yang memiliki diagnosis klinis nephrosclerosis hipertensi, hanya 26 pasien dengan penyakit nephrosclerosis hipertensi, 19 pasien memiliki penyakit pembuluh darah ateromatosa. Proses aterosklerosis di ginjal ditingkatkan oleh faktor risiko kardiovaskular yang umum termasuk merokok. Merokok menginduksi baik sistemik dan intrarenal


(54)

ginjal. Merokok melukai ginjal dengan merusak microvasculature ginjal melalui stres oksidatif, mengurangi generasi oksida nitrat, dan meningkatkan konsentrasi plasma endotelin. Merokok-induced disfungsi sel tubular lanjut dapat menyebabkan cedera tubulointerstitial dan perkembangan CRF (Ejerblad, et al, 2004).

2.6. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari teori dan konsep yang telah di paparkan sebelumnya. Kerangka ini berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka teori dapat membantu menjawab pertanyaan penelitian dan memberikan arahan penelitian.

Kerangka teori dalam penelitian ini di susun berdasarkan rangkuman tinjauan pustaka, khususnya hubungan antara faktor risiko dengan tingkat kejadian GGK. Faktor yang berpengaruh pada angka kejadian GGK diklasifikasikan menjadi dua yaitu : faktor yang tidak dapat dimodifikasi umur, jenis kelamin, pendidikan, riwayat penyakit, dan faktor yang dapat dimodifikasi pekerjaan stress, obesitas, nutrisi, konsumsi zat berbahaya, aktivitas fisik, dan gaya hidup.


(55)

Kerangka teori secara sistematis dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian  Umur

 Jenis Kelamin  Pendidikan  Riwayat Penyakit Faktor yang

tidak dapat di modifikasi

Kejadian GGK dan tidak GGK

Stress Obesitas Nutrisi

Konsumsi zat berbahaya Aktivitas Fisik

Gaya Hidup

Faktor yang dapat di modifikasi


(56)

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Risiko

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian Status Kesehatan

• Riwayat penyakit sebelumnya • Obesitas

• Stress

Kerentanan

Gagal Ginjal Kronis Gaya Hidup

• Penggunaan zat • Pola Konsumsi • Aktivitas Fisik

Sosiodemografi : • Umur

• Jenis kelamin • Pendidikan • Pekerjaan


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan menggunakan desain studi kasus kontrol (case control study) yaitu suatu penelitian analitik yang menelaah hubungan antara faktor risiko terhadap efek penyakit. Alasan penggunaan desain ini untuk menganalisis berapa besarkah peran faktor risiko dalam kejadian suatu penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kontrol. Penelitian ini melihat faktor risiko yang di alami subjek pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada hasil pemeriksaan klinis di rumah sakit.

Secara sederhana, rancangan case control dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Retrospektif

Retrospektif Paparan (+)

Paparan (-) Paparan (-)

T

Paparan (+)

Terpapar Kontrol

Bukan Penderita GGK Kasus Penderita

GGK


(58)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi ini atas dasar adanya kasus GGK, tersedianya data rekam medis penderita GGK di rumah sakit tersebut tahun 2012 - 2013. Sejak 5 tahun terakhir kasus GGK terus meningkat jumlahnya, serta belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko penderita GGK di rumah sakit tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengajuan judul, survei pendahuluan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisa data, hingga penyusunan laporan akhir yang membutuhkan waktu lebih kurang 10 bulan, dimulai dari Bulan November 2012 – Desember 2013 (jadwal terlampir).

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat ke bagian penyakit dalam/ interne Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 baik yang menderita GGK maupun yang tidak menderita GGK. 3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2011). Sampel penelitian ini terdiri dari :


(59)

a) Sampel kasus adalah penderita GGK yang menjalani terapi haemodialisa tercatat di Rumah Sakit Raden Mattaher Provinsi Jambi dan terpilih menjadi sampel dalam penelitian ini.

b) Sampel kontrol adalah pasien yang menderita DM atau penderita hipertensi kronis (≥ 3 tahun) yang tidak menderita GGK dengan matching umur dan jenis kelamin, setiap penemuan 1 kasus diikuti dengan penentuan 1 kontrol yang diambil dari pasien rawat jalan di RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria sebagai berikut : a). Kriteria inklusi kasus adalah :

1) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2) Untuk kelompok kasus : penderita GGK yang menjalani terapi haemodialisa b) Kriteria inklusi kontrol adalah :

1) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2) Pasien penderita DM dan/ atau hipertensi kronis dan bukan penderita GGK yang dipilih berdasarkan pencocokan (matching) dengan kasus dalam hal umur dan jenis kelamin

c) Kriteria eksklusi kasus dan kontrol adalah :

1) Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2) Pasien GGK yang menjalani terapi haemodialisa traveling (kunjungan) 3) Terjadi penurunan status kesehatan secara drastis


(60)

Perhitungan besar sampel berdasarkan hasil penelitian Soni Arsono di Purwokerto (2005) diketahui OR pada penderita DM 3,52. Proporsi keterpaparan kelompok kontrol 0,31 (P1) dengan tingkat kemaknaan α 5%, kekuatan Uji 90% 1-β. Perhitungan besar sampel penelitian studi kasus kontrol (Loemeshow et al, 1997).

�2 = (OR)P1

(OR)P1 + (1−P1)

�2 = 3,52∗0,31

3,52∗0,31 + (1−0,31)

�2 = 0,6

�= { Z1−α/2�[2P2(1−P2)] + Z1−β�[P1(1−P1) + P2(1−P2)] }²

(�1− �2)²

�= { 1,96�[2∗0,6(1−0,6)] + 1,28�[0,3(1−0,3) + 0,6(1−0,6)] }²

(0,3−0,6)²

n ={1,96 �[0,48] + 1,28�[0,24 + 0,21] }²

(0,3)²

�= 54,54 n = 55 kasus Keterangan :

OR n Z1-α/2 Z1-β P1 P2

= Odds Ratio = jumlah sampel

= 1,96 (derajat kepercayaan Cl : 95% derajat kemaknaan 5%) = 1,28 (kekuatan Uji 90%)

= Perkiraan proporsi faktor risiko pada kontrol = Perkiraan proporsi faktor risiko pada kasus


(61)

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing kasus dan kontrol dalam penelitian ini 55 responden dan kontrol juga sebanyak 55 orang (perbandingan kasus dan kontrol 1 : 1).

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non random sampling melalui consecutive sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi yang memenuhi kriteria yang di maksud dalam kurun waktu tertentu.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dengan 2 cara yaitu : 1) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi 2013, kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti. Laporan tahunan dan Profil Rumah Sakit yang memuat situasi kependudukan dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

2) Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara kepada responden yang terdiri dari pasien GGK yang sedang menjalani terapi haemodialisa sebagai kasus dan pasien bukan GGK sebagai kontrol. Pelaksanaan wawancara penelitian ini berpedoman kepada kuesioner yang telah dipersiapkan. Wawancara pada kasus saat


(62)

berkunjung ke rumah sakit. Pengumpulan data primer dibantu oleh beberapa relawan serta di dampingi oleh petugas kesehatan yang berada di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi.

3.4.2. Validitas dan Reabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertanyaan dan observasi tentang fakta yang memenuhi validitas dan reabilitas. Ukuran reabilitas meggunakan koefisien satatistik Kappa dengan tingkat kepercayaan 95%.

Penelitian kasus kontrol menekankan pentingnya validitas daripada upaya menjeneralisasikan populasi (Rothman dalam Murti, 2003). Penekanan validitas difokuskan pada pemilihan kontrol agar sebanding dengan kasus yang sedang diteliti. Untuk meningkatkan validitas tersebut didalam penelitian ini dilakukan pengendalian pada bias, dan faktor perancu, pengendalian dilakukan dengan cara

1. Bias statistik (jumlah sampel dan analisis data)

2. Bias seleksi dimana pemilihan kontrol berdasarkan DM dan hipertensi > 3 tahun (didasarkan pada populasi kasus) dan jenis data.

3. Bias informasi (recall bias) menyangkut reabilitas penelitian (uji statistik Kappa)

4. Pengendalian faktor luar (perancu) dilakukan dengan cara restriksi (kriteria inklusi dan eksklusi)


(63)

Uji coba kuesioner dilakukan pada 20 pasien, terdiri dari 10 kasus dan 10 kontrol tahun 2013 di wilayah penelitian. Hasil uji reabilitias dari item pertanyaan pada taraf nyata α = 0,05.

Untuk pertanyaan item i, ii, iii, iv, dan v, nilai statistik kappa baik untuk kasus maupun kontrol menunjukan kesepakatan sangat baik (k>0,75) dan kesepakatan baik (0,4≤ k ≤0,75) dan bermakana secara statistik (p<0,05) dalam taraf nyata α<0,05. Dengan demikian semua item pertanyaan adalah reliable dan layak dimasukan ke dalam instrumen penelitian.

Dalam melakukan penelitian perlu diperhatikan masalah etika penelitian yang meliputi :

1) Informed Concent (Informasi untuk Responden)

Sebelum melakukan tindakan responden diberitahu maksud, tujuan, manfaat, dan dampak dari tindakan, dan dijelaskan bahwa keikutsertaan di dalam penelitian ini sifatnya sukarela.

2) Anonimity (Kerahasiaan Identitas)

Kerahasiaan responden penelitian dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitian.

3) Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data-data tertentu yang akan dilaporkan sebagai penelitian.


(64)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diketahui variabel bebas (independen variable) terdiri : riwayat penyakit sebelumnya, gaya hidup, pola konsumsi, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan varibel terikat (dependent variable) yaitu GGK, dan tidak GGK.

3.5.2. Definisi Operasional

a. Penderita GGK adalah seseorang yang dinyatakan menderita GGK berdasarkan diagnosa dokter dan sedang manjalani terapi haemodialisa dan tercatat pada rekam medis.

b. Penderita bukan GGK adalah seseorang yang dinyatakan tidak menderita GGK berdasarkan diagnosa dokter tetapi berisiko GGK.

c. Sosiodemografi

1. Umur adalah lamanya hidup penderita GGK dan bukan GGK yang dihitung berdasarkan tahun sejak penderita itu lahir sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis yang kemudian dikategorikan untuk analisa statistik

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita GGK dan bukan GGK sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis

3. Pendidikan adalah keterangan mengenai pendidikan formal tertinggi yang ditamatkan oleh penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis


(65)

4. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita GGK dan bukan GGK sehari-hari sesuai yang tercatat pada rekam medis

d. Riwayat penyakit sebelumnya adalah keterangan mengenai ada atau tidaknya penyakit yang diderita oleh penderita sebelum dia menderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang digolongkan atas:

1. Hipertensi

2. Diabetes Melitus (DM) 3. Batu Ginjal

4. Penyakit Ginjal Polikistik 5. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

6. Lebih dari satu riwayat penyakit sebelumnya

7. Tidak ada riwayat (riwayat penyakit sebelumnya bukan faktor risiko GGK) e. Penggunaan zat : Perilaku pasien dalam menggunakan beberapa bahan kimia

terhadap tubuh seperti : kebiasaan merokok, penggunaan obat tanpa anjuran dokter.

h. Pola Konsumsi/ Diet adalah : Jenis makanan yang dikonsumsi seseorang setiap kali makan, seperti : kebiasaan mengonsumsi makanan dengan kadar lemak, kadar protein tinggi, kadar gula tinggi, dan makanan instan.

i. Aktivitas Fisik adalah kegiatan fisik dalam menjalani kehidupan sehari-hari termasuk frekuensi berolah raga.

j. Obesitas adalah : Kondisi berat badan yg menyebabkan BMI (Body Mass Indeks) atau Indeks Massa Tubuh melebihi nilai normal dewasa adalah 20 – 25, yang


(66)

k. Stress adalah : respon nonspesifik tubuh terhadap berbagai perintah terhadapnya semakin tinggi nilai hasil pengkajian stress, semakin tinggi tingkat stress subjek penelitian

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran dilakukan pada setiap variabel penelitian. Cara ukur, alat ukur, skala ukur dan hasil ukur masing-masing variabel penelitian diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 3.6 Definisi Operasional, Alat Ukur, Skala Ukur, dan Hasil Ukur Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional

Alat

Ukur Hasil Ukur Skala a. Umur Rentang waktu antara

saat lahir sampai saat pengambilan data, di hitung saat ulang tahun terakhir

Kuesioner 1. ≤ 40 tahun 2. > 40 tahun

Interval

b. Jenis Kelamin

Identitas responden sesuai kondisi biologis atau fisiknya yaitu laki-laki dan perempuan

Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempua

n

Nominal

c. Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan formal responden berdasarkan ijazah terakhir

Kuesioner 1. Rendah (SD/SMP) 2. Tinggi (SMA/PT)

Ordinal

d. Pekerjaan Jenis pekerjaan yang dimiliki responden sebagai tumpuan mendapatkan uang

Kuesioner 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja


(1)

Classification Table

a,b

Observed

Predicted

Status Responden

Percentage Correct Kontrol Kasus

Step 0 Status Responden Kontrol 0 55 .0

Kasus 0 55 100.0

Overall Percentage 50.0

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant .000 .191 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 0 Variables stres0 12.981 1 .000

umur0 3.793 1 .051 imt0 7.121 1 .008 p_kosumsi0 22.629 1 .000 riwayatpen0 8.938 1 .003 didik0 1.725 1 .189 kerja0 2.643 1 .104 aktivitas0 9.312 1 .002 p_zat0 10.736 1 .001 Overall Statistics 52.830 9 .000


(2)

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square 1 128.675a .195 .260

2 115.499b .286 .381 3 106.013b .345 .459 4 98.433b .388 .518 5 92.221b .422 .562

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

b. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

Status Responden

Percentage Correct Kontrol Kasus

Step 1 Status Responden Kontrol 47 8 85.5

Kasus 23 32 58.2

Overall Percentage 71.8

Step 2 Status Responden Kontrol 47 8 85.5

Kasus 23 32 58.2

Overall Percentage 71.8

Step 3 Status Responden Kontrol 34 21 61.8

Kasus 7 48 87.3

Overall Percentage 74.5

Step 4 Status Responden Kontrol 40 15 72.7

Kasus 14 41 74.5

Overall Percentage 73.6

Step 5 Status Responden Kontrol 42 13 76.4

Kasus 12 43 78.2


(3)

Block 1: Method = Back

ward Stepwise (Wald)

Block 1: Method = Back

ward Stepwise (Wald)

a. The cut value is .500

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig. Step 1 Step 6.212 1 .013

Block 60.271 5 .000 Model 60.271 5 .000 Step 2 Step 7.580 1 .006 Block 54.059 4 .000 Model 54.059 4 .000 Step 3 Step 9.486 1 .002 Block 46.479 3 .000 Model 46.479 3 .000 Step 4 Step 13.176 1 .000 Block 36.993 2 .000 Model 36.993 2 .000 Step 5 Step 23.817 1 .000 Block 23.817 1 .000 Model 23.817 1 .000

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a p_kosumsi0 2.101 .470 19.972 1 .000 8.174 3.253 20.539

Constant -.715 .254 7.887 1 .005 .489

Step 2b stres0 1.888 .571 10.935 1 .001 6.604 2.157 20.217 p_kosumsi0 2.264 .525 18.622 1 .000 9.621 3.441 26.900 Constant -2.162 .556 15.114 1 .000 .115

Step 3c stres0 1.962 .606 10.480 1 .001 7.110 2.168 23.315 p_kosumsi0 2.452 .565 18.830 1 .000 11.616 3.837 35.164 riwayatpen0 1.561 .538 8.416 1 .004 4.763 1.659 13.675 Constant -3.320 .757 19.216 1 .000 .036

Step 4d stres0 1.773 .629 7.938 1 .005 5.887 1.715 20.205 p_kosumsi0 2.593 .596 18.935 1 .000 13.371 4.158 42.995 riwayatpen0 1.672 .559 8.944 1 .003 5.320 1.779 15.911 aktivitas0 -1.377 .518 7.058 1 .008 .252 .091 .697 Constant -2.622 .789 11.043 1 .001 .073

Step 5e stres0 1.946 .656 8.799 1 .003 7.003 1.935 25.341 p_kosumsi0 2.572 .621 17.139 1 .000 13.087 3.873 44.217


(4)

riwayatpen0 1.693 .584 8.407 1 .004 5.438 1.731 17.084 aktivitas0 -1.343 .538 6.236 1 .013 .261 .091 .749 p_zat0 1.314 .545 5.810 1 .016 3.722 1.278 10.837 Constant -3.305 .888 13.853 1 .000 .037

a. Variable(s) entered on step 1: p_kosumsi0. b. Variable(s) entered on step 2: stres0. c. Variable(s) entered on step 3: riwayatpen0. d. Variable(s) entered on step 4: aktivitas0. e. Variable(s) entered on step 5: p_zat0.


(5)

Variables not in the Equation

Score df Sig. Step 1 Variables stres0 12.417 1 .000

umur0 2.033 1 .154 imt0 3.237 1 .072 riwayatpen0 9.622 1 .002 didik0 .540 1 .462 kerja0 4.225 1 .040 aktivitas0 9.602 1 .002 p_zat0 7.459 1 .006 Overall Statistics 37.785 8 .000 Step 2 Variables umur0 3.039 1 .081 imt0 3.416 1 .065 riwayatpen0 9.175 1 .002 didik0 1.876 1 .171 kerja0 1.858 1 .173 aktivitas0 6.864 1 .009 p_zat0 7.668 1 .006 Overall Statistics 29.922 7 .000 Step 3 Variables umur0 1.775 1 .183 imt0 4.730 1 .030 didik0 2.132 1 .144 kerja0 2.105 1 .147 aktivitas0 7.510 1 .006 p_zat0 7.073 1 .008 Overall Statistics 21.553 6 .001 Step 4 Variables umur0 2.852 1 .091 imt0 3.968 1 .046 didik0 1.859 1 .173 kerja0 1.725 1 .189 p_zat0 6.183 1 .013 Overall Statistics 15.061 5 .010 Step 5 Variables umur0 2.311 1 .128


(6)

imt0 3.251 1 .071 didik0 1.727 1 .189 kerja0 2.549 1 .110 Overall Statistics 10.428 4 .034