2.4. Esterifikasi
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi 5, seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade dan minyak jarak,
proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan di atas perlu melalui pra-esterifikasi
untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5.
Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam pekat seperti asam sulfat pekat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang ini
banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini akan diperoleh minyak campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan. Proses pembentukan
ester dilanjutkan dengan proses transesterifikasi terhadap produk tahap pertama di atas dengan menggunakan katalis alkalin. Pada proses ini digunakan sodium
hidroksida 1 wt dan metanol 10. Kedua proses esterifikasi di atas dilakukan pada temperature 55°C. Pada proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester di bagian
atas dan gliserol di bagian bawah. Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dimurnikan, yakni dicuci menggunakan air hangat dan
dikeringkan untuk menguapkan kandungan air yang ada dalam metil ester. Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel Hambali et al., 2007.
2.5. Asam Lemak
Asam lemak diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu.
a. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek
Short Chain Fatty Acids = SCFA mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 10 Medium
Universitas Sumatera Utara
Chain Fatty Acids = MCFA dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 12 atau lebih Long Chain Fatty Acids = LCFA. Semakin banyak
rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi. b.
Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal hanya
memiliki satu ikatan rangkap monounsaturated fatty acid dan asam lemak tak jenuh jamak polyunsaturated fatty acid. Semakin banyak ikatan rangkap
yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya. c.
Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon
melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut
isomer cis berarti berdampingan, dan apabila saling menjauh disebut trans berarti berseberangan. Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer
trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam
lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans
lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh Silalahi, 2000.
2.5.1. Analisis Asam Lemak