III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Penelitian di lapang berlangsung
dari bulan Desember 2011 hingga Maret 2012. Kemudian dilanjutkan dengan analisis C-organik, N-total, pH tanah, kadar air sampah dan kadar air kompos
pada bulan April-Juli 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
3.2 Bahan dan Alat
Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah
kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian di lapang, yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Khoerudin pada bulan April-Agustus 2011. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari :
a. S0, LRB tanpa diisi sampah
b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali diawal penelitian
c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali diawal penelitian
d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu
e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu
3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang 3.4.1 Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik
LRB yang sudah tertutup oleh hasil erosi dikosongkan kembali dengan menggunakan bor biopori. Pengosongan LRB dilakukan pada bulan Desember
atau berjarak ± 4 bulan setelah pemanfaatan LRB pertama. Selanjutnya diberi perlakuan sesuai rancangan percobaan. Sampah organik yang digunakan
merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur berupa sisa potongan sayuran, buah dan ampas kelapa dan sampah kebun berupa daun
mangga. Sampah dapur diperoleh dari rumah-rumah dan warung nasi di sekitar lokasi penelitian. Sampah dapur yang digunakan merupakan sampah baru yang
diambil sesaat sebelum pengisian LRB. Sedangkan untuk sampah daun mangga yang digunakan merupakan daun hasil guguran yang sudah lama dan baru.
Khusus untuk perlakuan S3 dan S4 pengisian sampah organik dilakukan secara terus-menerus, yaitu ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena
adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3 dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 12 minggu. Pengukuran
bobot sampah dilakukan setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama penelitian berlangsung
Tabel Lampiran 1.
3.4.2 Pengamatan Laju Infiltrasi
Pengamatan laju infiltrasi dilakukan satu kali dalam seminggu selama 12 minggu percobaan. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan mengukur volume air
yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Adapun pengukuran laju infiltrasi minggu pertama dilakukan pada hari ke empat setelah pengisian sampah
pertama kali ke dalam LRB 17 Desember 2011.
3.4.3 Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah
Pemanenan kompos dilakukan 2 hari setelah pengukuran laju infiltrasi terakhir pengukuran minggu ke-12 yaitu diawali dengan mengangkat bahan
kasar dan diukur ketebalannya hingga mencapai batas permukaan kompos, kemudian ditimbang bobotnya. Selanjutnya dilakukan pemanenan dan
penimbangan kompos. Pengukuran ketebalan kompos dihitung berdasarkan ketebalan bahan kasar. Contoh tanah untuk analisis pH, C-organik dan N-total
diambil pada jarak 5 dan 20 cm dari dinding LRB dengan kedalaman 15-25 cm. Metode analisis beberapa sifat tanah yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter
Metode Alat
C-organik
N-total
pH
Kadar air Walkley dan Black 1934
Kjeldahl
H
2
O 1:1
Gravimetri Erlenmenyer 250 ml, pipet 10 ml,
gelas ukur, neraca analitik, dan buret
Neraca analitik, digestion apparatus, labu kjeldahl, buret, dan erlenmeyer
100 ml
Botol kocok, mesin pengocok, dan pH meter
Cawan, Aluminium foil, timbangan, oven dan eksikator
3.3.4 Pengolahan Data
Data pengukuran infiltrasi dilakukan analisis sidik ragam rancangan acak kelompok. Uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan
pengaruh antar perlakuan.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori LRB
Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu ke-1 sampai minggu ke-12 disajikan pada Tabel 2 dan laju infiltrasi dengan ulangan pada
Tabel Lampiran 2 serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 1. Sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu ke-1
hingga minggu ke-12 dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 hingga Tabel Lampiran 14.
Gambar 1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu Gambar 1 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi pada perlakuan S0, S1 dan
S2 cenderung menurun dari pengukuran minggu ke-2 hingga ke-12. Sedangkan untuk perlakuan S3 dan S4 laju infiltrasi menurun pada tiga minggu pertama pengukuran
kemudian meningkat hingga minggu ke-5. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan hingga minggu ke-8 dan naik lagi hingga minggu ke-11 pengukuran. Penambahan
sampah organik secara kontinyu perlakuan S3 dan S4 dapat mempertahankan laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2.
,
Tabel 2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu
Perlakuan Laju Infiltrasi literjam
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Minggu 6
Minggu 7
Minggu 8
Minggu 9
Minggu 10
Minggu 11
Minggu 12
S0 91.5 a
41.2 a 21.3 a
14.3 a 4.2 Aa
0.3 A 1.0 A
1.2 A 1.2 A
0.7 A 0.8 A
0.5 A S1
80.0 a 84.7 a
12.7 a 12.0 a
8.6 Aa 1.7 A
2.3 A 4.0 A
2.3 A 1.3 A
1.0 A 0.3 A
S2 101.3 a
46.5 a 67.5 a
29.0 ab 18.0 AaB
10.0 A 8.5 A
6.5 A 7.0 A
3.0 A 4.5 A
4.5 A S3
120.7 a 72.7 a
65.0 a 74.3 c
106.6 B 71.0 B
46.6 B 38.6 B
43.3 B 56.6 C
73.0 C 17.6 BC
S4 90.3 a
91.0 a 74.3 a
62.7 bc 70.0 AB
53.3 B 37.0 B
24.3 B 32.6 B
33.3 BC 37.0 B
28.0 C BNT 5
105.3 88.6
67.7 44.2
66.6 24.9
9.6 8.0
8.3 24.3
16.6 10.0
BNT 1 149.8
126.0 95.7
62.8 94.8
35.5 13.7
11.4 11.8
34.5 23.6
14.28
a
Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata BNT 5 dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata BNT 1 .
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengisian sampah organik yang hanya dilakukan diawal saja perlakuan S1 dan S2 cenderung lebih tinggi laju infiltrasinya
dibandingkan dengan yang tidak diisi sampah perlakuan S0. Walau demikian, pada minggu ke-11 sampai ke-12 laju infiltrasi antara perlakuan S0 dan perlakuan S1
relatif sama. Hal ini dipengaruhi oleh hasil erosi yang juga telah menutupi perlakuan S1. Perlakuan S2 cenderung memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan S1. Keadaan tersebut disebabkan adanya perbedaan laju dekomposisi sampah yang dimasukkan, dimana laju dekomposisi pada S1 lebih cepat
dibandingkan dengan S2 sehingga proses tertutupnya lubang oleh tanah hasil erosi pada perlakuan S1 pun lebih cepat.
Perlakuan S3 dan S4 nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan perlakuan S0 dan S1 pada minggu ke-4 dan sangat nyata lebih tinggi pada
minggu ke-6 hingga ke-12 terhadap perlakuan S0, S1, dan S2 Tabel 2. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya sampah organik yang selalu diisikan dan memenuhi
lubang sehingga dapat mencegah masuknya hasil erosi ke dalam LRB. Selain itu, dengan adanya bahan organik yang selalu diisikan dan tersedia, juga dapat
meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah Hakim et al. 1986 di dalam LRB, karena sampah organik merupakan sumber makanan dan energi bagi
organisme tanah tersebut Stephenson 1994 dalam Yulipriyanto 2010. Meningkatnya aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang
di dalam tanah dapat memicu terbentuknya biopori berupa liang terowongan kecil dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke
dan di dalam tanah Brata dan Nelistya 2009. Selain meningkatkan aktivitas metabolik organisme tanah, bahan organik juga dapat merangsang terjadinya
granulasi Soepardi 1983 sehingga air akan lebih mudah meresap dan mengalami perkolasi ke bagian tanah yang lebih dalam Ma’shum et al. 2003. Peningkatan laju
infiltrasi ini sejalan dengan hasil penelitian Khoerudin 2012 yang menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah organik secara kontinyu nyata dan sampai sangat
nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan yang tidak diisi sampah atau hanya diisi sampah diawal saja.
Pada minggu ke-6 sampai ke-8 terjadi penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 dan S4. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi curah hujan,
dimana curah hujan pada minggu ke-6 sampai ke-8 lebih besar dibandingkan minggu ke-5 Tabel Lampiran 15. Arsyad 2006 mengungkapkan bahwa pada saat tanah
masih kering, laju infiltrasi akan tinggi dan setelah tanah menjadi jenuh air, laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Sedangkan pada minggu ke-9,
walaupun curah hujan cukup tinggi, laju infiltrasi pada S3 dan S4 menunjukkan peningkatan. Kondisi ini terjadi karena pada saat sebelum pengukuran, dilakukan
penusukan menggunakan kayu dan pembersihan tanah hasil erosi pada bagian atas LRB. Tanah hasil erosi yang tadinya mengisi pori-pori diantara sampah organik,
dengan dilakukannya penusukan dan perbersihan menjadi lebih terbuka sehingga laju infiltrasi menjadi lebih lancar. Selain itu, tidak adanya curah hujan pada saat sebelum
dilakukan pengukuran juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi yang diperoleh. Pada minggu ke-10 sampai ke-12, pola laju infiltrasi Gambar 1 perlakuan S3 dan S4
cenderung mengikuti kondisi curah hujan yang ada Tabel Lampiran 15. Pada minggu ke-12, penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 lebih
tajam dibandingkan S4 Gambar 1. Perbedaan tingkat penurunan laju infiltrasi disebabkan oleh perbedaan laju terbentuknya kompos. Dekomposisi sampah dapur
yang relatif lebih cepat dibandingkan sampah daun mangga menyebabkan kompos yang terbentuk pada perlakuan S3 juga lebih banyak Tabel 3. Terbentuknya kompos
menyebabkan terjadinya penurunan ukuran pori Gambar 2a, akibatnya laju infiltrasi menjadi menurun. Selain itu, aktifitas fauna tanah juga menurun karena sampah
organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya Gambar 2a. Soepardi 1983 mengungkapkan bahwa disaat jumlah bahan organik tanah yang mudah dilapuk
semakin sedikit, maka jumlah dan aktifitas organisme tanah pun akan berkurang. Sedangkan perlakuan S4, laju infiltrasi yang diperoleh hanya mengalami sedikit
penurunan. Proses dekomposisi pada sampah daun mangga yang relatif lebih lambat dan adanya aktifitas fauna yang masih terlihat sangat aktif menjadikan pori tersedia
pada LRB masih cukup baik untuk melalukan air sehingga laju infiltrasi pun tidak terlalu menurun Gambar 2b.
a Perlakuan S3 b Perlakuan S4
Gambar 2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB
Curah hujan yang cukup tinggi dari awal hingga akhir penelitian menghasilkan erosi
yang mengakibatkan tertutupnya mulut lubang LRB. Erosi berpengaruh besar terutama pada perlakuan S0, S1, dan S2. Tumbukan butir hujan
dan aliran permukaan yang cukup besar membawa hasil erosi sehingga mengakibatkan LRB menjadi tertutup Gambar 3a, 3b dan 3c. Terjadinya proses
erosi merupakan kombinasi dari dua sub-proses yaitu 1 penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang
menimpa tanah dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan, dan 2 perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah mengakibatkan
tanah menjadi terdispersi selanjutnya diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir di atas permukaan tanah Arsyad 2006. Sedangkan S3 dan S4 yang
diisi sampah secara kontinyu hasil erosi hanya menutupi bagian atas dari LRB Gambar 3d dan 3e.
a Perlakuan S0 b Perlakuan S1
c Perlakuan S2
d Perlakuan S3 e Perlakuan S4 Gambar 3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan
4.2 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori LRB