Marjin Rpkg 340 130 Nilai tambah Rpkg 240 130

Tabel 11 Biaya Variabel dan Tetap Pengolahan Kakao di Trenggalek No Keterangan Output Bubuk Kakao Cokelat Batangan Bubuk Cokelat 3in1 I Output, Input 1 Output kgproduksi 23 12 15 2 Input Utamakgproduksi 50 6,3 2 3 Tenaga Kerja HOKproduksi 5 5 5 4 Harga output Rp kg 300 000 187 500 90 000 5 Upah Tenaga Kerja RpHOK 40 000 40 000 40 000 6 Harga Bahan BakuRpkg 35 000 82 857 60 000 7 Harga Bahan Baku Tambahan Rpkg 3 500 10 000 15 643 II Biaya variabel Variabel cost 1. Biji Kakao 1 750 000 - - 2. Pasta cokelat - 225 000 - 3. Lemak cokelat - 297 000 - 4. Bubuk Kakao - - 120 000 5. Gula - 30 000 100 000 6. Susu - 27 000 23 100 7. Vanilla - - 47 250 8. Pengemasan 18 400 75 000 90 000 9. LPJ 5 000 - - 10. Listrik 4 500 - - Total 1 777 900 654 000 480 350 III Biaya tetap Fix cost 1 . Biaya administrasi dan umum Gaji, listrik pabrik 2 300 000 200 000 200 000 2 . Penyusutan peralatan 2 931 250 2 119 792 795 833 Total 5 231 250 2 319 792 995 833 IV Total biaya produksi TC 7 009 150 2 973 792 84 904 850 Nilai MOS yang diperoleh misal pada bubuk kakao mempunyai nilai negatif 2.5 persen. Hal ini berarti penjualan bagi produk bubuk kakao harus naik diatas 2.5 persen dari volume saat ini agar pendapatan mulai memberi keuntungan. Sedangkan kemampuan dalam menutup biaya tetap dan menghasilkan laba tersebut dapat dilihat pada perhitungan MIR Marginal Income Ratio. Nilai MIR bubuk kakao misalnya menunjukan bahwa produk bubuk kakao dapat memberikan laba bersih sebesar 74.23 persen dari hasil penjualannya dan telah 49 mampu menutupi biaya tetap usaha dan biaya variabel. Pada produksi cokelat batangan, kerugian yang diterima adalah 34 persen dari nilai penjualan saat ini. Berdasarkan nilai MOS sebesar 7.29 persen maka produksi cokelat batangan harus bertambah diatas 47.29 persen dari produksi saat ini. Demikian pula untuk produk bubuk cokelat 3in1 dengan kerugian sebesar 9.83 persen dari total penerimaan. Upaya memperoleh keuntungan pada produksi bubuk cokelat 3in1 adalah meningkatkan produksi diatas nilai MOS yakni diatas 15.26 persen dari produksi saat ini. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa saat ini usaha pembuatan cokelat oleh kelompok petani belum menguntungkan. Aktivitas pengolahan mulai dari biji kakao mentah menjadi jenis produk antara maupun produk akhir membutuhkan mesin dan teknologi canggih sehingga mengakibatkan biaya investasi tinggi namun belum didukung dengan volume produksi yang besar untuk menutup titik impas. Biaya produksi yang tinggi dapat dikendalikan apabila aktivitas bisnis didukung dengan pemasaran yang luas sehingga volume produksi besar. Penerimaan yang besar membantu agar perusahaan dapat segera menerima kembali biaya investasi yang telah dikeluarkan untuk pengeluaran mesin produksi. Selain itu, kondisi demikian juga disebabkan karena usaha pengolahan kakao tersebut saat ini masih terbatas pada sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan berkompetisi dalam industri cokelat. Perusahaan yang dikoordinasi oleh pegawai pemerintah daerah yang sekaligus menjadi objek binaan menjadi salah satu faktor terhambatnya orientasi perusahaan untuk berkembang dibawah prinsip perusahaan komersial dengan target mencapai keuntungan yang diharapkan. Tabel 12 Perhitungan titik impas dan profitabilitas No Variabel Bubuk Kakao Cokelat Batangan Bubuk cokelat 3in1 1 Harga 300 000 187 500 90 000 2 Jumlah Output kg 23 12 15 3 TFC total biaya tetap 5 231 250 2 319 792 995 833 4 TVC total biaya variabel 1 777 900 654 000 480 350 5 AVC biaya rata-rata 77 300 54 500 32 023 6 P – AVC 222 700 133 000 57 977 7 BEP unit 23 17 17 8 BEP rupiah 7 069 257 3 313 989 1 555 989 9 Total penerimaan TR 6 900 000 2 250 000 1 350 000 10 TR – BEP 169 257 1 063 989 205 989 11 MOS 2.5 47.29 15.26 12 TR – VC 5 122 100 1 596 000 869 650 13 MIR 74.23 71.93 64.42 Profitabilitas 1.86

34.00 9.83

Nilai profitabilitas yang dipengaruhi oleh nilai titik impas berhubungan dengan biaya produksi baik biaya variabel maupun biaya tetap. Kedua komponen biaya tersebut membentuk nilai tiik impas. Adapun rincian nilai penyusutan dari investasi alat dan teknologi pengolahan kakao dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 13 Perhitungan Biaya Penyusutan No Biaya Tetap Umur th Biaya Rp unit d D 1 Mesin sangrai kakao roaster 4 36 500 000 25 9 125 000 2 Mesin pemecah kulit dan pemisah biji kakao sangrai desheller 4 40 500 000 25 10 125 000 3 Pemasta kasar 4 32 000 000 25 8 000 000 4 Pengempa lemak 4 c.18 500 000 d.60 500 000 25 a.4 625 000 b.15 125 000 5 Mesin penghancur bungkil cokelat cocoa powder 4 49 750 000 25 12 437 500 6 Mesin pembubuk cokelat 4 41 250 000 25 10 312 500 7 Mesin pengayak bubuk 4 20 900 000 25 5 225 000 7 Mesin penyangrai bubuk 4 36 500 000 25 9 125 000 8 Mesin ballmill 4 24 500 000 25 6 125 000 9 Mesin pencampur blending 4 46 750 000 25 11 687 500 10 Mesin choncing 4 47 250 000 25 11 812 500 11 Mesin tempering dan pencetak permen cokelat 4 37 500 000 25 9 375 000 12 Penyimpan bahan cokelat 4 43 500 000 25 10 875 000 13 Lemari es 4 4 000 000 25 1 000 000 14 Pengemas manual 4 5 500 000 25 1 375 000 15 Pengemas otomatis packing roll 4 70 900 000 17 725 000 Total biaya mesin dan peralatan Rp 576 300 000 Total biaya penyusutan Rp 154 075 000 Keterangan: D = Biaya penyusutan per tahun d = presentase penyusutan pert ahun 51 Permasalahan yang menghambat pemasaran produk adalah kondisi teknologi. Mesin penghalus cokelat atau ballmill masih memiliki kapasitas dibawah standar sehingga mengakibatkan tekstur cokelat yang dihasilkan masih kasar. Kondisi demikian menjadi faktor manajemen merasa belum percaya diri untuk memperluas pasar. Akibatnya, pemasaran produk masih bergantung pada pesanan konsumen di lingkungan pemerintah daerah dan kebutuhan untuk mengikuti bazar atau promo produk di daerah sekitar provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, agar produk cokelat ini dapat diterima oleh masyarakat luas maka manajemen perusahaan harus dapat mengganti mesin ballmill dengan standar yang sesuai harapan untuk menciptakan tekstur cokelat dengan tingkat kehalusan yang tinggi. Produksi olahan kakao dengan kerugian terbesar adalah produk cokelat batangan. Hal ini disebabkan karena nilai mos yang paling negatif. Saat ini produksi cokelat batangan masih 47.29 persen dari nilai titik impas. Proses pembuatan cokelat batangan dimulai dari pengolahan biji kakao mentah menjadi produk bubuk kakao yang kemudian diproses lanjut menjadi cokelat batangan yang siap dikonsumsi. Oleh karena itu, berdasarkan tahapan proses yang lebih panjang mesin dan teknologi yang dibutuhkan pun lebih banyak sehingga biaya produksi lebih tinggi. Akan tetapi saat ini jumlah produksi cokelat batangan masih paling rendah dibanding produksi bubuk kakao dan bubuk cokelat 3in1. Produksi cokelat batangan harus ditingkatkan jauh diatas nilai tiitk MOS agar perusahaan dapat segera menerima biaya investasi mesin yang telah dikeluarkan. Profitabilitas tidak selalu berhubungan linear dengan nilai tambah yang diperoleh. Pada kasus usaha pengolahan kakao di Trenggalek ini meskipun telah dihitung nilai tambah yang menunjukan nilai yang positif dan relatif tinggi, namun profitabilitas usaha untuk ketiga jenis produk amsih negatif. Sehubungan dengan komponen penyusun, nilai tambah hanya mengkaitkan nilai output dan harga produk namun belum dikaitkan dengan biaya tetap yang terkandung biaya penyusutan teknologi pengolahan diadalamnya. Biaya yang dihitung dalam perhitungan nilai tambah hanya biaya variabel berupa biaya input utama dan tambahan serta upah te naga kerja. Sedangkan pada analisis profitabilitas semua komponen biaya dalam proses produksi dilibatkan termaasuk biaya penyusutan mesin – mesin produksi. Dalam analisis profitabilitas ini, produsen dapat mendapatkan informasi sejauh mana selisih volume produksi saat ini dengan titik impas. Apabila selisih antara kedua nilai tersebut mnunjukan positif maka usaha dikatakan aman dan dapat terus beroperasi. Titik aman tersebut disebut dengan margin of safety atau MOS. Saat ini nilai MOS untuk ketiga produk masih negatif. Oleh karena itu, produsen di Trenggalek harus segera menambah produksi sebesar diatas nilai MOS yang dihasilkan untuk masing – masing produk diikuti dengan perluasan pemasaran agar usaha dapat menutup biaya tetap dalam jangka pendek dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Profitabilitas Usaha Pengolahan Kakao di Blitar Penerimaan dari aktivitas usaha pengolahan kakao oleh kelompok petani di Blitar yang mengolah dari produk antara menjadi cokelat batangan dan bubuk cokelat 3in1 telah memberikan keuntungan. Profitabilitas produk cokelat batangan sebesar 15.88 persen yang menunjukan bahwa sebesar 15.88 persen dari