ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN TERI NASI

DI PROVINSI LAMPUNG Oleh

Sabastina Melani Simamora

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN

DI PROVINSI LAMPUNG Oleh

Sabastina Melani Simamora

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tambah dan pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi. Penelitian dilakukan di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan pada bulan September 2012. Lokasi dipilih secara sengaja karena daerah merupakan sentra pengolahan ikan di Lampung. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (metode Hayami) dan kualitatif (deskriptif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan usaha pengolahan ikan teri nasi asin di Pulau

Pasaran Kota Bandar Lampung adalah sebesar Rp.3.306,94 per kilogram dan nilai tambah usaha pengolahan ikan teri nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp.2.045,00 per kilogram. Pendapatan rata-rata yang diperoleh usaha pengolahan ikan teri nasi per bulan di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung adalah Rp.32.615.942,75 dengan R/C rasio sebesar 1,13 sedangkan untuk pengolahan ikan teri nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp.18.318.968,67 dengan R/C rasio sebesar 1,12.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ………...……....………... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 9

C. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Ikan ... 10

2. Klasifikasi Ikan Teri ... 11

3. Perikanan Ikan ... 12

a. Penangkapan ... b. Pasca Penangkapan ... 12 12 4. 5. Ikan Olahan ... Nelayan ... 14 22 6. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ... 23

7. Konsep Nilai Tambah ... 24

8. Teori Pendapatan ... 25

9. Teori Biaya ... 28

B. Kerangka Pemikiran ... 29

III. METODE PENELITIAN ...…………... 32

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 32

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 35

C. Metode Pengumpulan Data ... 36


(6)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 42

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung ... 42

1. Keadaan Umum ... 42

2. Kependudukan ………... 42

3. Ketenagakerjaan …... 43

B. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung ... 44

1. Keadaan Umum ... 44

2. Sejarah Terbentuknya Kota Bandar Lampung ... 45

3. 4. Keadaan Geografis ... Topografi ... 45 46 C. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat ... 47

1. Sejarah Singkat ... 47

2. Letak Geografi ... 47

3. Topografi ... 48

D. Keadaan Umum Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 48

1. Letak Administratif ... 48

2. Luas Daerah dan Keadaan Alam ... 49

3. Keadaan Sosial Ekonomi ... 49

E. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan ... 51

1. Keadaan Geografis ... 51

2. Topografi dan Iklim ... 52

3. 4. Keadaan Demografi ... Sarana dan Prasarana ... 52 54 F. Keadaan Umum Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 54

1. Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 54

2. Sarana dan Prasarana ... 56

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Keadaan Umum Responden ... 58

1. Umur Responden ... 58

2. Tingkat Pendidikan Responden ... 59

3. Pengalaman Usaha ... 60


(7)

1. Penggunaan Faktor Produksi Ikan Teri Nasi di Pulau

Pasaran ………...

63 a. Pengadaan Bahan Baku ...

b. Bahan Bakar ... c. Tenaga Kerja ... d. Modal Awal ...

63 64 65 65

e. Proses Pembuatan Ikan Teri Nasi ... 66

f. Pemasaran ... 69

2. Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 70

3. Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 74

C. Keragaan Usaha Pengolahan, Nilai Tambah, dan Pendapatan di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan …. 76 1. Penggunaan Faktor Produksi Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan …………...………... 76 a. Pengadaan Bahan Baku ... b. Bahan Bakar ... c. Tenaga Kerja ... d. Modal Awal ... 76 77 78 78 e. Proses Pembuatan Ikan Teri Nasi ... 79

f. Pemasaran ... 82

2. Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 82

3. Anlisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 88

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 94 97


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu faktor utama untuk berkembangnya sektor pertanian di Indonesia dan hal ini merupakan salah satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan strategis tersebut terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan eksport dan devisa negara, penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Pertanian juga berperan dalam menunjang perekonomian di Provinsi Lampung. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16.242.780 juta rupiah atau 37,33 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Perkembangan PDRB di Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 (juta Rupiah) dapat dilihat pada Tabel 1.


(9)

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 (Juta Rupiah), tahun 2010-2012

No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 Persentase

(%)

1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan

perikanan

14.851.400 15.587.581 16.242.780 37,33

2. Pertambangan dan penggalian

713.022 809.109 827.570 1,90

3. Industri pengolahan 5.177.596 5.430.218 5.668.830 13,03

4. Listrik dan air bersih 142.869 156.952 173.449 0,40

5. Bangunan 1.833.091 1.975.551 2.090.461 4,81

6. Perdagangan, restoran, dan hotel

6.114.068 6.450.606 6.811.060 15,66

7. Angkutan dan komunikasi

2.803.218 3.166.967 3.598.532 8,27

8. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

3.856.252 4.144.817 4.660.496 10,71

9. Jasa-jasa 2.898.383 3.137.140 3.432.638 7,89

PDRB 38.389.899 40.858.942 43.505.816 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mendominasi dalam PDRB Provinsi Lampung. Bila dibandingkan dengan delapan lapangan usaha lainnya, maka PDRB sektor pertanian,

peternakan, kehutanan, dan perikanan menduduki peringkat teratas. Selama tiga tahun terakhir kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan. Hal ini berarti sektor perikanan juga memberikan kontribusi terhadap PDRB dan merupakan sumber penghasil devisa.

Peningkatan kontribusi sektor perikanan menunjukkan bahwa sektor ini

berpotensi untuk dikembangkan (Badan Pusat Statistik Provinsi lampung, 2012). Peluang usaha sektor perikanan memiliki prospek yang baik, karena ditunjang oleh sifat iklim tropis yang memungkinkan budidaya perikanan diusahakan


(10)

sepanjang tahun dan juga lautan yang cukup luas. Salah satu usaha di bidang subsektor perikanan adalah produksi ikan olahan, baik yang bernilai ekonomis tinggi ataupun yang hanya berupa ikan asalan. Salah satu contoh produk ikan olahan adalah ikan teri nasi. Produksi ikan olahan di Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi ikan olahan dan unit pengolahan hasil perikanan per kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2010

No Kabupaten/kota Volume

(kg/bln)

Jumlah unit pengolahan hasil perikanan

(Unit)

1 Lampung Selatan 454.420 134

2 Lampung Timur 344.452 352

3 Tanggamus 135.003 52

4 Bandar Lampung 124.685 333

5 Tulang Bawang 45.100 120

6 Lampung Tengah 21.945 280

7 Lampung Barat 17.508 61

8 Lampung Utara 16.500 12

9 Way Kanan 4.675 2

10 Metro 660 15

Jumlah 1.164.948 1.361

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2010

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jumlah produksi ikan olahan di Provinsi Lampung adalah 1.164.948 kg per bulannya dan jumlah unit pengolahan hasil perikanan adalah 1.361 unit. Lampung Selatan merupakan kabupaten dengan produksi ikan olahan terbesar, yaitu 454.420 kg setiap bulannya dengan jumlah unit pengolahan yang cukup besar yaitu 134 unit. Selain itu, salah satu kabupaten/kota yang juga memproduksi ikan olahan dalam jumlah yang cukup besar adalah Bandar

Lampung dengan produksi sebesar 124.685 kg per bulannya dengan jumlah unit pengolahan ikan di Kota Bandar Lampung menempati posisi terbesar kedua


(11)

setelah Lampung Timur (333 unit pengolah). Jumlah unit pengolah di Lampung Selatan berjumlah 134 pengolah. Banyaknya unit pengolahan ikan membuktikan bahwa usaha pengolahan ikan telah berkembang di Bandar Lampung dan juga Lampung Selatan.

Usaha pengolahan ikan dilakukan di beberapa tempat. Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra pengolahan ikan di dua kabupaten/kota tersebut (Tabel 4 dan 5). Bandar Lampung merupakan pusat pemasaran ikan basah dan ikan asin termasuk di dalamnya ikan teri nasi serta mempunyai daerah penangkapan ikan di laut, yaitu Teluk Lampung dan sekitarnya. Salah satu daerah penangkapan ikan dan pengolahan ikan di Bandar Lampung adalah Pulau Pasaran. Sentra pengolahan ikan di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Sentra pengolahan ikan di Kota Bandar Lampung, tahun 2010

Lokasi Jenis Olahan Produksi

(Kg/bln)

∑ Pengolah (Unit)

∑ Tenaga kerja (Orang)

Bandar lampung 124.685 40 155

1. Lempasing Ikan asin & teri 25.685 19 43

2. P. Pasaran Ikan asin & teri 99.000 21 112

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2010

Tabel 3 memperlihatkan bahwa sentra pengolahan ikan di Bandar Lampung adalah Lempasing dan Pulau Pasaran. Pulau Pasaran menempati posisi pertama sebagai penghasil terbanyak di Bandar Lampung. Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung mempunyai keunikan tersendiri, karena letaknya yang sangat dekat sekali dengan daratan, tepatnya di Kecamatan Teluk Betung Barat, dengan jarak


(12)

sekitar ± 500 m dari tepi pantai Kota Bandar Lampung, dan dapat ditempuh dengan perahu kurang lebih selama 5 menit. Luas pulau ini mencapai ± 8 Ha dengan jumlah penghuni sebanyak 240 KK (Bank Indonesia, 2010). Hampir seluruh penghuninya bermata pencaharian sebagai pekerja/pengolah ikan dari hulu sampai hilir, dan telah dilakukan secara turun-temurun.

Lampung Selatan merupakan kabupaten dengan produksi ikan olahan tebesar di Provisi Lampung (Tabel 2), dan salah satu sentra pengolahan ikan di Lampung Selatan adalah Desa Tarahan Kecamatan Katibung (Tabel 5). Walaupun Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung lebih unggul daripada Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan dalam pengolahan ikan, namun dari informasi yang didapat dari lapangan, Desa Tarahan lebih strategis daripada Pulau Pasaran dilihat dari segi lokasi. Letak Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan yang berada dekat jalan raya memudahkan transaksi, sedangkan letak Pulau Pasaran Kota Bandar

Lampung yang berada di tengah laut kurang strategis untuk bertransaksi karena harus menyebrang laut terlebih dahulu. Sentra pengolahan ikan di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sentra pengolahan ikan di Lampung Selatan, tahun 2010

Lokasi Jenis Olahan Produksi

(Kg/bln)

∑ Pengolah (Unit)

∑ Tenaga kerja (Orang)

Lampung Selatan 13.900 17 104

1. Desa Tarahan Ikan asin & teri 7.900 12 76

2. Desa Merak

Belatung

Ikan asin & teri 6.600 8 47

3. Desa Maja Ikan asin & teri 6.000 5 28


(13)

Salah satu produk yang dihasilkan usaha pengolahan ikan asin di Pulau Pasaran dan Desa Tarahan adalah ikan teri nasi. Ikan teri nasi merupakan produk

unggulan dari kedua daerah tersebut, sehingga total produksinya relatif lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, bahkan pemasaran produk tidak hanya di daerah Lampung melainkan sampai ke luar kota. Frekuensi perolehan teri nasi terbatas pada bulan tertentu saja, yaitu bulan April sampai September, setiap tahunnya, tetapi ikan lainnya tidak tergantung musim dan pasokannya selalu ada tiap hari kecuali pada saat bulan terang. Berdasarkan informasi di lapangan diketahui bahwa dalam sebulan terdapat 5 sampai 7 hari bulan terang, sehingga ikan sulit untuk diperoleh.

Hasil pra survey di lapangan menyatakan bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha pengolahan ikan teri nasi, yaitu: (a) letak Pulau Pasaran terletak di tengah laut, sehingga pengadaan bahan bakar untuk kapal dan untuk merebus ikan tidak dibeli secara langsung, tetapi melalui agen yang datang ke Pulau Pasaran dengan harga yang jauh lebih tinggi, (b) ketersediaan bahan baku, yaitu ikan segar hasil tangkapan ikan nelayan tergantung pada musim, (c) kondisi alam, seperti cuaca, yang sukar diprediksi, mengharuskan nelayan untuk tetap melaut, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan cukup besar sehingga harga jual ikan menjadi tinggi.

Bahan baku ikan bisa didapatkan secara langsung dengan membeli di tengah laut dari nelayan yang memiliki tempat penangkapan ikan atau bagan. Alat yang digunakan oleh pengolah untuk mendapatkan ikan segar tersebut adalah perahu motor dengan bahan bakar solar. Jarak dari tempat pengolahan ke bagan nelayan


(14)

dapat mencapai beberapa mil dan untuk menghindari kebusukan pada ikan ketika sampai di daratan, maka pengolah langsung merebus ikan di tempat pembelian. Ikan yang sedang direbus langsung dicampur dengan bahan tambahan, yaitu garam murni. Garam digunakan untuk menjaga keawetan. Adanya penambahan garam murni pada pengolahan ikan akan menambah biaya operasional pengolah.

Permasalahan lain yang dialami oleh pengolah adalah dalam penjualan ikan teri nasi ke Jakarta, yaitu penjualan dilakukan melalui ekspedisi, tidak melalui negosiasi harga secara langsung antara produsen dan konsumen, melainkan melalui telepon antara pengumpul dengan pedagang pengecer di jakarta. Pengolah hanya mengetahui kondisi pasar dari penjelasan pengumpul tersebut, sehingga posisi tawar pengolah menjadi rendah. Posisi tawar yang lemah tersebut

menyebabkan pendapatan nelayan pengolah menjadi tidak stabil, selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan pasar di Jakarta. Nelayan pengolah tidak mempunyai daya dan upaya untuk mengatasi masalah ini, mereka hanya bisa pasrah menerima harga yang ditentukan pedagang di Jakarta. Secara umum, rendahnya tingkat pendapatan nelayan pengolah ikan teri nasi disebabkan oleh beberapa faktor (Bank Indonesia, 2010), yaitu:

(a) rendahnya tingkat teknologi penangkapan yang diterapkan, (b) kecilnya skala usaha (ukuran kapal),

(c) belum efesiensinya sistem pemasaran hasil ikan, dan (d) status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.

Informasi yang didapat dari lapangan menyatakan bahwa permasalahan lain yang dialami pengolah adalah ketersediaan bahan baku ikan tergantung kepada kondisi


(15)

alam (musim). Produksi ikan yang melimpah umumnya terjadi secara musiman dan ikan laut umumnya over produksi pada saat musim barat, yaitu pada bulan Januari-Mei, pada musim Timur terjadi penurunan produksi pada yaitu bulan September-Desember sehingga harga ikan tinggi. Kondisi yang dihadapi pengolah adalah pada saat ketersediaan bahan baku kurang dan harga belinya mahal, pengolah akan tetap berproduksi atau tidak tergantung kepada apakah mereka memperoleh keuntungan karena harga ikan teri nasi cenderung konstan meskipun harga ikan basah (sebagai bahan baku) berfluktuasi.

Harga jual ikan teri nasi dari Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan telah lama tidak mengalami peningkatan yang signifikan, harga jual ikan teri nasi tidak sering meningkat. Produsen ikan teri nasi tidak dapat meningkatkan harga jual ikannya karena kondisi pasar dan konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun biaya produksi terus meningkat. Permasalahan lainnya adalah apakah usaha pengolahan ikan teri nasi menguntungkan dengan harga jual yang berlaku saat ini dan

memberikan nilai tambah dalam proses pengolahannya, serta mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disusun diperoleh permasalahan penelitian, yaitu:


(16)

1. Berapa nilai tambah yang tercipta dengan adanya usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan?

2. Berapa besar pendapatan yang diperoleh usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui nilai tambah usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan. 2. Mengetahui besarnya pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau

Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

1. Pengolah ikan teri nasi setempat dan pengolah ikan teri nasi lain, sebagai masukan dalam menetapkan langkah-langkah usaha rumah tangganya dalam meningkatkan pendapatan usahanya.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Ikan

Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik

(berdarah dingin) yang hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok

paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).

Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar, baik air tawar, air payau maupun air asin, pada kedalaman bervariasi, dari dekat

permukaan air hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Namun, danau yang terlalu asin, seperti Great Salt Lake, tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan dan dipelihara untuk hiasan dalam akuarium, dan dikenal sebagai ikan hias.


(18)

Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea, kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah raga pancing sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan seluruh dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton pertahun. Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan.

2. Klasifikasi Ikan Teri

Klasifikasi ikan teri berdasarkan ikan yang termasuk cartilaginous (bertulang rawan) atau bony ( bertulang keras) menurut De Bruin, et al. (1994) adalah:

Filum : Chordata

Sub-Filum : Vertebrae

Class : Actinopterygii

Ordo : Clupeiformes

Famili : Engraulididae

Genus : Stolephorus

Species : Stolephorus spp.

Ikan teri yang termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak spesies. Spesies umum yang teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus, Stolephorus devisii, Stolephorus buccaneeri, Stolephorus indicus, dan Stolephorus commersonii (De Bruin, et al., 1994). Selain itu, ikan juga dibagi dalam spesies ikan berlemak atau ikan kurus dengan klasifikasinya dibuat berdasarkan pada karakteristik biologik dan teknologik. Ikan pelagik merupakan contoh dari


(19)

karakteristik biologik, sedangkan contoh dari karakteristik teknologik adalah Ikan berlemak (lipid disimpan pada jaringan tubuh) (Huss, 1994).

3. Perikanan Ikan Teri a. Penangkapan

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan adalah paying dan bagan, tetapi alat tangkap ikan yang memberikan hasil tangkapan terbanyak adalah bagan. Alat tangkap bagan ini dikenal dengan nama jaring angkat (lift net), yang berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya dibagi menjadi tiga macam, yaitu bagan tancap (stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net). Opersional bagan dilalukan pada malam hari dengan bantuan lampu. Nelayan umumnya menangkap ikan dengan menggunakan bagan tancap. Pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari dengan bantuan lampu petromaks (Balitbang Perikanan, 1994).

b. Pasca Penangkapan (Pengolahan)

Proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, hanya bisa dihambat. Salah satu cara menghambat pembusukan ikan adalah dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk dengan cara membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba tersebut antara lain dengan penambahan garam atau penggaraman (Djarijah, 1995). Salah satu produk hasil pengolahan ikan dengan cara penggaraman (yang telah dikenal masyarakat) adalah ikan teri nasi. Menurut Huss (1994), ikan teri nasi merupakan


(20)

hasil proses penggaraman dan pengeringan. Proses pembuatan ikan teri nasi digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses pembuatan ikan teri nasi

Proses pembuatan ikan teri nasi sangat sederhana, karena tidak melalui proses yang begitu sulit. Wajar saja jika nelayan saat ini melakukan pengolahan ikan teri nasi secara sederhana dan tradisional. Diawali dari proses pemilihan ikan,

kemudian dilakukan proses pembersihan dan dilanjutkan dengan proses pengolahan yaitu penggaraman dan penjemuran. Dalam proses penggaraman, digunakan garam dan pada proses penjemuran sangat tergantung pada cahaya matahari.

Pemilihan Pembersihan

Penggaraman

Pencucian

Penjemuran

Ikan teri nasi Ikan segar


(21)

4. Ikan Olahan

Pengolahan dan pengawetan ikan bertujuan untuk mempertahankan ikan selama mungkin dengan menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk. Pengolahan dan pengawetan ikan bertujuan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan, agar ikan tetap baik sampai tangan konsumen.

Hampir semua cara pengawetan ikan akan menyebabkan berubahnya sifat ikan segar, baik dalam hal bau, rasa, bentuk, maupun tekstur dagingnya. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2010), pengolahan ikan secara umum dapat dibagi atas dua kategori, yaitu kategori pengolahan modern, yang hasilnya adalah ikan olahan dalam bentuk ikan kaleng, ikan beku, dan berbagai jenis, dan kategori pengolahan tradisional, dengan cara yang biasa digunakan antara lain melalui pengeringan, pengasapan, penggaraman, dan fermentasi. Hasil dari pengolahan tradisional adalah ikan teri nasi, ikan asap, terasi ataupun kerupuk ikan. Proses pengolahan tradisional maupun modern adalah:

a. Cara Tradisional

Cara ini umumnya dilakukan oleh para nelayan atau pengolah dengan memakai alat dan bahan yang sangat sederhana. Cara yang biasa digunakan antara lain adalah pengeringan, pengasapan, penggaraman, dan fermentasi.


(22)

(1) Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan sehingga kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang

menyebabkan proses busuk terhenti, dan ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikan umumnya disertai dengan penggaraman, sehingga ikan kering terasa asin. Penggaraman sebelum ikan dikeringkan dimaksudkan untuk menyerap air dari permukaan ikan serta mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan dan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti adalah kira-kira 20-35 persen.

(2) Pengasapan

Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa keasap-asapan yang khusus pada ikan. Pengasapan biasanya dikombinasikan dengan proses pemanasan. Panas dari asap yang tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim-enzim perusak dalam daging, karena panas dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak, sehingga proses pembusukan dapat dicegah.

Pengasapan biasanya dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin, misalnya formaldehida, asetadehida, asam-asam


(23)

karbohidrat (asam formiat, asetat, dan butirat), fenol, kresol, keton, sebagainya. Zat-zat yang terdapat dalam asap ini dapat menghambat bakteri. Pengasapan biasanya dilakukan dengan mengkuti tahapan proses penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengasapan. Lamanya pengerjaan dari masing-masing tahap tersebut menentukan kualitas ikan asap yang dihasilkan.

(3) Penggaraman

Fungsi garam dalam pengawetan adalah untuk menyerap air dari dalam daging ikan sehingga aktivitas bakteri akan terhambat. Bila garam dicampur dengan ikan, maka sebagian air dari tubuh ikan ditarik keluar, sedangkan garam diserap oleh daging ikan. Selain itu, larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri mati. Dalam konsentrasi tinggi garam dapat menghambat aktivitas mikroorganisme dan enzim. Mikroorganisme pembusuk dan proteolitik serta organisme berspora tidak tahan konsentarsi garam di atas 6 persen, sedangkan mikroorganisme pathogen, seperti C. potulium dapat dicegah pertumbuhannya pada konsentarsi garam di atas 10-12 persen.

Banyaknya garam yang masuk ke dalam daging ikan selama proses

penggaraman dipengaruhi faktor-faktor, seperti kesegaran ikan, kandungan yang ada pada ikan, ketebalan ikan, kehalusan garam, kemurnian garam, dan mutu penggaraman. Pada perikanan, cara pengawetan dengan


(24)

penggaraman merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil tangkapan nelayan.

Umumnya semua jenis ikan dapat diawetkan dengan penggaraman.

Contoh hasil olahan ikan yang diawetkan dengan cara penggaraman adalah ikan teri nasi, ikan peda, dan ikan pindang. Menurut Djarijah (1995), cara pengawetan ikan yang paling praktis, efektif, dan efesien adalah

pembuatan ikan teri nasi, karena dapat dibuat oleh masyarakat dengan peralatan sederhana. Pengolahan ikan teri nasi dijumpai hampir di semua pusat produksi hasil perikanan. Semua jenis ikan, ukuran dan mutunya dapat diolah menjadi ikan teri nasi. Oleh karena itu, beragam pula jenis, ukuran, bentuk, dan mutu ikan teri nasi dijumpai di pasaran.

Proses pembuatan ikan teri nasi secara tradisional/sederhana melalui beberapa tahap, yaitu (Afriyanto dan Liviawati, 1989):

(a) Proses persiapan

Ikan yang akan diolah, dipisah menurut ukuran. Ikan yang berukuran sangat kecil cukup dicuci dengan air bersih saja tanpa perlu

dibersihkan sisik, insang, dan isi perutnya. Ikan sebaiknya dicuci dengan air mengalir, agar tubuh ikan menjadi benar-benar bersih. Ikan yang sudah dicuci lalu ditiriskan dengan bagian perut menghadap ke bawah agar tidak ada air yang menggenang. Ikan yang sudah agak kering ditimbang agar lebih mudah diketahui jumlah garam yang diperlukan dalam proses penggaraman.


(25)

(b) Proses penggaraman

Ada dua macam proses penggaraman, yaitu metode kering (dry

salting) dan metode basah (wet salting). Penggaraman dengan metode kering dilakukan dengan cara garam ditaburkan di dasar bak setebal 1-5 cm, tergantung jumlah ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi sebagai alas pada saat proses penggaraman. Ikan yang telah disusun di atas lapisan garam dengan cara bagian perut menghadap ke bawah, ditaburkan garam kembali sehingga seluruh permukaan tertutup garam. Lapisan garam ini merupakan dasar bagi lapisan berikutnya, demikian seterusnya sehingga lapisan ikan dan garam tersebut mencapai permukaan bak. Lapisan paling atas ditaburi garam setebal 5 cm agar tidak dihinggapi lalat.

Proses penggaraman selesai setelah ditandai dengan perubahan tekstur daging ikan menjadi kencang. Meskipun demikian proses

penggaraman dapat berlangsung selama 2-3 hari untuk ikan besar, 24 jam untuk ikan sedang, dan 12-24 jam untuk ikan berukuran kecil. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman dicuci kembali dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang berasal dari garam. Setelah dicuci, ikan ditiriskan dan siap untuk dijemur.

Penggaraman dengan metode basah dilakukan dengan menggunakan media larutan garam pada konsentrasi tertentu, tergantung tingkat keasinan yang diinginkan. Proses perendaman menghabiskan waktu


(26)

lebih dari 24 jam dan sebaiknya digunakan larutan garam dengan konsentrasi lewat jenuh. Ikan yang telah disusun di dalam bak kedap air direndam dengan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan terendam. Proses penggaraman dianggap selesai apabila konsentrasi garam di dalam dan di luar tubuh ikan telah sama, kemudian ikan dapat dijemur sampai kering.

(c) Proses pengeringan

Ikan yang siap dijemur diletakkan di atas rak-rak yang telah disediakan untuk menjemur ikan. Bagian tubuh ikan yang dibelah sebaiknya diletakkan menghadap ke atas agar dapat terkena sinar matahari. Selama penjemuran, ikan harus sering dibolak-balik agar proses pengeringannya semakin cepat dan hasilnya merata. Waktu sore atau malam hari, ikan sebaiknya diangkat dari jemuran karena dapat basah oleh hujan, embun, ataupun udara lembab. Proses

pengeringan dapat selesai dalam waktu tiga hari apabila sinar matahari cukup baik. Tingkat kekeringan diketahui dengan cara menekankan jari ke tubuh ikan. Jika jari tidak meninggalkan bekas pada tubuh ikan, maka dapat dianggap ikan sudah cukup kering. Untuk ikan yang berukuran besar, tingkat kekeringan diketahui dengan cara

menutupkan bagian tubuh ikan yang dibelah, jika tidak patah, maka ikan dianggap cukup kering.


(27)

(d) Penyimpanan

Ikan yang sudah kering disusun secara teratur di dalam peti atau keranjang yang telah dilapisi kertas, selanjutnya peti atau keranjang diletakkan di dalam ruangan yang sejuk dan kering dengan ventilasi yang baik.

(e) Fermentasi

Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan tersebut atau mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol.

b. Cara modern

Dalam cara modern biasanya digunakan alat-alat canggih dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Walaupun demikian, mutu hasil pengawetan juga semakin baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Cara modern biasa digunakan oleh perusahaan makanan yang mengolah makanan secara besar-besaran untuk dipasarkan. Pengawetan dengan cara modern dilakukan dengan cara pendinginan dan pembekuan (pengawetan dengan suhu rendah), pengalengan ikan (canning), serta penepungan ikan (fish meal).

(1) Pendinginan

Pendinginan merupakan proses pengawetan ikan dengan suhu rendah Chilling (-1-50C) yang bertujuan untuk menghambat kegiatan


(28)

mempengaruhi kesegaran mutu. Cara termudah, praktis, dan tidak membutuhkan biaya besar adalah dengan menggunakan es batu. Akan tetapi dalam penerapannya, sering tidak efisien, karena es cepat sekali mencair dengan masuknya udara panas. Saat ini cara pendinginan sudah banyak menggunakan unit pendingin mekanis yang dapat mendinginkan ikan secara lebih meyakinkan sampai pada 00C. Unit pendinginan

mekanis tersebut dapat langsung mendinginkan ikan dan mempertahankan suhu 00C atau sedikit lebih rendah (-20C) agar es yang dipakai untuk mendinginkannya tidak cepat mencair.

(2) Pembekuan

Pada proses pembekuan ini waktu yang diperlukan berbeda-beda,

tergantung pada kecepatan dan suhu yang dicapai. Pada suhu 550C-650C semua cairan tubuh ikan telah membeku, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembekuan antara lain: cara perambatan panas, perbedaan suhu awal tubuh ikan dan suhu yang diinginkan, ukuran ikan, serta wadah yang digunakan. Alat yang biasa digunakan disebut freezer. Jenisnya antara lain ; sharp freezer, multi freezer, air blast freezer, dan brine freezer.

(3) Pengalengan ikan (canning)

Canning merupakan cara pengolahan dan pengawetan ikan yang telah disterilisasi dan dikemas dalam kaleng. Dasar dari pengalengan ikan ini adalah memanasi ikan dalam kaleng sampai pada suhu dan waktu tertentu


(29)

agar semua mikroorganisme seperti jamur, ragi, bakteri, dan enzim bisa mati, sehingga tidak akan menimbulkan proses pembusukan. Pengawetan cara ini tidak hanya menggunakan kaleng saja untuk mengemasnya, tetapi bisa juga menggunakan botol.

(4) Tepung ikan (fish meal)

Fish meal merupakan suatu produk padat kering dari sisa-sisa olahan (limbah) atau dari kelebihan hasil penangkapan ikan. Cara untuk mendapatkan tepung ikan adalah dengan mengeluarkan sebagian besar cairan dan lemak yang terkandung di dalam ikan. Tepung ikan yang baik dihasilkan oleh ikan yang sedikit mengandung lemak.

5. Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu/kapal motor, mengangkut ikan dari

perahu/kapal motor, tidak dikategorikan sebagai nelayan.

Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Di negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara atau di Afrika, masih banyak nelayan yang


(30)

menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan. Nelayan di negara-negara maju biasanya menggunakan peralatan modern dan kapal yang besar yang dilengkapi teknologi canggih. Nelayan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu nelayan penggarap dan nelayan pemilik (Anonim, 2012).

6. Konsep Agribisnis dan Agroindustri

Agribisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan tidak dapat terpisah antara suatu kegiatan dan kegiatan lainnya, mulai dari pengadaan, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktifitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian

(Soekartawi, 1991). Agribisnis juga merupakan suatu kesatuan kegiatan yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian. Dalam arti luas agribisnis adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Menurut Downey dan Erickson (1988), agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan bekal bagi para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk dalam sektor masukan adalah bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya. Sektor usahatani merupakan sektor yang memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak, yang kemudian diproses dan disebarkan pada konsumen akhir oleh sektor keluaran (output).


(31)

Selanjutnya menurut Soekartawi (2000), agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, karena mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan devisa dan mampu mendorong munculnya industri lain. Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung pada mesin dan memiliki manajemen usaha yang modern. Skala usaha yang optimal dan efisien serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

7. Konsep Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hardjanto (1991) dalam Tiasarie (2010), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility).

Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi

teknologi, dan nilai input lainnya. Faktor non teknik dapat mempengaruhi faktor konversi dan biaya produksi.


(32)

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam

keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991) dalam Tiasarie (2010), kegunaan dari menganalisis nilai tambah adalah untuk mengetahui: a. Besarnya nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang

diberikan pada komoditas pertanian.

b. Pendistribusian imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja. c. Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan oleh kegiatan pengolahan

bahan baku menjadi produk jadi.

d. Peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem komoditas di suatu wilayah tertentu karena menerapkan teknologi tertentu pada suatu atau beberapa subsistem di dalam sistem komoditas.

8. Teori Pendapatan

Menurut Soekartawi (1986), penerimaan dalam usahatani merupakan perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga produksi. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa (sebagai input) bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup pengeluaran bunga pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda, jadi nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai


(33)

usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani.

Menurut Soekartawi (1991), selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan, dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk mengggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.

Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pengrajin. Tingkat

pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja lebih giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki pengrajin. Semakin besar pendapatan penglah cenderung lebih berani menanggung resiko. Pendapatan besar mencerminkan tersedianya dana yang cukup untuk usahatani selanjutnya, dan pendapatan yang rendah menyebabkan menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal.

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan ke dalam dua sektor, yaitu sektor pertanian dan bukan pertanian. Sumber pendapatan dari sektor


(34)

pertanian dapat dirinci lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh pengrajin, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor bukan pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa, buruh bukan pertanian serta buruh subsektor non pertanian lainnya (Sayogyo, 1997).

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dan dinyatakan dengan uang serta mencakup semua pengeluaran dalam pengelolaan. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 1991). Pendapatan atau keuntungan usahatani adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai:

π = TR-TC = Y. PY-(X . Px ) Dimana:

π : Keuntungan (pendapatan)

TR : Total penerimaan

TC : Total biaya

Y : Produksi

Py : Harga satuan produksi

X : Faktor produksi

Px : Harga faktor produksi

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

(1)Jika R/C < 1 , maka usahatani yang dilakukan belum menguntungkan (2)Jika R/C >1 , maka usahatani yang dilakukan menguntungkan


(35)

10. Teori Biaya

Menurut Soekartawi (1991), dalam suatu anggaran kegiatan usahatani unsur biaya adalah komponen yang termasuk di dalamnya. Biaya-biaya dalam proyek pertanian adalah barang-barang fisik, tenaga kerja, cadangan tidak terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya-biaya tidak diperhitungkan. Biaya berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Biaya tetap, yaitu biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali proses

produksi. Sewa atau bunga tanah berupa uang adalah contoh dari biaya tetap.

b. Biaya variabel, yaitu biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi. Yang

termasuk dalam biaya variabel antara lain adalah pengeluaran untuk membeli bibit, obat-obatan, biaya persiapan dan biaya pembuatan kandang. Kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Kurva biaya total

TC

TC TVC

TFC C

0 P

Output

Bi

a

y

a T

o


(36)

Di mana:

TC : Total Cost (Total biaya)

TVC : Total Variabel Cost (Biaya variabel total) TFC : Total Fixed Cost (Biaya tetap total)

Gambar 2 menunjukkan sumbu x adalah output dan sumbu y adalah biaya total. TFC adalah biaya tetap total yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan faktor produksi yang tidak dapat diubah

jumlahnya. TVC atau biaya variabel total merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. TC atau biaya total merupakan penjumlahan biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel total (TVC), rumusnya adalah TC = TVC + TFC. Biaya total

variabel (TVC) dan biaya total (TC) akan meningkat dengan meningkatnya output. Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan. Biaya ini didapat dari penjumlahan

B. Kerangka Pemikiran

Produk pertanian yang bersifat bulky (mudah rusak) merupakan salah satu alasan bagi para pelaku pertanian untuk melakukan penanganan terhadap produk

pertanian tersebut agar dapat langsung dikonsumsi atau diolah lagi menjadi lebih tahan lama. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk membuat produk

pertanian dapat tahan lebih lama. Industri pengolahan merupakan bagian hilir dari sektor usahatani, yang di dalamnya termasuk agroindustri. Agroindustri lebih bersifat padat karya dan membutuhkan banyak sumberdaya alam lokal. Hal itu berarti, di samping dapat memanfaatkan sumberdaya alam lokal secara optimal,


(37)

agroindustri juga membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak harus memiliki keterampilan khusus.

Usaha pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi kepada para pengusaha salah satunya adalah usaha pengolahan ikan teri nasi. Usaha pengolahan tersebut banyak diusahakan oleh masyarakat karena produknya digunakan untuk konsumsi pangan penduduk. Industri pengolahan ikan teri nasi juga merupakan salah satu industri pengolahan yang penting dan potensial dalam peningkatan pendapatan rumah tangga dan pemberian kesempatan kerja bagi penduduk, karena ikan merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat, sehingga setiap hari akan ada permintaan akan ikan. Permintaan yang terus menerus tersebut mengakibatkan usaha pengolahan ikan teri nasi akan terus berproduksi dan pengusaha terus berusaha meningkatkan pendapatan usahanya.

Fenomena yang dihadapi pengolah ikan teri nasi adalah fluktuasi harga bahan baku yaitu ikan segar. Kenaikan harga bahan baku ikan sangat berdampak pada kestabilan ekonomi dan kestabilan proses pengolahan yang dilakukan oleh para pengolah ikan. Produsen ikan olahan tidak dapat meningkatkan harga jual ikan karena kondisi pasar dan konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun biaya produksi terus meningkat. Untuk mendukung

keberlangsungan agroindustri tersebut, maka produsen ikan teri nasi harus

menggunakan ikan dengan jumlah dan mutu yang tepat, sehingga dapat mengolah dan menjual pada waktu yang tepat. Semua usaha tersebut harus dilakukan agar tercipta nilai tambah yang dapat meningkatkan pendapatan agroindustri tersebut.


(38)

Alur pemikiran tersebut dapat dilihat pada paradigma kerangka pemikiran seperti Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alir analisis nilai tambah dan pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2012

Faktor Produksi

-Bahan baku (ikan asin basah) -Bahan bakar (minyak tanah) -Bahan penambah (garam) -Peralatan (panci dan laha) -Tenaga kerja

Pengadaan bahan baku

Proses produksi

Output ( ikan teri nasi )

Penerimaan Biaya produksi

- Analisis Nilai Tambah

- Pendapatan hasil

pengolahan ikan teri nasi Harga


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

Pengolah adalah seseorang yang melakukan kegiatan pengolahan ikan berupa ikan asin termasuk di dalamnya ikan teri nasi.

Industri pengolahan adalah suatu unit kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi / setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

Agroindustri ikan teri nasi adalah suatu sistem yang terdiri dari subsistem pengadaan bahan baku ikan teri nasi, pengolahan, dan pemasaran hasil produksi ikan teri nasi.

Produksi merupakan proses mengubah masukan atau faktor-faktor produksi dan sumber daya lainnya menjadi output atau produk.


(40)

Proses produksi ikan teri nasi adalah usaha memproses bahan baku ikan segar menjadi ikan teri nasi.

Produksi ikan asin adalah produk hasil olahan dari ikan segar menjadi ikan asin termasuk di dalamnya ikan teri nasi yang dihitung dalam ukuran kilogram (kg).

Ketersediaan bahan baku adalah banyaknya ikan untuk proses produksi, diukur dengan satuan kilogram per (kg).

Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi dalam membentuk suatu barang produksi, yaitu ikan asin, termasuk di dalamnya ikan teri nasi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Garam adalah bahan tambahan yang digunakan oleh pengolah untuk penggaraman ikan, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi ikan olah, mulai dari pengadaan bahan baku sampai kegiatan pengeringan ikan, yang terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, yang diukur dalam setara hari kerja pria (HKP).

Biaya tenaga kerja adalah total upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tempat merebus adalah panci yang terbuat dari alumunium yang digunakan untuk merebus ikan, diukur dalam satuan unit.


(41)

Laha adalah tempat menjemur ikan asin, termasuk di dalamnya ikan teri nasi yang terbuat dari bambu yang dianyam diukur dalam satuan lembar

(hamparan).

Bahan bakar adalah bahan bakar berupa solar, minyak tanah, dan kayu bakar yang digunakan oleh nelayan untuk penangkapan ikan dan pengadaan bahan baku, yang diukur dalam satuan liter (ltr).

Input adalah sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan satu satuan output/produk. Dalam penelitian ini input yang digunakan adalah ikan segar, garam, bahan bakar, tenaga kerja.

Produk adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa ikan teri nasi.

Nilai tambah ikan teri nasi adalah penambahan nilai ikan teri segar karena ikan teri segar tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan melalui suatu proses produksi.

Pendapatan ikan teri nasi adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi ikan teri nasi, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Penerimaan adalah penerimaan yang diperoleh pengolah ikan teri nasi yaitu jumlah ikan teri nasi yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang berlaku, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(42)

Biaya produksi ikan teri nasi adalah total biaya yang dikeluarkan karena digunakannya faktor-faktor produksi, baik tunai maupun diperhitungkan, dalam proses produksi ikan teri nasi, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali proses produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, merupakan biaya yang dipergunakan untuk membeli faktor produksi berupa ikan segar, bahan bakar, minyak tanah, garam, dan tenaga kerja, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Pasaran Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra pengolahan ikan di Lampung. Lokasi Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan yang strategis juga menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian ini. Waktu


(43)

Responden penelitian adalah nelayan pengolah ikan di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung yang berjumlah 38 pengolah sebagai populasi, dan nelayan pengolah ikan di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan berjumlah 12 pengolah sebagai populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus, yaitu semua populasi dijadikan responden penelitian karena populasi nelayan pengolah ikan teri nasi di Pulau Pasaran dan Desa Tarahan hanya sebanyak 50 responden. Menurut Arikunto(2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 responden, lebih baik diambil semua sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Skala usaha pengolahan ika teri nasi ini masih skala rumah tangga. Pengambilan data menggunakan kuisioner dengan tujuan agar pertanyaan yang diajukan terstruktur dan lengkap.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat secara langsung oleh pengumpul data dan diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pelaku industri rumah tangga ikan teri nasi. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan membuat kuesioner (daftar pertanyaan) sekaligus melakukan pengamatan (observasi) langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah, lembaga-lembaga penelitian, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.


(44)

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik). Pengolahan data dilakukan dengan metode tabulasi dan komputerisasi (microsoft excel).

1. Analisis Nilai Tambah

Pengolahan ikan segar menjadi ikan teri nasi mengakibatkan

bertambahnya nilai komoditi tersebut. Metode yang digunakan untuk mengetahui peningkatan nilai tambah ikan teri nasi adalah metode nilai tambah Hayami seperti Tabel 5. Semua nilai pada indikator yang terdapat dalam Tabel 5, dihitung berdasarkan harga yang berlaku (current price) pada tahun analisis.


(45)

Tabel 5. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/bulan) Bahan baku (Kg/bulan) Tenaga kerja (HOK/Bulan) Faktor konversi

Koefisien tenaga kerja Harga output (Rp/Kg)

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)

a b c d = a/b e = c/b

f g

Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg) 8 9 10 11.a b 12.a b 13.a b.

Harga bahan baku Sumbangan input lain Nilai output

Nilai tambah Rasio nilai tambah Imbalan tenaga kerja Bagian tenaga kerja Keuntungan

Tingkat keuntungan

h i j = d x f k = j-i-h l = (k/j)x100%

m = e x g n% = (m/k)x100%

o = k-m p% = (o/k)x100%

Balas jasa pemilik faktor-faktor produksi 14. a. b. c. Margin keuntungan Keuntungan Tenaga kerja Input lain

q = j-h r = o/q x 100% s = m/q x 100%

t=i/q x 100 %

Sumber : Hayami, et al., 1987 Keterangan :

a = Output / total produksi ikan teri nasi yang dihasilkan oleh industri rumah tangga

b = Input / bahan baku yang digunakan untuk memproduksi ikan teri nasi yaitu ikan

c = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi ikan teri nasi dihitung dalam bentuk HOK ( hari orang kerja ) dalam satu periode analisis

f = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis

g = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang di hitung berdasarkan per HOK (hari orang kerja)

h = Harga input bahan baku utama yaitu ikan per kilogram pada saat periode analisis


(46)

i = Sumbangan / Biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan dan biaya pengemasan.

Kriteria nilai tambah adalah :

a. Jika NT > 0, berarti usaha pengolahan ikan teri nasi memberikan nilai tambah (positif)

b. Jika NT < 0, berarti usaha pengolahan ikan teri nasi tidak memberikan nilai tambah (negatif)

2. Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi

Tujuan akhir suatu usaha adalah mendapatkan laba (sisa usaha). Pendapatan dalam usaha pengolahan ikan teri nasi diperoleh dari hasil penjualan ikan teri nasi. Pendapatan diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan yang diterima dari hasil usaha dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu bulan. Penerimaan merupakan jumlah uang

yang diterima dari hasil penjualan produk yang dihasilkan. Biaya

merupakan jumlah uang yang dikeluarkan selama proses pengolahan ikan teri nasi. Secara matematis untuk menghitung besarnya pendapatan dari agroindustri ikan teri nasi dapat ditulis sebagai:

π = TR-TC = Y. PY-(X . Px ) ... (1) di mana:

π : Pendapatan (Rp)

Y : Produksi (Kg)

Py : Harga produk (Rp/Kg)

Xi : Faktor produksi (1,2,3,…,n) Pxi : Harga faktor produksi ke i (Rp)


(47)

Analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah usaha pengolahan ikan teri nasi ini menguntungkan atau tidak bagi nelayan pengolah analisis nisbah penerimaan dengan biaya total atau analisis R/C yang dirumuskan sebagai :

R/C = Penerimaan total ... (2)

Biaya total

Kriteria pengukuran pada analisis nisbah penerimaan dengan biaya total adalah:

(1). Jika R/C > 1, maka usaha pengolahan ikan teri nasi menguntungkan, (2). Jika R/C = 1, maka usaha pengolahan ikan teri nasi tidak untung dan

tidak rugi, dan


(48)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi ini terdiri atas 12 kabupaten yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Barat, Lampung Utara, Lampung Timur, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan, Pesawaran, Mesuji, Tulang Bawang Barat, dan Pringsewu. Selain itu, Provinsi Lampung mempunyaidua kota yaitu Metro dan Bandar Lampung. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatra. Secara geografis provinsi terletak pada posisi antara 103040’ – 105050’ Bujur Timur dan 6045’ sampai 3045, Lintang Selatan. Batas wilayah Provinsi Lampung adalah:

a. Di sebelah Utara berbatasan dengn Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu.

b. Di sebelah Selata berbatasan dengan Selat Sunda.

c. Di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

d. Di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa (Lampung dalam Angka,


(49)

2. Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 dan SP 2010, jumlah penduduk Provinsi Lampung adalah sebanyak 6,656,430 pada 2000 jiwa dan 7.596.115 pada 2010 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun. Berdasarkan data jumlah penduduk pada tahun 2000 dan 2010, dapat diketahui jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung 2000 dan 2010 seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung 2000 dan 2010

No Kabupaten Jumlah Penduduk Pertumbuhan

2000 2010 (%/tahun)

1 Lampung Barat 366,484 418,560 1,34

2 Tanggamus 475,627 534,595 1,14

3 Lampung Selatan 788,758 909,989 1,41

4 Lampung Timur 869,428 950,574 0,89

5 Lampung Tengah 1,046,167 1,170,048 1,12

6 Lampung Utara 530,941 583,925 0,94

7 Way Kanan 357,604 406,735 1,29

8 Tulang Bawang 328,615 397,079 1,84

9 Pesawaran 344,365 397,294 1,41

10 Pringsewu 324,583 364,825 1,14

11 Mesuji 155,251 187,286 1,84

12 Tulang Bawang

Barat 207,410 250,208 1,84

13 B.Lampung 742,749 879,651 1,67

14 Metro 118,448 145,346 2,06

Total Lampung 6,656,430 7,596,115 1,30

Sumber: Badan Pusat Statistik Lampung, 2011

Tabel 6 juga menyajikan rata-rata laju pertumbuhan penduduk tiap kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi terdapat di Kota Metro (2,06% per tahun), sedangkan untuk laju pertumbuhan


(50)

paling rendah adalah Kabupaten Lampung Timur ( 0,89% per tahun). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi disebabkan oleh adanya transmigrasi lokal, tingkat kematian yang rendah dan tingkat kelahiran yang tinggi. Faktor migrasi, kematian, dan kelahiran merupakan 3 faktor yang mmpengaruhi tingkat

pertumbuhan penduduk (Lampung dalam Angka, 2011).

3. Ketenagakerjaan

Berdasarkan Lampung dalam Angka, 2011, tenaga kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja dan sedang mencari kerja. Angkatan kerja da suatu wilayah adalah jumh penduduk produktif yang berada dalam usia kerja. Persentase penyerapan tenaga kerja tiap lapangan usaha per kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat persentase tenaga kerja Provinsi Lampung sector pertanian sebesar 57% atau sebesar 2.113.571 tenaga kerja dari total tenaga kerja (Tabel 7). Untuk sektor industri pengolahan, perdagangan, jasa

kemasyarakatan dan sektor lainnya masing-masing 8% atau sebesar 289.987 tenaga kerja, 15% atau sebesar 552.305, tenaga kerja, 11% 410.386 dan 9% atau sebesar 349.467 tenaga kerja. Dapat disimpulkan bahwa persentase

ketenagakerjaan di Provinsi Lampung sebagian besar didominasi tenaga kerja sector pertanian dan industri pengolahan yakni sebesar 72% dari total tenaga kerja Provinsi Lampung sebesar .715.716 jiwa.


(1)

123

Lampiran 13. Lanjutan

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

4.600

4.200

5.000

4.000

4.800

4.600

5.000

4.800

5.000

4.200

5.157,89

13.200

10.800

13.800

10.800

12.600

10.800

12.000

13.200

12.000

10.800

13.105,26

416,21

338,17

373,23

219,41

456,92

513,47

429,78

348,35

329,12

396,98

360,22

0,35

0,39

0,36

0,37

0,38

0,43

0,42

0,36

0,42

0,39

0,39

0,03

0,03

0,03

0,02

0,04

0,05

0,04

0,03

0,03

0,04

0,03

58.500

60.000

55.000

60.000

58.000

55.500

57.000

57.000

57.000

60.000

57.921,05

53.587

46.565

58.051

59.916

41.053

50.176

56.925

48.675

44.245

53.539

52.979,39

17.500

17.500

16.667

17.500

17.500

17.667

18.000

17.500

17.667

17.667

17.513,16

1015,17

2708,72

1585,16

2826,56

2421,18

2680,93

2441,83

1245,41

1245,41

2310,88

2.234,99

20386,36

23333,33

19927,54

22222,22

22095,24

23638,89

23750,00

20727,27

23750,00

23333,33

23.055,09

1871,20

3124,62

1675,71

1895,66

2174,06

3291,29

3308,17

1981,86

4837,92

3355,78

3.306,94

9,18

13,39

8,41

8,53

9,84

13,92

13,93

9,56

20,37

14,38

13,87

1689,66

1458,04

1570,02

1217,26

1488,72

2385,56

2038,78

1284,55

1213,49

1967,97

1.488,30

90,30

46,66

93,69

64,21

68,48

72,48

61,63

64,82

25,08

58,64

52,63

181,54

1666,58

105,69

678,40

685,34

905,72

1269,39

697,32

3624,44

1387,82

1.818,64

9,70

53,34

6,31

35,79

31,52

27,52

38,37

35,18

74,92

41,36

47,37

2886,36

5833,33

3260,87

4722,22

4595,24

5972,22

5750,00

3227,27

6083,33

5666,67

5.541,93

6,29

28,57

3,24

14,37

14,91

15,17

22,08

21,61

59,58

24,49

28,58

58,54

24,99

48,15

25,78

32,40

39,94

35,46

39,80

19,95

34,73

28,79

35,17

46,44

48,61

59,86

52,69

44,89

42,47

38,59

20,47

40,78

42,63


(2)

Lampiran 14. Nilai tambah usaha pengolahan ikan asin di Desa Tarahan

Hasil produksi, Bahan baku,

dan Harga

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

1

Hasil produksi (kg/bln)

a

3.800

4.200

3.500

4.300

3.200

3.600

4.000

3.000

3.000

3.600

3.200

4.600

3.666,67

2

Bahan baku (kg/bln)

b

9.600

12.000

9.000

12.000

8.400

8.400

11.400

7.500

6.000

10.200

9.000

13.200

9.725,00

3

Input Tenaga Kerja (HOK/bln)

c

221,61

165,30

167,12

240,69

133,51

130,79

154,40

237,96

147,14

113,53

234,33

108,99

171,28

4

Faktor Konversi

d=a/b

0,40

0,35

0,39

0,36

0,38

0,43

0,35

0,40

0,50

0,35

0,36

0,35

0,38

5

Koefisien tenaga kerja

e=c/b

0,02

0,01

0,02

0,02

0,02

0,02

0,01

0,03

0,02

0,01

0,03

0,01

0,02

6

Harga produk (Rp/kg)

f

50.000

47.000

51.000

51.000

52.000

51.500

51.500

54.000

50.000

50.000

50.000

53.000

50.916,67

7

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)

g

24.722

23.467

35.088

25.039

28.571

30.207

33.322

56.250

28.400

32.342

30.681

30.681

31.564,12

Pendapatan dan nilai tambah

8

Harga bahan baku

h

15.000

15.000

15.000

16.667

16.667

16.667

16.667

16.667

16.667

16.333

15.000

16.333

16.055,56

9

Sumbangan bahan lain

i

1.233,92

934,99 1273,83

929,82

981,54

1018,64

904,54 1710,71 1225,80

712,95

1323,08

804,00

1.087,82

(Rp/kg bahan baku)

10

Nilai produk

j=dxf

19791,667

16450 19833,3

18275 19809,5 22071,43 18070,18

21600

25000

17647,1 17777,78

18469,7

19.197,37

11

a. nilai tambah

k=j-h-i

3557,75

515,01 3559,51

678,52 2161,32

4386,12

498,97 3222,63 7107,53

600,78

1454,70

1332,36

2.054,00

b. rasio nilai tambah

l=k/j (%)

17,98

3,13

17,95

3,71

10,91

19,87

2,76

14,92

28,43

3,40

8,18

7,21

10,70

12

a. imbalan tenaga kerja

m=exg

570,70

323,26

651,53

502,21

454,13

470,32

451,32 1784,71

696,45

359,99

798,82

253,33

555,92

b. bagian tenaga kerja

n=m/k (%)

16,04

62,77

18,30

74,02

21,01

10,72

90,45

55,38

9,80

59,92

54,91

19,01

27,07

13

a. keuntungan

o=k-m

2987,04

191,75 2907,97

176,31 1707,19

3915,80

47,65 1437,92 6411,09

240,79

655,88

1079,04

1.498,08

b. bagian keuntungan

p=o/k (%)

83,96

37,23

81,70

25,98

78,99

89,28

9,55

44,62

90,20

40,08

45,09

80,99

72,93

Balas jasa untuk faktor produksi

14

Margin

q=j-h

4791,67

1450,00 4833,33

1608,33 3142,86

5404,76 1403,509 4933,33 8333,33

1313,73

2777,78 2136,364

3.141,82

a. keuntungan

r=o/q (%)

62,34

13,22

60,16

10,96

54,32

72,45

3,40

29,15

76,93

18,33

23,61

50,51

47,68

b. tenaga kerja

s=m/q (%)

11,91

22,29

13,48

31,23

14,45

8,70

32,16

36,18

8,36

27,40

28,76

11,86

17,69

c. input lain

t=i/q (%)

25,75

64,48

26,36

57,81

31,23

18,85

64,45

34,68

14,71

54,27

47,63

37,63

34,62


(3)

125

Lampiran 15. Pendapatan pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran

Biaya Tetap Biaya produksi/bln Biaya TK/bln Tot. Biaya Variabel/bln Dep. Peralatan

(Kg) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp/bln)

1 Abdul Azis 6.800 58.000 394.400.000 323.113.870 12.893.400 336.007.270,00 5.793,23 472.506,67 2 Dukri 5.000 60.000 300.000.000 252.247.548 15.053.610 267.301.158,00 4.455,02 653.089,67 3 Hi. Warno 6.000 60.000 360.000.000 292.768.010 23.948.925 316.716.935,00 5.278,62 327.990,00 4 Azis 5.600 59.000 330.400.000 240.068.464 28.783.950 268.852.414,00 4.556,82 532.826,67 5 Arrun 6.600 60.000 396.000.000 329.345.016 12.243.075 341.588.091,00 5.693,13 426.010,00 6 Syarief 6.000 57.000 342.000.000 281.919.760 21.715.200 303.634.960,00 5.326,93 365.061,67 7 Sukardi 6.200 58.000 359.600.000 309.647.364 14.069.640 323.717.004,00 5.581,33 537.225,00 8 Amin 5.500 57.500 316.250.000 265.747.290 23.751.000 289.498.290,00 5.034,75 418.470,00 9 Rusidin 5.200 57.000 296.400.000 236.747.848 11.027.250 247.775.098,00 4.346,93 345.583,33 10 Totok Haryanto 5.000 58.500 292.500.000 220.188.160 23.909.340 244.097.500,00 4.172,61 374.486,67 11 Sarnoto 5.600 58.500 327.600.000 271.329.152 21.206.250 292.535.402,00 5.000,61 504.551,67 12 Rinto 4.200 60.000 252.000.000 176.091.084 15.630.420 191.721.504,00 3.195,36 345.583,33 13 Sukaesih 6.200 55.000 341.000.000 291.360.066 16.342.950 307.703.016,00 5.594,60 761.540,00 14 Sutarda 6.800 60.000 408.000.000 334.614.556 13.628.550 348.243.106,00 5.804,05 339.928,33 15 Basuki 5.600 58.000 324.800.000 263.598.232 19.311.825 282.910.057,00 4.877,76 400.248,33 16 Kartama 4.000 55.500 222.000.000 151.890.128 17.440.020 169.330.148,00 3.050,99 585.606,67 17 Sanuri 5.200 57.000 296.400.000 248.459.624 14.335.425 262.795.049,00 4.610,44 384.540,00 18 Yadi 6.200 60.000 372.000.000 314.890.324 20.900.880 335.791.204,00 5.596,52 349.981,67 19 Endang Suganda 5.800 60.000 348.000.000 281.194.676 17.700.150 298.894.826,00 4.981,58 522.145,00 20 Daroji 3.600 57.000 205.200.000 153.946.290 11.083.800 165.030.090,00 2.895,26 381.398,33 21 Hi. Gendon 4.200 57.000 239.400.000 176.745.684 18.689.775 195.435.459,00 3.428,69 295.945,00 22 Mudri 4.600 57.000 262.200.000 225.762.732 22.506.900 248.269.632,00 4.355,61 323.591,67 23 Wahid 4.400 55.500 244.200.000 213.158.808 21.630.375 234.789.183,00 4.230,44 307.883,33 24 Lilik 5.000 57.000 285.000.000 258.836.820 18.067.725 276.904.545,00 4.857,97 509.578,33 25 Sumarno 6.000 57.000 342.000.000 308.519.760 21.545.550 330.065.310,00 5.790,62 436.063,33 26 Saleh 4.500 58.000 261.000.000 226.478.670 11.790.675 238.269.345,00 4.108,09 389.566,67 27 Darmono 5.000 57.000 285.000.000 234.347.100 23.027.160 257.374.260,00 4.515,34 384.540,00 28 Kusnadi 5.000 58.500 292.500.000 247.210.780 18.350.475 265.561.255,00 4.539,51 450.515,00 29 Johari 4.600 58.500 269.100.000 243.899.432 21.575.408 265.474.840,40 4.538,03 485.073,33 30 Rabas 4.200 60.000 252.000.000 209.113.704 16.201.575 225.315.279,00 3.755,25 564.243,33 31 Caswali 5.000 55.000 275.000.000 247.176.120 22.218.495 269.394.615,00 4.898,08 370.716,67 32 Hi. Sulun 4.000 60.000 240.000.000 206.183.660 12.995.190 219.178.850,00 3.652,98 358.150,00 33 Agus Salim 4.800 58.000 278.400.000 235.080.852 19.724.640 254.805.492,00 4.393,20 650.953,33 34 Wato 4.600 55.500 255.300.000 209.015.132 26.787.735 235.802.867,00 4.248,70 321.078,33 35 Amin 5.000 57.000 285.000.000 234.420.220 24.175.125 258.595.345,00 4.536,76 373.966,25 36 Andi 4.800 57.000 273.600.000 245.083.212 16.829.280 261.912.492,00 4.594,96 402.894,72 37 Hi. Warna 5.000 57.000 285.000.000 228.806.660 14.510.730 243.317.390,00 4.268,73 450.758,19 38 Sairin 4.200 60.000 252.000.000 209.538.408 21.302.385 230.840.793,00 3.847,35 289.810,69

196.000

2.201.000 11.361.250.000 9.398.545.216 706.904.858 10.105.450.074 174.406,85 16.394.101,19

5.157,89

57.921,05 298.980.263,16 247.330.137,26 18.602.759,43 265.932.896,69 4.589,65 431.423,72 Jumlah

Rata-rata

Harga/kg output (P) Penerimaan Biaya Variabel Biaya Variabel/ satuan output (V)


(4)

Lampiran 15. Lanjutan

Tot. Biaya (F) Biaya variabel + Biaya tetap

(Rp) (Rp) (Rp) (Kg)

336.479.776,67

57.920.223,33 52.206,77 6.445,14 1,17

267.954.247,67

32.045.752,33 55.544,98 4.824,09 1,12

317.044.925,00

42.955.075,00 54.721,38 5.793,80 1,14

269.385.240,67

61.014.759,33 54.443,18 4.948,01 1,23

342.014.101,00

53.985.899,00 54.306,87 6.297,81 1,16

304.000.021,67

37.999.978,33 51.673,07 5.883,14 1,12

324.254.229,00

35.345.771,00 52.418,67 6.185,85 1,11

289.916.760,00

26.333.240,00 52.465,25 5.525,88 1,09

248.120.681,33

48.279.318,67 52.653,07 4.712,37 1,19

244.471.986,67

48.028.013,33 54.327,39 4.499,98 1,20

293.039.953,67

34.560.046,33 53.499,39 5.477,44 1,12

192.067.087,33

59.932.912,67 56.804,64 3.381,19 1,31

308.464.556,00

32.535.444,00 49.405,40 6.243,54 1,11

348.583.034,33

59.416.965,67 54.195,95 6.431,90 1,17

283.310.305,33

41.489.694,67 53.122,24 5.333,18 1,15

169.915.754,67

52.084.245,33 52.449,01 3.239,64 1,31

263.179.589,00

33.220.411,00 52.389,56 5.023,51 1,13

336.141.185,67

35.858.814,33 54.403,48 6.178,67 1,11

299.416.971,00

48.583.029,00 55.018,42 5.442,12 1,16

165.411.488,33

39.788.511,67 54.104,74 3.057,25 1,24

195.731.404,00

43.668.596,00 53.571,31 3.653,66 1,22

248.593.223,67

13.606.776,33 52.644,39 4.722,12 1,05

235.097.066,33

9.102.933,67 51.269,56 4.585,51 1,04

277.414.123,33

7.585.876,67 52.142,03 5.320,36 1,03

330.501.373,33

11.498.626,67 51.209,38 6.453,92 1,03

238.658.911,67

22.341.088,33 53.891,91 4.428,47 1,09

257.758.800,00

27.241.200,00 52.484,66 4.911,13 1,11

266.011.770,00

26.488.230,00 53.960,49 4.929,75 1,10

265.959.913,73

3.140.086,27 53.961,97 4.928,65 1,01

225.879.522,33

26.120.477,67 56.244,75 4.016,01 1,12

269.765.331,67

5.234.668,33 50.101,92 5.384,33 1,02

219.537.000,00

20.463.000,00 56.347,02 3.896,16 1,09

255.456.445,33

22.943.554,67 53.606,80 4.765,37 1,09

236.123.945,33

19.176.054,67 51.251,30 4.607,18 1,08

258.969.311,25

26.030.688,75 52.463,24 4.936,21 1,10

262.315.386,72

11.284.613,28 52.405,04 5.005,54 1,04

243.768.148,19

41.231.851,81 52.731,27 4.622,84 1,17

231.130.603,69

20.869.396,31 56.152,65 4.116,11 1,09

10.121.844.175,59

1.239.405.824,41 2.026.593,15 190.207,83 42,81

266.364.320,41

32.615.942,75 53.331,40 5.005,47 1,13 R/C Q (Output)

P - V Pendapatan


(5)

127

Lampiran 16. Pendapatan pengolahan ikan asin di Desa Tarahan

Biaya Tetap

Biaya produksi/bln

Biaya TK/bln

Tot. Biaya Variabel/bln

Dep. Peralatan

(Kg)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp/bln)

1

Rahmat

3.800

50.000

190.000.000

151.878.161

5.485.830

157.363.990,50

3.147,28

227.567,08

2

Syarief

4.200

47.000

197.400.000

186.321.420

4.141.620

190.463.040,00

4.052,41

264.906,25

3

Toharudin

3.500

51.000

178.500.000

142.779.464

5.903.625

148.683.089,00

2.915,35

156.925,42

4

Rusdi

4.300

51.000

219.300.000

206.371.677

5.994.450

212.366.126,50

4.164,04

205.365,42

5

Bakren

3.200

52.000

166.400.000

145.001.430

3.814.650

148.816.080,00

2.861,85

183.668,33

6

Khairudin

3.600

51.500

185.400.000

146.023.514

3.855.521

149.879.035,25

2.910,27

204.860,83

7

Riri

4.000

51.500

206.000.000

196.659.289

5.431.335

202.090.624,00

3.924,09

210.411,25

8

Ali Topan

3.000

54.000

162.000.000

132.792.785

13.351.275

146.144.060,00

2.706,37

318.392,08

9

Maud

3.000

50.000

150.000.000

106.176.100

4.250.610

110.426.710,00

2.208,53

207.888,33

10

Subkhi

3.600

50.000

180.000.000

171.653.503

3.673.871

175.327.374,25

3.506,55

176.099,58

11

Sahdi

3.200

50.000

160.000.000

141.197.898

7.393.155

148.591.053,00

2.971,82

223.025,83

12

Zaenal

4.600

53.000

243.800.000

222.136.978

4.087.125

226.224.103,00

4.268,38

217.980,00

Jumlah

44.000

611.000

2.238.800.000

1.948.992.218

67.383.068

2.016.375.286

39.636,94

2.597.090,42

Rata-rata

3.666,67

50.916,67

186.694.444,44

162.416.018,17

5.615.255,63

168.031.273,79

3.303,08

216.424,20

No

Nama

Output

Harga/kg output (P)

Penerimaan

Biaya Variabel

Biaya Variabel/


(6)

Lampiran 16. Lanjutan

Tot. Biaya (F)

Biaya variabel + Biaya tetap

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Kg)

157.591.557,58

32.408.442,42

46.852,72

3.363,55

1,21

190.727.946,25

6.672.053,75

42.947,59

4.440,95

1,03

148.840.014,42

29.659.985,58

48.084,65

3.095,38

1,20

212.571.491,92

6.728.508,08

46.835,96

4.538,64

1,03

148.999.748,33

17.400.251,67

49.138,15

3.032,26

1,12

150.083.896,08

35.316.103,92

48.589,73

3.088,80

1,24

202.301.035,25

3.698.964,75

47.575,91

4.252,17

1,02

146.462.452,08

15.537.547,92

51.293,63

2.855,37

1,11

110.634.598,33

39.365.401,67

47.791,47

2.314,94

1,36

175.503.473,83

4.496.526,17

46.493,45

3.774,80

1,03

148.814.078,83

11.185.921,17

47.028,18

3.164,36

1,08

226.442.083,00

17.357.917,00

48.731,62

4.646,72

1,08

2.018.972.375,92

219.827.624,08

571.363,06

42.567,94

13,48

168.247.697,99

18.318.968,67

47.613,59

3.547,33

1,12

Pendapatan

P - V

Q (Output)