Teori produksi TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori produksi

Menurut Pindyck and Rubinfeld 1999, produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input sumberdaya menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian, produksi merupakan esensi dari suatu perekonomian. Untuk berproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau di sebut fungsi produksi. Dalam istilah ekonomi faktor produksi kadang disebut dengan Input dimana macam input atau faktor produksi ini perlu diketahui oleh produsen. Antara produksi dengan faktor produksi terdapat hubungan yang kuat yang secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut Soekartawi, 1990 : ,....., , 2 1 n X X X f Y = .........................................................................2.1 dimana : Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X X i = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y, i = 1,2,3....n Dalam mengelola sumberdaya produksi, aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam tanah, modal dan tenaga kerja, selain itu juga aspek manajemen. Dalam proses produksi terdapat tiga tipe reaksi produksi atas input faktor produksi Soekarwati, 1990, yaitu : 1. Increasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih banyak daripada unit input sebelumnya. 2. Constant return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama daripada unit sebelumnya. 3. Decreasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit input sebelumnya. Ketiga tipe reaksi produksi tersebut tidak dapat dilepaskan dari konsep produk marjinal marginal product yang merupakan tambahan satu-satuan unit input X yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu-satuan unit output Y, dan produk marjinal PM umum ditulis dengan X Y ∆ ∆ Soekartawi, 1990. Dalam proses produksi tersebut setiap tipe reaksi produksi mempunyai nilai produk marjinal yang berbeda. Nilai produk marjinal berpengaruh besar terhadap elastisitas produksi yang diartikan sebagai persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input, dengan rumus sebagai berikut : X X Y Y Ep ∆ ∆ = = Y X X Y . ∆ ∆ ................................................................2.2 Hubungan antara faktor produksi variabel dengan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu, dimana pada waktu faktor produksi nol. Kuantitas produksi juga nol. Semakin banyak kuantitas faktor variabel yang digunakan semakin besar kuantitas produksi. Penambahan kuantitas faktor variabel ini berjalan terus sampai suatu ketika penggunaannya terlalu banyak sehingga dikombinasikan dengan faktor produksi lain yang justru menurunkan kuantitas produksi Sudarsono, 1984. Dalam bidang ekonomi kejadian ini disebut the law of diminishing return hukum hasil tambah yang semakin berkurang. Produktivitas dari suatu faktor produksi dalam kaitannya dengan faktor produksi yang lain, dicerminkan dari produk marginalnya. Produk marginal adalah tambahan produksi yang diperoleh dari penambahan kuantitas faktor produksi yang digunakan. Besarnya produk marginal ini tergantung pada besarnya tambahan kuantitas faktor produksi, sehingga besarnya dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produk dengan tambahan faktor produksi. 2.2 Produksi Kopi di Indonesia Produksi kopi Indonesia tidak respon terhadap perubahan harga kopi dan komoditas substitusi dipasar domestik, tingkat upah dan luas areal Sihotang, 1996. Produksi kopi bertambah karena adanya kebijakan penerapan quota ekspor kopi Lifianthi, 1999 Penawaran kopi Indonesia dipengaruhi oleh tingkat teknologi dan jumlah penawaran setahun sedangkan pengaruh harga kopi sendiri dan teh secara statistik tidak berpengaruh nyata. Tanda koefisien peubah teh yang negatif menunjukkan bahwa kopi dan teh di Indonesia adalah merupakan competiting product Darmansyah, 1986. Penawaran kopi di dalam negeri mengalami fluktuasi yang cukup tajam dikarenakan fluktuasi harga kopi di pasaran dunia menyebabkan terjadinya fluktuasi produksi serta ekspor secara langsung Zebriani, 2000. Ekspor kopi dipengaruhi secara nyata oleh harga ekspor kopi, harga komoditas substitusi, teknologi, pendapatan, permintaan kopi dalam negeri dan kota Darmansyah,1986. Jumlah ekspor kopi di Sumatera Selatan lebih responsif terhadap perubahan produksi kopi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor kopi. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan ekspor kopi terhadap arus produksi kopi domestik. Analisis mengenai ekspor kopi Indonesia sebagian besar ditentukan oleh variabel-variabel non ekonomi, yaitu terutama dari aspek produksi sedangkan variabel ekonomi seperti harga dan pendapatan tidak berpengaruh Lifianthi, 1999. Dinamika ekspor kopi Indonesia berkaitan dengan harga dunia kopi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Dimana kenaikan harga dunia kopi sebesar 1 persen akan mendorong kenaikan ekspor sebesar 0.17 persen, ini menegaskan bahwa ekspor tidak elastis terhadap perubahan harga karena tidak elastisnya penawaran kopi Indonesia, untuk impor kopi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu harga kopi domestik, harga kopi dunia, nilai tukar dan tarif impor. Apabila harga kopi domestik tinggi sedangkan kopi dunia harga rendah, nilai tukar menguat dan tarif impor rendah maka impor akan naik Wayan, 2000. Elastisitas penawaran kopi pada jangka pendek maupun jangka panjang cenderung inelastis dalam suatu negara, dimana komoditas itu dominan bagi pertaniannya. Meskipun harga kopi inelastis dalam jangka pendek, petani maupun negara tidak akan mengganti usahatani kopinya karena sudah sangat tergantung pada komoditas tersebut. Pada Jangka panjang agak sulit pula waktu untuk mengembangkan usahatani lain, karena begitu banyak sumberdaya yang telah diinvestasikan Singh et al. 1977. Kopi mempunyai elastisitas penawaran rendah, petani tidak dapat segera langsung merespons perubahan harga yang terjadi. Pada saat harga tinggi petani berusaha merawat kebun secara intensif, tetapi hasilnya tidak dapat diperoleh pada saat itu juga, sementara pada saat harga turun petani tidak berhenti berproduksi Retnandari dan Tjokrowinoto,1991. Pada saat peran kopi tidak dominan, maka kondisi yang responsif akan ditunjukkan oleh petani dan pemerintah terhadap perubahan harga yang terjadi. Namun demikian usahatani kopi rakyat kurang begitu responsif terhadap perubahan harga karena pertanian tidak mempunyai alternatif sumber pendapatan. Kopi merupakan komoditi ekspor sehingga pangsa pasar kopi yang diutamakan oleh pangsa pasar luar negeri, sedangkan pangsa pasar dalam negeri dipenuhi apabila target ekspor telah terpenuhi. Mengenai substitusi kopi sebenarnya cukup banyak namun karena sifat dari rasa dan aroma kopi, pengaruh dari komoditas substitusi tidak begitu besar. Komoditi substitusi kopi antara lain adalah teh, cacao, soft drink, akar chicory, biji kacang maupun biji kedelai. Akar chicory diperkenalkan oleh perusahaan Inggris pada tahun 1975 dengan nama Coffesub. Pada tahun yang sama di AS muncul soya coffe yang bahan utamanya terbuat dari kedelai. Namun barang- barang tersebut tampaknya juga tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan kopi Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991. 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Alokasi penggunaan sumberdaya dapat didekati dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah dengan pendekatan fungsi produksi, pendekatan perancangan linier, dan pendekatan fungsi keuntungan. Sudaryati 2004, melakukan penelitian penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat di Kabupaten Temanggung. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat digunakan metode fungsi produksi frontier. Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi secara signifikan adalah luas lahan, jumlah tanaman, dan penggunaan pupuk. Sianipar et al. 2009, menganalisis fungsi produksi intensifikasi usahatani padi di Kabupaten Manokwari dengan menggunakan fungsi produksi Cobb- Douglas. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi adalah benih, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk NPK dan intensitas usahatani. Nufus 2004, melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi nilam dan minyak nilam di kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara. Penelitian ini menggunakan alat analisis fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasi dalam bentuk logaritma natural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea, TSP dan pestisida decis serta tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi daun nilam kering sedangkan faktor luas lahan, jumlah benih, pupuk KCL dan pestisida sevin berpengaruh tidak nyata terhadap produksi daun nilam kering. Pada industri penyulingan minyak nilam diketahui bahwa jumlah bahan baku, jumlah bahan bakar dan lama penyulingan berpengaruh nyata terhadap hasil minyak nilam, sedangkan pengalaman menyuling berpengaruh tidak nyata. Suciaty 2004, menggunakan model produksi Cobb-Doughlas, untuk mengetahui tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi lahan, pestisida dan pupuk buatan masih belum efisien. Sukiyono 2004, melakukan analisa fungsi produksi dan efisiensi teknis pada usahatani cabai di Kabupaten Rejang Lebong. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas variabel bebas adalah signifikan dan mempunyai tanda yang sesuai dengan yang diharapkan kecuali variabel tenaga kerja. Penelitian terdahulu yang menggunakan model Cobb-Douglas telah dilakukan oleh Salim 1986, menggunakan pendekatan Unit Output Price Profit Function atau dikenal sebagai fungsi keuntungan UOP untuk menelaah keuntungan usaha, permintaan input dan penawaran output, efisiensi usaha, dan skala usaha dari usahatani padi sawah di daerah Subang Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut, peubah-peubah yang diduga berpengaruh pada keuntungan jangka pendek produksi padi sawah yang dinormalkan dengan harga pasar padi adalah harga bibit padi, harga pupuk urea, harga pupuk TSP, harga obat-obatan, harga upah tenaga kerja manusia, dan upah tenaga kerja ternak, dimana semua peubah tersebut dinormalkan dengan harga padi. Sementara peubah lain yang berupa input tetap, yang diduga berpengaruh pada keuntungan adalah luas lahan sawah dan biaya lain-lain, yang tidak dinormalkan dengan harga padi. Nurung 2003, melakukan estimasi fungsi keuntungan usahatani kedelai dan jagung di provinsi Bengkulu dengan model Regresi Linier Berganda. Dalam penelitian tersebut bibit dan pupuk Urea paling berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kedelai dan jagung. Peningkatan jumlah penggunaan bibit dan pupuk Urea dapat meningkatkan pendapatan masing-masing usahatani tersebut. Sedangkan pupuk KCL, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan usahatani walaupun berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani kedelai dan jagung namun kontribusinya masih kecil. Syam et al. 2004, melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan usahatani kakao di Sulawesi Tenggara. Untuk melihat hubungan antara keuntungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan model fungsi keuntungan Cobb-Douglash. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan usahatani kakao secara nyata adalah luas areal dan harga pupuk. Keuntungan maksimal akan diperoleh petani dengan memperluas areal pertanaman dan meningkatkan penggunaan pupuk sampai batas rekomendasi dosis pemupukan. Studi mengenai tingkat efisiensi usahatani telah dilakukan oleh beberapa peneliti ekonomi. Para peneliti tersebut adalah Utama 2003, Cardenas et al. 2004, Rios dan Shively 2005, dan Nchare 2007. Utama 2003, meneliti tentang efisiensi usaha tani padi sawah di Sumatera Barat. Informasi efisiensi teknis tersebut digali dari hasil analisis production stochastic frontier yang diestimasi dengan teknis maximum likelihood. Dimana data yang digunakannya adalah data cross section dari dua belas desa yang mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu SLPHT, dan dengan jumlah responden sebanyak 216. Hasil estimasi model menampilkan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi padi dan tingkat efisiensinya. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi produksi padi adalah nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT. Koefisien elastisitas tenaga kerja sebesar 0.48, yang menunjukkan bahwa satu persen kenaikan dalam tenaga kerja dapat meningkatkan produksi sebesar 0.48 persen. Kemudian, terdapat perbedaan efek dari SLPHT yang diimplementasikan pada tahun 1995 dan 1999. Rata-rata efisiensi teknis kelompok tani yang mengikuti SLPHT tahun 1999 lebih tinggi dibanding SLPHT tahun 1995. Cardenas et al. 2004, melihat bahwa meskipun telah terjadi penurunan harga kopi pada tahun 1990-an, namun produksi kopi tetap menjadi kegiatan ekonomi utama bagi produsen di Meksiko Tenggara. Mereka kemudian menganalisa sistem produksi kopi pada 24 kabupaten di Veracruz, Meksiko, selama periode tanam lima tahun. Pendekatan stokastik frontier digunakan untuk mengevaluasi efisiensi produksinya. Faktor-faktor seperti kualitas kopi dan akses terhadap pasar diuji untuk melihat efeknya terhadap efisiensi teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses produksi pada setiap kabupaten, yang diukur dengan efisiensi teknis, tampak menjadi stabil dari waktu ke waktu meskipun terjadi fluktuasi harga di pasar global. Produksi tanaman pokok jagung bersama dengan kopi menghasilkan efisiensi yang lebih rendah. Faktor- faktor yang berkontribusi terhadap efisiensi adalah kepadatan penduduk lebih tinggi, produksi tanaman khusus selain kopi atau tanaman pokok, dan ketinggian lahan yang biasanya berhubungan dengan produksi kopi berkualitas tinggi. Rios dan Shively 2005, meneliti efisiensi perkebunan kopi petani di Vietnam. Data bersumber dari survei 2004 dari lahan pertanian di dua kabupaten di Provinsi Dak Lak. Kajian efisiensi teknis dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama, efisiensi biaya dihitung dengan menggunakan DEA, dan kedua, dilakukan regresi Tobit untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan efisiensi teknis dan inefisiensi biaya, hasilnya menunjukkan bahwa pertanian ukuran kecil kurang efisien dari peternakan besar. Inefisiensi diamati pada peternakan kecil tampaknya sebagian berkaitan dengan skala investasi di bidang infrastruktur irigasi. Nchare 2007, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis petani kopi arabika di Kamerun. Untuk melakukan analisis ini, ia menggunakan fungsi produksi frontier stokastik translog, di mana efek inefisiensi teknis ditetapkan menjadi fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diestimasi dengan menggunakan metode maximum likelihood. Data yang digunakan dikumpulkan dari sampel dari 140 petani pada tahun 2004. Hasil yang diperoleh menunjukkan beberapa hasil yang meningkat untuk skala produksi kopi. Indeks efisiensi teknis diperkirakan mencapai 0.896, dan sebanyak 32 persen petani yang disurvei memiliki indeks efisiensi teknis kurang dari 0.91. Analisis ini juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani, dan akses terhadap kredit merupkan variabel sosial ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap efisiensi teknis petani. Akhirnya, temuan membuktikan bahwa keuntungan produktivitas lebih lanjut terkait dengan peningkatan efisiensi teknis masih dapat direalisasikan pada produksi kopi di Kamerun.

III. KERANGKA PEMIKIRAN