BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Hasil Penelitian Yang Relevan
Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta menyusun Sistem Informasi data base jaringan jalan raya di kota Surakarta terkini berbasis SIG dengan tujuan
untuk mewujudkan suatu data spasial jaringan jalan yang terpadu dengan infrastruktur lainnya. Sehingga dengan adanya data base ini dapat meningkatkan
daya guna dan hasil guna pembangunan jalan raya serta dapat mempertemukan dan mengintegrasikan kepentingan di semua sektor pembangunan. Basis data
lainya meliputi basis data drainase dan gorong-gorong, serta jembatan, dan bangunan. Ketiga basis data ini, pengoperasiannya masing-masing dikelola oleh
Sub Dinas: Drainase, Bina Marga dan Cipta Karya. ArcGIS dengan model dataset shapefile digunakan untuk mengembangkan basis data jalan yang terpadu dengan
basis data drainase dan gorong-gorong serta jembatan Dinas PU Kota Surakarta. Kegiatan yang dilakukan melalui survey dan updating data dan penyusunan
program data base SIG jalan kota Surakarta berupa data base klasifikasi jalan raya, kondisi eksisting geometrik jalan, jenis perkerasan jalan, dan bangunan
pelengkap jalan. Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : 1 Print out data base jalan dalam bentuk buku A3 dengan gambar peta ukuran
A3 dari hasil integrasi wilayah kota Surakarta. 2 Software data base jalan berikut data yang tersimpan dalam satu unit komputer Graha, 2007.
Pudya Saras Ati melakukan penelitian dengan judul “Analisis Lokasi
Rawan Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Surakarta dengan Sistem Informasi Geografis SIG”. Tujuan penelitian tersebut adalah : 1 Mengetahui lokasi rawan
kecelakaan lalu lintas di kota Surakarta. 2 Mengetahui faktor – faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di kota Surakarta. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah interaktif dan mengalir dengan Sistem Informasi Geografis SIG dengan menumpangsusunkan
informasi satu dengan informasi yang lainnya untuk mendapatkan informasi yang baru overlay. Populasi penelitian adalah seluruh jalan arteri dan jalan kolektor
dikota Surakarta. Dengan hasil penelitian didapatkan bahwa : 1 a lokasi rawan kecelakaan berada pada jalan rawan kecelakaan yang sebagian besar merupakan
jalan arteri, kolektor-1, dan kolektor-2 dengan akses langsung serta kondisi geometrik sedang. b lokasi rawan kecelakaan dengan frekwensi kejadian tinggi
berada pada jalan dengan potensi kecelakaan tinggi, yaitu pada Jl. Ahmad Yani, Adi Sucipto, Slamet Riyadi, dan Ir. Sutami. 2 Penyebab kecelakaan secara
dominan adalah faktor manusia. Penerapan aplikasi Sistem Informasi Geografis SIG bagi analisis permasalahan lalu lintas untuk membangun suatu manajemen
transportasi yang baik sehingga dapat digunakan untuk analisis tata ruang kota Surakarta secara holistik Ati, 2008.
Nurvani Saraswati Handawati melakukan penelitian dengan judul ”
Penentuan Prioritas Lokasi Rehabilitasi Komponen Saluran Air Kotor Berdasarkan Pertimbangan Aspek Teknis dan Biaya dengan Sistem Informasi
Geografis sebagai Alat Bantu”. Dalam pengembangannya aspek teknis
menggunakan Proses Hirarki Analisis AHP yang dibantu oleh tim ahli expert judgement untuk menentukan bobot prioritasnya, sedangkan aspek biaya
dikembangkan menggunakan estimasi biaya konseptual untuk mengetahui kisaran biaya untuk kegiatan pemeliharaan. Untuk dapat mengintegrasikan kedua aspek
tersebut digunakan Sistem Informasi Geografis SIG yang berfungsi sebagai data base dan analisis data sehingga akan diperoleh suatu usulan tindakan
pemeliharaan pada lokasi yang berprioritas tinggi beserta dengan jumlah biaya yang akan dikeluarkan. Setelah melalui uji coba dengan melakukan kegiatan
inspeksi di wilayah studi maka model penentuan prioritas lokasi rehabilitasi ini memiliki potensi implementasi yang cukup baik bagi pihak pengelola terutama
untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan Handawati, 2007. Cahyo Radityo melakukan penelitan dengan judul ”Pengembangan
Sistem Manajemen Pemeliharaan Jalan Rel”. Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat suatu konsep sistem manajemen pemeliharaan jalan rel dengan
berdasarkan pada kajian sistem yang telah diterapkan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Konsep sistem manajemen pemeliharaan jalan rel ini terdiri dari
empat komponen utama yaitu bank data, perencanaan, operasional dan evaluasi dimana keempat komponen ini saling terkait. Pada tahap pertama dikembangkan
suatu bank data yang mampu menampung sebanyak mungkin informasi yang diperoleh dengan mempergunakan formulir standar bagi tiap bagian. Pada bagian
perencanaan dikembangkan acuan yang mengacu pada komponen penyusun dan kondisi geografis jalan rel untuk menentukan kebutuhan pemeliharaan menurut
standar UIC dan tingkat kepentingan jalan rel yang didasarkan pada tonase lintas.
Pada bagian ini juga disusun tata cara pendistribusian sumber daya, penjadwalan alat berat dan penentuan target pemeliharaan. Pada bagian operasional dilakukan
penjadwalan yang dipusatkan pada pemanfaatan alat berat yang ada dan pengenalan kondisi serta penanganan masalah oleh regu kerja. Di bagian evaluasi
dilakukan kajian baik pada hasil kerja regu maupun alokasi dana dan target yang ditentukan yang hasilnya akan menjadi masukan untuk perbaikan selanjutnya.
Hasil setiap bagian disimpan dalam bank data yang dapat dipergunakan oleh bagian lain yang memerlukan. Uji coba sistem ini dilakukan pada DAOP 11 PT.
KAI dengan menyertakan beberapa asumsi data yang tidak dapat diperoleh. Hasil evaluasi menunjukkan beberapa kelebihan sistem baru dan dapat meningkatkan
kinerja sistem yang ada dan memberikan manfaat bagi PT. KAI Radityo, 2005. Ade Rahmi Muharini melakukan penelitian dengan judul ” Evaluasi
Distribusi Fasilitas Pendidikan Sekolah Dasar di Kecamatan Batununggal kota Bandung Dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografis”. Berdasarkan
statistik pendidikan Kota Bandung, jumlah fasilitas SD di Kota Bandung telah dapat melayani seluruh kebutuhan di Kota Bandung dan juga melayani sebagian
kebutuhan di luar Kota Bandung. Namun masih terdapat kecamatan-kecamatan yang memiliki penduduk usia 7-12 tahun yang tidak terlayani oleh fasilitas SD
setempat. Tidak terlayaninya kebutuhan penduduk akan fasilitas SD ini disebabkan salah satunya oleh kurang meratanya distribusi sekolah. Dengan
demikian, perlu dilakukan tinjauan evaluatif terhadap distribusi fasilitas SD di Kecamatan Batununggal. Untuk mengevaluasi distribusi fasilitas pendidikan SD
ini dibutuhkan data dalam bentuk spasial untuk melihat persebaran fasilitas SD di
Kecamatan Batununggal. Data spasial yang dibutuhkan ini dapat ditampilkan dengan mengandalkan Sistem Informasi Geografis SIG. Oleh karena itu pada
studi ini digunakan perangkat SIG dalam mengevaluasi distribusi fasilitas pendidikan SD. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi distribusi fasilitas
pendidikan SD di Kecamatan Batununggal dengan memanfaatkan SIG. Selain kebutuhan yang ada, dalam penyediaan fasilitas SD perlu dipertimbangkan
standar dan ketentuan yang mengaturnya. Dalam evaluasi distribusi fasilitas pendidikan SD ini dibentuk indikator-indikator berdasarkan kebutuhan serta
standar dan ketentuan yang ada, yaitu: indikator pemenuhan kebutuhan penduduk, indikator daerah jangkauan layanan, indikator kesesuaian lokasi dan indikator
aksesibilitas. Berdasarkan hasil studi, terdapat kelurahan-kelurahan di Kecamatan Batununggal yang tidak memiliki fasilitas SD dan terdapat bagian wilayah
Kecamatan Batununggal yang dilayani oleh fasilitas di luar kecamatan, sediaan fasilitas pendidikan SD di Kecamatan Batununggal hanya dapat memenuhi 87
dari kebutuhan yang ada, distribusi fasilitas SD di Kecamatan Batununggal memiliki daerah jangkauan yang dapat mencakup seluruh wilayah kecamatan dan
aksesibel terhadap jalur angkutan umum tetapi terdapat lokasi fasilitas SD yang tidak sesuai dengan standar dan ketentuan yang ada. Dengan demikian,
berdasarkan hasil studi keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi fasilitas SD di Kecamatan Batununggal tidak merata dan tidak memenuhi
kebutuhan dan ketentuan yang ada. Untuk itu, diperlukan penambahan fasilitas pendidikan SD dan suatu pengembangan pemanfaatan SIG dalam perencanaan
maupun evaluasi fasilitas khususnya fasilitas SD. Untuk perencanaan
pembangunan fasilitas SD di masa yang akan datang sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan dan perlu memperhatikan kebutuhan serta standar dan
ketentuan yang ada, antara lain daerah jangkauan layanan, kesesuaian guna lahan dan jaringan jalan serta aksesibilitas Muharini, 2003.
R. Wirosoedarmo, B.Rahadi, J.Agus, dan R. Petrus dalam penelitiannya berjudul :” Survey dan Investigasi Bangunan, Jaringan dan Efisiensi Irigasi UPTD
Wilayah II Bukateja Pada Jaringan Irigasi Krenceng Sisi Kanan Berbasis Sistem Informasi Geografis SIG Di Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah.”.
Basis data spasial akan sangat penting dalam mendukung pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem irigasi. Sistem Informasi Geografis
SIG dengan menggabungkan peta dan spasial informasi yang lain dalam bentuk digital, bisa digunakan untuk mendapatkan informasi efisiensi penyaluran air
irigasi secara cepat dan tepat berdasarkan data di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi bangunan, jaringan irigasi dan mengetahui nilai
efisiensi penyaluran air irigasi serta pengelolaan sistem irigasi berdasarkan Sistem Informasi Geografis SIG berupa peta tematik peta bangunan dan efisiensi
irigasi. Hasil penelitian didapat jaringan irigasi Krenceng sisi kanan mempunyai 33 bangunan sadap, 8 bangunan sadap terletak di D.I Krenceng dan
25 bangunan sadap terletak di D.I. Penaruban. Nilai rerata efisiensi penyaluran air irigasi pada saluran primer 89,03 dan saluran sekunder 87,89, sedangkan nilai
efisiensi rerata saluran tersier 81,05. Kondisi bangunan sadap dan efiseinsi penyaluran air irigasi dalam SIG ditampilkan dalam bentuk spasial berdasarkan
data survei di lapangan. Peta tersebut menunjukkan letaktempat bangunan sadap
yang perlu dilakukan penutupan saluran dari kebocoran pembuatan parit-parit, perbaikan pada bangunan sadap, dan pemeliharaan Wirosoedarmo, 2006.
Maria Irmina Prasetyowati dan Dewiyani Sunarto melakukan penelitian dengan judul ”Penilaian Studi Kelayakan Pendirian Wirausaha Baru dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis”. Sistem Informasi Geografis SIG adalah suatu teknologi yang pada saat ini menjadi alat bantu tools yang sangat
esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data attribut dan data spasial
grafis. SIG mempunyai kemampuan menyajikan data dalam bentuk tektual non atribut dan spasial gambar. Adanya kemampuan menampilkan gambar inilah
yang membuat SIG mempunyai nilai tambah dibandingkan dengan sistem informasi manajemen lainnya.
Studi kelayakan merupakan salah satu hal yang terpenting untuk dilakukan sebelum seorang pengusaha memulai sebuah usaha. Walaupun dalam
realitanya ada beberapa pelaku bisnis yang karena berbekal dari pengalaman dan naluri tajam bisnisnya, tidak melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Hal ini
dapat saja dilakukan, namun membutuhkan beberapa syarat yang sulit sekali dilakukan dan mengandung banyak resiko. Untuk menghindari hal tersebut,
setidaknya untuk mengantisipasi terjadi resiko tersebut perlu dilakukan perhitungan yang matang, antara lain dengan melakukan studi kelayakan dan
survey pasar. Survey pasar yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi pasar bisnis yang akan dimasuki, siapa pesaingnya, seberapa besar
pertumbuhan pasarnya, bagaimana peta pesaingnya dan seberapa besar
sesungguhnya kebutuhan pasar terhadap produkjasa tersebut. Studi kelayakan dan survey pasar yang dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis SIG khususnya
dalam hal pemetaan, diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan dalam melakukan analisis khususnya dalam hal studi kelayakan pendirian
wirausaha baru. Studi yang dilakukan melalui langkah mencari data-data dari desakota wilayah dan melakukan survei pasar untuk mencari data pesaing
kompetitor dalam radius 1 kilometer. Dari hasil studi kelayakan dan survei pasar, maka dapat diketahui berapa rupiah keuntungan kotor yang didapat apabila
seorang pengusaha akan mendirikan sebuah depot makanan jawa pada perumahan Citra di wilayah X Prasetyowati, 2006.
Samsul Arifin, Ita Carolita, dan Gatot Winarso melakukan penelitian berjudul “Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Inventarisasi Daerah
Rawan Bencana Longsor Propinsi Lampung”. Longsor merupakan suatu fenomena alam yang sangat potensial menimbulkan kerusakan dan kerugian baik
berupa materi maupun jiwa, walaupun kerugian yang diderita sesaat, akan tetapi lahan yang rusak dalam jangka panjang mempengaruhi kehidupan masyarakat
setempat. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya korban yang lebih banyak, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk menginventarisasi daerah
rawan longsor pada suatu daerah. Model yang diterapkan untuk menentukan daerah rawan bencana longsor adalah pendekatan Model Indeks Storie dengan
mengimplementasikan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis SIG. Berdasarkan analisis di Propinsi Lampung terdapat 5 tingkat rawan
longsor yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah dengan nilai
kisaran hasil pembobotan antara 0,001 – 1,68. Secara umum Propinsi Lampung cukup aman terhadap longsor, sedangkan daerah yang diperkirakan rawan longsor
terdapat di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus dan sebagian di Kabupaten Lampung Utara Arifin, 2006.
Perbandingan antara penelitian-penelitian diatas dengan penelitian penulis secara ringkas disajikan dalam Tabel 2.1. berikut :
B. Dasar Teori
1. Jalan Lingkungan
Menurut Undang-Undang nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, didefinisikan bahwa, ”Jalan adalah suatu prasarana transportasi yang meliputi
segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan, atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Sedangkan Jalan Lingkungan adalah merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan untuk kebutuhan lokal di tingkat kelurahan dan juga menghubungkan antara perumahan dengan jalan
penghubung dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. a.
Klasifikasi Jalan Pengelompokan Jalan lingkungan adalah :
1 Jalan Lingkungan Primer
Jalan lingkungan primer menghubungkan antar pusat kegiatan didalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan pedesaan. Persyaratan
teknis untuk jalan ini adalah : a
jalan yang diperuntukkan bagi kendaraan roda 3 atau lebih, jalan ini didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 15 kmjam, lebar badan
jalan paling rendah adalah 6,5 meter
b jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda 3 atau
lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling rendah 3,5 meter.
2 Jalan Lingkungan Sekunder
Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Persyaratan teknis untuk jalan ini adalah :
a untuk jalan ini diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda 3 atau
lebih, maka jalan ini didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 kmjam, dengan lebar badan jalan paling rendah adalah 6,5
meter. b
sedangkan untuk jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih maka lebar badan jalan paling rendah
adalah 3,5 meter. Tujuan pembangunan jalan lingkungan adalah :
a untuk menunjang kualitas lingkungan perumahan dan permukiman
masyarakat. b
untuk menunjang mobilitas penduduk di lingkungan perumahan dan permukiman
Manfaat pembangunan jalan lingkungan adalah : a
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman masyarakat.
b meningkatkan kemudahan jangkauan transportasi di lingkungan
perumahan dan permukiman.
b. Lapis Perkerasan
Untuk perencanaan pada jalan lokal, yang dapat dibedakan atas jalan lokal yang melayani lalu lintas lokal dan regional serta jalan lokal yang
merupakan jalan lingkungan yaitu jalan yang melayani lalu lintas lokal atau lingkungan seperti perumahan dan perkampungan. Perencanaan untuk jalan
lingkungan dapat menggunakan perkerasan aspal atau juga menggunakan perkerasan dengan bahan paving stone yang relatif lebih indah secara estetika.
Lapis perkerasan jalan aspal seperti pada Gambar 2.1. terdiri atas :
Gambar 2.1. Penampang jalan aspal
Sumber : Modul Bidang Jalan Kota: Standar Teknis Prasarana dan Sarana Jalan Perkotaan,
Dinas Permukiman Jawa Timur, 2002.
Tebal minimum lapisan perkerasan adalah : 1. Lapis permukaan
Batas dari tebal minimum untuk jenis lapisan permukaan seperti Tabel 2.2. dibawah ini :
Tabel 2.2. Tebal minimum lapis permukaan
ITP Tebal Minimum
cm Bahan
3,00 5
Lapis pelindung BurasBurtuBurda 3,00 – 6,70
5 Lapen Aspal Macadam, HRS, Labutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5
Lapen Aspal Macadam, HRS, Labutag, Laston 7,50 – 9,99
7,5 Labutag, Laston
10,00 10
Laston Sumber : Modul Bidang Jalan Kota: Standar Teknis Prasarana dan Sarana Jalan Perkotaan,
Dinas Permukiman Jawa Timur, 2002.