BAB II TINJAUAN TEORETIS
A. Pengertian Perkawinan
Dalam hukum Islam, perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia disamping itu merupakan asal usul dari suatu keluarga, yang mana keluarga sebagai
unsur dari suatu negara. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan suatu
akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan
suatu hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman mawaddah wa rahmah dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah swt.
1
Perkawinan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dalam pernikahan. Allah tidak
menjadikan manusia seperti makhluk-makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara bebas atau tidak ada
aturan. Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah swt memberikan tuntutan yang sesuai dengan martabat manusia. Bentuk perkawinan ini
memberi jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri agar ia tidak laksana rumput yang dapat di makan oleh
binatang ternak manapun dengan seenaknya.
2
1Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan Yogyakarta: LibertyYogyakarta, 1989, h. 9.
2Slamet Dam Aminuddin, Fiqih Munakahat I Bandung : CV Pustaka Setia, 1999, h. 298.
12
13
Mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridhai Allah swt.
3
Sementara Sulaiman Rasyid berpandangan bahwa perkawinan ialah aqad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong
menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Sedangkan Prof. Dr. H. Mahmud Yunus berpendapat bahwa perkawinan ialah
aqad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at.
4
Melihat pengertian perkawinan yang diberikan oleh cendekiawan muslim tampaknya hanya mengemukakan hakikat utama dari suatu perkawinan yaitu
kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang semula dilarang menjadi dibolehkan, yaitu kebutuhan melakukan hubungan
kelamin setelah berlangsungnya aqad nikah untuk mendapatkan kesenangan dari pasangannya.
Dalam kaitan ini, Muhammad Abu Ishrah memberikan definisi yang lebih luas, bahwa perkawinan ialah Aqad yang memberikan faedah hukum kebolehan
mengadakan hubungan keluarga suami istri antara pria dan perempuan dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta
pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
5
3Abd. Kadir Ahmad, Sistem Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, h. 17. 4Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam IslamJakarta: PT Hidakarya Agung, 1985, h.
1 5Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat Jakarta: Prenada Media Group, 2003, h. 9.
14
B. Hukum Perkawinan