CONTOH BAB 2 TINJAUAN TEORETIS PENGARUH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1.

Tinjauan Pustaka

2.1.1. Nilai Perusahaan
2.1.1.1. Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen
mengelola kekayaannya, hal ini bisa dilihat dari pengukuran kinerja keuangan
yang diperoleh. Suatu perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan nilai
perusahaannya.
Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek,
salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan karena harga pasar saham
perusahaan mencerminkan penilaian investor keseluruhan atas setiap ekuitas
yang dimiliki.
Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) dalam Sri Hermuningsih (2009)
nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan
perusahaan yang terkait erat dengan harga sahamnya. Harga saham yang tinggi
membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan kepercayaan pasar

tidak hanya terhadap kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek
perusahaan

di masa mendatang. Harga saham yang digunakan umumnya

mengacu pada harga penutupan (clossing price), dan merupakan harga yang
terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar.

15

16

Pendapat di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Rahayu (2010), ia mengemukakakn bahwa Peningkatan nilai perusahaan biasanya
ditandai dengan naiknya harga saham di pasar.
Rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui nilai pasar
perusahaan yang dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai
penilaian para investor di masa lalu dan prospeknya di masa mendatang
(Martina, 2012). Ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur nilai
pasar perusahaan, salah satunya adalah Price to Book Value.

Menurut Hermawati (2010) Price to Book Value (PBV) adalah angka rasio
yang menjelaskan seberapa kali seorang investor bersedia membayar sebuah
saham untuk setiap nilai buku per sahamnya. PBV diperoleh dengan cara
perbandingan nilai pasar yang diukur dengan harga saham penutupan, terhadap
nilai buku (book value) memberikan penilaian akhir dan mungkin yang paling
menyeluruh atas status pasar saham perusahaan. Book Value dihitung dengan
membagi nilai bersih (net worth) perusahaan dengan jumlah yang beredar. Nilai
bersih adalah selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (liabilities) suatu
perusahaan (Handoko, 2010).
Berbeda dengan Sujoko dan Soebiantoro (2007) dalam Sri Hermuningsih
(2009) dan Rahayu (2010), Ohlson (1995) dalam Darminto (2010) berpendapat
lain, ia mengemukakan bahwa:
“Nilai perusahaan menunjukkan nilai dari berbagai aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan, termasuk surat berharga yang dikeluarkannya. Nilai

17

perusahaan tercermin pada data akuntansi yang terdapat dalam laporan
keuangan”.
Dan menurut Brigham & Ghapenski (1996) dalam Darminto (2010),

manajemen dalam mengelola aktiva secara efisien sebagai upaya meningkatkan
kinerja keuangan maupun nilai perusahaan. Salah satu tugas mendasar dari
manajer meningkatkan atau memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm).
Nilai perusahaan menunjukkan nilai berbagai aset yang dimiliki perusahaan,
termasuk surat-surat berharga yang telah dikeluarkannya.
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
perusahaan dapat diperoleh dari beberapa aspek. Diantaranya adalah harga
saham dan nilai aset yang dimiliki perusahaan.

2.1.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan
Menurut Alfredo (2011) dalam Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai perusahaan, yaitu keputusan pendanaan, kebijakan dividen, keputusan
investasi, struktur
Beberapa faktor

modal,

pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan.

tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai


perusahaan yang tidak konsisten.
a. Keputusan pendanaan
Keputusan

pendanaan

dapat

diartikan

sebagai

keputusan

yang

menyangkut struktur keuangan (financial structure). Struktur keuangan
perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang meliputi


18

hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur
keuangan perusahaan sering kali berubah akibat investasi yang akan dilakukan
perusahaan. Oleh karena itu besar kecilnya investasi yang akan dilakukan
perusahaan akan berpengaruh pada komposisi/struktur pendanaan perusahaan.
Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal yang dapat
memaksimalkan nilai perusahaan dan meminimalkan biaya modal. (Purnamasari,
2009)
Menurut Darminto (2008) keputusan pendanaan (financing decision)
menyangkut komposisi pendanaan berupa ekuitas pemilik (owner's fund),
kewajiban jangka panjang (long term loans) dan kewajiban jangka pendek atau
kewajiban lancar (current liabilities). Sumber modal dapat berasal dari pinjaman
jangka panjang, menambah modal sendiri yang berasal laba ditahan maupun
dengan emisi saham. Penggunaan utang merupakan trade antara benefit and
cost dalam menentukan bauran utang dengan ekuitas yang optimal dalam jangka
panjang. Bauran yang optimal akan menyumbangkan antara benefit and cost
sehingga akan meminimalkan biaya modal dan meningkatkan nilai perusahaan
(Brigham, 1998).
Keputusan pendanaan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan selanjutnya

mempengaruhi kinerja keuangan yang dicapai maupun dalam menentukan
kebijakan dividen. Keputusan pengelolaan aktiva (assets management decision)
menyangkut operasi berbagai jenis aktiva yaitu komponen aktiva lancar dan

19

semua jenis aktiva tetap secara efisiensi untuk memperoleh laba bersih secara
maksimal. (Darminto,2008)

b. Kebijakan dividen
Kebijakan dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah
pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earning) yang ditahan sebagai
cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang
saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila perusahaan penerbit
saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang
sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula.
Dividen diartikan sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham
perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing
pemilik.
Martono dan Harjito (2005:253) menyatakan bahwa kebijakan dividen

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang
sah ham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Rasio pembayaran dividen
(dividend payout ratio) menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas
dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan
persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa

20

perusahaan berupa dividen kas. Apabila laha perusahaaan yang ditahan dalam
jumlah besar, berari laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih
kecil. Dengan demikian aspek penting dari kebijakan dividen adalah menentukan
alokasi laba yang sesuai di antara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba
yang ditahan di perusahaan. kebijakan dividen merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi
di masa datang. Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang
menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen

atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Sementara itu menurut Van Horn (1998:495), kebijakan dividen
merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan.
Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba yang
dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin
sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi
penentuan laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam
kebijakan dividen.
Fama dan French (1998) dalam Wijaya dan Wibawa (2010) menemukan
bahwa investasi yang dihasilkan dari kebijakan dividen memiliki informasi yang
positif tentang perusahaan di masa yang akan datang, selanjutnya berdampak
positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai hasil penelitian Wijaya dan
Wibawa (2010) yang menunjukkan bahwa kebijakan dividen memberikan

21

pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Perusahaan akan membayar dividen
yang besar kepada pemegang saham karena dapat meningkatkan nilai
perusahaan.


c. Keputusan investasi
Keputusan investasi merupakan faktor penting dalam fungsi keuangan
perusahaan. Fama (1978) dalam Hidayat (2010) menyatakan bahwa nilai
perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk
mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan.
Keputusan investasi meliputi investasi pada aktiva jangka pendek (aktiva
lancar) dan aktiva jangka panjang (aktiva tetap). Aktiva jangka pendek biasanya
didefinisikan sebagai aktiva dengan jangka waktu kurang dari satu tahun atau
kurang dari satu siklus bisnis, dalam hal ini dana yang diinvestasikan pada aktiva
jangka pendek diharapkan akan diterima kembali dalam waktu dekat atau kurang
dari satu tahun dan diterima sekaligus. Tujuan perusahaan berinvestasi pada
aktiva jangka pendek adalah untuk digunakan sebagai modal kerja atau
operasional perusahaan. Contoh aktiva jangka pendek adalah persediaan,
piutang, dan kas. Sedangkan aktiva jangka panjang didefinisikan sebagai aktiva
dengan jangka waktu lebih dari satu tahun, dalam hal ini dana yang ditanamkan
pada aktiva jangka panjang akan diterima kembali dalam waktu lebih dari satu

22


tahun dan kembalinya secara bertahap. Tujuan perusahaan berinvestasi pada
aktiva

jangka

panjang

adalah

untuk

meningkatkan

nilai

perusahaan.

(Hidayat.2010)
Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan

investasi antara lain Myers (1977) yang memperkenalkan

Investment

Opportunities Set (IOS). IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai
perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang.
Investment Opportunities Set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang
besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen
dimasa yang akan datang, dimana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan
investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang besar Menurut Gaver
dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), IOS merupakan nilai perusahaan yang
besarnya

tergantung

pada

pengeluaran-

pengeluaran

yang

ditetapkan

manajemen di masa yang akan datang, di mana pada saat ini merupakan pilihanpilihan investasi yang diharapkan akan mengahasilkan return yang lebih besar.
Dari pendapat ini sejalan dengan Smith dan watts (1992) dalam Hasnawati
(2005), bahwa komponen nilai perusahaan merupakan hasil dari pilihan-pilihan
untuk membuat investasi di masa yang akan datang merupakan IOS. Dari definisi
di atas, terdapat dua pengertian mengenai IOS. Satu pendapat mengatakan
bahwa IOS merupakan keputusan investasi yang dilakukan perusahaan untuk
menghasilkan nilai. Di lain pihak IOS didefinisikan sebagai nilai perusahaan yang
nilainya di proksi melalui IOS. IOS tidak dapat diobservasi secara langsung (laten),

23

sehingga dalam perhitungannya menggunakan proksi (Kallapur dan Trombley,
1999). Proksi IOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio
(PER), dimana ratio ini menunjukkan perbandingan antara closing price dengan
laba per lembar saham (earning per share)

d. Struktur modal
Struktur modal merupakan kumpulan dana yang dapat digunakan dan
dialokasikan oleh perusahaan dimana dana tersebut diperoleh dari hutang jangka
panjang dan modal sendiri. Definisi lain mengemukakan struktur modal itu
merupakan campuran atau kumpulan dari hutang, saham preferen dan modal
sendiri yang digunakan untuk menggalang modal (Brigham dan Houston, 2003:
402).
Menurut Weston dan Copeland (1997), ia mengemukakan bahwa Struktur
modal adalah pemenuhan kebutuhan dana jangka panjang melalui hutang dan
ekuitas.

e. Pertumbuhan perusahaan
Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana
pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan
datang dan pertumbuhan yang datang.
Growth adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase

24

perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya. Growth
merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan maupun penurunan
yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun).
Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan
yang akan memengaruhi profitabilitas perusahaan yang menyakini bahwa
persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam
mengukur growth perusahaan. Ukuran yang digunakan adalah dengan
menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva.

f.

Ukuran perusahaan
Ukuran

perusahaan

adalah

peningkatan

dari

kenyataan

bahwa

perusahaan besar akan memiliki kapitalisasi pasar yang besar, nilai buku yang
besar dan laba yang tinggi (Mahatma Dewi dan Wirajaya, 2013).
Sedangkan pada perusahaan kecil akan memiliki kapitalisasi pasar yang
kecil, nilai buku yang kecil dan laba yang rendah. Ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal
ukuran perusahaan dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan, yang
dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan
memiliki total asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam
mempergunakan aset yang ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki
manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang dilakukan oleh pemilik atas
asetnya. Jumlah asset yang besar akan menurunkan nilai perusahaan jika dinilai

25

dari sisi pemilik

perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari sisi manajemen,

kemudahan yang

dimilikinya dalam mengendalikan perusahaan akan

meningkatkan nilai perusahaan.

2.1.2. Coorporate Social Responsibility (CSR)
2.1.2.1. Definisi CSR
Konsep CSR merupakan konsep yang sulit diartikan. Hal inilah yang
membuat definisi CSR sangatlah luas dan bervariasi. Pengertian CSR menurut
Lord Holme dan Richard Watt, dalam Nor Hadi. 2011:46: “CSR adalah komitmen
berkelanjutan dari perusahaan yang berjalan secara etis dan memiliki kontribusi
terhadap pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan
keluarga mereka, dan juga komunitas lokal serta masyarakat luas”.
Pengertian CSR menurut Steiner dan Steiner (2009) dalam Andreas Lako
2011:212) “CSR adalah tanggungjawab dari suatu korporasi untuk menghasilkan
kekayaan dengan cara-cara yang tidak membahayakan, melindungi atau
meningkatkan aset-aset sosial (societal assets)”.
World Bussines Council for Sustainable Development (WBCSD) suatu
asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus
bergerak di bidang pembangunan bekelanjutan (sustainable development)
mendefinisikan CSR dengan lebih luas yaitu “CSR adalah suatu komitmen
berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontrubusi
kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat

26

luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh
keluarganya”.
Pada lingkungan bisnis masa sekarang, CSR masih bersifat normatif,
karena belum ada hukum yang secara resmi memberlakukan CSR sebagai sebuah
kewajiban semua perusahaan. Selain itu, konsep yang bervariasi membuat
beberapa penginterpretasian akan definisi CSR yang berbeda-beda. Corporate
Social Responsibilty (CSR) yang juga dikenal sebagai corporate responsibility,
corporate citizenship, responsible business, sustainable responsible business
(SRB), ataupun corporate social perfomance merupakan bentuk dari regulasi
perusahaan yang diintegrasikan dalam suatu model bisnis. CSR mencakup
pertanggungjawaban sebagai dampak pada aktivitas mereka pada lingkungan,
pelanggan, pekerja, komunitas, stakeholders, dan pemakai lainnya. CSR akan
secara proaktif menaikkan ketertarikan publik dengan mendorong pertumbuhan
dan perkembangan komunitas.
Pada dasarnya, CSR merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh
perusahaan dalam upaya untuk menaikkan ketertarikan public dengan
memperhatikan tiga garis dasar (triple bottom line): People, Planet, Profit. Selama
ini belum ada satu teori tunggal yang diterima untuk menjelaskan akuntansi
sosial dan lingkungan, sehingga masih banyak terdapat variasi dalam hal
perspektif teoritis yang dapat diadopsi (Belkaoui dan Karpik, 1989 dalam Reverte,
2008).

27

2.1.2.2. Landasan Teoritis CSR
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan kecenderungan
pengungkapan CSR, yaitu :
a. Teori Stakeholder ( Stakeholder Theory)
Stakeholder adalah semua pihak, internal maupun eksternal, yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun
eksternal seperti pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar,
lingkungan internasional, lembaga diluar perusahaan (seperti halnya Lembaga
Sosial Masyarakat dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja
perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat
mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan.
Hal pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa stakeholder
adalah sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu
organisasi dan lingkungannya, mengakui sifat saling mempengaruhi antara
keduanya yang kompleks dan dinamis. Hal ini berlaku untuk kedua varian teori
stakeholder, varian pertama berhubungan langsung dengan model akuntabilitas.
Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari
hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh
karena itu organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari
akuntabilitas itu ditentukan dengan hubungan antara stakeholder dan organisasi.

28

Varian dari kedua teori stakeholder berhubungan dengan pandangan
Trekers (1983) dalam Achmad (2007) mengenai emprical accountability. Teori
stakeholder mungkin digunakan dengan ketat dalam suatu organisasi arah
terpusat (centered- way organization). Robert (1992) menyatakan bahwa
pengungkapan sosial perusahaan merupakan sarana yang sukses bagi
perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan stakeholdernya.
Selain itu, Jones, Thomas, dan Andrew (1999) dalam Nor Hadi (2011:94)
menyatakan bahwa pada hakikatnya stakeholder theory mendasarkan diri pada
asumsi, antara lain :
1) The corporation has relationship many constituenty groups (stakeholders)
that effect and are affected by its decisions.
2) The theory is concerned with nature of these relationship in terms of both
processes and outcomes for the firm and its stakeholder.
3) The interest of all (legitimate) stakeholder have intristic value, and no set
of interest is assumed to dominate the others.
4) The theory focuses on managerial decission making.
Berdasarkan asumsi stakeholder theory, maka perusahaan tidak dapat
melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi
stakeholder serta mendudukkannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan
keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan, yaitu
stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam, dalam Nor Hadi. 2011: 94-95).

29

b. Teori Legimitasi (Legitimacy Theory)
Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam
rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu dapat dijadikan sebagai
wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan
upaya memposisikan diri ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju
(Nor Hadi. 2011:87).
Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau
dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan
manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup
(going concern) (O’Donovan, dalam Nor Hadi. 2011:87).
Gray et.al (1996) dalam Nor Hadi (2011:88) berpendapat bahwa legitimasi
merupakan “…..a system-oriented view of organization and society ….permits us
to focus on the role of information and disclosure in the relationship between
organisations, the state, individuals and goup”
Definisi tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi merupakan sistem
pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap
masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat. Untuk itu,
sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi
perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat.
Lindblom (1994) dalam Achmad (2007) menyatakan bahwa suatu
organisasi mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi
berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi kegagalan

30

kinerja perusahaan (seperti kecelakaan yang serius atau skandal keuangan
organisasi mungkin:
1) Mencoba untuk mendidik stakeholdernya tentang tujuan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
2) Mencoba untuk merubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian
(tetapi tidak merubah kinerja aktual organisasi).
3) Mengalihkan (memanipulasi) perhatian dari masalah yang menjadi
perhatian (mengkonsentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif yang
tidak berhubungan dengan kegagalan - kegagalan).
4) Mencoba untuk merubah ekspektasi eksternal tentang kinerjanya.
Teori legitimasi dalam bentuk umum memberikan pandangan yang
penting terhadap praktek pengungkapan sosial perusahaan. Kebanyakan inisiatif
utama pengungkapan sosial perusahaan bisa ditelusuri pada satu atau lebih
strategi legitimasi yang disarankan oleh Lindblom. Sebagai missal, kecenderungan
umum bagi pengungkapan sosial perusahaan untuk menekankan pada poin
positif bagi perilaku organisasi dibandingkan dengan elemen yang negatif.

c. Teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory)
Teori ini muncul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial
masyarakat, agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, termasuk
dalam lingkungan. Perusahaan yang merupakan kelompok orang yang memiliki
kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian

31

dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat
ditentukan oleh masyarakat, di mana antara keduanya saling pengaruhmempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan (equality), maka perlu
kontrak sosial baik secara tersusun baik secara tersurat maupun tersirat, sehingga
terjadi kesepakatankesepakatan yang saling melindungi kepentingan masingmasing (Nor Hadi.2011:96).
Social Contract dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk
menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini,
perusahaan atau organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi
manfaat bagi masyarakat. Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu
berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang
legitimate (Deegan,dalam Nor Hadi 2011:96).
Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial
menjelaskan hak kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang
dibentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan
anggotanya (Rawl, dalam Nor Hadi.2011:97).
Hal ini sejalan dengan konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat
diperoleh manakala terdapat keseuaian antara keberadaan perusahaan yang
tidak menganggu atau sesuai (congruence) dengan eksitensi sistem nilai yang ada
dalam masyarakat dan lingkungan (Deegan, Robin, dan Tobin dalam Nor Hadi
2011:97).

32

Shocker dan Sethi dalam Nor Hadi (2011:98) menjelaskan konsep kontrak
sosial (social contract) bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup dan
kebutuhan masyarakat, kontrak sosial didasarkan pada :
1) Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada msayarakat
luas.
2) Distribusi manfaat ekonomis, sosial, atau pada politik kepada kelompok
sesuai dengan kekuatan yang dimiliki.
Mengingat output perusahaan bermuara pada masyarakat, serta tidak
adanya power institusi yang bersifat permanen, maka perusahaan membutuhkan
legitimasi. Di situ, perusahaan harus melebarkan tanggungjawabnya tidak hanya
sekedar economic responsibility yang lebih diarahkan kepada shareholder
(pemilik perusahaan), namun perusahaan harus memastikan bahwa kegiatannya
tidak melanggar dan bertanggungjawab kepada pemerintah yang dicerminkan
dalam peraturan dan perundangundangan yang berlaku (legal responsibility). Di
samping itu, perusahaan juga tidak dapat mengesampingkan tanggungjawab
kepada masyarakat, yang dicerminkan lewat tanggung jawab dan keberpihakan
pada berbagai persoalan sosial dan lingkungan yang timbul (Nor Hadi 2011:98).

d. Teori Ekonomi Politik

33

Menurut Gray et.al., (1996) dalam Achmad (2007 beliau menyebutkan
bahwa ada dua varian teori ekonomi politik, yaitu klasik (yang biasanya sebagian
besar berhubungan dengan Marx) dan Bourgeois (yang biasanya sebagian besar
berhubungan dengan John Stuart Mill dan ahli ekonomi berikutnya).
Perbedaan penting antara keduanya terletak pada tingkat analisis
pemecahan, yakni konflik struktural dalam masyarakat. Ekonomi politik klasik
meletakkan konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara pada analisis
pokok. Sedangkan Ekonomi politik Bourgeois cenderung menganggap hal-hal
tersebut merupakan suatu yang given dan oleh karena itu, hal-hal tersebut tidak
dimasukkan dalam analisis. Hasilnya, ekonomi politik Bourgeois cenderung
memperhatikan interaksi antar kelompok dalam suatu dunia pluralistic (sebagai
misal, negosiasi antara perusahaan dan kelompok penekan masalah lingkungan,
atau dengan pihak yang berwenang).
Ekonomi politik Bourgeois bisa digunakan dengan baik untuk menjelaskan
tentang praktek pengungkapan sosial. Sedangkan Ekonomi politik klasik hanya
sedikit menjelaskan praktek pengungkapan sosial perusahaan, mempertahankan
bahwa pengungkapan sosial perusahaan dihasilkan secara sukarela.
Ekonomi

politik

klasik

memiliki

pengetahuan

tentang

aturan

pengungkapan wajib, dalam hal ini biasanya negara telah memilih untuk
menentukan beberapa pembatasan terhadap organisasi. Ekonomi politik klasik
akan menginterpretasikan hal ini sebagai bukti bahwa negara bertindak "seakanakan" atas kepentingan kelompok yang tidak diuntungkan (sebagai misal, orang

34

yang tidak mampu, ras minoritas) untuk menjaga legitimasi sistem kapitalis
secara keseluruhan (Gray et. al., 1996) dalam Achmad (2007).

2.1.2.3. Pelaporan Program Corporate Social Responsibility
Laporan tanggung jawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggung
jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian
masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian
yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang
dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan
perseroan yang dilaksanakan selama tahun buku berakhir (Nor Hadi. 2011:206).
Sedangkan menurut Darwin (dalam Fr. Reni 2006), pertanggungjawaban sosial
perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya
dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab organisasi
dibidang hukum.
Darwin

(dalam

Fr.

Reni,

2006)

mengatakan

bahwa

Corporate

Sustainability Reporting terbagi menjadi tiga kategori yaitu kinerja ekonomi,
kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan Zhegal dan Ahmed (dalam Fr.
Reni, 2006) mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial
perusahaan, yaitu:

35

1) Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau
perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan
pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.
2) Energi, meliputi konservasi energi, efisiensi energi.
3) Praktik bisnis yang wajar, meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan
perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
4) Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam
kaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan seni.
5) Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi.
Grey et al. (1995) dalam Fr.Reni (2006) mengatakan bahwa sifat dan
volume pelaporan mengenai pertanggungjawaban sosial perusahaan bervariasi
antar waktu dan antar negara, hal ini disebabkan isu-isu yang dipandang penting
oleh satu negara mungkin akan menjadi kurang penting bagi negara lain.
Lewis & Unerman (1999) dalam Fr.Reni (2006) mengatakan bahwa variasi
pelaporan tersebut disebabkan oleh budaya atau norma yang berlaku pada
masing- masing negara.

2.1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pengungkapan CSR
a. Profitabilitas
Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti: laba operasi, laba
bersih, tingkat pengembalian investasi atau aktiva, dan tingkat pengembalian
ekuitas pemilik. Ang (1997) dalam Jayanti (2011) mengungkapkan bahwa rasio

36

profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang
saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan
yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan
dividennya. Para manajer tidak hanya mendapatkan dividen, tapi juga akan
memperoleh power yang lebih besar dalam menentukan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian, semakin besar dividen (dividend payout) akan semakin
menghemat biaya modal, di sisi lain para manajer (insider) menjadi meningkat
powernya bahkan bisa meningkatkan kepemilikannya akibat penerimaan deviden
sebagai hasil keuntungan yang tinggi. Jadi, profitabilitas menjadi pertimbangan
penting bagi investor dalam keputusan investasinya.
Hubungan antara pengungkapan sosial perusahaan dan profitabilitas
perusahaan telah menjadi postulat untuk menggambarkan pandangan bahwa
tanggapan sosial memerlukan gaya manajerial yang sama seperti apa yang perlu
dilakukan untuk membuat perusahaan menghasilkan laba, Bowman & Haire
(1916) dalam Achmad (2007). Pengungkapan sosial perusahaan dipercaya
mencerminkan suatu pendekatan manajemen adaptif yang berhubungan dengan
suatu lingkungan yang dinamik, multidemensinal, mempunyai kemampuan untuk
menghadapi tekanan sosial dan tanggap terhadap kebutuhan sosial.
Kemampuan manajemen seperti dianggap perlu untuk dipertahankan
dalam lingkungan perusahaan sekarang ini (Cowen el al., 1987) meskipun
demikian Bowman & Haire, (1976) dalam Achmad (2007) menyatakan bahwa

37

profitabilitas adalah faktor yang memungkinkan manajemen bebas dan fleksibel
untuk melakukan dan menyatakan pada pemegang saham program-program
pertanggungjawaban sosial yang ekstensif.

b. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk
menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan
tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan
besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan
pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan
pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001) dalam Jayanti
(2011). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui pelaporan
keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari
biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat.
Teori legitimasi memiliki alasan tentang hubungan ukuran perusahaan
dan pengungkapan. Perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih
banyak sehingga memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat,
memiliki lebih banyak pemegang saham yang punya perhatian terhadap program
sosial yang dilakukan perusahaan dan laporan tahunan merupakan alat yang
efisien untuk mengkomunikasikan informasi ini (Cowen et. Al., 1987) dalam
Achmad (2007). Ada tiga alternatif proksi yang dapat digunakan untuk

38

menentukan besarnya ukuran perusahaan, yaitu melalui ukuran aktiva, penjualan
bersih, dan kapitalisasi pasar (market capitalized). Total aktiva lebih
mencerminkan ukuran perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Fitriani (2001)
dalam Sri dan Sawitri (2011) bahwa total aktiva lebih menunjukkan ukuran
perusahaan dibandingkan kapitalisasi pasar.

c.

Kepemilikan Saham Publik
Kepemilikan saham publik (public shareholding) adalah proporsi

kepemilikan saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat terhadap saham
perusahaan di Indonesia. Publik sendiri adalah individu atau insitusi yang
memiliki kepemilikan saham di bawah 5% yang berada di luar manajemen dan
tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan (Putri, 2008 dalam Eka
2011). Sementara perusahaan perseroan (PT) yang memiliki saham perusahaan
bersangkutan, tidak dimasukkan dalam kategori publik. Pertimbangan ini
dilakukan karena dapat menjadikan luas pengungkapan laporan keuangan tidak
banyak berpengaruh terhadap keputusan manajemen.
Menurut Putri (2008) dalam Eka (2011) berpendapat bahwa, Informasi
keuangan yang disampaikan manajemen, oleh para investor digunakan untuk
menganalisis kinerja manajemen dan kondisi perusahaan di masa yang akan
datang guna mengurangi risiko investasi. Agar publik mau melakukan investasi
pada perusahaan dan percaya terhadap rendahnya risiko investasi, maka
perusahaan harus menampilkan keunggulan dan eksistensi perusahaan terhadap

39

publik. Salah satu caranya adalah mengungkapkan mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR). Semakin besar komposisi saham perusahaan yang
dimiliki publik, maka dapat memicu melakukan pengungkapan secara luas
termasuk pengungkapan CSR.

d. Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan wakil shareholder didalam suatu entitas
yang berbadan hukum perseroan terbatas. Selain sebagai wakil shareholder,
dewan komisaris memiliki tugas untuk mengawasi, memberikan pengarahan
pada pengelola perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi), dan
bertanggungjawab

untuk

menentukan

apakah

manajemen

memenuhi

tanggungjawab mereka dalam mengembangkan, serta menyelenggarakan
pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002) dalam Eka (2011). Dengan
wewenang yang dimilikinya, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang
cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan tanggung jawab
sosial perusahaan. Sebagai wakil dari prinsipal di dalam perusahaan, dewan
komisaris dapat mempengaruhi luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial,
karena dewan komisaris merupakan pelaksana tertinggi didalam entitas. Dengan
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan, maka image perusahaan
akan semakin baik (Gray et al., 1988 dalam Fr.Reni, 2006).
Dewan komisaris tentunya, menginginkan adanya peningkatan citra
perusahaan kedepannya. Banyaknya jumlah dewan komisaris didalam entitas,

40

maka akan menentukan pengaruhnya terhadap pengungkapan tanggung jawab
social perusahaan. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller dan Gregory
(1999) dalam Eddy (2005) juga menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota
dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO (Chief
Executive Officer) dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif.
Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan
terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

e. Leverage
Leverage merupakan rasio untuk mengukur besarnya aktiva yang dibiayai
oleh utang atau proporsi total utang terhadap ratarata ekuitas pemegang saham.
Rasio laverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki
perusahaan, sehingga dapat dilihat resiko tak tertagihnya suatu utang.
Tambahan

informasi

diperlukan

untuk

menghilangkan

keraguan

pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur
(Schipper,1981 dan Meek et,al 1995) dalam (Andreas,2009). Oleh karena itu
perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk
melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio
laverage yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori keagenan yang memprediksi
bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan
lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur
modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976) dalam Fr. Reni (2006).

41

Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi leverage, besar
kemungkinan perusahaan untuk melakukan pelanggaran terhadap kontrak utang,
sehingga manajer akan melaporkan laba saat ini lebih tinggi dibandingkan laba
masa depan (Scott, 2000) dalam Ardilla (2011). Dengan laba yang dilaporkan
lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian
utang dan manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan
laba sekarang. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Eddy (2005) keputusan
untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk
pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Sesuai dengan teori agensi maka
manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan
dari para debtholders.

f. Pengungkapan Media
Jika perusahaan ingin mendapat kepercayaan dan legitimasi melalui
kegiatan CSR, maka perusahaan harus mempunyai kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan pemangku kepentingan dan berkomunikasi dengan pemangku
kepentingannya secara efektif.
Fungsi komunikasi menjadi sangat pokok dalam manajemen CSR.
Perusahaan harus memberikan informasi tentang tanggung jawab sosialnya dan
pesan lain yang terkait kepada para karyawan, pelanggan, dan pemangku
kepentingan lain, dan secara umum, kepada seluruh masyarakat dengan berbagai

42

alat komunikasi (Ati:2011). Studi empiris yang dilakukan CSR Europe menyatakan
bahwa ada beberapa cara lain untuk mengomunikasikan CSR, yaitu laporan sosial
(social report), laporan tematik (thematic report), codes of conduct, web
(websites), konsultasi pemangku kepentingan, komunikasi internal, pemberian
hadiah, cause-related marketing, komunikasi pada kemasan produk, intervensi
pada media dan TV, dan komunikasi pada pusat penjualan.
Untuk mengkomunikasikan CSRnya perusahaan bisa mengungkapkan
kegiatan-kegiatan tersebut dengan berbagai media. Terdapat tiga media yang
biasanya dipakai perusahaandalam pengungkapan CSR perusahaan, yaitu melalui
TV, koran, serta internet (WEB perusahaan). Media TV merupakan media yang
paling efektif dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi,
media ini hanya digunakan oleh beberapa perusahaan saja. Media internet (WEB)
merupakan media yang efektif dengan didukung oleh para pemakai internet yang
mulai meningkat. Sedangkan media koran merupakan media yang sudah sering
digunakan oleh perusahaan, serta dapat digunakan sebagai dokumentasi. Dengan
mengkomunikasikan CSR melalui mediamedia tersebut, diharapkan masyarakat
mengetahui aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan.
Pengkomunikasian CSR melalui media akan meningkatkan reputasi
perusahaan di mata masyarakat. Pada pelaksanaannya, hal inilah yang menjadi
bagian pada proses membangun institusi, membentuk norma yang diterima dan
legitimasi praktik CSR.

43

Penelitian teori legitimasi secara luas menguji peran yang dimainkan oleh
berita media pada peningkatan tekanan yang diakibatkan oleh tuntutan publik
terhadap perusahaan. Media mempunyai peran penting pada pergerakan
mobilisasi sosial, misalnya kelompok yang tertarik pada lingkungan (Patten, 2002
dalam Reverte, 2008). Menurut Simon (1992) dalam Reverte (2008), media
adalah sumber daya pada informasi lingkungan.
Media tidak hanya memainkan peran pasif pada bentuk norma institusi,
akan tetapi juga berperan aktif dengan memberikan riwayat pelaporan dan
menyusunnya untuk menggambarkan nilai dari suatu perusahaan. Dengan
demikian, secara tidak langsung media juga mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan.
Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan melalui media website
adalah merupakan kategori pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh
perusahaan. Signalling theory dapat digunakan untuk memprediksi kualitas
pengungkapan perusahaan, yaitu dengan penggunaan internet sebagai media
pengungkapan perusahaan dapat meningkatkan kualitas pengungkapan.
(Luciana, 2008).

2.1.3. Kinerja Keuangan
2.1.3.1. Pengertian Kinerja Keuangan

44

Kinerja keuangan adalah prestasi kerja suatu perusahaan di bidang
keuangan. Kinerja keuangan juga dapat diartikan sebagai prestasi yang telah
diwujudkan melalui kerja yang telah dilakukan dan dituangkan dalam laporan
keuangan serta dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui tingkat
keberhasilan perusahaan dalam periode tertentu (Kwartika, 2007).
Menurut Hanafi dan Halim (1996), kinerja keuangan

berarti kondisi

keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu yang berbeda dari kondisi
sebelumnya, dimana kinerja ini diukur dengan rasio keuangan yang terdiri dari
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas, dan pasar. Kinerja keuangan
merupakan kemampuan perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kondisi
keuangan perusahaan sehingga tidak mengarahkan perusahaan kepada risiko
keuangan yang lebih besar (Husnan, 1998 dalam Ana, 2006).
Sedangkan menurut Chandra (2010) kinerja keuangan merupakan prestasi
kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan
tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Untuk memahami kinerja keuangan diperlukan sumber informasi yang
akurat, yaitu laporan keuangan. Laporan Keuangan sendiri merupakan hal yang
wajib bagi setiap perusahaan karena laporan keuangan merupakan alat yang
sangat penting untuk
keuangan dan hasil-hasil

memperoleh informasi sehubungan dengan posisi
pencapaian perusahaan. Maka karenanya setiap

periode tertentu perusahaan diwajibkan untuk melaporkan keuangannya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya.

45

Laporan Keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.
01 tahun 2012, menyatakan bahwa:
“Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan juga
menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”.
Menurut Kasmir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan Edisi ke 7
(2014:7), menyatakan bahwa:
“Laporan Keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan informasi yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil
yang telah dicapai suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu.

2.1.3.2. Tujuan Laporan Keuangan
Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
laporan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode
tertentu.
Menurut Kasmir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan edisi ke 7
(2014:11), tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan adalah sebagai
berikut:

46

1. “Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu
4. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam suatu periode tertentu
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva, dan modal perubahan
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode
7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan
8. Informasi keuangan lainnya”.
Sedangkan menurut Standar Akuntansi Indonesia dalam Sofyan Syafri
Harahap (2011:70), merumuskan tentang tujuan laporan keuangan, sebagai
berikut:
“Tujuan

laporan

keuangan

adalah

menyediakan

informasi

yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi”.

47

Berdasarkan tujuan laporan keuangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dengan memperoleh laporan keuangan suatu perusahaan dapat diketahui kondisi
keuangan perusahaan tersebut secara menyeluruh. Kemudian, laporan keuangan
tidak hanya sekedar cukup dibaca saja tetapi juga harus dimengerti dan difahami
tentang posisi keuangan perusahaan pada saat itu.

2.1.3.3. Kegunaan Laporan Keuangan
Menurut Mustafa dalam blognya Akuntansi ID (http://akuntansiid.com/273-fungsi-laporan-keuangan)tahun 2013, kegunaan laporan keuangan
adalah sebagai berikut:
a. Menyusun Perencanaan Kegiatan Perusahaan
Laporan keuangan memberikan sebuah informasi yang berisi tentang
kemampuan dari perusahaan untuk mengerjakan sebuah perkerjaan.
Kemampuan yang dimaksud adalah dari segi dana / keuangan. Tentunya
gambaran

tersebut

akan

mampu

membuat

perusahaan

untuk

merencanakan sebuah kegiatan yang menurut manajemen cocok untuk di
laksanakan dan sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan. Tujuannya
tentu adalah agar perusahaan tidak mengalami kerugian karena
menjalankan pekerjaan yang pada pertengahan kehabisan dana dan
akhirnya merugikan perusahaan.
b. Mengendalikan Perusahaan

48

Selain untuk menyusun perencanaan kegiatan perusahaan, laporan
keuangan juga memberikan sebuah gambaran akan beberapa faktor yang
mungkin timbul di masa yang akan datang. Gambaran tersebut akan
memudahkan pihak manajemen perusahan untuk mempertimbangkan
langkah selanjutnya. Misalnya melihat kondisi perusahaan banyak piutang
yang tertunggak, tentu pihak perusahaan akan berusaha untuk
mengantisipasi hal tersebut dengan mengurangi penjualan kredit dan
meningkatkan penagihan.
c. Dasar Pembuatan Keputusan Dalam Perusahaan
Hampir sama dengan kedua point di atas bahwa dengan adanya laporan
keuangan akan memudahkan pihak manajemen untuk mengambil
tindakan, perencanaan yang kemudian di tetapkan menjadi sebuah
keputusan atas kelanjutan perusahaan.
d. Pertimbangan dan pertanggung jawaban pada pihak Ekstern
Setiap perusahaan akan memiliki keterkaitan dengan pihak luar (ekstern).
Misalnya saja dengan pihak yang ingin investasi ke perusahaan, atau pihak
pemberi pinjaman seperti bank tentu ingin melihat laporan keuangan
yang dimiliki perusahaan. Disinilah fungsi laporan keuangan sebagai
pertimbangan. Sedangkan untuk fungsi pertanggung jawaban adalah
misalnya pada pihak pajak yang membutuhkan laporan keuangan untuk
menghitung pajak perusahaan.
2.1.3.4.Sifat Laporan Keuangan

49

Penyusunan laporan keuangan didasarkan pada sifat laporan keuangan itu
sendiri. Menurut Kasmir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan edisi ke 7
(2014:12), sifat laporan keuangan terdiri dari:
1. Bersifat historis
Bersifat historis artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan disusun dari
data masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang. Misalnya
laporan keuangan disusun berdasarkan data satu atau dua atau beberapa.
2. Bersifat menyeluruh
Bersifat menyeluruh artinya laporan keuangan dibuat selengkap mungkin.
Artinya laporan keuangan disusun sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Pembuatan dan penyusunan yang hanya sebagian-sebagian
(tidak lengkap) tidak akan memberikan informasi yang lengkap tentang
keuangan suatu perusahaan.

2.1.3.5. Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan terdiri dari beberapa
jenis, tergantung dari maksud dan tujuan pembuatan laporan keuangan tersebut.
Masing-masing laporan keuangan memiliki arti tersendiri dalam melihat kondisi
keuangan perusahaan.
Jenis-jenis laporan keuangan menurut Pedoman Standak Akuntansi 1
tahun 2013, laporan keuangan lengkap terdiri dari:
1. Laporan Posisi Keuangan

50

Menurut Kasmir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan (2014:28),
menyatakan bahwa:
“Neraca (balanced sheet) merupakan laporan yang menunjukkan posisi
keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi keuangan
dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva (harta) dan passiva
(kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang
dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur
pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba
(atau rugi) bersih.
3. Laporan Perubahan Modal
Sofyan Syafri Harahap mengemukakan Laporan Perubahan Ekuitas dalam
bukunya Teori Akuntansi (2011:219), sebagai berikut:
“Laporan perubahan modal menyajikan peningkatan dan penurunan
aktiva bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan
berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus
diungkapkan dalam laporan keuangan”.
Laporan perubahan modal jarang dibuat jika tidak terjadi perubahan
modal pada perusahaan yang bersangkutan.
4. Laporan Arus Kas

51

Laporan arus kas adalah laporan yang menunjukkan semua aspek yang
berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik yang berpengaruh langsung
maupun yang tidak berpengaruh langsung terhadap kas.
5. Laporan Komparatif
Laporan komparatif adalah laporan yang disajikan berdampingan untuk
dua tahun atau lebih. Melalui laporan komparatif akan dapat dinilai
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
struktur modal perusahaan, distribusi aktivanya keefektifan penggunaan
aktiva, hasil usaha atau pendapatan yang telah diperoleh, beban-beban
tetap yang harus dibayar, serta nilai buku setiap lembar saham
perusahaan yang bersangkutan.
6. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang memberikan
informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan
tertentu. Artinya, terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan
keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dahulu hingga jelas.

2.1.3.6.Keterbatasan Laporan Keuangan
Laporan keuangan belum dapat dikatakan mencerminkan keadaan
keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan adanya