Periode penggunaan mesin motor, periode ini terdiri atas beberapa

sehingga mereka dapat menyeberang ke Makassar untuk menjual hasil tangkapan dan sekaligus belanja kebutuhan pokok. Kedua, adanya persiapan peralihan administrasi pemerintahan dari ibu kota kecamatan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Pangkep menjadi salah satu keluarahan dalam wilayah Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar yang secara defenitif berjalan sejak tahun 1971. Ketiga, masyarakat lebih senang berbelanja kebutuhan pokok dari penjual gerobak keli ling pa’lili dari pada ke pasar karena adanya kemudahan misalnya didatangi ke rumahnya. Jauh sebelum tahun 1968 komunitas pulau ini telah mengenal pasar keliling bahasa setempat disebut Pa’lili, yaitu penjual pasar gerobak dorong yang menjajakan kebutuhan pokok masyarakat seperti : beras, sayuran, ikan, buah, cabe, tomat dan kebutuhan dapur lainnya . Ketika pasar yang sudah dibangun tersebut berjalan keberadaan pasar gerobak tetap berjalan dan hingga saat ini semakin ramai. Pedagang gerobak pa’lili mendatangkan barang dagangannya dari kota Makassar yaitu dari Pasar Cidu dan Pasar Terong. Adapun sejarah transportasi para pa’lili tersebut yaitu : 1. Periode sebelum penggugunan mesin motor, yaitu sebelum tahun 1970-an para pedagang menggunakan perahu layar perahu pappalimbang, mereka berangkat dari Pulau Barrang Lompo antara jam 10 atau 11 pagi dengan waktu tempuh 3 sd 4 jam tergantung kondisi cuaca dan kecepatan angin. Mereka balik pada malam harinya karena menuggu tiupan angin darat yang mendorong perahu layar mereka balik ke pulau. Dalam situasi demikian terpaksa harus menjual malam dan sisanya dijual pada esok harinya. Pada masa ini para pedagang pada umumnya hanya menjajakan kebutuhan pokok lainnya di luar ikan, karena ikan masih mudah mereka dapatkan di laut dan kalaupun tidak melaut, mereka masih bisa memperoleh ikan dari tetangganya.

2. Periode penggunaan mesin motor, periode ini terdiri atas beberapa

tahapan yaitu :  Penggunaan mesin katinting penduduk setemat menyebutnya mesin bulo-bulo berlangsung tahun 1970-an.  Penggunaan mesin tempel perahu tempel tahun 1975 sd 1977  Penggunaan mesin Yanmar perahu motor tahun 1980-an  Penggunaan mesin kubota jolloro tahun 1985-an  Penggunaan Kapal Motor tahun 1995-an sampai sekarang. Guna menunjang proses transportasi tersebut di atas, maka dibangunlah pelabuhan berupa jembatan yang terbuat dari kayu ulin masyarakat menyebutnya dermaga. Sekitar tahun 1950-an dermaga I dibangun atas inisiatif seorang pengusaha warga setempat sebagai tempat sandar perahunya. Konon tempat membangun dermaga I tersebut merupakan tempat dimana kapal Jepang pernah menurunkan jangkar dan sandar disitu. Sekitar tahun 1970-an dermaga II dibangun tidak jauh dari tempat dibangunnya dermaga I. Alasan pembangunannya karena dermaga I telah rusak dan tidak dapat disandari perahu berukuran besar. Dermaga II dibangun atas inisiatif pemerintah setempat dalam hal ini kepala kelurahan ketika itu era Pak Patompo sebagai walikota Makassar dan pembangunannya berlangsung atas partisipasi masyarakat setempat. Dermaga atau pelabuhan ini telah empat kali mengalami perbaikan dan terakhir tahun 20112012 yang dianggarkan melalui program PNPM mandiri dengan dana sebesar Rp. 360 juta. Saat ini dermaga tersebut semakin panjang dan luas sehingga dapat disandari banyak kapal termasuk kapal besar yang berpenumpang hingga 200-an orang. Saat ini ada 5 perahu motor yang melayani penyeberangan dari pulau ini ke Makassar pulang pergi, 4 diantaranya sandar di pelabuhan Kayu Bangkoa yang setiap pagi berangkat antara pukul 6.30 sampai dengan pukul 7.30, sementara yang satu lagi berangkat pukul 8.00 pagi dan sandar di pelabuhan Paotere. Kapal-kapal tersebut mengangkut para penjaja kebutuhan pokok misalnya sayur mayur, dan kebutuhan kecil lainnya. Kapal yang sandar di pelabuhan Kayu Bangkoa balik lagi menuju pulau dari pukul 10.30 hingga pukul 11.00 siang, sementara yang sandar di Paotere balik lagi pada pukul 12.00 siang. Setiap kapal rata-rata mengangkut penumpang paling kurang 20 orang diluar angkutan lain misalnya motor warga dan barang dagangannya berupa kebutuhan pokok termasuk hasil alamnya. Setiap penumpang dewasa membayar Rp. 10.000,- sekali jalan, anak-anak dibawah umur hanya setengahnya saja, sedangkan bayi dan atau balita tidak membayar. Adapun waktu tempuh dari dermaga Barrang Lompo ke dermaga Kayu Bangkoa rata-rata satu jam jika juaca normal namun apabila cuaca buruk maka waktu tempuh bisa lebih dari satu jam. Sementara waktu tempuh dari dermaga Barrang Lompo ke dermaga Paotere lebih dari satu jam dalam kondisi cuaca normal dan apabila cuaca buruk maka bisa sampai dua jam.

5. DAMPAK INTERVENSI NEGARA TERHADAP PERUBAHAN KAPITAL SOSIAL