BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan selanjutnya
disebut BPK. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta perubahannya selanjutnya disebut UUD 1945 Pasal 23 ayat 5 ditegaskan
bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
1
Pelaksanaan amanat Pasal 23 UUD 1945 tersebut adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan selanjutnya disebut UU BPK mengatur bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara. Status hukum uang negara yang
1
Bohari, Pengawasan Keuangan Negara Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hlm.9.
Universitas Sumatera Utara
ditempatkan melalui keputusan penyertaan modal oleh pemerintah dalam bentuk saham di Badan Usaha Milik Negara selanjutnya disebut BUMN yang berbadan hukum
persero masih terus dijadikan polemik hukum. Bahkan kini bukan hanya jadi wacana publik, melainkan juga sudah ada beberapa pihak yang mengajukan uji materi untuk
membatalkan pengaturan yang menempatkan uang yang dikelola BUMN sebagai bagian dari keuangan negara di Mahkamah Konstitusi MK.
2
Pengaturan hukum mengenai status uang negara di BUMN selama ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara selanjutnya disebut UU Keuangan Negara, yang antara lain terdapat frasa: “…termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaradaerah” yang
telah menempatkan uang negara di BUMN sebagai cakupan rezim hukum keuangan negara. Penempatan status hukum uang negara di BUMN, sebagaimana diatur pada
Pasal 3 huruf g UU Keuangan Negara, tak lepas dari amanat Pasal 23 E UUD 1945 yang menempatkan seluruh tipologi kekayaan negaradaerah yang bersumber dari
keuangan negara berada di bawah otoritas audit dari Badan Pemeriksa Keuangan. Jika dilihat secara historis terhadap status hukum uang negara di BUMN
sebenarnya sejak berlakunya hukum keuangan negara pada masa Hindia Belanda yang dikenal dengan Indonesische Comptabiliteit Wet ICW, yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia, telah menganut definisi luas terhadap makna keuangan negara yang menempatkan uang di BUMN sebagai cakupan rezim
2
Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara Jakarta: Kompas Gramedia,2014, hlm.34.
Universitas Sumatera Utara
hukum keuangan negara. Hal itu berarti apa yang diatur dalam UU Keuangan Negara saat ini sudah memiliki latar belakang sejarah yang sangat kuat.
Manajemen keuangan BUMN yang buruk di masa lalu, ditambah rendahnya kapasitas institusi-institusi bisnis negara itu dalam menginternalisasikan tata kelola
keuangan perusahaan yang baik, telah membawa uang negara yang dipisahkan dengan tujuan menambah penghasilan negara untuk kemakmuran rakyat tersebut ke dalam
siklus ekonomi-politik. Seringnya BUMN dijadikan sebagai arena transaksi dan negoisasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha akan membahayakan
keselamatan keuangan negara, maka dari itu perlu dilakukan upaya penyelamatan keuangan negara.
Upaya penyelamatan keuangan negara lewat pengaturan definisi keuangan negara yang luas, secara ideal akan sangat menjanjikan bagi upaya penyelamatan keuangan
negara dari penyimpangan, namun menjadi persoalan, ketika dikorelasikan dengan ketentuan perundang-undangan lain. Penetapan dan pengesahan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara selanjutnya disebut UU BUMN telah menimbulkan berbagai permasalahan terkait status keuangan negara di
lingkungan BUMN baik dari sisi kepemilikan maupun pengawasan dan pengelolaannya. Pasal 4 ayat 1 UU BUMN merumuskan: “modal BUMN merupakan dan berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 4 ayat 2 huruf a menyatakan bahwa penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Universitas Sumatera Utara
Rumusan Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2 huruf a UU BUMN ini, dijelaskan dalam bagian penjelasan pasal. Penjelasan Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2 huruf a UU BUMN
menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan
penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, melainkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat dengan mengikuti tata kelola dan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga meliputi proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN danatau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.
Jika ditinjau dari teori sumber, uang negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN untuk diinvestasikan di BUMN jelas
bersumber dari uang rakyat di APBN. Hal itu berimplikasi bahwa BUMN harus tunduk pada mekanisme pengelolaan, pertanggungjawaban,dan pemeriksaan yang sama dengan
aliran keuangan negara lainnya. Asas kelengkapan yang dikenal pada hukum keuangan negara mengharuskan seluruh uang negara bersifat transparan dan tak ada yang terlepas
dari pengawasan parlemen sebagai representasi rakyat. BUMN tidak boleh berlindung di balik otonomi badan hukum privat untuk melucuti akses pengawasan rakyat terhadap
uang negara yang dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan tentang status keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dalam paket undang-undang keuangan negara, undang-undang badan usaha milik negara dan
undang-undang perseroan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan tentang klaim kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan audit keuangan di
lingkungan BUMN Persero. Negara, pada satu sisi ingin menyelamatkan keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dari penyelewengan dan penyalahgunaan di dalam
pengelolaaanya, tetapi pada sisi lain BUMN Persero dihadapkan pada upaya untuk semakin memajukan BUMN Persero melalui mekanisme BUMN yang sehat, seturut
prinsip Good Corporate Governance GCG. Mekanisme BUMN dengan berbagai kebijakan dan terobosan mengandung dua
kemungkinan yakni kemajuan yang luar biasa atau kerugian dari transaksi yang dilakukan atas suatu keputusan bisnis business judgement. Maka dari itu, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan keuangan negara di BUMN agar dapat menyelamatkan keuangan negara dari kemungkinan kerugian yang akan
diterima. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan skripsi ini akan diberi judul
“ANALISIS YURIDIS
TERHADAP FUNGSI
PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
BPK”
B. Perumusan Masalah