12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Akulturasi Budaya
1. Pengertian Akulturasi
Dyson dalam Sujarwa 2001: 20 menyatakan Akulturasi adalah bertemunya dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Unsur-unsur budaya yang berbeda itu
saling bersentuhan dan saling meminjam, tetapi ciri khas masing-masing budaya yang berbeda tidak hilang dan tetap dipertahankan keberadaannya.
Akulturasi di dalam penelitian ini dimaksudkan adalah akulturasi antara ajaran agama kristen atau kekristenan dengan budaya jawa yang masih terjaga
keutuhannya dalam setiap tata ibadah yang ada di Gereja. Ajaran agama dapat berjalan dengan mudah bila disesuaikan dengan budaya setiap daerah tertentu.
Itulah yang terjadi dalam Gereja injili Di Tanah Jawa ini. McIntosh 2006: 119 mengatakan bahwa kebudayaan meliputi segenap
keberadaan kita dan memberikan arti tentang bagaimana kita memahami kehidupan. Bagaimana kita memahami Allah, membaca Alkitab, menafsirkan
injil, dan hidup sebagai suatu gereja semuanya tertanam dalam perspektif kebudayaan. Konteks budaya yang berbeda mengembangkan perilaku dan sistem
makna yang berbeda. Ini berarti bahwa perbedaan setiap budaya mempengaruhi pula perbedaan pengajaran tentang kekristenan di setiap daerah dengan budaya
yang berbeda.
2. Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang terpisahkan. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” yang merupakan bentuk
jamak dari “buddhi” yang berarti “akal”. Spredley dalam Koentjaraningrat 2000: 181 menyatakan kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang dapat
diperoleh melalui proses belajar, yang digunakan untuk menginteprestasikan pengalaman sehingga melahirkan tingkah laku seseorang.
Koentjaraningrat 2000: 180 menyatakan bahwa menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tidakan manusia adalah
:kebudayaan” karena hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar.
Parsons dalam Koentaraningrat 2000: 186 mengungkapkan bahwa kebudayaan dapat diwujudkan ke dalam tiga wujud, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, dan sebagainya 2.
Wujud kebudayaan sebagai uatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan yang lainnya, namun setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum
bagi semua kebudayaan dimanapun berada, yaitu: 1.
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dengan tingkah
lakunya
4. Kebudayaan berisi aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan- tindakan yag diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diinginkan Soekanto, 1982: 160.
E.B. Tylor menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan
lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan lain yang dibutuhkan oleh manusia sebagai warga masyarakat Soekanto, 1982: 150.
Kebudayaan yang dimiliki manusia memiliki tujuh unsur universal, yaitu: sistem religi, sistem dan organisasi sosial, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,
sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi dan peralatan. Dari tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dapat dibagi dalam sub-sub unsur yang lain. Salah
satunya adalah unsur religi, yang mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus dan sebagainya,
tetapi mempunyai wujud yang lain yang berupa upacara-upacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala Koentjaraningrat 2000: 204.
Ritus religi orang Jawa khususnya Jawa kejawen adalah slametan yaitu suatu jamuan makan seremonial sederhana dengan mengundang semua teteangga
dan keselarasan diantara para tetangga dan alam raya dipulihkan kembali. Dalam slametan terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa,
yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan dan kerukunan Suseno 2001: 15. Pada masyarakat umumnya slametan diadakan pada saat peristiwa penting dalam hidup
seperti peristiwa yang berkaitan dengan siklus hidup, bersih desa, pembuatan rumah dan sebagainya.
B. Masyarakat dan Kebudayaan Jawa