Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(1)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke:

navigasi

,

cari

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

atau

BPJS

merupakan lembaga yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program

jaminan sosial

di

Indonesia

menurut Undang-undang Nomor 40

Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional

, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah

lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT

Askes

dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT

Jamsostek

.

[1]

Transformasi PT Askes

dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan

menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS

Ketenagakerjaan.

[2]

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa

memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.

Daftar isi

1 Kepesertaan Wajib

2 Dasar hukum

3 Sejarah pembentukan

4 Besaran iuran

5 Proses transformasi

6 Referensi

7 Pranala luar

Kepesertaan Wajib

Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama

minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.

[3]

Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang

atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota

keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan

kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui

program Bantuan Iuran.


(2)

Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja

informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib

mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.

Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan

pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.

Menteri Kesehatan

Nafsiah Mboi

menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk

menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.

[4]

Dasar hukum

1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.

Sejarah pembentukan

Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan)

bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya

disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang

BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011.

[5]

Menteri Keuangan (saat itu)

Agus Martowardojo

mengatakan, pengelolaan dana sosial pada

kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah

mengusulkan dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu

yang memberatkan kondisi perekonomian.

[6]

Besaran iuran

Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9

triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin.

[7]

Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22

ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali

warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerinta.

[8]

.

Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS

menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.

[9]

Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI

Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai

pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat

melaksanakan program

Kartu Jakarta Sehat

. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan

menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.

[10]

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima

Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka


(3)

yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran

iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu

sebesar Rp38.000.

[11]

Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS

menjadi sekitar Rp27 ribu per orang per bulan.

[12]

Proses transformasi

Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang

berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia.

[13]

Namun pelaksanaan

Sistem Jaminan Sosial Nasional

oleh BPJS pada 2014 diperkirakan

terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang

masih kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa

menampung 29 juta orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap

beroperasi pada 2014 mendatang.

[14]


(4)

Bagaimana pentahapan kepesertaan BPJS Kesehatan?

Pentahapannya sebagai berikut:

1. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi: a. PBI Jaminan Kesehatan

b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya

d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya

e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya

2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019

Siapa yang harus mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) k BPJS Kesehatan?

Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

Siapa yang harus mendaftarkan peserta bukan Penerima Bantuan Iuran dan bukan pekerja kepada BPJS Kesehatan?

Setiap orang bukan pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.

Siapa yang harus mendaftarkan pekerja ke BPJS Kesehatan?

Setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagaipeserta jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran

Apa buktinya seseorang sudah terdaftar sebagai peserta di BPJS Kesehatan?

Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta. Identitas peserta paling sedikit memuat nama dan nomor identitas tunggal

Apa yang harus dilakukan peserta bila terjadi perubahan daftar susunan keluarganya?

1. Peserta pekerja penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarganya kepada pemberi kerja paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan

2. Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan dan perubahan daftar susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya perubahan data peserta

3. Peserta pekerja bukan penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan 14 (empat belas) hari kerja sejak terjadi perubahan data


(5)

kepesertaan

Bagaimana jika terjadi perubahan status kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan peserta PBI atau sebaliknya?

1. Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan melalui pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama

2. Perubahan status kepesertaan dari bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud tidak mengakibatkan terputusnya manfaat jaminan kesehatan

Apakah peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tepat tinggal tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan?

Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih menjadi peserta program jaminan kesehatan selama memenuhi kewajiban membayar iuran. Peserta yang pindah kerja wajib melaporkan perubahan status kepesertaannya dan identitas pemberi kerja yang baru kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta


(6)

Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga

kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko

sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga

kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang

terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi

peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang

mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau

membutuhkan perawatan medis Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial ini menggunakan

mekanisme Asuransi Sosial.

Program Jaminan Hari Tua

Definisi

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja

karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua.

Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan

pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Iuran Program Jaminan Hari Tua:

 Ditanggung Perusahaan = 3,7%  Ditanggung Tenaga Kerja = 2%

Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil

pengembangannya.

Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah

dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:

 Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap

 Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1

bulan

 Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI

Tata Cara Pengajuan Jaminan

1. Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 Jamsostek kepada kantor Jamsostek setempat dengan melampirkan:


(7)

b. Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi)

c. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan

Hubungan Industrial

d. Surat pernyataan belum bekerja di atas materai secukupnya

e. Kartu Keluarga (KK)

2. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total dilampiri dengan Surat Keterangan Dokter

3. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan:

a. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia

b. Photocopy Paspor

c. Photocopy VISA

4. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55 thn dilampiri:

a. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan

b. Photocopy Kartu keluarga

5. 5. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan:

a. Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan

b. Surat pernyataan belum bekerja lagi

c. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri

Sipil/POLRI/ABRI

Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT Jamsostek (Persero) melakukan

pembayaran JHT


(8)

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek

yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari

pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan

fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah

mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti

diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat,

dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.

Jumlah iuran yang harus dibayarkan:

Iuran JPK dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2012

tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:

 Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja lajang  Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 3.080.000 ) untuk tenaga kerja

berkeluarga

 Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp

3.080.000,-Cakupan Program

Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang

diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo

2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis


(9)

3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit

4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).

5.

Pelayanan Khusus

, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk

mengembalikan fungsi tubuh

6. Emergensi, merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

Hak-hak Peserta Program JPK:

1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan, kecuali

pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya

2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum menikah

3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau mendekati dengan tempat tinggal

4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero) ataupun tidak. 5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam Kartu

Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.

6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap

penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero) setempat.

7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua dan ketiga. 8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta program JPK,

tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan.

Kewajiban Peserta Program JPK

1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)


(10)

2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)

3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan

5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang

6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana masa berlaku kartu sudah habis 7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan

Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT Jamsostek (Persero))

1. Peserta

 Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan

Penyelenggara

 Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain

 Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan bunuh diri, tindakan

melawan hukum

 Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang, menyelam, balap

mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing, arum jeram

 Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai 3 (tiga) anak atau

lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan persalinan

2. Pelayanan Kesehatan

 Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK, kecuali

kasus emergensi dan bila harus rawat inap, ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang telah ditetapkan

 Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi

 General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear)  Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri


(11)

 Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa)

 Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas pekerjaan

(Occupational diseases/accident)

 Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX  Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan

 Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan seumur hidup, seperti:

debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis

 Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala sesuatu yang

berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan tersebut

 Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar, prothesa anggota

gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti

 Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab Penyelenggara JPK  Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk hemodialisa

 Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan pengadaan alat pacu

jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan

 Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan)  Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang

 Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru yang belum

termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography), TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes)

 Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung

3. Obat-obatan:

 Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit

 Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang bukan atas indikasi

medis

 Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya  Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya

 Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril


(12)

4. Pembiayaan:

 Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat

 Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan, jaminan rawat dan

klaim

 Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit yang ditunjuk.  Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah ditunjuk oleh Badan

Penyelenggara JPK

 Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun sudah termasuk

perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU) pada penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari 20 hari/kasus/tahun

 Biaya tindakan medik super spesialistik

 Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan melunasi

tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak

Jaminan Kecelakaan Kerja

Pengertian

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau

seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau

cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan

kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab

pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan

kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.


(13)

Manfaat

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja

yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali

dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini

sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok

jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.

1. Biaya Transport (Maksimum)

Darat/sungai/danau Rp

750.000,-Laut Rp

1.000.000,-Udara Rp

2.000.000,-2. Sementara tidak mampu bekerja

Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan

Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan

Seterusnya 50% x upah sebulan

3. Biaya Pengobatan/Perawatan

Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,-

(Maksimum)

4. Santunan Cacat

Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah

Total-tetap:

o Sekaligus: 70% x 80 bulan upah

o Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan*

o Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah

5. Santunan Kematian

Sekaligus 60% x 80 bulan upah

Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan*

Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*


(14)

6. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-

Prothese/alat penganti anggota badan

Alat bantu/orthose (kursi roda)

7. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3.

Iuran

 Kelompok I: 0.24 % dari upah sebulan;  Kelompok II: 0.54 % dari upah sebulan;  Kelompok III: 0.89 % dari upah sebulan;  Kelompok IV: 1.27 % dari upah sebulan;  Kelompok V: 1.74 % dari upah sebulan;

*) sesuai dengan PP Nomor 84 tahun 2010

Tata Cara Pengajuan Jaminan

1. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek (Persero) tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan

2. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada PT Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan

sembuh/meninggal. Selanjutnya PT Jamsostek (Persero) akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.

3. Form Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:

o Fotokopi kartu peserta (KPJ)

o Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form Jamsostek 3b atau 3c o Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan


(15)

Jaminan Kematian

Definisi

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang

meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya

meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa

uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan

jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,-

santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman* dan santunan berkala.

Manfaat Program JK*

Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:

1. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,-2. Biaya Pemakaman: Rp 14.200.000,-

2.000.000,-3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)

*) sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2007

Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian

Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4

kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti:

Kartu peserta Jamsostek (KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan

1. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan

2. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku 3. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga)


(16)

5. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan)

PT Jamsostek (Persero) hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak

TK-LHK

Sektor Informal

Pengertian

Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK) adalah orang yang

berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-usaha ekonomi informal.

Tujuan

 Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar

hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

 Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja

Jenis Program & Manfaat (sesuai PP 14/1993):

 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga kerja yang

mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian (sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total tetap


(17)

 Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil

pengembangannya

 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), terdiri dari rawat jalan tingkat pertama meliputi:

pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter gigi, pemeriksaan diberikan dalam bentuk tindakan medis sederhana; rawat inap; pertolongan persalinan; penunjang diagnostic berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG dsb; pelayanan khusus berupa penggantian biaya prothese, orthose dan kacamata; dan pelayanan gawat darurat

Kepesertaan

 Sukarela

 Usia maksimal 55 tahun

 Dapat mengikuti program Jamsostek secara bertahap dengan memilih program sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan peserta

 Dapat mendaftar sendiri langsung ke PT Jamsostek (Persero) atau mendaftar melalui

wadah/kelompok yang telah melakukan Ikatan Kerjasama (IKS) dengan PT Jamsostek (Persero)

Iuran

Iuran TK LHK ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu berdasarkan upah

sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota

Besaran Iuran

No Program Persentase

1. Jaminan Kecelakaan Kerja 1%

2. Jaminan Hari Tua 2% (Minimal) 3. Jaminan Kematian 0.3%

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 6% (Keluarga) 3% (Lajang)


(18)

Cara Pembayaran

 Setiap bulan atau setiap tiga bulan dibayar di depan

 Dibayarkan langsung oleh peserta sendiri atau melalui Penanggung Jawab Wadah/Kelompok

secara lunas

 Pembayaran iuran melalui Wadah/Kelompok dibayarkan pada tanggal 10 bulan berjalan

disetorkan ke Wadah/Kelompok, dan tanggal 13 bulan berjalan Wadah/Kelompok setor ke PT Jamsostek (Pesero)

 Pembayaran iuran secara langsung oleh Peserta baik secara bulanan maupun secara tiga

bulanan dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan berjalan

 Dalam hal peserta menunggak iuran, masih diberikan grace periode selama 1 (satu) bulan

untuk mendapatkan hak jaminan program yang diikuti

 Peserta yang telah kehilangan hak jaminan dapat memperoleh haknya kembali jika peserta

kembali membayar iuran termasuk satu bulan iuran yang tertunggak dalam masa grace periode

Jasa Konstruksi

Sektor Konstruksi

Adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi yang diatur melalui Keputusan Menteri

Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999 Tanggal 29 September 1999

Tahap Kepesertaan

Setiap Kontraktor Induk maupun Sub Kontraktor yang melaksanakan proyek Jasa


(19)

(borongan/harian lepas dan musiman) yang bekerja pada proyek tersebut kedalam Program

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)

Adapun proyek - proyek tersebut meliputi :

 Proyek-proyek APBD

 Proyek-proyek atas Dana Internasional  Proyek-proyek APBN

 Proyek-proyek swasta, dll

Cara Menjadi Peserta

 Pemborong bangunan (kontraktor) mengisi Formulir pendaftaran kepesertaan Jasa

Konstruksi yang bisa diambil pada kantor Jamsostek setempat sekurang - kurangnya 1 (satu) minggu sebelum memulai pekerjaan

 Formulir-formulir tersebut harus dilampiri dengan Surat Perintah Kerja (SPK) atau Surat

Perjanjian Pemborong (SPP)

Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ditanggung sepenuhnya oleh

kontraktor dan besarannya ditetapkan sebagai berikut:

1. Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebesar 0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi

2. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebesar penetapan angka 1 ditambah 0,19% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

3. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sebesar penetapan angka 2 ditambah 0,15% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

4. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar penetapan angka 3 ditambah 0,12% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)

5. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar penetapan huruf d ditambah 0,10% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)

Nilai Kontrak Kerja Konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan iuran tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.


(20)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan maupun upah sebagai dasar

penetapan iuran, sbb:

1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja

2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Apabila upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima) , sedangkan yang bekerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu)

3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan penetapan upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga) bulan, upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 3 (tiga) bulan terakhir. Jika pekerjaan tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 12 (dua) belas bulan terakhir

4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam perjanjian kerja

BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum

publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program

jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja

paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.


(21)

(Sumber: UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat

(1) dan UU No. 40 Tahun 2011 Tentang SJSN, Pasal 1 angka 8, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1)).

TRANSFORMASI BPJS

1. PT ASKES (Persero)

o

berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU

BPJS)

2. PT (Persero) JAMSOSTEK

o

berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62

ayat (1) UU BPJS)

o

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli

2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS)

3. PT (Persero) ASABRI

o

menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran

pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1)

UU BPJS)

4. PT TASPEN (Persero)

o

menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)

Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT (Persero) JAMSOSTEK

tanpa likuidasi. Sedangkan PT (Persero) ASABRI dan PT TASPEN (Persero) tidak secara

tegas ditentukan dalam UU BPJS.

Penyelenggaraan dan Pengoperasian

19 Oktober 2004

Pemerintah mengundangkan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

(UU SJSN)


(22)

Pasal 5 ayat (1) UU SJSN mengatur pembentukan badan penyelenggara jaminan

sosial (BPJS), yaitu: “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan

Undang-Undang.”

25 November 2011

Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)

UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005 (Penjelasan

Umum UU BPJS alinea keempat)

UU BPJS membentukan BPJS dan mengubah kelembagaan PT ASKES (Persero),

PT JAMSOSTEK (Persero). Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan

peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.

UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh

penduduk Indonesia termasuk pekerja asing yang bekerja di Indonesia

sekurang-kurangnya enam bulan (Pasal 6 ayat (1) UU BPJS).

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh tenaga kerja di

Indonesia (Pasal 6 ayat (2) UU BPJS.

1 Januari 2014

PT ASKES (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi

semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT ASKES (Persero)

menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan.

o

Semua pegawai PT ASKES (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.

o

Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham

mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT ASKES (Persero) setelah

dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.

o

Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS

Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembukan dana jaminan kesehatan.

BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan

sesuai dengan ketentuan UU SJSN.

program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) yang diselenggarakan oleh

Kementerian Kesehatan, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang


(23)

diselenggarakan oleh PT JAMSOSTEK, serta program pelayanan kesehatan Tentara

Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia dialihkan kepada BPJS

Kesehatan (Pasal 60 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU BPJS).

FASE KRITIS

Pasal 58 huruf a UU

BPJS mengatur

mandat ini:

“Pada saat berlakunya

Undang-Undang ini Dewan Komisaris dan Direksi PT ASKES (Persero) sampai

dengan beroperasinya BPJS Kesehatan ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


(24)

TRANSFORMASI (25 November 2011 – 31 Desember 2013)

Pemerintah wajib mengundangkan peraturan pelaksanaan UU BPJS yang mendukung

beroperasinya BPJS Kesehatan, paling lama pada 25 November 2012 (Pasal 70 huruf

a UU BPJS).

Dewan Komisaris dan Anggota Direksi PT ASKES (Persero) bertanggung jawab

mewujudkan badan hukum publik otonom penyelenggara jaminan kesehatan nasional

o

membuat peraturan-peraturan terkait beroperasinya BPJS Kesehatan,

o

mengusulkan renumerasi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi,

o

menyusun sistem renumerasi karyawan BPJS Kesehatan,

merancang organisasi, termasuk menyiapkan sumber daya manusia, serta sistem

operasi untuk mengoperasikan BPJS untuk penyelenggaraan program jaminan

kesehatan sosial nasional.

Selama masa peralihan, Dewan Komisaris dan Anggota Direksi PT ASKES (Persero)

bertanggung jawab atas penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi pegawai

negeri sipil, pensiunan pegawai negeri sipil, prajurit TNI dan anggota POLRI, serta

veteran dan mantan pejuang kemerdekaan.


(25)

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

1. Pengertian

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program

Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan

yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat,

produktif, dan sejahtera

(Naskah Akademik SJSN )

2. Karakteristik

1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1 ).

o Prinsip asuransi sosial meliputi (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19 ayat 1 ):  kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,

yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah

 kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif

 iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima

upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah

 dikelola dengan prinsip nir-laba, artinya pengelolaan dana digunakan

sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan.

o Prinsip ekuitas (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19 ayat 1 ) yaitu kesamaan

dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prosentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 4 ). 2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2 ).


(26)

3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1,2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ).

3. Kelembagaan

1.

Program jaminan kesehatan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1 )

2. Organisasi, fungsi dan hubungan antar kelembagaan masih menunggu penetapan RUU BPJS.

4. Mekanisme Penyelenggaraan

a. Kepesertaan

1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 ).

2. Penerima manfaat adalah peserta dan anggota keluarga (istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah) sebanyak-banyaknya lima orang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 2 ). Penerima manfaat dapat diperluas kepada anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua dengan membayar iuran tambahan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 3 ).

3. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1,2,3 ). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.

4. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 1 angka 8 ).


(27)

b. Iuran

1. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah.

2. iuran tambahan dikenakan kepada peserta yang mengikutsertakan anggota keluarga lebih dari lima orang.

c. Manfaat dan Pemberian manfaat

1. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1) .

2. Dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 2 ).

3. Badan penyelenggara jaminan sosial wajib memberikan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 dan penjelasannya ).

4. Layanan rawat inap di rumah sakit diberikan di kelas standar (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4 ).

5. Besar pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara badan penyelenggara jaminan kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 1 ).

6. Badan penyelenggara jaminan sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak permintaan pembayaran diterima (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 2).

7. Badan penyelenggara jaminan sosial dapat memberikan anggaran di muka kepada rumah sakit untuk melayani peserta, mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang dan biaya obat-obatan yang penggunaannya diatur sendiri oleh pemimpin rumah sakit (metoda pembayaran prospektif) (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 24 ayat 2 ).

8. Badan penyelenggara jaminan sosial menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 25 dan penjelasannya) .

9. Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya ). Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2) .


(28)

5. Peraturan Pelaksanaan

UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN mendelegasikan 4 aspek teknis penyelenggaraan

program jaminan kesehatan nasional untuk diatur dalam peraturan presiden. Keempat aspek

teknis tersebut adalah: 1) kepesertaan, 2) iuran, 3) paket manfaat, 4) pemberian pelayanan.

a. Kepesertaan

Ketentuan tentang kepesertaan yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden

mencakup:

1. Penahapan pendaftaran perusahaan dan pekerjanya kepada BPJS (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 2 )

2. Perpanjangan kepesertaan hingga 6 bulan pasca pemutusan hubungan kerja (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1 )

3. Perpanjangan kepesertaan bagi pekerja yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah 6 bulan pasca pemutusan hubungan kerja dan tidak mampu (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3 )

4. Kepesertaan bagi peserta mengalami cacat total tetap dan tidak mampu (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3)

b. Iuran

Ketentuan tentang iuran jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah

(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )

2. Besaran nominal iuran bagi peserta yang tidak menerima upah dan periode peninjauan

(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 2 )

3. Besaran nominal iuran bagi penerima bantuan (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 3 )

4. Batas upah untuk penghitungan iuran peserta penerima upah (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 4 )

5. proporsi iuran yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja

(Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )

6. Besar tambahan iuran bagi penambahan anggota keluarga (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 ).


(29)

c. Paket Manfaat

Ketentuan tentang paket manfaat jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. Paket pelayanan kesehatan termasuk obat dan bahan medis yang ditanggung, dibatasi atau tidak ditanggung (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1 dan Pasal 26 )

2. Besar urun biaya dan jenis-jenis pelayan yang dikenakan urun biaya (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2 ).

d. Pemberian Pelayanan

Ketentuan tentang pemberian pelayanan jaminan kesehatan yang harus diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. Kompensasi wajib yang diberikan BPJS kepada peserta di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan untuk bekerjasama dengan BPJS (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3).

2. Kelas standar pelayanan di rumah sakit (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4 ).

Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan

PENTING & PERLU

1. Asosiasi Fasilitas Kesehatan 2. Fasilitas Kesehatan

3. Daftar dan harga tertinggi obat-obatan dan bahan medis habis pakai 4. Kontrak Fasilitas Kesehatan

5. Mekanisme Pembayaran Fasilitas Kesehatan 6. Kendali Mutu

7. Standar pelayanan 8. Kendali Biaya 9. Layanan terintegrasi 10. Kompensasi


(30)

SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) >

Regulasi

UU SJSN, sebagaimana lazimnya undang-undang di Indonesia, tidak dapat langsung

dilaksanakan langsung setelah disahkan dan diundangkan. Undang-undang masih harus

dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan setingkat Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden

bahkan Peraturan Menteri.

UU SJSN hingga awal tahun 2013 baru 4 peraturan pelaksana yang berhasil ditetapkan, yaitu

PerPres DJSN, UU BPJS, PP Penerima Bantuan Iuran dan PerPres Jaminan Kesehatan.

Regulasi SJSN

1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (amandemen)

2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)

3. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 007/PUU/III/2005 tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

4. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN

• Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

⇒ Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden RI No. 110/M Tahun 2008 tentang Pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden No. 115/M Tahun 2009 tentang Keanggotaan Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden No. 73/M Tahun 2011 tentang Penghentian dan Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat


(31)

Dewan Jaminan Sosial Nasional

• Badan Penyelenggara

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

⇒ Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

♦ Telaah Singkat: Peraturan Pelaksanaan (R)UU BPJS: Apa yang Harus Dikawal?

• Program

⇒ Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

⇒ Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

⇒ Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kecelakaan Kerja

⇒ Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kematian

♦ Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua, Peraturan

Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kematian

• Lain-lain

⇒ Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran

Jaminan Kesehatan

♦ Pengelolaan Dana dan Investasi Jaminan Sosial

♦ 10 Masalah Regulasi: RPP tentang Pengelolaan Aset dan Liabilitas BPJS Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Kesehatan


(32)

klik gambar untuk memperbesar

Pengujian UU SJSN

Perkara No. 007/PUU-III/2005

Perkara No. 50/PUU-VIII/2010

Perkara No. 51/PUU-IX/2011

Perkara No. 70/PUU-IX/2011

Pengujian UU BPJS


(33)

(1)

5. Peraturan Pelaksanaan

UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN mendelegasikan 4 aspek teknis penyelenggaraan

program jaminan kesehatan nasional untuk diatur dalam peraturan presiden. Keempat aspek

teknis tersebut adalah: 1) kepesertaan, 2) iuran, 3) paket manfaat, 4) pemberian pelayanan.

a. Kepesertaan

Ketentuan tentang kepesertaan yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden

mencakup:

1. Penahapan pendaftaran perusahaan dan pekerjanya kepada BPJS (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 2 )

2. Perpanjangan kepesertaan hingga 6 bulan pasca pemutusan hubungan kerja (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1 )

3. Perpanjangan kepesertaan bagi pekerja yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah 6 bulan pasca pemutusan hubungan kerja dan tidak mampu (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3 )

4. Kepesertaan bagi peserta mengalami cacat total tetap dan tidak mampu (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 3)

b. Iuran

Ketentuan tentang iuran jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )

2. Besaran nominal iuran bagi peserta yang tidak menerima upah dan periode peninjauan (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 2 )

3. Besaran nominal iuran bagi penerima bantuan (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 3 )

4. Batas upah untuk penghitungan iuran peserta penerima upah (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 4 )

5. proporsi iuran yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 27 ayat 1 )

6. Besar tambahan iuran bagi penambahan anggota keluarga (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 ).


(2)

c. Paket Manfaat

Ketentuan tentang paket manfaat jaminan kesehatan yang didelegasikan untuk diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. Paket pelayanan kesehatan termasuk obat dan bahan medis yang ditanggung, dibatasi atau tidak ditanggung (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1 dan Pasal 26 ) 2. Besar urun biaya dan jenis-jenis pelayan yang dikenakan urun biaya (Pendelegasian UU No.

40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2 ). d. Pemberian Pelayanan

Ketentuan tentang pemberian pelayanan jaminan kesehatan yang harus diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Presiden mencakup:

1. Kompensasi wajib yang diberikan BPJS kepada peserta di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan untuk bekerjasama dengan BPJS (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3).

2. Kelas standar pelayanan di rumah sakit (Pendelegasian UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4 ).

Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan

PENTING & PERLU

1. Asosiasi Fasilitas Kesehatan 2. Fasilitas Kesehatan

3. Daftar dan harga tertinggi obat-obatan dan bahan medis habis pakai 4. Kontrak Fasilitas Kesehatan

5. Mekanisme Pembayaran Fasilitas Kesehatan 6. Kendali Mutu

7. Standar pelayanan 8. Kendali Biaya 9. Layanan terintegrasi 10. Kompensasi


(3)

SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) >

Regulasi

UU SJSN, sebagaimana lazimnya undang-undang di Indonesia, tidak dapat langsung

dilaksanakan langsung setelah disahkan dan diundangkan. Undang-undang masih harus

dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan setingkat Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden

bahkan Peraturan Menteri.

UU SJSN hingga awal tahun 2013 baru 4 peraturan pelaksana yang berhasil ditetapkan, yaitu

PerPres DJSN, UU BPJS, PP Penerima Bantuan Iuran dan PerPres Jaminan Kesehatan.

Regulasi SJSN

1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (amandemen)

2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) 3. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 007/PUU/III/2005 tentang Permohonan

Pengujian Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

4. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN

• Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

⇒ Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja, Tata Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden RI No. 110/M Tahun 2008 tentang Pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden No. 115/M Tahun 2009 tentang Keanggotaan Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Keputusan Presiden No. 73/M Tahun 2011 tentang Penghentian dan Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional

♦ Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat


(4)

Dewan Jaminan Sosial Nasional

• Badan Penyelenggara

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

⇒ Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ♦ Telaah Singkat: Peraturan Pelaksanaan (R)UU BPJS: Apa yang Harus Dikawal?

• Program

⇒ Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

⇒ Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

⇒ Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kecelakaan Kerja

⇒ Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kematian

♦ Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun, Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kematian

• Lain-lain

⇒ Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

♦ Pengelolaan Dana dan Investasi Jaminan Sosial

♦ 10 Masalah Regulasi: RPP tentang Pengelolaan Aset dan Liabilitas BPJS Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Kesehatan


(5)

klik gambar untuk memperbesar

Pengujian UU SJSN

Perkara No. 007/PUU-III/2005

Perkara No. 50/PUU-VIII/2010

Perkara No. 51/PUU-IX/2011

Perkara No. 70/PUU-IX/2011


(6)