Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
disini ialah para investor maupun calon investor. Sedangkan Agent ialah para manajer perusahaan atau orang yang mengelola perusahaan. Teori ini mengasumsikan bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan. Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja
agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini lah yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan informasi
yang dimiliki
oleh principal
dan agent.
Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi adalah suatu kondisi dimana adanya gap antara pengetahuan
informasi yang dimiliki satu pihak dengan pihak lainnya. Dalam kondisi ini, dapat memunculkan kesempatan bagi pihak yang satu untuk melakukan manipulasi atau
ketimpangan informasi atau ketidaktahuan informasi yang dimiliki oleh pihak yang lainnya. Dengan demikian terdapat adanya konflik kepentingan serta asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri. Dalam dunia bisnis, asimetri informasi ini dapat dialami oleh principal dan agent kaitannya dengan
laporan keuangan dan besaran laba.
4
Setiap perusahaan tak terkecuali entitas bisnis syariah perlu untuk menampilkan sisi baik keuangan perusahaan, hal ini diperlukan sebagai bentuk tolak ukur hasil
kinerja perusahaan dimata umum terutama stakeholder maupun investor. Hal ini terkait dengan kejamnya pasar kepada perusahaan yang tidak mampu memenuhi
target atau meleset dari perkiraan pasar. Sehingga tekanan ini dapat mengakibatkan munculnya motif-motif tindakan manajerial terhadap tampilan laba yang dapat
menurunkan kualitas laporan keuangan, yang mana tindakan ini disebut dengan manajemen laba. Manajemen laba adalah salah satu bentuk praktik masalah etis yang
terjadi di perusahaan. Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan
merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan. Manajemen laba adalah satu
bentuk dari bentuk kebijakan manajemen untuk memaksimumkan kepentingannya sesuai dengan asumsi teori akuntansi positif. Namun intervensi yang dapat
dilaksanakan oleh manajemen ini terkadang dapat membawa praktik yang seharusnya bersifat baik, menjadi tidak baik.
Hasil penelitian Beattie et al. 1994 menunjukkan bahwa investor cenderung lebih mementingkan informasi laba tanpa memperhatikan bagaimana proses yang
digunakan untuk mencapai tingkat laba tersebut. Investor juga cenderung menghindari risiko risk averse. Kondisi ini yang memotivasi manajer untuk
melakukan praktik manajemen laba dengan cara menutupi kinerja perusahaan yang
5
sebenarnya, dan menampilkan kinerja yang sesuai dengan apa yang ingin manajer tampilkan.
Contoh kasus intervensi manajemen laba yang memunculkan skandal akuntansi ialah pada kasus Enron Energy tahun 2000, kasus peningkatan pendapatan Xerox
tahun 1997-2000 serta PT Kimia Farma, Global Crossing, Tyco , Green Tree Financial Corporation, Xerox, Worldcom.
4
Di Indonesia, kasus serupa pun terjadi pada kasus mark up laba Indofarma tahun 2001 dan kasus pembukuan ganda Lippo
Bank tahun 2002, kasus PT Citra Marga Nusapala Persada, Bank Duta, PT Perusahaan Gas Negara tahun 2006, PT Bank Lippo tahun 2002 , PT Ades Alfindo
tahun 200 yang melakukan praktik manajemen laba melalui manipulasi berbagai prosedur akuntansi di bagian persediaan, produksi, penjualan, keuangan dan metode
akuntansinya
5
. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizky Syahfandi dan Siti Mutmainah juga
menunjukkan bahwa 6 dari 9 bank umum syariah di Indonesia melakukan praktik manajemen laba dengan teknik income smoothing yang terjadi para tahun 2009
sampai dengan 2011. Hasil Penelitian Gandi Sukmajati 2012 juga menunjukkan adanya beberapa perusahaan public dalam Jakarta Islamic Index yang melakukan
teknik manajemen laba dengan cara perataan laba, perusahaan tersebut diantaranya adalah Barito Pasific Tbk, Indika Energy Tbk, Telkom Indonesia Tbk, Truba Alam
Manunggal Tbk, dan Wijaya Karya Tbk. Kemudian faktor yang berpengaruh
4
Kompas, 15 Juli 2002.
5
Dedhy Sulistiawan, dkk, Creative Accounting Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat, 2011, h. 53.
6
signifikan ialah leverage, dimana para perusahaan perusahaan tersebut cenderung memanipulasi besaran hutangnya untuk menghindari default. Dapat dikatakan bahwa
telah cukup banyak kasus manajemen laba baik yang telah diketahui oleh publik, maupun belum diketahui publik.
Watts dan Zimmerman 1985 menyatakan bahwa indikasi praktik manajemen laba ialah dilakukan karena motivasi bonus, motivasi utang, motivasi pajak, motivasi
penjualan saham, motivasi pergantian direksi, serta motivasi politis. Motivasi- motivasi ini lah yang dapat mendorong suatu manajer atau otoritas di perusahaan
untuk melakukan manajemen laba. Bertepatan dengan akan dibukanya pintu gerbang Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015, atas motivasi penjualan saham,
diperkirakan akan terjadi banyak praktik manajemen laba dimana perusahaan akan berlomba-lomba menampilkan sisi terbaik perusahaannya demi menarik investor
asing yang akan menginvestasikan dananya ke Indonesia. Dari beberapa contoh yang disebutkan diatas bahwa tidak sedikit pula
perusahan atau entitas yang melakukan atau menerapkan praktik manajemen laba di dalam pelaporan tampilan keuangannya, tentunya dengan berbagai macam motif yang
mendasarinya. Pada kenyataannya sampai saat ini terdapat pandangan yang berbeda-beda
terhadap praktik manajemen laba. Pada satu sisi, manajemen laba dipandang sebagai suatu tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena dengan adanya
menejemen laba maka informasi yang diberikan tidak mencerminkan keadaan
7
perusahaan dan mengaburkan nilai perusahaan sesungguhnya. Sehingga dengan adanya tindakan tersebut dapat menyebabkan stakeholder keliru dalam mengambil
keputusan. Sedangkan pada sisi yang lain, manajemen laba dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan merupakan tindakan rasional untuk memanfaatkan fleksibilitas dalam
ketentuan untuk pelaporan keuangan asalkan masih sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum.
Di Indonesia pun terdapat Prinsip Akuntansi Berlaku Umum yang menggunakan dasar akrual sebagai metode pencatatan laporan keuangan. Fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 14DSN-MUIIX2000 tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah menyebutkan bahwa untuk kemaslahatan
dalam pencatatan laporan keuangan sebaiknya digunakan system akrual basis, meskipun juga disebutkan bahwa dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan
atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi Cash Basis. Berdasarkan PSAK No. 101 tentang Akuntansi Bank Syariah, diambil asumsi dasar konsep akuntansi bank
syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum yaitu konsep kelangsungan usaha going concern dan dasar
akrual. Namun secara syariah, walaupun muamalat dilakukan tidak secara tunai, namun
pencatatannya haruslah benar. Seperti disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 282:
8
Artinya : “Hai, orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’malah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.
”
Dengan demikian perspektif etika terhadap suatu aktivitas bisnis sangatlah penting, khususnya pada bisnis-bisnis yang bergerak di bidang syariah, tentu tuntutan
akan praktik secara Islami mengikuti visi dan misi dari entitas itu sendiri. Karena etika bisnis dapat digunakan sebagai cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis
suatu bisnis dengan tuntutan moralitas. Bagaimana etika bisnis Islam memandang praktik manajemen laba. Apakah
bersifat sesuatu yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar, atau diperbolehkan atau tidaknya perilaku manusia tersebut dalam kerangka etika bisnis Islam. Sehingga
penelitian ini akan berusaha melihat aspek moralitas atau aspek normatif etika bisnis Islam tentang menejemen laba.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan
tersebut dalam bentuk penelitian dengan judul “ETIKA BISNIS ISLAM TENTANG MANAJEMEN LABA”