Tindak Pidana di Bidang Pendidikan

37 eksistensi, legitimasi, pada prinsip-prinsip kegiatan pendidikan dan pengajaran yang harus diketahui oleh semua orang, terutama mereka yang secara langsung aktif dalam pendidikan, alasannya karena pada hakikatnya setiap bentuk-bentuk penyelewengan yang terjadi dalam pendidikan secara kualitatif dan kuantitatif sangat berpengaruh bagi masyarakat dan masa depan bangsa dan negara, dengan perkataan lain, setiap bentuk penyelewengan yang terjadi dalam pendidikan menimbulkan resiko yang besar bila dibandingkan dengan bidang kegiatan lainnya. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka perlu adanya suatu pengaturan secara yuridis yang khusus lex speciallis untuk menjaga terjaminnya keutuhan dan keberlangsungan sistem pendidikan dari segala bentuk penyelewengan yang akan menjatuhkan, menghancurkan sistem pendidikan nasional, norma luhur pendidikan bahkan merusak martabat bangsa. Secara formal, tindak pidana pendidikan secara garis besarnya dapat digolongkan beberapa hal, tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam arti seorang pengajar di lembaga-lembaga pendidikan formal yang pada prakliknya dapat berwujud berbagai bentuk perbuatan, yaitu : 1. Berbagai macam penipuan atau pengakuan palsu yang umumnya dilakukan oleh lembaga penyelenggara pendidikan atau pengurus yayasan lembaga pendidikan yang seolah-olah kegiatan penyelenggara pendidikan formal memiliki izin yang syah mengatasnamakan lembaga resmi namun kenyataannya lembaga tersebut tidak memilki atau didasari oleh izin pendirian sekolah yang syah. 2. Penekanan nilai dengan latar belakang yang bermacam-macam, misalnya sentimen pribadi, komersial, kelainan jiwa ataupun gabungan antara dua macam atau ketiga macam latar belakang tersebut; 3. Tindakan-tindakan yang bersifat memaksa disertai dengan intimidasiancaman secara halus agar siswa mengikuti kehendaknya, misalnya : mengikuti kursus dengan biaya yang relatif mahal, membeli buku pelajaran dengan harga mahal 38 dan mutu yang tidak layak, pemberian sesuatu kepada pendidik di luar kewajibannya yang layak dengan maksud untuk memperoleh balasan tertentu. Tindakan ini semacam bentuk penyuapan atau gratifikasi dalam pendidikan, atau gabungan antara dua macam atau ketiga macam tindakan di atas; 4. Berbagai perlakuan tidak wajar dan tidak beralasan yang dilakukan oleh seorang oknum pengajar terhadap muridnya baik secara jasmaniah maupun secara mental; 5. Pengajaran dengan metode dan materi yang burukkadar mutu yang rendah, yang sebenamya hampir tidak ada manfaatnya bagi murid, bahkan sebaliknya clapat mernbahayakan; 6. Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari kebenaran umum tanpa dapat dipertanggung jawabkan oleh pendidikpengajar yang bersangkutan serta berakibat buruk bagi murid; 7. Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari nilai-nilai moralkeakhlakan, kesusilaan, hukum, agamabudi pekerti, tata karmasopan santun dan ketertiban umum sewajarnya. Pencurian, pemalsuan atau pembajakan karya ilmiah orang lain dalam bentuk apapun baik seluruhnya maupun sebagian, pengakuan palsu atau karyapenemuan ilmiah orang lain baik secara lisan ataupun tertulis; 8. Penipuan atau pengakuan palsu dari seorang oknum pengajar mengenai jabatan atau hasil karyanya yang sebenamya tidak ada, dengan maksud agar rnemperoleh kepercayaan ataupun memperoleh sesuatu yang bukan haknya; Berbagai bentuk tindak pidana pendidikan lainnya yang sedikit banyaknya hamper sepola dan setujuan dengan berbagai tindak pidana pendidikan tersebut di atas; 9. Berbagai tindak pidana pendidikan universal, yakni tindak pidana pendidikan yang pelakunya bisa siapa saja, baik ia pengajar, orang tua murid, karyawan sekolah dan sebagainya. 10. Tindak pidana pendidikan yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam art seorang pengajar di lembaga-lembaga atau usaha-usaha pendidikan non formalekstrakurikuler, yang berwujud : Penyelenggaraan pendidikan formal oleh lembaga pendidikan yang tidak memilki izin yang syah dari pemerintah Pusat maupun daerah, segala pelaksanaan pendidikan tersebut;

E. Tinjauan tentang Pembuktian

Pembuktian adalah suatu proses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang kebenaran peristiwa yang menjadi dasar gugatan dengan menggunakan bukti- bukti yang diatur oleh undang-undang. 39 1. Dalam Pasal 184, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa : a Alat bukti yang sah ialah: 1 Keterangan saksi; 2 Keterangan ahli; 3 Surat; 4 Petunjuk; 5 Keterangan terdakwa. b Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. 2. Dalam Pasal 185, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa : a Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. b Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. c Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. d Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. e Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. f Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan 1 Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; 2 Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; 3 Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; 4 Cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. 3. Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. 40 4. Analisis yuridis adalah kajian atau pembahasan dari aspek hukum terhadap fenomena ataupun suatu lembaga hukum atau kegiatan hukum untuk dibahas dalam bagian bagian atau unsurnya agar dapat diketahui bagaimana kedudukan hukum, hubungan hukum, perbuatan hukum, akibat hukum, kekuatan hukum dari fenomena atau lembaga hukum atau kegiatan hukum atau kegiatan hukum tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, dimulai dengan menganalisis ketentuan yang berhubungan dengan permasalahan. Metode ini digunakan oleh karena masalah- masalah yang akan diteliti berkisar mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana pemalsuan dalam sistem pendidikan nasional serta peranan penyidik dalam menerapkan proses penyidikan dalam kasus pemalsuan akta otentik berupa izin operasioanal pendirian Sekolah Menengah Kejuruan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan Prov. Lampung dilakukan oleh penyidik pada subdit II Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung, sebagai penunjang digunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu di dalam pengkajian dan pengujian didasarkan pada data primer. Dalam menganalisis data juga dilakukan wawancara dengan responden yaitu penyidik pembantu dan penyidik yang menanggani kasus tindak pidana pemalsauan izin pendirian sekolah. 42

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari studi pustaka dan studi lapangan. Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu berdasarkan studi kasus pada laporan hasil kemajuan penyidikan dan hasil gelar perkara dala kasus pemalsuan izin operasioanl sekolah X. Sedangkan data sekunder, berasal bahan-bahan hukum yang meliputi :

1. Bahan Hukum Primer antara lain :

a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang No 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia. d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. e Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan. f Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2. Bahan Hukum Sekunder antara lain : a Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.