Pengaruh Perluasan Jalan Terhadap Pendapatan Pedagang Tradisional Pasar Melati Medan

(1)

PENGARUH PERLUASAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN

PEDAGANG TRADISIONAL PASAR MELATI MEDAN

Anggiat Pardede, Abdul Ghani Salleh, Subhilhar Program Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota

Abstract.The purpose of this research is to examine the influence of road extension on business activities and earnings of merchants of Melati Traditional Market, Medan. It will also analyse the extent to which the community around it benefit from the project. The data were collected through interviews and observations in Kelurahan Tanjung Selamat in the District of Kecamatan Medan Tuntungan. There were about 2126 families of farmers and government servants living here. The data were analysed using qualitative and quantitative methods. The findings of the research indicate that there is no significant influence of road extension on earnings of merchants of Melati Traditional Market.

Keywords: transportation, development, earnings

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesenjangan antara desa dan kota merupakan penyebab utama mengapa penduduk perdesaan malakukan migrasi ke kota besar, baik untuk menetap maupun hanya sementara.

Ketimpangan upah, daya tarik kota, dan tekanan di desa itu sendiri menyebabkan kehidupan di kota menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin menyelamatkan diri dari tekanan kemiskinan di desa. Adanya prasarana jalan yang terbangun dapat membuka hubungan antara daerah dengan daerah lainnya sehingga arus lalu lintas kendaraan, baik barang dan jasa dapat lebih cepat sampai ke tempat tujuan.

Pada umumnya para pendatang tidak memiliki keahlian khusus sehingga kecenderungan untuk berusaha bagi mereka hanyalah bidang informal. Menurut Breman (1991), penyebab timbulnya sektor informal ini adanya sektor modern terpusat pada produksi komoditas primer dalam pertambangan dan perkebunan. Sektor modern

mengimpor teknologinya dari luar negeri yang bersifat hemat tenaga kerja, di mana secara relatif modal lebih banyak digunakan. Sedangkan di sektor tradisional, ditandai oleh besarnya kemungkinan untuk mengganti modal tenaga kerja serta menggunakan metode produksi padat tenaga kerja.

Menurut Efendi (1988), membengkaknya sektor informal (pedagang tradisional) mempunyai kaitan dengan berkurangnya sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di kota. Sedangkan pertambahan angkatan kerja sebagai akibat migrasi ke kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya terjadi pengangguran terutama di kalangan usia muda dan terdidik, yang diikuti dengan membengkaknya sektor informal. Hal ini juga berdampak buruk terhadap keindahan, keamanan, dan kenyaman kota. Cukup banyak yang memprihatinkan dan kebanyakan mereka bekerja di berbagai sektor informal yang menyebar di berbagai tempat antara lain sebagai buruh bangunan, sopir angkutan, pedagang tradisional (yang berdagang di kaki lima) dan lain-lain.


(2)

Sebelum perluasan jalan, jumlah pedagang di sepanjang daerah persimpangan Jl. Melati Tanjung Selamat berjumlah 180 jiwa (Data PD Pasar, 2001). Namun setelah jalan diperluas pertumbuhan pedagang demikian pesat mencapai 527 jiwa (Data Kelurahan Tanjung Selamat, 2004) sehingga pinggiran di sekitar jalan yang telah terbangun disesaki dengan pedagang dan para konsumen yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan. Dengan adanya keramaian sedemikian rupa diperkirakan pendapatan para pedagang lebih meningkat dibandingkan sebelumnya.

Sehubungan dengan itu dirasa perlu untuk memandang dan mengkaji masalah pedagang tradisional ini dalam konteks lebih hakiki, yakni sebagai masalah peningkatan taraf hidup. Hal ini selaras pula dengan tuntutan tujuan pembangunan nasional, yaitu peningkatan taraf hidup masyarakat secara adil dan merata. Bagi para pedagang, sebagai pedagang kecil sekaligus golongan masyarakat bertaraf hidup rendah, peningkatan taraf hidup berhubungan erat dengan pendapatan yang tergantung pula pada jumlah modal yang dimiliki dan digunakannya.

1.2 Rumusan Permasalahan

Dari uraian latar belakang tersebut, dapat diangkat permasalahan dalam penelitian ini adalah:

• Apakah ada hubungan yang signifikan antara

perluasan jalan dengan peningkatan pendapatan para pedagang?

• Bagaimanakah hubungan antara tingkat

pendapatan para pedagang dengan faktor pertambahan populasi pedagang?

1.3 Landasan Teoretis

Umumnya pertumbuhan penduduk perkotaan relatif tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi, hal ini berdampak terhadap kebutuhan akan adanya peningkatan sarana penunjang untuk memperlancar kegiatan manusia pada saat pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi di perkotaan makin meningkat.

Salah satu kebutuhan yang penting untuk daerah perkotaan yang mendesak adalah pemenuhan sarana transportasi (jalan) sebagai sarana penghubung antar-seluruh kegiatan manusia yang berdampak pada perubahan daerah sekitarnya.

Adapun dampak perubahan yang ditimbulkan: 1. Timbulnya kawasan yang baru pada

daerah-daerah tertentu seperti kawasan permukiman, pusat-pusat kegiatan, pendidikan dan lain-lain.

2. Menurut Yunus Hadi Sabari (2000), daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga pada zone ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi, budaya, dan politik. Rute-rute transportasi dari segala penjuru memusat ke zone ini, sehingga menjadi zone dengan derajat aksesibilitas tertinggi.

3. Memberikan dampak pada tingginya intensitas dan aksesibilitas di daerah tersebut.

Menurut Dewar (1992), dengan adanya hubungan timbal balik antarkawasan dan jalan, di satu sisi kawasan mendapatkan akses pelayanan menuju jalan yang melayaninya, di sisi lain jalan harus mampu melayani arus lalu lintas yang melayani jalan tersebut, sehingga kawasan makin berkembang dan akan memberikan dampak pada tingginya intensitas dan aksesibilitas pada daerah tersebut.

Menurut Black (1981), apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar-tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksessibilitasnya tinggi. Sebaliknya jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya buruk maka aksesi-bilitasnya rendah.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah:

¾ Dapat dipahami secara jelas tentang konsep dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan dan pendapatan para pedagang dengan adanya perluasan jalan.

1.5 Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

• Bahwa tidak terdapat pengaruh perluasan jalan

terhadap pendapatan pedagang tradisional. 1.6 Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat yang diharapkan dari hasil pelaksanaan penelitian ini:


(3)

1. Untuk pemerintah Kota Medan, khususnya camat sebagai kepala pemerintahan di Tanjung Selamat, sebagai bahan masukan guna pertimbangan dalam perencanaan.

2. Sebagai salah satu bahan referensi bagi kalangan pengembang ilmu pengetahuan untuk mempelajari dan melakukan penelitian di bidang yang terkait.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perluasan Jalan

Jaringan jalan dikembangkan seiring dengan arah pengembangan sistem kota, agar terstruktur dan dapat melayani lalu lintas secara lebih efisien sesuai hierarkinya melalui pengembangan jaringan jalan dari pusat produksi menuju outlet dalam rangka mendukung ekspor dan pengembangan jaringan jalan perkotaan untuk mendukung peran kota sebagai pusat pelayanan jasa distribusi dan sekaligus sebagai pembentuk struktur kota.

Perkembangan peningkatan transportasi akan seiring juga dengan perkembangan pembangunan ekonomi dan pembangunan prasarana jalan yang dibutuhkan dalam menghubungkan daerah dengan daerah lainnya dalam menjawab tantangan arus transportasi pengiriman barang dan jasa.

Bahwa jalur transportasi merupakan titik simpul (pertemuan antara beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan kota. (Herbert, 1982).

Dengan adanya perkembangan atau perbaikan jalan keseluruhan jaringan-jaringan daerah berdampak:

• Perekonomian masyarakat akan lebih baik

daripada semula.

• Harga lahan lebih meningkat.

• Struktur perubahan lingkungan akan berubah

bentuk dari wajah desa menjadi wajah kota.

• Tingkat aksesibilitas daerah akan lebih baik

dibandingkan dengan sebelumnya.

Dengan demikian banyak hal yang boleh dilakukan oleh masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap kemajuan perekonomian daerahnya.

2.2 Sektor Informal

Dewasa ini sektor informal di daerah perkotaan menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat Membengkaknya sektor informal ini ada kaitan dengan berkurangnya sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di kota. Sedangkan pertambahan angkatan kerja di kota sebagai akibat migrasi ke kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja.

Pada umumnya para pendatang tidak memiliki keahlian khusus, sehingga kecenderungan untuk berusaha bagi mereka adalah di bidang sektor informal.

Menurut Alma (1992) ciri-ciri pedagang tradisional:

• Tidak terorganisir secara baik. • Tidak memiliki izin usaha yang sah.

• Pola kegiatan tidak teratur, tidak ada jam

kerja.

• Usahanya tidak kontinu/mudah berganti

usaha.

• Modal usaha relatif kecil, barang dagangan

dengan milik sendiri ataupun milik orang lain.

• Teknologi yang digunakan sangat sederhana. • Umumnya tingkat pendidikan rendah.

2.3 Kemiskinan

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Bila sekiranya tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang itu atau keluarga tersebut dapat dikatakan miskin. Ini berarti diperlukan suatu tingkat pendapatan minimum sehingga memungkinkan orang itu atau keluarga tersebut memperoleh kebutuhan dasarnya.

Dengan perkatan lain kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga tersebut dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Sehingga dengan demikian tingkat pendapatan minimum akan menjadi pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin atau biasa disebut sebagai garis kemiskinan. Konsep ini dikenal sebagai


(4)

kemiskinan mutlak (absolut). Garis pembatas ini tidaklah begitu tajam tetapi lebih bersifat semu dan berubah secara perlahan-lahan.

Kesulitan utama di dalam konsep kemiskinan mutlak adalah penentuan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum. Kebutuhan minimum bukan saja dipengaruhi oleh adat dan kebiasaan tetapi erat pula hubungannya dengan tingkat pembangunan, iklim, dan berbagai faktor ekonomi lainnya. Namun demikian, tidak pula dapat disangkal bahwa untuk memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak dibutuhkan seperangkat barang-barang dan jasa-jasa baik untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun kebutuhan sosial. Menurut Atkinson (1994) kemiskinan tidaklah dapat ditentukan dalam keadaan vakum, tetapi harus dilihat dalam hubungannya dengan lingkungan masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.

3. METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini sifatnya deskriptif untuk memberikan gejala-gejala sosial yang terjadi pada pedagang dan masyarakat yang diteliti dengan pendekatan kualitatif yang akan diubah ke data kuantitatif dipadukan dalam bentuk teknik korelasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan, pada salah satu WPP D, yaitu di kawasan persimpangan Jalan Tanjung Selamat – Medan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam studi ini adalah: 3.3.1 Kuesioner

Penyebaran angket merupakan metode pengumpulan data dengan teknis pelaksanaannya diberikan kepada setiap pedagang yang telah berjualan sebelum dan sesudah jalan diperluas dengan daftar pertanyaan yang telah disusun secara sistematis untuk dijawab oleh para pedagang.

Tujuan pokok angket ini adalah:

1. Untuk memperoleh data yang relevan sehubungan dengan tujuan penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

2. Untuk memperoleh data dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Data diperoleh langsung dari pedagang dan pemerintah setempat yaitu Camat Medan Tuntungan serta dari media cetak lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini 3.3.2 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah disusun dengan sistematis agar dapat memperoleh data yang berhubungan dengan pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan para pedagang, meliputi:

1. Tanggapan para pedagang tentang pembangunan perluasan jalan terhadap kelancaran arus barang dagangan yang didapatkan.

2. Tanggapan para pedagang tentang perluasan jalan terhadap pendapatan setiap harinya dibanding dengan sebelum jalan diperluas. 3.3.3 Pengamatan

Pengamatan yaitu metode pengumpulan datanya dengan melakukan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan gejala obyek yang diselidiki yang bertujuan untuk cekdan ricek terhadap kebenaran wawancara. Observasi ini dititikberatkan pada fenomena lingkungan sekitar tempat pedagang berdagang meliputi:

1. Keadaan geografis 2. Keadaan demografis

3. Gejala perubahan bentuk daerah sekitar yaitu bentuk pembangunan pusat-pusat kegiatan, pusat-pusat sosial budaya dan ekonomi, serta permukiman

3.3.4 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu:

1. Data demografis pedagang yang berasal dari PD Pasar Medan meliputi jumlah pedagang, pendidikan, dan status warga yang digunakan sebelum dan sesudah jalan diperluas.

2. Data fisik lokasi penelitian yang berasal Kantor Camat Medan Tuntungan, Kelurahan Tanjung Selamat seperti peta geografis di mana pedagang melakukan dagangannya.


(5)

3.4 Populasi dan Sampel

Adapun populasi penelitian adalah sejumlah pedagang yang telah berdagang selama kurun waktu sebelum dan sesudah jalan diperluas, yaitu sebanyak 180 jiwa. Walaupun sebelumnya telah dijelaskan bahwa jumlah pedagang sesudah jalan diperluas mencapai 527 jiwa namun hal ini bukan merupakan cerminan populasi yang representatif untuk diikutsertakan.

Sedangkan sampel penelitian adalah sampel yang representatif yaitu para pedagang tradisional di kawasan Tanjung Selamat yang telah berdagang selama kurun waktu sebelum dan sesudah jalan diperluas.

3.4.1 Teknik Pengambilan Sampel

Mengingat karakteristrik sosial ekonomi para pedagang tradisional di kawasan Tanjung Selamat pada umumnya homogen, maka teknik penarikan sampel yang dipergunakan dengan cara kluster sampling yaitu dengan membagi tujuh kelompok yang masing-masing peserta dibagi dengan spesialisasinya.

Dari data sekunder diperoleh jumlah pedagang 527 jiwa; terdiri dari 180 jiwa merupakan pedagang yang telah berdagang sebelum jalan diperluas dan 347 jiwa adalah pedagang yang baru sesudah jalan diperluas.

Dari data tersebut populasi yang terwakili untuk sampel adalah para pedagang yang telah berdagang sebelum dan sesudah jalan diperluas sebanyak 180 jiwa.

Para pedagang ini digolongkan menjadi tujuh kelompok terdiri:

• pedagang sayur-sayuran dan rempah- rempah • pedagang buah-buahan

• pedagang daging dan ikan • pedagang makanan jadi • pedagang minuman

• pedagang tekstil dan pakaian

• pedagang mainan anak-anak dan peralatan

dapur

Kemudian secara acak dipilih 13 pedagang dari setiap kelompok sebagai sampel, sehingga jumlah sampel seluruhnya menjadi 91.

Namun setelah disurvai berdasarkan hasil tabulasi angket, terdapat perubahan pada jumlah sampel pedagang mainan anak-anak sebanyak 8 jiwa, yang sebelumnya diharapkan kehadirannya 13 jiwa. Dengan demikian terdapat perubahan total sampel dari 91 jiwa menjadi 86 jiwa.

Adapun alasan dari penetapan jumlah sampel yang sedemikian rupa;

1. mengingat adanya waktu yang cukup terbatas pada penelitian,

2. dana penelitian yang cukup terbatas. 3.4.2 Teknik Analisis Data

Adapun variabel yang diteliti meliputi:

• Perluasan jalan (X); akan menghasilkan

perubahan besar terhadap sebaran pergerakan sosial dan ekonomi di sekitarnya.

• Pendapatan (Y); suatu usaha yang diupayakan

pedagang dari pergerakan sosial dan ekonomi.

Untuk menjawab permasalahan ditetapkan digunakan beberapa metode analisis data sebagai berikut:

Rumus yang digunakan untuk menghitung pengaruh pendapatan pedagang:

t = MI - M II

N(N – 1) di mana:

t = rata-rata pendapatan

MI = Pendapatan sebelum perluasan jalan

MII = Pendapatan sesudah perluasan jalan

N = Jumlah sampel/responden

Model t test di atas akan diuji tingkat keabsahannya dengan uji analisa statistik inferensial dengan tingkat kepercayaan 95% (Singgih, 2000).

Keadaan iklimnya merupakan iklim tropis denga rata-rata suhu berkisar antara 290C – 320C dengan musim kemarau dan musim hujan. Rata-rata musim hujan di daerah ini dengan curah hujan yang cukup besar berkisar 1500 sampai dengan 2500 mm/tahun yang terjadi awal Agustus sampai bulan Desember.


(6)

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Keadaan Demografis Responden 4.1.1 Umur responden

Pengukuran umur ini hanya ditampilkan umur dalam tahun. Hasil menunjukkan sebagian besar responden mengelompok pada umur 20-39 tahun yakni meliputi 82%, sisanya mengelompok pada umur 40-59 tahun meliputi 18% (Tabel 4.1.) Tabel 4.1 Pengelompokan Umur Respoden

Kelompok Umur Jumlah Responden

Keterangan (%)

20 – 24 Tahun 14 16

25 – 29 Tahun 23 26

30 – 34 Tahun 28 32

35 – 39 Tahun 7 8

40 – 44 Tahun 3 4

45 – 49 Tahun 3 4

50 – 54 Tahun 3 4

55 – 59 Tahun 5 6

Total 86 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan tahun 2001

Lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut:

Pe nge lom pok an Um ur Re s ponde n

16%

27% 34%

8%

3%3%3% 6%

20 – 24 Tahun 25 – 29 Tahun 30 – 34 Tahun 35 – 39 Tahun 40 – 44 Tahun 45 – 49 Tahun 50 – 54 Tahun 55 – 59 Tahun

Diagram 4.1 Pengelompokan Umur Responden

4.1.2 Status Perkawinan dan Jumlah

Tanggungan

Bila diperhatikan distribusi responden menurut status perkawinan, data menunjukkan bahwa dari seluruh responden 70% berstatus kawin, 29% berstatus belum kawin, dan yang bercerai mati 0,1% (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Status Kawin dan Belum Kawin Status

Perkawinan Jumlah

Keterangan (%)

Kawin 60 70

Belum Kawin 25 29

Bercerai mati 1 0,1

Total 86 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan Tahun 2001

Bagi mereka yang sudah berstatus kawin bila dihubungkan dengan jumlah tanggungan, data memperlihatkan 51% mempunyai jumlah tanggungan antara 1 – 4 orang, sisanya 49% mempuyai jumlah tanggungan di atas 5 orang. Dan mereka yang belum berstatus kawin ternyata seluruhnya tidak mempunyai tanggungan keluarga seperti saudara, orang tua, kemenakan, dan lain-lain.

Pada umumnya mereka masih relatif muda yakni antara 20–30 tahun dan merupakan pengalaman yang pertama kali terjun ke dunia sektor informal (Tabel 4.3).

Tabel 4. 3 Jumlah Tanggungan dan Status Kawin Status Kawin Jumlah

Tanggungan Kawin (%) Belum Kawin (%)

Tidak Ada 0,0 100

1 – 4 Orang 31 (51) 0

5 – 7 Orang 29 (49) 0

Total 60 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan tahun 2005

4.1.3 Tingkat Pendidikan

Mengetahui tingkat pendidikan merupakan dasar untuk mengelompokkan atas pendidikan rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan rendah adalah mereka yang tidak pernah sekolah formal dan hanya menduduki sekolah dasar, sedangkan yang yang termasuk dalam kelompok pendidikan tinggi adalah mereka yang pernah menduduki sekolah lanjutan pertama dan juga pernah mencapai sekolah lanjutan atau perguruan tinggi.

Berdasarkan pengertian tersebut hasil survai memperlihatkan responden yang lulus SMU 34%, lulus SLTP 31%, lulus SD sebanyak 22,5%, tidak lulus SD 40%, tidak sekolah 4%, dan lulus PT 4,5%.

4.2 Jenis Usaha

Seperti telah diuraikan di atas, jenis usaha dibedakan ke dalam beberapa kategori usaha guna membentuk kegiatan ekonomi pedagang kaki lima. Dalam penelitian ini ditemukan jenis usaha pedagang kaki lima seperti pedagang makanan dan pedagang bukan makanan.


(7)

Adapun jenis usaha masing-masing dapat dibagi ke dalam unit-unit usaha yang lebih khusus. Untuk pedagang makanan terdiri dari pedagang sayuran dan rempah-rempah, pedagang buah, pedagang ikan dan daging, pedagang makanan jadi, dan pedagang minuman.

Untuk jenis usaha bukan makanan dapat dibagi menjadi unit usaha pedagang pakaian/tekstil dan mainan anak-anak. Selanjutnya usaha ini dibagi dan dikelompokkan. Dari 86 responden pedagang tradisional yang dijumpai, 75,6% merupakan pedagang makanan dan 24,4% merupakan pedagang bukan makanan. Jenis usaha pedagang makanan selanjutnya diperinci menurut spesialisasinya. Pedagang sayuran dan rempah-rempah menduduki persentase sebanyak 15,11%, pedagang makanan jadi 15,11%, pedagang ikan dan daging 15,11%, pedagang minuman 15,11%, serta pedagang buah 15,11%.

Untuk jenis usaha pedagang bukan makanan menunjukan bahwa jenis usaha ini ternyata sebagian besar (15,11%) merupakan pedagang pakaian, selebihnya pedagang mainan anak-anak 9,30% (Tabel 4.5).

4.3 Modal Usaha

Pengukuran modal usaha yang dilakukan untuk pedagang tradisional dalam membuka usahanya pertama kali adalah dari hasil tabungan atau dari lembaga keuangan tidak resmi. Survai menemukan dari seluruh pedagang kaki lima, modal pertama kali yang digunakan meliputi 75% modal kecil berkisar antara Rp 50.000,- – Rp 150.000,- dan 13% bermodal sedang yakni Rp 150.000,- – Rp 300.000,- sedangkan bermodal besar Rp 300.000,- – Rp 500.000,- meliputi 12%.

Dari kenyataan di atas sebagian besar pedagang kaki lima hanya bermodal antara Rp 50.000,- hingga Rp150.000,- merupakan omset penjualan

yang relatif kecil, sehingga perputaran dan skala operasi juga relatif kecil (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Besar Modal Pertama yang Digunakan Pedagang untuk Berdagang

Modal Dasar

Besar Modal (Rp )

Keterangan (% ) Modal Besar Rp 300.000 –

Rp 500.000

12 % Modal

Sedang

Rp 150.000 – Rp 300.000

13 % Modal Kecil Rp 50.000 –

Rp 150.000,-

75 % Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Asal modal menunjukkan 51% modal sendiri, 26% berasal dari orang tua, 11% modal pinjaman dari saudara, dan 12% modal pinjaman dari orang lain.

Selanjutnya bila modal usaha ini dihubungkan dengan jenis usaha, maka terlihat persentase yang bermodal kecil paling tinggi ditempati pedagang makanan, dan untuk modal sedang Rp 300.000,- hingga Rp 500.000,- ditempati pedagang bukan makanan.

4.4 Penghasilan

4.4.1 Perubahan Waktu Berjualan terhadap Pendapatan Bersih Sesudah Jalan Diperluas

Temuan menunjukkan pedagang tradisional yang tetap berjualan selama 8 jam sampai dengan 12 jam per harinya, tidak terlalu mempermasalahkan situasi kondisi jalan diperluas atau tidak, yang berhubungan dengan pendapatan mereka kesehariannya. Yang penting bagi pedagang dapat berjualan dengan aman pada tempat-tempat dagangan mereka. Terbukti dari hasil data yang diperoleh, selama waktu berjualan yang tidak berubah sebanyak 74 orang (Tabel 4.7).


(8)

Tabel 4.7 Pendapatan Pedagang berdasarkan Satuan Waktu Berjualan Sesudah Jalan Diperluas Indikator

Perubahan

Waktu Berjualan 8 sampai 12

jam/hari

Pendapatan Bersih

Tidak Berubah

74 orang (86 % )

58 orang ( 67 %) Sedikit Berubah

8 orang (9,8 % )

25 0rang ( 28,57) Banyak Berubah

4 orang (4,2 % )

3 orang ( 2,19 %) Total

86 orang (100 %)

86 orang (100 %)

Sumber Data: Olahan Data (2005)

Tabel 4.8 Penggunaan Pendapatan Bersih terhadap Konsumsi Modal Usaha dan Biaya Produksi Sesudah Jalan Diperluas

Indikator Perubahan

Konsumsi Modal

Usaha Biaya Produksi Tidak Berubah 67 orang (78,2 %) 78 orang (91 %) 83 orang (97 % ) Sedikit

Berubah

3 orang ( 3,29 %)

1 orang (1,09%)

1 orang ( 1,09 %) Banyak

Berubah

16 orang (18,6 % )

1 orang (1,09 %)

1 orang (1,09 %)

Total 86 Orang

(100 %)

80 orang (93,18%)

85orang (99,18 %)

Sumber Data Primer: Data Olahan (2005)

Data di atas menggambarkan pekerjaan sebagai pedagang tradisional merupakan pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh oleh situasi atau keadaan apapun yang dapat mempengaruhi sekelilingnya. Dalam hal ini pedagang ini kelihatannya dapat bertahan hidup dalam berbagai kondisi sekalipun kondisi tersebut menyulitkan dengan adanya pertambahan pedagang di sekitarnya.

4.5 Pengaruh Perluasan Jalan terhadap Pendapatan Pedagang

4.5.1 Pendapatan Pedagang Sayuran dan Rempah–Rempah

Tabel 4.9 Pendapatan Pedagang Sayuran dan Rempah- Rempah Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan Rp/hari Keterangan (%) Penghasilan Rp/hari Keterangan (%) Rp 50.000,- 7,7 Rp 50.000,- 7,69 Rp 49.000,- 7,7 Rp 49.000,- 7,69 Rp 42.500,- 15,38 Rp 42.500,- 7,69 Rp 37.500,- 15,38 Rp 37.500,- 7,7 Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 7,7 Rp 32.500,- 15,39 Rp 32.500,- 15,39

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 30.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69 Rp 25.000,- 7,69 Rp 25.000,- 15,38 Rp 23.600,- - Rp 23.600,- 7,69 Rp 22.500,- - Rp 22.500,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 1,620< t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti antara pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang sayur-sayuran dan rempah-rempah.

4.5.2 Pendapatan Pedagang Ikan dan Daging Tabel 4.10 Pendapatan Pedagang Ikan dan Daging

Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan Rp/hari Keterangan (%) Penghasilan Rp/hari Keterangan (%) Rp 55.000,- 7,69 Rp 55.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69 Rp 45.000- 7,69 Rp 45.000- 7,69 Rp 40.000,- 7,69 Rp 40.000,- 7,69 Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 23,07 Rp 30.000,- 30,76 Rp 30.000,- 15,38 Rp 25.000,- 15,38 Rp 25.000,- 15,38 Rp 22.000,- 7,69 Rp 22.000,- 15,38

Rp 20.000,- 0 Rp 20.000,- 0

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 1,049 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang ikan dan daging. 4.5.3 Pendapatan Pedagang Makanan Jadi Tabel 4.11 Pendapatan Pedagang Makanan Jadi

Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum Jalan

Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan Rp/hari Ket. (%) Penghasilan Rp/hari Ket. (%) Rp 32.300,- 7,69 Rp 32.300,- 7,69 Rp 26.600,- 7,69 Rp 26.600,- 15,38 Rp 22.400,- 15,38 Rp 22.400,- 15,38 Rp 20.200,- 15,38 Rp 20.200,- 7,69 Rp 19.700,- 15,38 Rp 19.700,- 7,69 Rp 19.400,- 7,69 Rp 19.400,- 15,38


(9)

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 187.00,- 7,69 Rp 18.700,- 7,69 Rp 18.600,- 7,69 Rp 18.600,- 7,69 Rp 18.400,- 7,69 Rp 18.400,- 7,69 Rp 17.900,- 7,69 Rp 17.900,- 7,69

Rp 14.700,- - Rp 14.700 -

Rp 14.600,- - Rp 14.600 -

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,056 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung < t tabel hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan terhadap pendapatan pedagang makanan jadi.

4.5.4 Pendapatan Pedagang Minuman

Tabel 4.12 Pendapatan Pedagang Minuman Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%) Rp 40.000,- 7,69 Rp 40.000,- 7,69 Rp 37.000,- 7,69 Rp 37.000,- 15,38 Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 15,38 Rp 33.000,- 15,38 Rp 33.000,- 7,69 Rp 30.000,- 15,38 Rp 30.000,- 7,69 Rp 27.000,- 15,38 Rp 27.000,- 15,38 Rp 23.000,- 7,69 Rp 23.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69 Rp 15.000,- 7,69 Rp 15.000,- 15,38

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95 %, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,944 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang minuman.

4.5.5 Pendapatan Pedagang Mainan Anak- Anak

Tabel 4.13 Pendapatan Pedagang Mainan Anak-Anak Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%) Rp 38.000,- 7,69 Rp 38.000,- 7,69 Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 25.000,- 7,69 Rp 25.000,- 15,38 Rp 23.000,- 7,69 Rp 23.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69 Rp 18.000,- 7,69 Rp 18.000,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,902 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang mainan anak-anak. 4.5.6 Pendapatan Pedagang Pakaian

Tabel 4.14 Pendapatan Pedagang Pakaian Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%) Rp 200.000,- 15,38 Rp 200.000,- 7,69 Rp 175.000,- 7,69 Rp 175.000,- 7,69 Rp 150.000-,- 7,69 Rp 150.000,- 7,69 Rp 123.000,- 7,69 Rp 123.000,- 15,38 Rp 70.000,- 23,07 Rp 70.000,- 7,69 Rp 60.000,- 15,38 Rp 60.000,- 15,38 Rp 50.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69 Rp 32.000,- 7,69 Rp 32.000,- 7,69 Rp 26.600,- 7,69 Rp 26.600,- 7,69 Rp 22.400,- - Rp 22.400,- 7,69 Rp 20.200,- - Rp 20.200,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95 % , ternyata diperoleh hasil t hitung 0,436 < t tabel 2,160. Ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang pakaian.

4.5.7 Pendapatan Pedagang Buah-buahan Tabel 4.15 Pendapatan Pedagang Buah-buahan Sebelum

dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%) Rp 55.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69 Rp 49.000,- 7,69 Rp 45.000,- 15,38 Rp 42.500,- 7,69 Rp 40.000,- 15,38 Rp 37.500,- 7,69


(10)

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 23,07 Rp 30.000,- 15,38 Rp 32.500,- 15,38 Rp 25.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69 Rp 15.000,- 7,69 Rp 15.000,- 15,38

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Tabel 4.16. Kalkulasi Pendapatan Bersih Pedagang/ per Hari Sebelum Jalan Diperluas

Waktu Jam Kerja per Hari Pendapatan Bersih Freku-ensi Ket. (%)

< Rp 50.000,- 71 82,5 Rp 50.000,- –

Rp 99.000,- 10 11,68

Rp 100.000,- –

Rp 149.000,- 2 2,38

8 s.d. 12 jam per hari

Rp 150.000- –

Rp 200.000,- 3 3,44

Total 86 100

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,995 < t tabel 2,160 hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang buah-buahan

Penghasilan merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh, yang diwujudkan dalam bentuk rupiah.

Biasanya satuan waktu yang dipakai dalam pengukuran penghasilan adalah bulan, namun dalam survai ini satuan waktu yang dipakai adalah hari dengan kebiasaan bekerja atau berjualan selama 8 sampai 12 jam per harinya. Keseluruhan penghasilan pedagang ini didapatkan dengan hitungan pendapatan bersih. Hal ini dilakukan dengan adanya kenyataan bahwa sektor informal adalah suatu kegiatan ekonomi yang tidak tetap.

Tabel 4.17. Kalkulasi Pendapatan Bersih Pedagang per Hari Sesudah Jalan Diperluas

Waktu Jam Kerja per Hari Pendapatan Bersih Freku-ensi Ket. (%)

< Rp 50.000,- 72 83,7 Rp 50.000,- –

Rp 99.000,-

10 11,62 Rp 100.000,- –

Rp 149.000,-

1 1,16 8 s.d. 12

jam per hari

Rp 150.000,- –

Rp 200.000,-

3 3,48

Total 86 100

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Setelah ruas jalan diperluas, pedagang tradisional berpenghasilan di bawah Rp 50.000,- sebanyak 83,7%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai dengan Rp 150.000,- sebanyak 1,18%, berpenghasilan Rp 150.000,- sampai dengan Rp 200.000,- sebanyak 3,48%.

Tabel 4.18. Rekapitulasi Penghasilan Sesuai Jenis Spesialisasi Pedagang Penghasilan

No. Jenis Usaha Sebelum Jalan

Diperluas Ket. (%) Sesudah Jalan Diperluas Ket. (%)

1 Pedagang Sayur dan Rempah-Rempah

Rp 42.500 – Rp 50.000 Rp 32.500 – Rp 37.500 Rp 22.500 – Rp 30.000

30,76 46,15 23,09

Rp 42.500 – Rp 50.000 Rp 32.500 – Rp 37.500 Rp 22.500 – Rp 30.000

23,07 30,79 46,14 2 Pedagang Ikan dan

Daging

Rp 45.000 – Rp 55.000 Rp 35.000 – Rp 40.000 Rp 20.000 – Rp 30.000

23,07 23,1 53,83

Rp 45.000 – Rp 55.000 Rp 35.000 – Rp 40.000 Rp 20.000 – Rp 30.000

23,07 30,76 46,17 3 Pedagang Makanan Jadi Rp 21.000 – Rp 32.300

Rp 10.000 – Rp 20.000

38,46 61,54

Rp 21.000 – Rp 32.300 Rp 10.000 – Rp 20.000

38,48 61,52 4 Pedagang Minuman Rp 31.000 – Rp 40.000

Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

46,15 38,45 15,41

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp10.000 – Rp 20.000

46,14 30,76 23,07 5 Pedagang Mainan

Anak-anak

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

23,07 23,87 15,38

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

15,41 30,76 15,38 6 Pedagang Pakaian Rp 100.000 – Rp 200.000

Rp 51.000 – Rp 990.000 Rp 10.000 – Rp 50.000

38,45 38,45 23,1

Rp 100.000 – Rp 200.000 Rp 51.000 – Rp 990.000

Rp 10.000 – Rp 50.000

38,48 30,76 30,76 7 Pedagang Buah-buahan Rp 31.000 – Rp 55.000

Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

61,52 23,1 15,38

Rp 31.000 – Rp 55.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

53,86 23,07 23,07


(11)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.2 Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: secara umum, adanya para pedagang tradisional yang berdagang di daerah Tanjung Selamat, Medan bukan karena perluasan jalan. Sebelum jalan diperluas, para pedagang ini telah tumbuh secara alami di sepanjang ruas jalan yang sampai sekarang daerah ini cukup dikenal masyarakat Kota Medan.

Pertumbuhan pedagang ini demikian meningkat pada pinggiran ruas-ruas jalan dan ramainya konsumen yang berbelanja demikian pesatnya sehingga timbul kapasitas kepadatan antara keramaian dan banyaknya kendaraan yang akan melintas yang menyebabkan kemacetan lalu lintas yang demikian besar terlebih pada waktu sore hari. Teori yang mengatakan setiap pusat kegiatan, pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi yang dimasuki oleh transportasi mempunyai aksesibilitas yang tinggi, kenyataannya tidaklah merupakan jaminan adanya hubungan yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan para pedagang disebabkan adanya pertumbuhan pedagang yang tidak seimbang.

Dari hasil penelitian ada beberapa hal ditemukan: 1. Ternyata sebagian besar pendapatan pedagang

sebelum ruas jalan diperluas sebanyak 86,06% pedagang berpenghasilan di bawah Rp 50.000,- per hari, penghasilan Rp 51.000,- sampai Rp 99.000,- sebanyak 6,97%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai Rp 149.000,- sebanyak 2,32%, berpenghasilan Rp 15.000,- sampai Rp 200.000,- sebanyak 4,65%. Namun setelah jalan diperluas penghasilan pedagang di bawah Rp 50.000,- sebanyak 88,39%, penghasilan Rp 51.000,- sampai Rp 99.000,- sebanyak 4,65%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai Rp 150.000,- sebanyak 3,48%, berpenghasilan Rp 150.000,- sampai Rp 200.000,- sebanyak 3,48%. 2. Berdasarkan hasil empiris menunjukkan tidak

terdapat hubungan yang berarti antara perluasan jalan terhadap peningkatan pendapatan para pedagang tradisional yang diperlihatkan dengan tingkat signifikan 95%.

3. Pernyataan hipotesis yang mengatakan: tidak terdapat pengaruh perluasan jalan terhadap pendapatan pedagang tradisional dapat diterima. 5.2 Saran

Dari kesimpulan di atas peneliti ingin menyumbangkan saran sebagai berikut:

1. Pedagang tradisional adalah pedagang mikro yang berada di pihak yang lemah dan umumnya berpendapatan rata-rata di bawah upah minimum regional kota. Sudah selayaknya pemerintah kota memberikan bantuan moral atau material kepada pedagang dengan memberikan kucuran pinjaman lunak yang dapat dijangkau pedagang dengan mudah guna mengembangkan usahanya lebih baik lagi.

2. Penempatan pedagang yang berjualan di ruas-ruas jalan yang lambat laun akan tergusur oleh pihak kebijakan perkotaan, sudah selayaknya diberikan tempat relokalisasi yang layak tidak jauh dari tempat berdagang yang semula demi masa depan tempat mencari nafkah yang dapat menghidupi sanak keluarga mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Alma , Buchari (1992) Dasar-dasar Bisnis dan Pemasaran, Alfabeta, Bandung.

Black, J.A. (1981) Urban Transportation Planning Theory and Practice, London, Cromm Helm. Breman, J. (1991) Sistem Tenaga Kerja Dualistis

Suatu Kritik Terhadap Konsep Sektor Informal, dalam Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor informal di Kota, Yayasan Obor Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.

Dewar, R. (1992) Driver And Pedestrian Characterisric ”Traffic Enginering. Institute Transportation Enginering, Prentice Hall, New Jersey.

Efendi (1988) Kesempatan Kerja Informal di Daerah Perkotaan Indonesia (Analisa Pertumbuhan dan Peranannya), Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Yunus, Hadi Sabari (2000) Struktur Tata Ruang Kota, Pusat Pelajar, Yogyakarta.

Williamson (1998) Regional Inequality and the Process of National Development description of Patterns, Pengguin Books Lnc, Baltimore.


(1)

4.1 Keadaan Demografis Responden 4.1.1 Umur responden

Pengukuran umur ini hanya ditampilkan umur dalam tahun. Hasil menunjukkan sebagian besar responden mengelompok pada umur 20-39 tahun yakni meliputi 82%, sisanya mengelompok pada umur 40-59 tahun meliputi 18% (Tabel 4.1.) Tabel 4.1 Pengelompokan Umur Respoden

Kelompok Umur Jumlah Responden

Keterangan (%)

20 – 24 Tahun 14 16

25 – 29 Tahun 23 26

30 – 34 Tahun 28 32

35 – 39 Tahun 7 8

40 – 44 Tahun 3 4

45 – 49 Tahun 3 4

50 – 54 Tahun 3 4

55 – 59 Tahun 5 6

Total 86 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan tahun 2001

Lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut: Pe nge lom pok an Um ur Re s ponde n

16%

27% 34%

8%

3%3%3% 6%

20 – 24 Tahun 25 – 29 Tahun 30 – 34 Tahun 35 – 39 Tahun 40 – 44 Tahun 45 – 49 Tahun 50 – 54 Tahun 55 – 59 Tahun

Diagram 4.1 Pengelompokan Umur Responden

4.1.2 Status Perkawinan dan Jumlah

Tanggungan

Bila diperhatikan distribusi responden menurut status perkawinan, data menunjukkan bahwa dari seluruh responden 70% berstatus kawin, 29% berstatus belum kawin, dan yang bercerai mati 0,1% (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Status Kawin dan Belum Kawin

Status

Perkawinan Jumlah

Keterangan (%)

Kawin 60 70

Belum Kawin 25 29

Bercerai mati 1 0,1

Total 86 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan Tahun 2001

dihubungkan dengan jumlah tanggungan, data memperlihatkan 51% mempunyai jumlah tanggungan antara 1 – 4 orang, sisanya 49% mempuyai jumlah tanggungan di atas 5 orang. Dan mereka yang belum berstatus kawin ternyata seluruhnya tidak mempunyai tanggungan keluarga seperti saudara, orang tua, kemenakan, dan lain-lain.

Pada umumnya mereka masih relatif muda yakni antara 20–30 tahun dan merupakan pengalaman yang pertama kali terjun ke dunia sektor informal (Tabel 4.3).

Tabel 4. 3 Jumlah Tanggungan dan Status Kawin

Status Kawin Jumlah

Tanggungan Kawin (%) Belum Kawin (%)

Tidak Ada 0,0 100

1 – 4 Orang 31 (51) 0

5 – 7 Orang 29 (49) 0

Total 60 100

Sumber: Kantor Kelurahan Tanjung Selamat Medan tahun 2005

4.1.3 Tingkat Pendidikan

Mengetahui tingkat pendidikan merupakan dasar untuk mengelompokkan atas pendidikan rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan rendah adalah mereka yang tidak pernah sekolah formal dan hanya menduduki sekolah dasar, sedangkan yang yang termasuk dalam kelompok pendidikan tinggi adalah mereka yang pernah menduduki sekolah lanjutan pertama dan juga pernah mencapai sekolah lanjutan atau perguruan tinggi.

Berdasarkan pengertian tersebut hasil survai memperlihatkan responden yang lulus SMU 34%, lulus SLTP 31%, lulus SD sebanyak 22,5%, tidak lulus SD 40%, tidak sekolah 4%, dan lulus PT 4,5%.

4.2 Jenis Usaha

Seperti telah diuraikan di atas, jenis usaha dibedakan ke dalam beberapa kategori usaha guna membentuk kegiatan ekonomi pedagang kaki lima. Dalam penelitian ini ditemukan jenis usaha pedagang kaki lima seperti pedagang makanan dan pedagang bukan makanan.


(2)

Adapun jenis usaha masing-masing dapat dibagi ke dalam unit-unit usaha yang lebih khusus. Untuk pedagang makanan terdiri dari pedagang sayuran dan rempah-rempah, pedagang buah, pedagang ikan dan daging, pedagang makanan jadi, dan pedagang minuman.

Untuk jenis usaha bukan makanan dapat dibagi menjadi unit usaha pedagang pakaian/tekstil dan mainan anak-anak. Selanjutnya usaha ini dibagi dan dikelompokkan. Dari 86 responden pedagang tradisional yang dijumpai, 75,6% merupakan pedagang makanan dan 24,4% merupakan pedagang bukan makanan. Jenis usaha pedagang makanan selanjutnya diperinci menurut spesialisasinya. Pedagang sayuran dan rempah-rempah menduduki persentase sebanyak 15,11%, pedagang makanan jadi 15,11%, pedagang ikan dan daging 15,11%, pedagang minuman 15,11%, serta pedagang buah 15,11%.

Untuk jenis usaha pedagang bukan makanan menunjukan bahwa jenis usaha ini ternyata sebagian besar (15,11%) merupakan pedagang pakaian, selebihnya pedagang mainan anak-anak 9,30% (Tabel 4.5).

4.3 Modal Usaha

Pengukuran modal usaha yang dilakukan untuk pedagang tradisional dalam membuka usahanya pertama kali adalah dari hasil tabungan atau dari lembaga keuangan tidak resmi. Survai menemukan dari seluruh pedagang kaki lima, modal pertama kali yang digunakan meliputi 75% modal kecil berkisar antara Rp 50.000,- – Rp 150.000,- dan 13% bermodal sedang yakni Rp 150.000,- – Rp 300.000,- sedangkan bermodal besar Rp 300.000,- – Rp 500.000,- meliputi 12%.

Dari kenyataan di atas sebagian besar pedagang kaki lima hanya bermodal antara Rp 50.000,- hingga Rp150.000,- merupakan omset penjualan

yang relatif kecil, sehingga perputaran dan skala operasi juga relatif kecil (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Besar Modal Pertama yang Digunakan Pedagang untuk Berdagang

Modal Dasar

Besar Modal (Rp )

Keterangan (% )

Modal Besar Rp 300.000 – Rp 500.000

12 % Modal

Sedang

Rp 150.000 – Rp 300.000

13 % Modal Kecil Rp 50.000 –

Rp 150.000,-

75 % Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Asal modal menunjukkan 51% modal sendiri, 26% berasal dari orang tua, 11% modal pinjaman dari saudara, dan 12% modal pinjaman dari orang lain.

Selanjutnya bila modal usaha ini dihubungkan dengan jenis usaha, maka terlihat persentase yang bermodal kecil paling tinggi ditempati pedagang makanan, dan untuk modal sedang Rp 300.000,- hingga Rp 500.000,- ditempati pedagang bukan makanan.

4.4 Penghasilan

4.4.1 Perubahan Waktu Berjualan terhadap Pendapatan Bersih Sesudah Jalan Diperluas

Temuan menunjukkan pedagang tradisional yang tetap berjualan selama 8 jam sampai dengan 12 jam per harinya, tidak terlalu mempermasalahkan situasi kondisi jalan diperluas atau tidak, yang berhubungan dengan pendapatan mereka kesehariannya. Yang penting bagi pedagang dapat berjualan dengan aman pada tempat-tempat dagangan mereka. Terbukti dari hasil data yang diperoleh, selama waktu berjualan yang tidak berubah sebanyak 74 orang (Tabel 4.7).


(3)

Waktu Berjualan Sesudah Jalan Diperluas Indikator

Perubahan

Waktu Berjualan 8 sampai 12

jam/hari

Pendapatan Bersih

Tidak Berubah

74 orang (86 % )

58 orang ( 67 %) Sedikit Berubah

8 orang (9,8 % )

25 0rang ( 28,57) Banyak Berubah

4 orang (4,2 % )

3 orang ( 2,19 %) Total

86 orang (100 %)

86 orang (100 %) Sumber Data: Olahan Data (2005)

Tabel 4.8 Penggunaan Pendapatan Bersih terhadap Konsumsi Modal Usaha dan Biaya Produksi Sesudah Jalan Diperluas

Indikator Perubahan

Konsumsi Modal

Usaha

Biaya Produksi Tidak

Berubah

67 orang (78,2 %)

78 orang (91 %)

83 orang (97 % ) Sedikit

Berubah

3 orang ( 3,29 %)

1 orang (1,09%)

1 orang ( 1,09 %) Banyak

Berubah

16 orang (18,6 % )

1 orang (1,09 %)

1 orang (1,09 %)

Total 86 Orang

(100 %)

80 orang (93,18%)

85orang (99,18 %) Sumber Data Primer: Data Olahan (2005)

Data di atas menggambarkan pekerjaan sebagai pedagang tradisional merupakan pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh oleh situasi atau keadaan apapun yang dapat mempengaruhi sekelilingnya. Dalam hal ini pedagang ini kelihatannya dapat bertahan hidup dalam berbagai kondisi sekalipun kondisi tersebut menyulitkan dengan adanya pertambahan pedagang di sekitarnya.

4.5 Pengaruh Perluasan Jalan terhadap Pendapatan Pedagang

4.5.1 Pendapatan Pedagang Sayuran dan Rempah–Rempah

Tabel 4.9 Pendapatan Pedagang Sayuran dan Rempah- Rempah Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Keterangan (%)

Penghasilan Rp/hari

Keterangan (%)

Rp 50.000,- 7,7 Rp 50.000,- 7,69

Rp 49.000,- 7,7 Rp 49.000,- 7,69

Rp 42.500,- 15,38 Rp 42.500,- 7,69 Rp 37.500,- 15,38 Rp 37.500,- 7,7 Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 7,7 Rp 32.500,- 15,39 Rp 32.500,- 15,39

Jalan Diperluas Jalan Diperluas

Rp 30.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69 Rp 25.000,- 7,69 Rp 25.000,- 15,38

Rp 23.600,- - Rp 23.600,- 7,69

Rp 22.500,- - Rp 22.500,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 1,620< t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti antara pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang sayur-sayuran dan rempah-rempah.

4.5.2 Pendapatan Pedagang Ikan dan Daging Tabel 4.10 Pendapatan Pedagang Ikan dan Daging

Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Keterangan (%)

Penghasilan Rp/hari

Keterangan (%)

Rp 55.000,- 7,69 Rp 55.000,- 7,69

Rp 50.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69

Rp 45.000- 7,69 Rp 45.000- 7,69

Rp 40.000,- 7,69 Rp 40.000,- 7,69

Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 23,07 Rp 30.000,- 30,76 Rp 30.000,- 15,38 Rp 25.000,- 15,38 Rp 25.000,- 15,38

Rp 22.000,- 7,69 Rp 22.000,- 15,38

Rp 20.000,- 0 Rp 20.000,- 0

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 1,049 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang ikan dan daging. 4.5.3 Pendapatan Pedagang Makanan Jadi Tabel 4.11 Pendapatan Pedagang Makanan Jadi

Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum Jalan

Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Rp 32.300,- 7,69 Rp 32.300,- 7,69

Rp 26.600,- 7,69 Rp 26.600,- 15,38

Rp 22.400,- 15,38 Rp 22.400,- 15,38

Rp 20.200,- 15,38 Rp 20.200,- 7,69

Rp 19.700,- 15,38 Rp 19.700,- 7,69


(4)

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 187.00,- 7,69 Rp 18.700,- 7,69

Rp 18.600,- 7,69 Rp 18.600,- 7,69

Rp 18.400,- 7,69 Rp 18.400,- 7,69

Rp 17.900,- 7,69 Rp 17.900,- 7,69

Rp 14.700,- - Rp 14.700 -

Rp 14.600,- - Rp 14.600 -

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,056 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung < t tabel hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan terhadap pendapatan pedagang makanan jadi.

4.5.4 Pendapatan Pedagang Minuman

Tabel 4.12 Pendapatan Pedagang Minuman Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Rp 40.000,- 7,69 Rp 40.000,- 7,69

Rp 37.000,- 7,69 Rp 37.000,- 15,38

Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 15,38

Rp 33.000,- 15,38 Rp 33.000,- 7,69

Rp 30.000,- 15,38 Rp 30.000,- 7,69

Rp 27.000,- 15,38 Rp 27.000,- 15,38

Rp 23.000,- 7,69 Rp 23.000,- 7,69

Rp 20.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69

Rp 15.000,- 7,69 Rp 15.000,- 15,38

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95 %, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,944 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang minuman.

4.5.5 Pendapatan Pedagang Mainan Anak- Anak

Tabel 4.13 Pendapatan Pedagang Mainan Anak-Anak Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Rp 38.000,- 7,69 Rp 38.000,- 7,69

Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 7,69

Rp 30.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas

Rp 25.000,- 7,69 Rp 25.000,- 15,38

Rp 23.000,- 7,69 Rp 23.000,- 7,69

Rp 20.000,- 7,69 Rp 20.000,- 7,69

Rp 18.000,- 7,69 Rp 18.000,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,902 < t tabel 2,160. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang mainan anak-anak. 4.5.6 Pendapatan Pedagang Pakaian

Tabel 4.14 Pendapatan Pedagang Pakaian Sebelum dan Sesudah Jalan Diperluas

Pendapatan Sebelum Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%) Rp 200.000,- 15,38 Rp 200.000,- 7,69 Rp 175.000,- 7,69 Rp 175.000,- 7,69 Rp 150.000-,- 7,69 Rp 150.000,- 7,69 Rp 123.000,- 7,69 Rp 123.000,- 15,38

Rp 70.000,- 23,07 Rp 70.000,- 7,69

Rp 60.000,- 15,38 Rp 60.000,- 15,38

Rp 50.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69

Rp 32.000,- 7,69 Rp 32.000,- 7,69

Rp 26.600,- 7,69 Rp 26.600,- 7,69

Rp 22.400,- - Rp 22.400,- 7,69

Rp 20.200,- - Rp 20.200,- 7,69

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95 % , ternyata diperoleh hasil t hitung 0,436 < t tabel 2,160. Ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang pakaian.

4.5.7 Pendapatan Pedagang Buah-buahan Tabel 4.15 Pendapatan Pedagang Buah-buahan Sebelum

dan Sesudah Jalan Diperluas Pendapatan Sebelum

Jalan Diperluas

Pendapatan Sesudah Jalan Diperluas Penghasilan

Rp/hari

Ket. (%)

Penghasilan Rp/hari

Ket. (%)

Rp 55.000,- 7,69 Rp 50.000,- 7,69

Rp 50.000,- 7,69 Rp 49.000,- 7,69

Rp 45.000,- 15,38 Rp 42.500,- 7,69


(5)

Jalan Diperluas Jalan Diperluas

Rp 35.000,- 15,38 Rp 35.000,- 23,07

Rp 30.000,- 15,38 Rp 32.500,- 15,38

Rp 25.000,- 7,69 Rp 30.000,- 7,69

Rp 20.000,- 7,69 Rp 26.000,- 7,69

Rp 15.000,- 7,69 Rp 15.000,- 15,38

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Tabel 4.16. Kalkulasi Pendapatan Bersih Pedagang/ per Hari Sebelum Jalan Diperluas

Waktu Jam Kerja

per Hari

Pendapatan Bersih

Freku-ensi

Ket. (%)

< Rp 50.000,- 71 82,5

Rp 50.000,- –

Rp 99.000,- 10 11,68

Rp 100.000,- –

Rp 149.000,- 2 2,38

8 s.d. 12 jam per hari

Rp 150.000- –

Rp 200.000,- 3 3,44

Total 86 100

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Dari hasil perhitungan tingkat signifikan koefisien t dengan 2,160 pada tingkat kepercayaaan 95%, ternyata diperoleh hasil t hitung 0,995 < t tabel 2,160 hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti pengaruh perluasan jalan dengan pendapatan pedagang buah-buahan

Penghasilan merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh, yang diwujudkan dalam bentuk rupiah.

pengukuran penghasilan adalah bulan, namun dalam survai ini satuan waktu yang dipakai adalah hari dengan kebiasaan bekerja atau berjualan selama 8 sampai 12 jam per harinya. Keseluruhan penghasilan pedagang ini didapatkan dengan hitungan pendapatan bersih. Hal ini dilakukan dengan adanya kenyataan bahwa sektor informal adalah suatu kegiatan ekonomi yang tidak tetap.

Tabel 4.17. Kalkulasi Pendapatan Bersih Pedagang per Hari Sesudah Jalan Diperluas

Waktu Jam Kerja per

Hari

Pendapatan Bersih

Freku-ensi

Ket. (%) < Rp 50.000,- 72 83,7 Rp 50.000,- –

Rp 99.000,-

10 11,62 Rp 100.000,- –

Rp 149.000,-

1 1,16 8 s.d. 12

jam per hari

Rp 150.000,- –

Rp 200.000,-

3 3,48

Total 86 100

Sumber Data Primer: Olahan Data (2005)

Setelah ruas jalan diperluas, pedagang tradisional berpenghasilan di bawah Rp 50.000,- sebanyak 83,7%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai dengan Rp 150.000,- sebanyak 1,18%, berpenghasilan Rp 150.000,- sampai dengan Rp 200.000,- sebanyak 3,48%.

Tabel 4.18. Rekapitulasi Penghasilan Sesuai Jenis Spesialisasi Pedagang Penghasilan

No. Jenis Usaha Sebelum Jalan

Diperluas

Ket. (%)

Sesudah Jalan Diperluas

Ket. (%) 1 Pedagang Sayur dan

Rempah-Rempah

Rp 42.500 – Rp 50.000 Rp 32.500 – Rp 37.500 Rp 22.500 – Rp 30.000

30,76 46,15 23,09

Rp 42.500 – Rp 50.000 Rp 32.500 – Rp 37.500 Rp 22.500 – Rp 30.000

23,07 30,79 46,14 2 Pedagang Ikan dan

Daging

Rp 45.000 – Rp 55.000 Rp 35.000 – Rp 40.000 Rp 20.000 – Rp 30.000

23,07 23,1 53,83

Rp 45.000 – Rp 55.000 Rp 35.000 – Rp 40.000 Rp 20.000 – Rp 30.000

23,07 30,76 46,17 3 Pedagang Makanan Jadi Rp 21.000 – Rp 32.300

Rp 10.000 – Rp 20.000

38,46 61,54

Rp 21.000 – Rp 32.300 Rp 10.000 – Rp 20.000

38,48 61,52 4 Pedagang Minuman Rp 31.000 – Rp 40.000

Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

46,15 38,45 15,41

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp10.000 – Rp 20.000

46,14 30,76 23,07

5 Pedagang Mainan

Anak-anak

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

23,07 23,87 15,38

Rp 31.000 – Rp 40.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

15,41 30,76 15,38 6 Pedagang Pakaian Rp 100.000 – Rp 200.000

Rp 51.000 – Rp 990.000 Rp 10.000 – Rp 50.000

38,45 38,45 23,1

Rp 100.000 – Rp 200.000 Rp 51.000 – Rp 990.000

Rp 10.000 – Rp 50.000

38,48 30,76 30,76 7 Pedagang Buah-buahan Rp 31.000 – Rp 55.000

Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

61,52 23,1 15,38

Rp 31.000 – Rp 55.000 Rp 21.000 – Rp 30.000 Rp 10.000 – Rp 20.000

53,86 23,07 23,07


(6)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.2 Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: secara umum, adanya para pedagang tradisional yang berdagang di daerah Tanjung Selamat, Medan bukan karena perluasan jalan. Sebelum jalan diperluas, para pedagang ini telah tumbuh secara alami di sepanjang ruas jalan yang sampai sekarang daerah ini cukup dikenal masyarakat Kota Medan.

Pertumbuhan pedagang ini demikian meningkat pada pinggiran ruas-ruas jalan dan ramainya konsumen yang berbelanja demikian pesatnya sehingga timbul kapasitas kepadatan antara keramaian dan banyaknya kendaraan yang akan melintas yang menyebabkan kemacetan lalu lintas yang demikian besar terlebih pada waktu sore hari. Teori yang mengatakan setiap pusat kegiatan, pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi yang dimasuki oleh transportasi mempunyai aksesibilitas yang tinggi, kenyataannya tidaklah merupakan jaminan adanya hubungan yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan para pedagang disebabkan adanya pertumbuhan pedagang yang tidak seimbang.

Dari hasil penelitian ada beberapa hal ditemukan: 1. Ternyata sebagian besar pendapatan pedagang

sebelum ruas jalan diperluas sebanyak 86,06% pedagang berpenghasilan di bawah Rp 50.000,- per hari, penghasilan Rp 51.000,- sampai Rp 99.000,- sebanyak 6,97%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai Rp 149.000,- sebanyak 2,32%, berpenghasilan Rp 15.000,- sampai Rp 200.000,- sebanyak 4,65%. Namun setelah jalan diperluas penghasilan pedagang di bawah Rp 50.000,- sebanyak 88,39%, penghasilan Rp 51.000,- sampai Rp 99.000,- sebanyak 4,65%, berpenghasilan Rp 100.000,- sampai Rp 150.000,- sebanyak 3,48%, berpenghasilan Rp 150.000,- sampai Rp 200.000,- sebanyak 3,48%. 2. Berdasarkan hasil empiris menunjukkan tidak

terdapat hubungan yang berarti antara perluasan jalan terhadap peningkatan pendapatan para pedagang tradisional yang diperlihatkan dengan tingkat signifikan 95%.

3. Pernyataan hipotesis yang mengatakan: tidak terdapat pengaruh perluasan jalan terhadap pendapatan pedagang tradisional dapat diterima. 5.2 Saran

Dari kesimpulan di atas peneliti ingin menyumbangkan saran sebagai berikut:

1. Pedagang tradisional adalah pedagang mikro yang berada di pihak yang lemah dan umumnya berpendapatan rata-rata di bawah upah minimum regional kota. Sudah selayaknya pemerintah kota memberikan bantuan moral atau material kepada pedagang dengan memberikan kucuran pinjaman lunak yang dapat dijangkau pedagang dengan mudah guna mengembangkan usahanya lebih baik lagi.

2. Penempatan pedagang yang berjualan di ruas-ruas jalan yang lambat laun akan tergusur oleh pihak kebijakan perkotaan, sudah selayaknya diberikan tempat relokalisasi yang layak tidak jauh dari tempat berdagang yang semula demi masa depan tempat mencari nafkah yang dapat menghidupi sanak keluarga mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Alma , Buchari (1992) Dasar-dasar Bisnis dan

Pemasaran, Alfabeta, Bandung.

Black, J.A. (1981) Urban Transportation Planning

Theory and Practice, London, Cromm Helm.

Breman, J. (1991) Sistem Tenaga Kerja Dualistis Suatu Kritik Terhadap Konsep Sektor Informal, dalam Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor

informal di Kota, Yayasan Obor Indonesia,

PT. Gramedia, Jakarta.

Dewar, R. (1992) Driver And Pedestrian Characterisric ”Traffic Enginering. Institute

Transportation Enginering, Prentice Hall,

New Jersey.

Efendi (1988) Kesempatan Kerja Informal di Daerah Perkotaan Indonesia (Analisa

Pertumbuhan dan Peranannya), Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

Yunus, Hadi Sabari (2000) Struktur Tata Ruang Kota, Pusat Pelajar, Yogyakarta.

Williamson (1998) Regional Inequality and the Process of National Development description