Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian

Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian di SD Harapan 1 dan 2 Medan Lampiran 6 Daftar Kasus Pengaduan KPAID Sumut

Lampiran 7 Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Sumatera Utara (PKPA) Lampiran 8 Master Data Penelitian

Lampiran 9 Output Pengolahan SPSS Lampiran 10 Dokumentasi


(2)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat :

No. Telepon :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa :

Setelah mendapat keterangan sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami tentang tujuan, dan manfaat dalam penelitian, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian yang berjudul : GAMBARAN PERILAKU GURU DALAM HAL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR HARAPAN 1 & 2 MEDAN TAHUN 2016.

Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat. Demikian pernyataan persetujuan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan, semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,

Yang menyatakan Peserta penelitian


(3)

( )

KUESIONER

GAMBARAN PERILAKU GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA SISWA

DI SEKOLAH DASAR HARAPAN 1 & 2 MEDAN TAHUN 2016 Semua jawaban bersifat rahasia dan hasilnya akan dianalisa sebagai jawaban kelompok dan tidak bersifat perseorangan. Mohon diisi dengan teliti dan sebenar-benarnya. Terima kasih

Identitas Responden:

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Guru Bidang Studi/Kelas :

Pendidikan :

Pengetahuan

Petunjuk : Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah pernah mendengar tentang pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks

2.

Apakah pernah menerima informasi/sosialisasi terkait pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks khusus bagi siswa

3. Menurut anda, apakah yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?

a. Keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi reproduksi (3)

b. Keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan proses reproduksi. (2)


(4)

4. Apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks?

a. Persiapan seoang wanita saat pubertas (2)

b. Persiapan dalam melakukan hubungan seksual (1)

c. Pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral etika serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut (3)

5. Kapan sebaiknya anak diberikan pendidikan kesehatan reproduksi? a. Remaja (2)

b. Ketika anak telah menstruasi atau mengalami mimpi basah (1) c. Saat usia dini (3)

6. Darimana anak sebaiknya menerima pendidikan kesehatan reproduksi yang paling baik dan aman?

a. Media elektronik dan cetak seperti internet dan majalah (2) b. Temannya (1)

c. Orangtua dan guru (3)

7. Tujuan pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak sekolah dasar adalah

a. Menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuhnya. (2)

b. Memahami perbedaan jenis kelamin, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya.(3)

c. Memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan seperti seks bebas. (1)

8. Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak?

a. Praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan pada anak (2)

b. Praktik hubungan seksual dengan pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di mana ia sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak mampu memberi persetujuan (3)

c. Praktik hubungan seksual ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau anak lain (1)

9. Siapa saja yang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak? a. Orang asing (1)


(5)

b. Orang dekat seperti keluarga, tetangga, guru, teman-teman dari orang tua (2)

c. Siapa saja (3)

10.Manfaat pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak adalah

(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Mengerti dan memahami dengan peran jenis kelaminnya

b. Menerima setiap perubahan fisik yang dialami dengan wajar dan apa adanya

c. Menghapus rasa ingin tahu yang tidak sehat

d. Memperkuat rasa percaya diri dan bertanggung jawab pada dirinya

e. Mengerti dan memahami betapa besarnya kuasa Sang Pencipta

11.Menurut anda apa yang termasuk kejahatan seksual yang dapat terjadi pada anak? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Pedofilia b. Pemerkosaan c. Pencabulan d. Pelecehan e. Incest

f. Ekploitasi Seksual 12.Hubungan seksual yakni

a. Tindakan penetrasi seksual dengan alat kelamin (2)

b. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang yang lebih tua dari korbannya (1)

c. Tindakan yang melibatkan kontak oral-genital, anal-genital, dan penil-vaginal (3)

13.Pencabulan adalah

a. Tindakan berupa mengagumi dengan hasrat seksual, menyentuh, meremas, mencium dan masturbasi (3)

b. Kekerasan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban (2)

c. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang yang lebih tua dari korbannya (1)

14.Perkosaan, yakni

a. Tindakan penetrasi seksual dengan paksaan dan tanpa persetujuan korban (3)


(6)

c. Tindak seksual yang dilakukan oleh pria kepada wanita secara paksa (1) 15.Sadisme seksual, yakni

a. Tindakan kekerasan seksual yang melibatkan upaya melukai atau menciderai tubuh korban dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan seksual (3)

b. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang yang lebih tua dari korbannya (1)

c. Kekerasan seksual yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan seksual (2)

16.Ekshisibionisme adalah

a. Kekerasan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban (1)

b. Tindakan menunjukkan alat kelamin terhadap orang lain, dalam hal ini biasanya dilakukan orang dewasa laki-laki pada anak (3)

c. Tindak yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seksualnya terhadap korban secara langsung namun tanpa kontak fisik (2)

17.Incest adalah

a. Hubungan atau aktivitas seksual antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur atau dalam hubungan darah (3)

b. Hubungan seksual antara anggota keluaga sedarah (2)

c. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dalam keluarga (1)

18.Pedofilia adalah

a. Hubungan yang dilakukan orang dewasa dengan anak di bawah umur sebagai objek seksualnya (3)

b. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak (2) c. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang yang lebih tua dari korbannya

(1)

19.Prostitusi anak adalah

a. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak (2) b. Tindak seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dalam

keluarga (1)

c. Pelibatan anak dalam aktivitas seksual untuk kepentingan komersial (3) 20.Pornografi anak adalah


(7)

a. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak sebagai objeknya (1)

b. produksi dan distribusi material yang mengandung aktivitas seksual yang melibatkan anak di bawah umur di dalamnya (3)

c. Pelibatan anak dalam aktivitas seksual untuk kepentingan komersial (2) 21.Dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut (jawaban boleh

lebih dari satu)

a. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan b. Pendiam, menangis, menyendiri,

c. Gangguan/kerusakan organ; robekan selaput dara d. Trauma secara Seksual

e. Terkena penyakit Infeksi Menular Seksual

f. Merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk

22.Peran guru dalam upaya mencegah kekerasan seksual dengan mengajarkan agar memiliki? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Kemampuan anak mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual

b. Kemampuan anak bertahan dari tindakan kekerasan seksual, misalnya berteriak minta tolong, memberitahu orang lain

c. kemampuan anak melaporkan perilaku kurang menyenangkan secara seksual yang diterimanya dari orang dewasa

d. Tidak Tahu

23. Agar anak dapat mengenali pelaku kekerasan seksual, anak di ajari untuk? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Mengenali bagian tubuh pribadi yang tidak boleh disentuh sembarang orang

b. Mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak aman

c. Mengatakan tidak saat orang lain menyuruh membuka baju atau memperlihatkan bagian tubuh pribadi

d. Tidak Tahu

24.Agar anak dapat bertahan dari perlakuan atau tindakan kekerasan seksual, anak diajari untuk? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Berteriak minta tolong saat merasa tidak aman b. Memberitahu orang lain seperti orang tua atau guru


(8)

d. Tidak Tahu

No. Pertanyaan Ya Tidak

25. Apakah pernah mendengar kasus kekerasan seksual pada anak

26.

Apakah ada kebijakan khusus yang diterapkan oleh pemerintah agar guru memberikan pendidikan dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada siswa

27.

Apakah ada kebijakan khusus yang diterapkan oleh sekolah agar guru memberikan pendidikan dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada siswa

Sikap

Petunjuk : Untuk pernyataan dibawah ini, beri tanda ( √ ) pada jawaban paling benar menurut persepsi anda, karena tidak ada jawaban benar maupun salah

S : Bila anda “setuju” dengan pernyataan TS : Bila anda “tidak setuju” dengan pernyataan

No. Pernyataan S TS

1 Pengenalan pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seksual kepada anak masih tabu

2

Menjelaskan tentang pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks menyebabkan anak lebih tertarik mencoba aktivitas seksual lebih awal

3 Pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks diberikan ketika anak telah mengalami menstruasi dan mimpi basah 4 Anak sudah cukup mendapatkan pendidikan kesehatan

reproduksi/pendidikan seks melalui mata pelajaran disekolah 5 Pentingnya seksual sejak dini pada anak pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan 6 Anak dapat menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan

orang yang tidak dikenal maupun orang dekat 7

Pendidikan kesehatan reproduksi secara dini dapat menjadi upaya mencegah dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual

8 Banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia maupun dunia

9 Banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang mungkin tidak terungkap di media

10

Dampak pada anak korban kekerasan seksual dapat berupa gangguan/kerusakan organ reproduksi serta trauma yang berakibat pada tumbuh kembang anak

11 Anak korban kekerasan seksual juga berpotensi menjadi pelaku akibat trauma yang didapatnya


(9)

12 Orangtua sudah cukup memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak di rumah

13

Tidak semua orangtua memiliki ketarampilam dalam menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak secara tepat

14 Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dapat di berikan di sekolah

15

Guru berperan membantu orangtua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di sekolah

16

Guru mengkomunikasikan dengan orangtua agar dapat saling mendukung dan bekerjasama dalam menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi

17 Pendidikan kesehatan reproduksi perlu dimasukkan dalam kurikulum khusus di sekolah

18

Bila informasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang didapat dari internet, teman sebaya maupun sumber lain tanpa adanya pengawasan yang benar dapat mengarahkan anak pada perilaku seksual menyimpang

19 Penanganan pemerintah sudah dapat menanggulangi kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia

20 Perlu sosialisasi dan pelatihan agar guru dapat menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi secara tepat dan terarah

21

Perlu adanya regulasi khusus terkait pendidikan kesehatan reproduksi secara nasional atau setidaknya kebijakan dari sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah

Tindakan

Petunjuk : Pilihlah jawaban sesuai dengan apa yang telah anda lakukan sebelumnya.

1. Apa yang dilakukan ketika anak bertanya tentang hal yang bersinggungan dengan pendidikan kesehatan reproduksi/ pendidikan seks? (Boleh lebih dari satu)

a. Menjelaskan dengan terbuka dengan bahasa yang mudah dimengerti (1)

b. Melarang anak bertanya karena menganggap tabu untuk membicarakannya (0)

c. Mengalihkan perbicaraan agar anak berhenti bertanya (0) d. Membiarkan karena tidak tahu jawaban yang sesuai (0) e. Diam (0)


(10)

i. Menyuruh anak mencari di buku atau internet (0)

j. Lainnya (tuliskan) ... ...

No Pernyataan Ya Tidak

2.

Mengajarkan anak untuk mengenali berbagai bentuk pelecehan seksual mulai dari menyentuh, mencolek hingga kekerasan seksual seperti tindak pencabulan 3.

Menjelaskan tentang pubertas dan perubahan fisik dan emosi yang akan dialami dan bertanggungjawab atas dirinya

4. Mengajarkan anak untuk mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual

5.

Mengajarkan anak untuk tidak membiarkan orang lain sembarangan menyentuh bagian menyakiti organ tubuhnya

6.

Mengajarkan bagaimana mereka menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menyentuh bagian tubuhnya, terutama yang sensitif atau yang sangat pribadi

7. Mengajarkan untuk berteriak minta pertolongan pada orang sekitar saat merasa tidak aman

8.

Mengajarkan untuk mengadukan kepada lain seperti orang tua atau guru bila mendapat perlakuan yang mengancam

9. Mengajarkan untuk tegas mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak aman

10.

Mengajarkan untuk mengatakan tidak saat orang lain menyuruh membuka baju atau memperlihatkan bagian tubuh pribadi

11.

Mengajarkan anak untuk dapat mengabaikan rayuan dan bujukan dari orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual

12.

Melakukan tindakan perlawanan seperti memukul, menggigit, menendang pelaku kekerasan seksual dan melarikan diri

13. Membangun komunikasi agar anak bersikap terbuka dan berani melaporkan hal yang dialami

14.

Membangun komunikasi dengan orangtua agar bekejasama dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi

15.

Apakah anda pernah ikut program penyuluhan/ sosialisasi kesehatan reproduksi bagi anak didik di sekolah bagi anak didik


(11)

16. Mencari sendiri informasi terkait pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak

17. Apakah memberikan pendidikan kesehatan repeoduksi atas dasar tanggungjawab sebagai pendidik

18. Hal yang dilakukan untuk memahamkan anak didik tentang kesehatan reproduksi? (Boleh lebih dari satu)

a. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti b. Membangun komunikasi dengan anak didik agar terbuka c. Menggunakan istilah yang benar agar anak tidak bingung

d. Lainnya ... ... 19. Jika Tidak, Mengapa : (Boleh lebih dari satu)

a. Karena merasa tabu dan belum pantas untuk disampaikan kepada siswa b. Tidak memahami pendidikan kesehatan reproduksi

c. Tidak tahu apa yang harus disampaikan d. Bukan tanggungjawab yang harus dikerjakan

e. Lainnya ... ...


(12)

Dokumentasi Penelitian di Sekolah Dasar Swasta Harapa 1 dan 2 Medan


(13)

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Andika, Alya. 2010. Bicara Seks Bersama Anak. Yogyakarta : PT Suka Buku. Anshor, Maria Ulfah. 2014. Menghentikan Kekerasan Dan Diskriminasi

Terhadap Anak Dan Kelompok Minoritas Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Disampaikan pada Konferensi INFID yang

bertema “Re-demokratisasi Ekonomi, Sosial, dan Politik untuk Pembangunan Inklusif. Jakarta, 14-15 Oktober 2014

Anugaheni, Elfrida. 2013. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Dengan Tindakan Orang Tua Dalam Pemberian Pendidikan Seks Pada Remaja (Studi di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilkau Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Jember

Arikunto, Suharsini. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

. 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Dananjaya, James. 1994. Antropologi Psikologi : Teori, Metode, dan Sejarah.

Jakarta : PT Raja Gafindo Persada

Dewi, Desy Mustika. 2015. Meningkatkan Pengetahuan Pendidikan Seks Melalui Layanan Informasi Pada Siswa Kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sumurrejo Kota Semarang Tahun Ajaran 2015/2016. Jurusan Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Bagi Petugas Kesehatan.

Fudyartanta, Ki. 2011. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gunarsa, Singgih D. 1991. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga.

Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Hal : 91-124

Islawati, Indah & Paramastri, Ira. 2015. Program “Jari Peri” sebagai Pelindung

Anak dari Kekerasan Seksual. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 42, NO. 2, AGUSTUS 2015: 115

– 128

Justicia, Risty. 2015. Program Underwear Rules Untuk Mencegah Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Dini. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Jurnal Pendidikan Usia Dini Volume 9 Edisi 2, November 2015 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak. Pasal 2. Jakarta

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia & Menteri Agama Republik Indonesia. 2011. Peraturan Bersama Antara Menteri Pendidikan Nasional Dan Menteri Agama Nomor 04/VI/PB/2011, Nomor MA/111/2011 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal Dan Sekolah/Madrasah. Jakarta

Komisi Pelindungan Anak. 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Diakses pada Februari 2016


(15)

Komisi Pelindungan Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara. 2016. Daftar Kasus Pengaduan KPAID Sumut 2010-2015. Diakses pada 9 Februari 2016 Kurniati, Meutia. 2013. Studi Kualitatif Kekerasan Seksual Pada Anak Di

Kabupaten Pidie Tahun 2013. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ksehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan

Lubis, Mia Aulina. 2012. Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual Di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara). Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan

Martiana, Septi. 2013. Pengertian, Peran Dan Fungsi Guru Dan Guru Profesional. http://septimartiana.blogspot.co.id/2013/12/makalah-pengertian-peran-dan-fungsi-guru.html. Di akses pada Februari 2016

Mashudi, Esya Anesty & Nur’aini. 2015. Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Melalui Pengajaran Personal Safety Skills. Metodik Didaktik Vol. 9, No. 2, Januari 2015

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Imu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

. 2012. Promosi Kesehatan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta . 2013. Promosi Kesehatan Global. Jakarta: Rineka Cipta

Noviana, Ivo. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Penanganannya Child Sexual Abuse: Impact And Hendling. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Approved: 10 Maret 2015

Pertiwi, K.R. 2007. Urgensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Bagian Integratif Pembelajaan IPA di Sekolah Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Penelitian dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta

. 2012. Pengembangan Model Pendidikan Kesehatan dan Kurikulum Nasional Sekolah Dasar di Indonesia: Studi Penerapan

Personal Social Health Education di Kurikulum Sekolah Dasar Inggris

Raya. Universitas Negeri Yogyakarta: 5-12

Probosiwi, Ratih. & Bahransyaf, Daud. 2015. Pedofilia Dan Kekerasan Seksual: Masalah Dan Perlindungan Terhadap Anak. B2P3KS Kementerian Sosial RI. Approved: 6 Maret 2015

Pujiarta. 2007. Metode Pendidikan Seks Pada Anak Masa Pubertas Dalam Islam (Telaah Pemikiran Dr. Abdullah Nashih Ulwan). Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogjakarta

Purba, Julia Alistawaty. 2014. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Dalam Ber-Keluarga Berencana Pada Wanita Pasangan Usia Subur Yang Bekerja Di Rumah Sakit Umum Materna


(16)

Medan Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Sumatera Utara

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA). 2016. Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Sumatera Utara. Informasi dan Dokumentasi PKPA Medan

Puspitaningrum, D., Suryoputro, Antono., & Widagdo, Laksomono. 2012. Praktik Perawatan Organ Genitalia Eksternal pada Anak Usia 10-11Tahun yang Mengalami Menarche Dini di Sekolah Dasar Kota Semarang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 7 / No. 2 / Agustus 2012

Rifani, Taat. 2014. Konsep Pendidikan Seks Dalam Perspektif Fikih. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang

Rosmulyana, Erlia. 2014. Pengembangan Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Anak Tunanetra Di Slb Negeri A Kota Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Safita, Reny. 2013. Peranan Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksual Pada Anak. IAIN Sulthan Thaha, Jambi.

Saifuddin.http://ejournal.iainjambi.ac.id/index.php/edubio/article/view/376 Sari, Yunita. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku

Kesehatan Reproduksi Pada Siswa-Siswi SMA Swasta "X" Di Kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Sarwono, Sarlito W. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press. 26-64 Sugiono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ke-IX. Bandung:

Alfabeta

United Nations Fund for Population Activities (UNFPA). 2004. Programme of Action: Adopted at the International Conference on Population and Development, Cairo 1994. ISBN 0-89714-696-4 E/25,000/2004

Utomo, I. D., McDonald P., Hull T., 2012. Gender &and Reproductive Health

Study:Hasil Positif Pendidikan Kesehatan Reproduksi, HIV dan AIDS

di Sekolah Dasar dan Menengah: Bukti dari Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Australian National University:1-7

Wawan, A. & M, Dewi. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif adalah penelitian menghasilkan data yang bersifat deskriptif. Menurut (Arikunto, 2006) metode deskriptif yaitu metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interprestasi yang rasional dan akurat. Dengan demikian penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian dan mencoba menganalisis kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Harapan 1 & 2 Medan. Sekolah Dasar Harapan 1 & 2 Medan berada dalam di bawah Yayasan Pendidikan Harapan (Yaspendar) dan dalam kawasan yang sama. Sehingga kedua sekolah memiliki karakteristik yang sama. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini karena Sekolah Dasar Harapan 1 & 2 Medan merupakan sekolah dasar swasta favorit dilihat dari banyaknya siswa, dan mutu sekolah yang memiliki akreditasi

“A” sehingga diharapkan representatif dalam memperhatikan pendidikan


(18)

berkarakter sesuai dengan visi sekolah. Selain itu letak sekolah yang cukup strategis di kota Medan dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. 3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Sebelum penelitian dilaksanakan, maka penulis terlebih dahulu menentukan populasi yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah guru yang ada di Sekolah Dasar Harapan 1 sebanyak 30 orang dan Sekolah Dasar Harapan 2 sebanyak 32 orang. Sehingga populasi penelitian 62 orang (Profil Sekolah Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 & 2, 2016).

3.3.2 Sampel

Sampel menurut Arikunto (2013) adalah bagian keseluruhan dari populasi yang diambil dengan menggunakan data tertentu. Sesuai dengan pendapat tersebut juga menyatakan apabila populasi kurang dari 100 orang maka sampel diambil secara keseluruhan, sedangkan populasi di atas 100 maka sampel diambil 10%-15% atau 20%-25% dari populasi. Maka sampel dalam penelitian ini menggunakan seluruh populasi yang ada sebanayak 62 orang.


(19)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Metode pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti (Sugiyono, 2011). Penelitian data ini dilakukan dengan cara :

a. Wawancara (Interview) adalah metode pengumpulan data secara lisan dengan melakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang berwenang di dalam organisasi tersebut.

b. Kuesioner (Questionaire) adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara memberikan daftar pertanyaan atau angket yang telah disediaka n kepada responden. Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah tertutup dalam artian mengharapkan pertanyaan singkat atau memilih pilihan jawaban yang tersedia.

c. Observasi (observation) adalah pengamatan langsung pada suatu objek yang akan diteliti untuk mendapatkan gambaran yanng tepat mengenai objek peneliti.

3.4.2 Data Sekunder

Medode pengumpulan data skunder yaitu pengumpulan data dan informasi yang diperlukann/peroleh melalui catatan-catatan tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Sugiyono, 2011). Metode ini dilakukan melalui:

a. Penelitian kepustakaan (library research) adalah dengan mengumpulkan sumber yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.


(20)

b. Studi dokumentasi adalah dilakukan dengan menelaah catatan tertulis, dokumen, dan arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan sekolah

meliputi profil sekolah dan data jumlah dan identitas guru di Sekolah Harapan 1 dan 2 Medan yang diperoleh dari sekolah.

3.5 Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah:

Tabel. 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Jenis Data

Guru SD Seorang yang berdiri didepan kelas untuk menyampaikan

ilmu pengetahuan di Sekolah Dasar - Siswa SD Anak didik dari kelas I sampai dengan VI di Sekolah Dasar -

Pendidikan kesehatan reproduksi

Atau pendidikan seks adalah upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral etika serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut maupun yang melanggar hak privasi melalui segala bentuk tindakan kekerasan, pelecehan, serta perbuatan tidak menyenangkan dan mengancam lainnya terkait kesehatan reproduksi

-

Umur Lama hidup responden terhitung sejak dilahirkan hingga

ulang tahun terakhir Ordinal

Jenis kelamin Ciri khas tertentu yang dimiliki yang dibedakan atas laki-laki

dan perempuan Nominal

Pendidikan

Jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh tanda tamat belajar

Ordinal

Pengetahuan

Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya tentang pendidikan kesehatan reproduksi pencegahan kekerasan seksual pada anak

Katagorik

Sikap

Respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan, yang menghasilkan baik respon positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju dan sebagainya tentang pendidikan kesehatan reproduksi pencegahan kekerasan seksual pada anak

Katagorik

Tindakan

Bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki melalui perbuatan yang dilakukan tentang pendidikan kesehatan reproduksi pencegahan kekerasan seksual pada anak


(21)

3.6 Instrumen Penelitian dan Aspek Pengukuran 3.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket). Keusioner sebagai instrumen yang digunakan dalam teknik pengumpulan data primer dengan cara membeikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab (Sugiono, 2011).

3.6.2 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang disesuaikan dengan nilai. Nilai yang tertinggi dikumpulkan, dikatagorikan menjadi 3 (dua) tingkat (Arikunto, 2006), yaitu:

1. Baik : Jika total nilai yang diperoleh 75-100 % 2. Sedang : Jika total nilai yang diperoleh 65-74 % 3. Kurang : Jika total nilai yang diperoleh < 65 %

Data yang telah terkumpul melalui kuesioner, kemudian diolah ke dalam bentuk data kuantitatif, yaitu dengan cara menetapkan skor dari pernyataan yang telah dijawab oleh responden.

a. Pengetahuan

Pengetahuan terdiri dari 27 pertanyaan yang diukur dengan menggunakan gabungan Skala Guttman (Tabel 3.2) dan Thurstone (Sigiono, 2011).

Tabel 3.2 Penilaian Skala Guttman (Sugiono, 2011)

Alternatif Bobot

Ya 1

Tidak 0


(22)

 Pertanyaan 1, 2, 25, 26 dan 27, jawaban “Tidak” bernilai 0 dan “Ya”

bernilai 1.

 Pertanyaan 3 sampai dengan 9, 12 sampai dengan 20, jawaban kurang tepat bernilai 1, mendekati tepat bernilai 2, dan tepat benilai 3.

 Pertanyaan 10, 11, dan 21, menjawab 1 bernilai 1, menjawab 2 bernilai 2, dan menjawab lebih dari 2 bernilai 3

 Pertanyaan 22 sampai dengan 24, menjawab “Tidak Tahu” bernilai 1, menjawab 1 bernilai 2, menjawab lebih dari 2 bernilai 3

Dari seluruh pertanyaan didapatkan skor tertinggi 77. Menurut Arikunto (2006) pengetahuan dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1. Pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh 75-100 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 77 yaitu > 58.

2. Pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 65-74 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 77 yaitu 43-57

3. Pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 65 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 77 yaitu < 43.

b. Sikap

Sikap terdiri dari 21 pertanyaan yang diukur dengan menggunakan Skala Likert (Sigiono, 2011). Untuk kelompok pertanyaan sikap berlaku ketentuan Skala Likert seperti kriteria berikut:

 Pertanyaan 1 sampai dengan 4, 12 dan 19 jawaban “setuju” bernilai 0


(23)

 Pertanyaan 5 sampai dengan 11, 13 sampai denagn 18 dan 20 jawaban

“setuju” bernilai 1 dan jawaban “tidak setuju” bernilai 0.

Dari seluruh pertanyaan didapatkan skor tertinggi 21. Kemudian sikap diklasifikasikan dalam 3 katagori, yaitu:

1. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh 75-100 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 21 yaitu > 16.

2. Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh 65-74 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan. dengan total nilai 21 yaitu 14-16.

3. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 65 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 21 yaitu < 14.

c. Tindakan

Tindakan terdiri dari 17 pertanyaan yang diukur dengan menggunakan yang diukur dengan menggunakan gabungan Skala Guttman (Tabel 3.2) dan Thurstone (Sigiono, 2011). Dengan kriteria sebagai berikut:

 Pertanyaan nomor 1 jawaban baik nilai 1, jawaban lain nilai 0  Pertanyaan 2-17 disesuaikan dengan Skala Likert (Tabel 3.2).  Pertanyaan 18 jawaban 1 nilai 1, jawaban 2 nilai 2 dan jawaban

lebih dari 2 nilai 3.

Dari seluruh pertanyaan didapatkan skor tertinggi 19. Kemudian tindakan diklasifikasikan dalam 3 katagori, yaitu:

1. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh 75-100 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 19 yaitu > 14.


(24)

2. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 65-74 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan. dengan total nilai 19 yaitu 12-14.

3. Tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 65 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 19 yaitu < 12.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan komputasi program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Pengolahan data meliputi kegiatan:

1. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

2. Coding (Pengkodean)

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

3. Tabulasi

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan.


(25)

3.7.2 Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi berdasarkan hasil frekuensi dan deskripsi melalui aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution). Melaui jawaban responden pada kuesioner untuk mengetahui gambaran perilaku guru terhadap pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pencegahan pelecehan seksual pada siswa Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan tahun 2016.


(26)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Demografi Penelitian

Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan terletak di Jalan Jalan Imam Bonjol No. 35 Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun Kota Medan, Sumatera Utara. Kedua sekolah swasta ini merupakan sekolah dasar yang berada dalam naungan Yayasan Pendidikan Harapan (Yaspendar) Medan yang terletak pada satu kawasan yang sama. Denah batas Yaspendar Medan adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Gedung Keuskupan Agung Medan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Samanhudi yang merupakan pintu belakang gedung Yaspendar

3. Sebelah Barat berbatasan dengan TK Bhayangkari Medan

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Imam Bonjol yang merupakan pintu masuk utama ke gedung Yaspendar dan berseberangan dengan Taman Ahmad Yani dan Rumah Sakit Elizabeth.

Luas lahan Yaspendar mencapai lebih kurang 1 ha. Lokasi Sekolah Dasar Harapan 1 berada di bagian utara dan barat gedung Yaspendar yang berada di lantai 1 dan lantai 2. Sekolah Dasar Harapan 2 pada bagian timur gedung Yaspendar.


(27)

Gambar 4.1 Lokasi Sekolah Yaspendar Medan (Sumber : Data Primer di olah)

Jumlah siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 sebanyak 503 siswa dan Sekolah Dasar Harapan 2 sebanyak 327 siswa. Berikut ini adalah distribusi jumlah siswa sekolah dasar dari kelas I sampai dengan VI di masing-masing sekolah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Siswa Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Sumber: Profil Sekolah Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 & 2

No. Sekolah Jumlah Siswa Total

Laki-laki Perempuan

1. SD Swasta Harapan 1 Medan 241 262 503


(28)

Sedangkan jumlah guru di Sekolah Dasar Harapan 1 sebanyak 30 orang dan Sekolah Dasar Harapan 2 sebanyak 32 orang. Berikut ini adalah distribusi jumlah guru dimasing-masing sekolah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Guru Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Sumber:Profil Sekolah Dasar Harapan 1 & 2Medan Tahun 2016

Sehingga jumlah sampel yang harus diteliti sebanyak jumlah guru di kedua sekolah dasar. Namun pada saat penelitian terdapat 8 orang responden yang tidak dapat mengisi kuesioner dengan berbagai alasan seperti cuti maupun tidak bersedia menjadi mengisi kuesioner sehingga total responden yang didapat sebanyak 54 orang.

4.1.2 Umur Responden

Dari hasil pengelompokan data didapat distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 dan 2 sebagai berikut. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Sekolah

Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Sumber:Profil Sekolah Dasar Harapan 1 & 2Medan Tahun 2016

No. Sekolah Jumlah Guru Total

Laki-laki Perempuan

1. SD Swasta Harapan 1 Medan 14 16 30

2. SD Swasta Harapan 2 Medan 14 18 32

Total 62

No. Umur (Thn) Jumlah Persentase (%)

1. 28-33 9 16,7

2. 34-39 4 7,4

3. 40-45 5 9,3

4. 46-51 24 44,4

5. 52-57 7 13,0

6. 58-63 3 5,6

7. 64-69 2 3,7


(29)

Dari Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan umur adalah 28-33 tahun sebanyak 9 orang (16,7 %), 34-39 tahun sebanyak 4 orang (7,4%), 40-45 tahun sebanyak 5 orang (9,3 %), 46-51 tahun sebanyak 24 orang (44,4%), 52-57 tahun sebanyak 7 orang (13,0%), 58-63 tahun sebanyak 3 orang (5,6 %), dan 64-69 tahun sebanyak 2 orang (3,7 %).

4.2.3 Jenis Kelamin Responden

Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 dan 2 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Sumber:Profil Sekolah Dasar Harapan 1 & 2Medan tahun 2016

Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 23 orang (42,6 %) dan perempuan sebanyak 31 orang (57,4 %).

4.2.4 Pendidikan Responden

Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 dan 2 sebagai berikut.

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki-Laki 23 42,6

2. Perempuan 31 57,4


(30)

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Sumber:Profil Sekolah Dasar Harapan 1 & 2Medan Tahun 2016

Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan pendidikan adalah Diploma-III sebanyak sebanyak 1 orang (1,9 %), Strata-I sebanyak 53 orang (98,1 %) dan Strata-II sebanyak 1 orang (1,9 %).

4.2 Pengetahuan Responden

Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi frekuensi uraian jawaban pengetahuan responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi/seks terhadap upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak sebagai berikut.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Pengetahuan Responden Dalam Hal Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahum 2016

No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. D3 1 1,9

2. S1 52 96,2

3. S2 1 1,9

Jumlah 54 100,0

No. Uraian Jawaban Pengetahuan Ya % Tidak % Jumlah % 1. Pernah mendengar tentang

pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks

50 92,6 4 7,4 54 100

2. Pernah menerima

informasi/sosialisasi terkait pendidikan kesehatan

reproduksi/pendidikan seks khusus bagi siswa


(31)

No. Uraian Jawaban Pengetahuan

Nilai

1 % 2 % 3 % Jml %

3. Pengertian dari

kesehatan reproduksi 44 81,5 8 14,8 2 3,7 54 100

4.

Pengertian pendidikan kesehatan

reproduksi/pendidikan seks

49 90,7 2 3,7 3 5,6 54 100

5.

Kapan sebaiknya anak diberi pendidikan kesehatan reproduksi

17 31,5 5 9,3 32 59,3 54 100

6.

Darimana anak sebaiknya menerima pendidikan kesehatan reproduksi yang baik dan aman

53 98,1 1 1,9 0 0 54 100

7.

Tujuan pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak sekolah dasar

27 50,0 19 35,2 8 14,8 54 100

8. Pengertian kekerasan

seksual 32 59,8 12 22,2 10 18,5 54 100

9.

Siapa yang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak

40 74,1 13 24,1 1 1,9 54 100

10.

Manfaat pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak

19 35,2 23 42,6 12 22,2 54 100

11.

Yang termasuk dalam kejahatan seksual pada anak

36 66,7 11 20,4 7 13,0 54 100

12. Pengertian hubungan

seksual 34 63,0 14 25,9 6 11,1 54 100 13. Pengertian pencabulan 17 31,5 31 57,4 6 11,1 54 100 14. Pengertian pemerkosaan 16 29,6 4 7,4 34 63,0 54 100 15. Pengertian sadisme 48 88,9 4 7,4 2 3,7 54 100

16. Pengertian

ekshibisionisme 28 51,9 17 31,5 9 16,7 54 100 17. Pengetian incest 27 50,0 11 20,4 16 29,6 54 100 18. Pengertian pedofilia 30 55,6 16 29,6 8 14,8 54 100 19. Pengertian prostitusi anak 33 61,1 11 20,4 10 18,5 54 100

20. Pengertian pornografi

anak 29 53,7 15 27,8 10 18,5 54 100

21. Dampak kekerasan

seksual pada anak 41 75,9 10 18,5 3 5,6 54 100

22.

Peran guru dalam upaya pencegaan kekerasan seksual pada anak

21 38,9 26 48,1 5 9,3 54 100

23. Yang diajarkan agar anak

waspada terhadap pelaku 23 42,6 26 48,1 5 9,3 54 100 Yang diajarkan saat anak


(32)

Dalam uraian jawaban pada Tabel 4.6 dapat dilihat pada pertanyaan yang menunjukkan responden yang pernah memperoleh informasi/sosialisasi terkait dengan pendidikan kesehatan reproduksi sebanyak 22 orang (40,7 %). Kemudian tidak pernah mendapat informasi/sosialisasi sebanyak 32 orang (59,3 %).

Pertanyaan nomor 5, kapan sebaiknya anak diberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang menjawab baik dengan nilai 3 yaitu saat usia dini sebanyak sebanyak 17 orang (31,54 %). Jawaban dengan nilai 2 yaitu saat remaja sebanyak 5 orang (9,3 %). Kemudian jawaban dengan nilai 1 yaitu ketika anak telah menstruasi atau mengalami mimpi basah sebanyak 32 orang (59,3 %).

Selanjutnya pada pertanyaan nomor 6, darimana sebaiknya anak menerima pendidikan kesehatan reproduksi yang baik dan aman yang menjawab dengan nilai 3 yaitu sebanyak 53 orang (98,1 %) dari orangtua dan guru. Jawaban dengan nilai 2 yaitu media elektronik dan cetak seperti internet temannya sebanyak 1 orang (1,9 %). Kemudian yang menjawab dengan nilai 1 yaitu dari teman tidak ada (0 %).

No. Uraian Jawaban Pengetahuan Ya % Tidak % Jumlah %

25. Pernah mendengar tentang

kekerasan seksual pada anak 53 98,1 1 1,9 54 100

26.

Kebijakan khusus yang diterapkan pemerintah terkait pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak

23 42,6 31 57,4 54 100

27.

Kebijakan khusus yang diterapkan sekolah terkait pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak


(33)

Pada pertanyaan yang menerangkan tujuan pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak sekolah dasar yang menjawab baik dengan nilai 3 yaitu memahami perbedaan jenis kelamin, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya sebanyak 27 orang (50 %). Kemudian yang menjawab dengan nilai 2 dengan jawaban menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuhnya sebanyak 19 orang (35,2 %). Selanjutnya nilai 1 dengan memilih memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan seperti seks bebas sebanyak 8 orang (14,8 %).

Pertanyaan nomor 9, mengenai siapa saja yang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak yang menjawab baik dengan nilai 3 yaitu siapa saja sebanyak 40 orang (74,1 %). Nilai 2 dengan jawaban orang dekat seperti keluarga, tetangga, guru, teman-teman dari orang tua 13 orang (24,1 %). Selanjutnya nilai 1 dengan memilih orang asing sebanyak 1 orang (1,9 %).

Pada pertanyaan selanjutnya menjelaskan manfaat pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak yaitu mengerti dan memahami dengan peran jenis kelaminnya, menerima setiap perubahan fisik yang dialami dengan wajar dan apa adanya, menghapus rasa ingin tahu yang tidak sehat, memperkuat rasa percaya diri dan bertanggung jawab pada dirinya, dan mengerti dan memahami betapa besarnya kuasa Sang Pencipta, yang menjawab dengan nilai 3 sebanyak 19 orang (35,2 %). Nilai 2 sebanyak 23 orang (42,6 %). Kemudian dengan nilai 1 sebanyak 12 orang (22,2 %).


(34)

Selanjutnya pengetahuan responden tentang dampak kekerasan seksual pada anak yaitu mimpi buruk, fobia, dan kecemasan; pendiam, menangis, menyendiri, gangguan/kerusakan organ; robekan selaput dara; trauma secara seksual; terkena penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan merasa bersalah, malu, serta memiliki gambaran diri yang buruk, dengan nilai 3 sebanyak 41 orang (75,9 %). Nilai 2 sebanyak 10 orang (18,5 %). Kemudian nilai 1 sebanyak 3 orang (5,6 %).

Pada peran guru dalam upaya mencegah kekerasan seksual dengan mengajarkan agar anak memiliki kemampuan mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual; kemampuan anak bertahan dari tindakan kekerasan seksual, misalnya berteriak minta tolong, memberitahu orang lain dan kemampuan anak melaporkan perilaku kurang menyenangkan secara seksual yang diterimanya, jawaban dengan nilai 3 sebanyak 21 orang (38,9 %). Nilai 2 sebanyak 26 orang (48,1 %). Selanjutnya 5 orang (9,3 %) dengan nilai 1.

Mengenai pengetahuan responden tentang adanya kebijakan khusus yang diterapkan pemerintah terkait pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak, 23 orang (42,6 %) menjawab ada. Sedangkan yang menjawab tidak ada sebanyak 31 orang (57,4%).

Mengenai pengetahuan responden tentang adanya kebijakan khusus yang diterapkan sekolah terkait pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak, 29 orang (53,7 %) menjawab ada. Sedangkan yang menjawab tidak ada sebanyak 25 orang (46,3%).


(35)

Dari hasil di atas, tingkat pengetahuan guru dalam hal kesehatan reproduksi/ seks di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 tahun 2016 dapat dikatagorikan sebagai berikut:

Tabel 4.7 Katagori Tingkat Pengetahuan Responden Dalam Hal Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat katagori tingkat pengetahuan responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi terhadap upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik dengan total nilai 75-100 % sebanyak 48 responden (88,9 %) dan tingkat sedang dengan total nilai 65-74 % sebanyak 6 responden (11,1 %) serta dengan total nilai kurang dari 65 % tidak ada (0 %) pada katagori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah responden berpengetahuan baik dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak.

4.3 Sikap Responden

Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi frekuensi uraian jawaban sikap responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi/seks terhadap upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak sebagai berikut.

No. Katagori Jumlah Persentase (%)

1. Baik 48 88,9

2. Sedang 6 11,1

3. Kurang 0 0


(36)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Sikap Responden Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

No.

Uraian Jawaban Sikap Setuju % Tidak

Setuju % Jml % 1. Pendidikan kesehata seksual pada anak masih

tabu 30 55,6 24 44,4 54 100

2. Pendidikan kesehatan reproduksi dini menyebabkan anak lebih tertarik mencoba aktivitas seksual lebih awal

12 22,2 42 77,8 54 100

3. Pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks diberikan ketika anak telah menstruasi dan mimpi basah

40 74,1 14 25,9 54 100

4. Anak cukup mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran di sekolah

13 24,1 41 75,9 54 100

5. Penting pendidikan kesehatan reproduksi

diberikan pada anak sejak dini 39 72,2 15 27,8 54 100 6. Pelaku kekerasan seksual pada anak dapat

dilakukan oleh orang asing maupun orang dekat

48 88,9 6 11,1 54 100

7. Pendidikan reproduksi/seks sejak dini dapat mencegah dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual

50 92,6 4 7,4 54 100

8. Banyak korban anak dalam kekerasan seksual

yang terjadi di indonesia maupun dunia 49 90,7 5 9,3 54 100 9. Banyak kasus kekerasan seksual pada anak

yang mungkin tidak terungkap di media/publik 51 94,4 3 5,6 54 100 10. Dampak pada anak korban kekerasan dapat

berupa gangguan/kerusakan organ seksual serta trauma yang berakibat pada tumbuhkembang anak

51 94,4 3 5,6 54 100

11. Anak korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku akibat perlakuan yang diterimanya

45 83,3 9 16,7 54 100

12. Orangtua telah cukup memberikan pendidikan

kesehatan reproduksi di rumah 22 40,7 32 59,3 54 100 13. Tidak semua orangtua memiliki keterampilan

dalam menyampaikan pendidikan reproduksi pada anak secara tepat

45 83,3 9 16,7 54 100

14. Pendidikan kesehatan reproduksi dapat

diberikan di sekolah 49 90,7 5 9,3 54 100 15. Peran guru dapat membantu orangtua dalam

memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah

53 98,1 1 1,9 54 100

16. Guru dan orangtua saling mendukung dan bekerjasama dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi

53 98,1 1 1,9 54 100

17. Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dimasukkan dalam kurikulum khusus di sekolah

39 72,2 15 27,8 54 100

18. Sumber informasi pendidikan seks tanpa pengawasan dapat mengarahkan anak pada tindak penyimpangan

49 90,7 5 9,3 54 100

19. Penanganan pemerintah sudah dapat menanggulangi kasus kekerasan seksual pada anak

14 25,9 40 74,1 54 100

20. Perlu sosialisasi dan pelatihan agar guru dapat menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi yang tepat dan terarah

53 98,1 1 1,9 54 100

21. Perlu regulasi yang sesuai terkait pendidikan kesehatan reproduksi baik kebijakan sekolah maupun nasional yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di sekolah


(37)

Dalam uraian jawaban sikap pada Tabel 4.8 dapat dilihat pada pernyantaan pendidikan kesehata seksual pada anak masih tabu sebanyak 30 orang (55,6 %) menjawab setuju. Pernyataan tidak setuju sebanyak 24 orang (44,4 %).

Pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini menyebabkan anak lebih tertarik mencoba aktivitas seksual lebih awal, 12 orang (22,2 %) menyatakan setuju. Yang menyatakan tidak setuju sebanyak 42 orang (77,8 %).

Pada pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks diberikan ketika anak telah menstruasi dan mimpi sebanyak 40 orang (74,1 %) setuju. Pernyataan tidak setuju sebbanyak 14 orang (25,9 %).

Pernyataan setuju bahwa anak cukup mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran di sekolah berjumlah 13 orang (24,1 %). Sisanya menyatakan tidak setuju sebanyak 41 orang (75,9 %).

Pada pernyataan ke-5, sebanyak 39 orang (72,2 %) setuju bahwa penting memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak sejak dini. Sebaliknya yang menyatakan tidak setuju sebanyak 15 orang (27,8).

Sebanyak 48 orang (88,9 %) setuju bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak dapat dilakukan oleh orang asing maupun orang dekat. Sedangkan sikap tidak setuju pada pernyataan tersebut sebanyak 6 orang (11,1 %).

Pada pernyataan selanjutnya mengenai pendidikan reproduksi/seks sejak dini dapat mencegah dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual terdapat 4 orang (7,4 %) yang tidak setuju. Sisanya sebanyak 50 orang (92,6 %) menyatakan setuju.


(38)

Ada sebanyak 49 orang (90,7 %) setuju bahwa telah banyak korban anak dalam kekerasan seksual yang terjadi baik di dunia maupun Indonesia. Pernyataan tidak setuju tentang pernyataan itu sebanyak 5 orang (9,3 %).

Pernyataan tidak setuju bahwa anak korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku akibat perlakuan yang diterimanya sebanyak 9 orang (16,7 %). Sisanya sebanyak 45 orang (83,8 %) meyakini bahwa anak-anak tersebut berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual.

Pernyataan mengenai orangtua telah cukup memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di rumah, sebanyak 22 orang (40,7 %) setuju. 32 orang (59,3 %) sisanya tidak setuju. Selanjutnya pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi dapat diberikan di sekolah disetujui oleh 49 orang (90,7 %) sedangkan 5 orang (9,3 %) tidak setuju.

Pernyataan peran guru dapat membantu orangtua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah serta pernyataan guru dan orangtua saling mendukung dan bekerjasama dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi sebanyak 53 orang (98,1 %) menjawab setuju. 1 orang (1,9 %) menyatakan tidak setuju.

Selanjutnya anggapan setuju bila pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dimasukkan dalam kurikulum khusus di sekolah sebanyak 39 orang (72,2 %). Yang menyatakn tidak setuju sebanyak 15 orang (27,8 %).

Pada pernyataan selanjutnya sebanyak 40 orang (74,1 %) tidak setuju bahwa penanganan pemerintah sudah dapat menanggulangi kasus kekerasan seksual pada anak. Sebanyak 14 orang (25,9 %) menyatakan setuju pada pernyataan tersebut.


(39)

Perlunya sosialisasi dan pelatihan agar guru dapat menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi dengan tepat dan terarah, 53 orang (98,1 %) setuju dan 1 orang (1,9 %) tidak setuju. Selanjutnya 51 orang (94,4 %) mengatakan setuju perlu adanya regulasi yang sesuai terkait pendidikan kesehatan reproduksi baik dari tingkat sekolah maupun nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dan hanya 3 orang (5,6 %) yang tidak setuju.

Dari hasil di atas, tingkat sikap guru dalam hal kesehatan reproduksi/pendidikan seks terhadap upaya pencegahan kekerasan pada anak di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 tahun 2016 dapat dikatagorikan sebagai berikut: Tabel 4.9 Katagori Tingkat Sikap Responden Dalam Hal Pendidikan

Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat katagori tingkat sikap responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi terhadap upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik dengan total nilai 75-100 % sebanyak 47 responden (87,0 %), tingkat sedang dengan total nilai 65-74 % sebanyak 6 orang (11,1 %) dan tingkat kurang dengan total nilai kurang dari 65 % sebanyak 1 responden (1,9 %). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki sikap yang baik atau positif dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak.

No. Katagori Jumlah Persentase (%)

1. Baik 47 87,0

2. Sedang 6 11,1

3. Kurang 1 1,9


(40)

4.4 Tindakan Responden

Pada pertanyaan tindakan terdapat 19 pertanyaan. Pertanyaan 1, 18, dan 19 tidak masuk dalam perhitungan namun digunakan untuk menggambarkan pola perilaku yang mungkin terjadi saat guru berada dalam kondisi tersebut dan alasan yang menyebabkan guru enggan atau tidak memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak didik. Pertanyaan untuk menanyakan hal yang akan dilakukan bila anak bertanya tentang hal yang bersinggungan dengan kesehatan reproduksi, jawaban baik bila responden menjawab menjelaskan dengan terbuka dan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sedangakan jawaban kurang bila tidak menjawab, menjawab pilihan lain atau tidak hanya memilih pernyataan yang baik. Pertanyaan lain untuk menggambarkan alasan mengapa sulit atau tidak menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa. Jawaban baik bila hanya 1 pernyataan, sedang bila 2 pernyataan, dan 3 bila memilih lebih dari 2 pernyataan.

Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi frekuensi uraian jawaban tindakan responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi/seks terhadap upaya pencegahan tindakan kekerasan seksual pada anak sebagai berikut.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Tindakan Responden Dalam Hal Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

No. Uraian Jawaban Tindakan Baik % Kurang % Jml %

1. Yang dilakukan ketika anak bertanya tentang

reproduksi/seks


(41)

Dalam uraian jawaban pengetahuan pada Tabel 4.10 dapat dilihat pada pertanyaan yang dilakukan ketika anak bertanya tentang reproduksi/seks sebanyak 40 orang (55,6 %) mendapat nilai baik dengan menjelaskan dengan terbuka

No.

Uraian Jawaban Tindakan Ya % Tida

k % Jlh %

2. Mengajarkan anak mengenali bentuk

pelecehan seksual 32 59,3 22 40,7 54 100

3. Menjelaskan tentang pubertas dan perubahan

fisik serta tanggungjawab atas dirinya 24 44,4 30 55,6 54 100 4. Mengajarkan anak mengenali ciri orang yang

berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual 15 27,8 39 72,2 54 100 5. Mengajarkan anak untuk tidak sembarangan

membiarkan orang lain menyentuh dan menyakiti organ tubuhnya

16 29,6 38 70,4 54 100

6. Menjelaskan siapa yang boleh dan tidak boleh menyentuh tubuhnya, terutama yang sensitif atau sangat pribadi

8 14,8 46 85,2 54 100

7. Mengajar berteriak minta tolong saat merasa

terancam 4 7,4 50 92,6 54 100

8. Mengajarkan untuk mengadukan kepada yang dipercaya seperti orangtua atau guru bila mendapat perlakuan yang mengancam

5 9,3 49 90,7 54 100

9. Mengajarkan untuk tegas mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak aman (unsave touch)

6 11,1 48 88,9 54 100

10. Mengajarkan untuk menolak saat orang lain menyuruh membuka baju dan memperlihatkan bagian tubuh pribadi tanpa ada keperluan seperti pemeriksaan medis

11 20,4 43 79,6 54 100

11. Mengajarkan untuk mengabaikan rayuan dan

bujukan 19 35,2 35 64,8 54 100

12. Mengajarkan melakukan tindak perlawan seperti menggigit, memukul, da menendang pelaku

54 100,0 0 0 54 100

13. Membangun komunikasi agar anak bersikap

terbuka 27 50,0 27 50,0 54 100

14. Membangun komunikasi agar orangtua bekerjasama dalam menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi

20 37,0 34 63,0 54 100

15. Pernah mengikuti program

penyuluhan/pelatihan kesehatan reproduksi 54 100,0 0 0 54 100 16. Mencari sendiri informasi terkait pendidikan

kesehatan reproduksi bagi anak 16 29,6 38 70,4 54 100 17. Memberikan pendidikan kesehatan reproduksi

atas dasar tanggungjawab sebagai pendidik 19 35,2 35 64,8 54 100

No. Uraian Jawaban

Tindakan Baik % Sedang % Kurang % Jml %

18. Hal yang dilakukan untuk memahamkan anak tentang pendidikan kesehatan reproduksi


(42)

dengan bahasa yang mudah dimengerti. Nilai kurang sebanyak 14 orang (25,9 %) karena memilih jawaban yg lain.

Sebanyak 32 orang (59,3 %) menjawab mengajarkan anak untuk mengenali berbagai bentuk pelecehan seksual mulai dari menyentuh, mencolek hingga kekerasan seksual seperti tindak pencabulan dan yang tidak sebanyak 22 orang (40,7 %). Pertanyaan apakah menjelaskan tentang pubertas dan perubahan fisik dan emosi yang akan dialami dan bertanggungjawab atas dirinya dengan

jawaban “ya” dijawab sebanyak 24 orang (44,4 %) dan yang tidak sebanyak 30 orang (55,6 %).

Sebanyak 15 orang (27,8 %) menjawab mengajarkan anak untuk mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual dan yang tidak sebanyak 39 orang (72,2 %). Pertanyaan apakah mengajarkan anak untuk tidak membiarkan orang lain sembarangan menyentuh bagian menyakiti organ tubuhnya sebanyak 16 orang (29,6 %) menjawab “ya”. Sisanya menjawab tidak sebanyak 38 orang (70,4 %).

Pada pertanyaan mengenai mengajarkan bagaimana mereka menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menyentuh bagian tubuhnya, terutama yang sensitif atau yang sangat pribadi sebanyak 8 orang (14,8 %) menjawab “ya “ dan yang tidak 46 orang (85,2 %). Sebanyak 4 orang (7,4 %) mengajarkan untuk berteriak minta pertolongan pada orang sekitar saat merasa tidak aman dan yang tidak sebanyak 40 orang (92,6 %).

Pertanyaan mengenai mengajarkan untuk mengadukan kepada orang yang dipercaya seperti orang tua atau guru bila mendapat perlakuan yang mengancam


(43)

sebanyak 5 orang (9,3 %) menjawab “ya “ dan yang tidak sebanyak 49 orang (90,7 %). Kemudian yang mengajarkan untuk tegas mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak aman sebanyak 6 orang (11,1 %) dan yang tidak sebanyak 48 orang (88,9 %).

Yang mengajarkan untuk mengatakan tidak saat orang lain menyuruh membuka baju atau memperlihatkan bagian tubuh pribadi sebanyak 11 orang (20,4 %) dan yang tidak sebanyak 43 orang (79.6 %). Yang mengajarkan anak untuk dapat mengabaikan rayuan dan bujukan dari orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual sebanyak 19 orang (35,2 %) dan yang tidak sebanyak 35 orang (64,8 %).

Pertanyaan selanjutnya mengenai membangun komunikasi agar anak bersikap terbuka dan berani melaporkan hal yang dialami sebanyak 27 orang (50,0 %) menjawab “ya “ dan yang tidak sebanyak 27 orang (50,0 %). Kemudian pertanyaan mengenai membangun komunikasi dengan orangtua agar bekejasama dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebanyak 27 orang (50,0 %)

menjawab “ya “ dan yang tidak sebanyak 27 orang (50,0 %).

Sebanyak 34 orang (63,0 %) menjawab tidak mencari sendiri informasi terkait pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak dan sisanya menjawab “ya” sebanyak 20 orang (27,0 %). Hanya sebanyak 19 orang (35,2 %) yang memberikan pendidikan kesehatan repeoduksi atas dasar tanggungjawab sebagai pendidik dan yang tidak sebanyak 35 orang (64,8 %).

Tapi pada pertanyaan apakah guru mengajarkan untuk melakukan tindakan perlawanan seperti memukul, menggigit, menendang pelaku kekerasan seksual


(44)

dan melarikan diri serta pertanyaan apakah anda pernah ikut program penyuluhan/sosialisasi kesehatan reproduksi bagi anak didik di sekolah bagi anak didik seluruhnya menjawab tidak.

Dari hasil di atas, tingkat tindakan guru dalam hal kesehatan reproduksi/pendidikan seks terhadap upaya pencegahan kekerasan pada anak di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 tahun 2016 dapat dikatagorikan sebagai berikut: Tabel 4.11 Katagori Tingkat Tindakan Responden Dalam Hal Pendidikan

Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.11 terlihat katagori tindakan responden tentang pendidikan kesehatan reproduksi terkait dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik dengan total nilai 75-100 % tidak ada (0 %), tingkat sedang dengan total nilai 65-74 % sebanyak 13 responden (24,1 %) dan tingkat kurang dengan total nilai kurang dari 65 % sebanyak 41 responden (75,9 %). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki tindakan yang kurang dalam pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak.

No. Katagori Jumlah Persentase (%)

1. Baik 0 0

2. Sedang 13 24,1

3. Kurang 41 75,9


(45)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sedangkan pengetahuan kesehatan reproduksi adalah pengetahuan yang menyangkut perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia. Intinya, pendidikan seks merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral etika serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut (Pertiwi, 2007).Pemahaman yang baik tentang pendidikan kesehatan reproduksi ini berdasarkan interpretasi dari beberapa jawaban responden.

Secara keseluruhan pengetahuan responden dalam katagori baik dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak cukup baik, dengan pembahasan sebagai berikut.

5.1.1 Kapan Dan Darimana Sebaiknya Anak Diberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Pada Tabel 4.6 pertanyaan kapan sebaiknya anak menerima pendidikan kesehatan reproduksi masih terdapat nilai 1 karena sebanyak 32 orang (59,3 %) menganggap sebaiknya pemberian pendidikan kesehatan reproduksi diberikan


(46)

ketika anak telah mestruasi atau mengalami mimpi basah. Jawaban dengan nilai 2 yaitu saat remaja sebanyak 5 orang (9,3 %). Sedangkan nilai 3 yaitu ketika usia dini sebanyak 17 orang (31,5 %).Sesuai dengan ruang lingkup kesehatan reproduksi yang sebenarnya sangat luas melalui pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan setiap fase kehidupan serta kesinambungan antar-fase tersebut dalam hal ini anak. Salah satu dari kebutuhan tersebut adalah menjadikan anak mandiri, pertanggungjawab serta mampu melindungi diri dari kekerasan seksual seperti yang sudah banyak terjadi baik di Indonesia maupun internasional.

Pada pertanyaan darimana sebaiknya anak menerima pendidikan kesehatan reproduksi yang baik dan aman sebanyak 53 orang (98,1 %) menjawab dari orangtua dan guru dan sisanya 1 orang (1,9 %) menjawab dari media elektronik dan cetak. Sesuai dengan Pertiwi (2007) pada penelitian sebelumnya bahwa informasi tentang kesehatan reproduksi/seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua dan guru yang memiliki perhatian khusus terhadap anak. Hal ini karena anak-anak rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Jika tidak mendapatkan pendidikan reproduksi yang tepat, mereka mungkin saja melakukan tindakan menyimpang atau menjadi korban dari tindakan menyimpang tersebut seperti kekerasan seksual.

5.1.2 Manfaat Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Anak

Manfaat pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak baik dengan nilai 3 sebanyak 19 orang (35,2 %), nilai 2 sebanyak g 23 orang (42,6 %), dan nilai 1 sebanyak 12 orang (22,2 %). Rata-rata responden hanya menjawab manfaat


(47)

pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak adalah untuk mengerti dan memahami peran jenis kelaminnya serta agar anak menerima setiap perubahan fisik yang dialami dengan wajar dan apa adanya.

Sementara pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak memiliki manfaat yang cukup luas bagi anak. Tidakhanya bermanfaat untuk membuat anak mengerti dan memahami peran jenis kelaminnya serta menerima setiap perubahan fisik yang dialami dengan wajar dan apa adanya, namun juga menghapus rasa ingin tahu yang tidak sehat, memperkuat rasa percaya diri dan bertanggung jawab pada dirinya (Pertiwi, 2012).

5.1.3 Tujuan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Anak

Pada pertanyaan tujuan dari pendidikan kesehatan reproduksi khusus pada anak meski jawaban baik yaitu memahami perbedaan jenis kelamin, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya sebanyak 27 orang (50 %), nilai sedang dengan jawabanmenerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuhnya sebanyak 19 orang (35,2 %), dan nilai kurang dengan memilih memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan seperti seks bebas sebanyak 8 orang (14,8 %). Menunjukkan belum semua responden memahami tujuan dalam arti luas yaitu tidak hanya untuk memperkenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, tapi juga dalam hal keamanan serta keselamatan (Andika, 2010).


(48)

Pendidikan kesehatan reproduksi membentuk anak menjadi mandiri dan dapat bertanggungjawab menjaga dirinya khususnya dari kekerasan seksual yang dapat terjadi pada dirinya. Dari hal ini didapat bahwa pengetahuan responden tentang manfaat pemberian pendidikan kesehatan terhadap anak masih belum maksimal, ini dapat ditingkat melalui pemberian informasi maupun penyuluhan pada guru sekolah dasar.

5.1.4 Siapa Saja Yang Dapat Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak

Selanjutnya dari pemahaman siapa saja yang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak yang menjawab yaitu siapa saja sebanyak 40 orang (74,1 %), nilai 2 dengan jawabanorang dekat seperti keluarga, tetangga, guru, teman-teman dari orang tua sebanyak 13 orang (24,1 %) dan nilai 1 dengan memilih orang asing sebanyak 1 orang (1,9 %). Hal ini menunjukkan pengetahuan responden mengenai siapa saja yang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak sudah baik.

Hal ini sesuai dengan temuan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA Medan) bahwa didapati dari kasus yang diketahui, pelaku mulai dari orang yang tak dikenal, tukang becak, guru hingga persetubuhan yang dilakukan oleh ayah kandung (incest). Telebih telah banyak kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dilakukan bukan hanya oleh orang asing melainkan orang yang dekat dengan si anak (PKPA, 2016).


(49)

5.1.5 Dampak Kekerasan Seksual Pada Anak

Pemahaman responden terhadap dampak kekerasan seksual pada anak terdapat 75, 9 % baik dengan nilai 3. Dampak kekerasan seksual sendiri dalam jangka panjang ketika dewasa nanti anak dapat mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti pasca-trauma stress disorder, kecemasan, penyakit jiwa lain (termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi di masa dewasa, bulimia nervosa, dan cedera fisik kepada anak (Pertiwi, 2012).

Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya atau menjadi pelaku kekerasan seksual. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Probosiwi (2015) bahwa jika dilihat dalam beberapa kasus, korban anak-anak cenderung menutupi peristiwa yang mereka alami dengan berbagai alasan antara lain malu atapun takut kepada pelaku. Adanya kecenderungan muncul emosi negatif akibat kekerasan seksual misalnya kondisi tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkapkan peristiwa pelecehan seksual bahkan pada beberapa kasus dampak fisik seperti gemetar, kejang otot, dan sakit kepala ditemui pada korban kekerasan seksual. Dalam jangka panjang trauma ini tentu dapat mengganggu kualitas hidup si anak atau bahkan mengakibatkan anak menjadi pelaku dikemudian hari.


(50)

5.1.6 Peran Guru Dalam Dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Dalam upaya pencegahan kekerasan seksual melalui pedidikan kesehatan reproduksi dengan mengajarkan agar anak memilikikemampuan mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual; kemampuan anak bertahan dari tindakan kekerasan seksual, misalnya berteriak minta tolong, memberitahu orang lain dan kemampuan anak melaporkan perilaku kurang menyenangkan secara seksual yang diterimanya, jawaban dengan nilai 3 sebanyak 21 orang (38,9 %). Nilai 2 sebanyak 26 orang (48,1 %). Selanjutnya 5 orang (9,3 %) dengan nilai 1.

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat katagori tingkat pengetahuan responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi terhadap upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik dengan total nilai 75-100 % sebanyak 48 responden (88,9 %) dan tingkat sedang dengan total nilai 65-74 % sebanyak 6 responden (11,1 %) serta dengan total nilai kurang dari 65 % tidak ada (0 %) pada katagori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah responden berpengetahuan baik dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak. Pengetahuan responden terdapat pada tingkat “tahu” yangdiartikansebagaimengingatsuatumateri yang telahdipelajarisebelumnya. Tingkat iniadalahmengingatkembalisesuatu yang spesifikdariseluruhbahan yang dipelajari(Notoadmojo, 2007).Hal ini dikarenakan responden dapat menjawab pertanyaan ynag diajukan.

Namun demikian tidak adanya kebijakan atau regulasi khusus yang mendukungterkait pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dalam upaya


(51)

pencegahan kekerasan seksual pada anak yang tidak dicanangkan sekolah maupun pemerintah secara khusus karena masih banyak responden yang menjawab tidak sebanyak 29 orang (53,7 %). Sisanya yakin bahwa ada kebijakan namun tidak dapat menjelaskan bentuk kebijakan tersebut.

5.2 Sikap Terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju dan sebagainya. Dalam hal ini terkai dengan sikap seorang guru yang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai pendidikan kesehatan reproduksi khususnya pada upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak.

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat katagori tingkat sikap responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi terhadap upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik sebanyak 87,0 %, tingkat sedang sebanyak 11,1 % dan tingkat kurang 1,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan sikap responden terhadap pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak cukup positif atau baik, dengan pembahasan sebagai berikut.

5.2.1 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Pada Anak Masih Tabu

Pernyantaan pendidikan kesehatan seksual pada anak masih tabu sebanyak 30 orang (55,6 %) menjawab setuju dan tidak setuju sebanyak 24 orang (44,4 %).


(52)

Menurut Helmi dan Paramasti (dalam Dewi, 2013) tentunya berkaitan dengan kurang terbukanya informasi mengenai pendidikan kesehatan reproduksi/seks yang benar dan sehat dalam masyarakat, bahkan muncul kecenderungan membiarkan seks dianggap tidak bermoral dan tabu jika dibicarakan secara terbuka.

Hal serupa juga berdasarkan berdasarkan penelitian Kartika Ratna Pertiwi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta (2007) tentang Urgensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sekolah mendapatkan bahwa anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan bahwa anak mempercayai sosok guru sebagai pemberi informasi yang benar dan akurat dalam berbagai masalah kesehatan. Di Indonesia sendiri orang tua yang harusnya menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi ini masih merasa kaku dan tabu membicarakan seks pada anaknya, atau keterbatasan ruang dan waktu bahkan kemampuan untuk menyampaikannya maka peran guru sangat besar untuk melengkapinya (Pertiwi, 2012).

Berbicara masalah seksualitas di kalangan sekolah masih dianggap tabu bagi sebagian orang. Rendahnya pemahaman akan kesehatan reproduksi merupakan indikator lemahnya pemerintah dalam melindungi, menghormati, dan memenuhi hak warga Negara atas kesehatan reproduksi. Hal ini tentunya membutuhkan pemikiran khusus agar regulasi yang ada dapat adil bagi setiap orang terlebih anak yang harus dilindungi.

Sementara kekerasan seksual khususnya pada anak ini telah menjadi topik lama. Menurut Imron (2011) “Dewasa ini kesehatan reproduksi menjadi perhatian khusus sejak adanya Internasional Conference on Population and Development


(1)

2.5 Landasan Teori... 51

2.6 Kerangka Konsep ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 61

3.1 Jenis Penelitian... 61

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 61

3.2.2 Waktu Penelitian ... 62

3.3 Populasi dan Sampel ... 62

3.3.1 Populasi ... 62

3.3.2 Sampel... 62

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 63

3.4.1 Data Primer ... 63

3.4.2 Data Sekunder ... 63

3.5 Data Operasional ... 64

3.6 Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 65

3.6.1 Instrumen ... 65

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 65

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 68

3.7.1 Pengolahan Data ... 68

3.7.2 Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 70

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 70

4.1.1 Lokasi dan Demografi Penelitian ... 70

4.1.2 Umur Responden ... 72

4.2.3 Jenis Kelamin Responden ... 73

4.2.4 Pendidikan Responden ... 73

4.2 Pengetahuan Responden... 74

4.3 Sikap Responden ... 79

4.4 Tindakan Responden ... 84

BAB V PEMBAHASAN ... 90

5.1 Pengetahuan Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 90

5.1.1 Kapan Dan Darimana Sebaiknya Anak Diberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 91

5.1.2 Manfaat Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Anak ... 92

5.1.3 Tujuan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Anak ... 92

5.1.4 Siapa Saja Yang Dapat Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak ... 93

5.1.5 Dampak Kekerasan Seksual Pada Anak ... 94

5.1.6 Peran Guru Dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual ... 95

5.2 Sikap Terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 96


(2)

5.2.1 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Pada Anak Masih Tabu ... 96

5.2.2 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Dapat Mencegah dan Menghindarkan Anak... 98

5.2.3 Peran Guru Dapat Membantu Orangtua Dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Di Sekolah... 99

5.2.4 Perlunya Sosialisasi dan Pelatihan Agar Guru Dapat Menyampaikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Secara Tepat dan Terarah ...100

5.3 Tindakan Terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...101

5.3.1 Mengajarkan Anak Mengenali Ciri-Ciri Orang Yang Berpotensi Melakukan Kekerasan Seksual (Predator) ...103

5.3.2 Mengajarkan Anak Bertahan Dari Perlakuan Atau Tindakan Kekerasan Seksual ...104

5.3.3 Mengajarkan Anak Melaporkan Perilaku Kurang Menyenangkan Secara Seksual Yang Diterimanya ...104

BAB VI PENUTUP ...107

6.1 Kesimpulan ...107

6.2 Saran ...107

DAFTAR PUSTAKA ...109


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dampak Psikologis Lanjutan dari Tindakan Kekerasan Seksual Terhadap Anak ... 42 Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 64 Tabel 3.2 Penilaian Skala Guttman ... 65 Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Siswa Sekolah Dasar Harapan 1

dan 2 Medan ... 71 Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Guru Sekolah Dasar Harapan 1

dan 2 Medan ... 72 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Sekolah

Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 72 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 73 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 74 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Pengetahuan

Responden Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 74 Tabel 4.7 Katagori Tingkat Pengetauan Responden tentang

Kesehatan Reproduksi di Sekolah Dasar Harapan 1

dan 2 Medan ... 79 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Sikap

Responden Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 80 Tabel 4.9 Katagori Tingkat Sikap Responden tentang

Kesehatan Reproduksi di Sekolah Dasar Harapan

1 dan 2 Medan ... 83 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Tindakan

Responden Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan ... 85 Tabel 4.11 Katagori Tingkat Tindakan Responden tentang

Kesehatan Reproduksi di Sekolah Dasar Harapan 1

dan 2 Medan ... 88


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Media ajar personal safety skills yang bertujuan membantu

anak mengenali dan memahami sentuhan tidak aman ... 49

Gambar 2.2 Media ajar personal safety skills yang bertujuan membantu anak melakukan tindakan bertahan dari perlakuan kekerasan seksual ... 50

Gambar 2.3 Media ajar personal safety skills berupa video yang mengajarkan anak bagaimana melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami... 51

Gambar 2.4 Bagan Sikap ... 58

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ... 60


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian

Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian di SD Harapan 1 dan 2 Medan Lampiran 6 Daftar Kasus Pengaduan KPAID Sumut

Lampiran 7 Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Sumatera Utara (PKPA) Lampiran 8 Master Data Penelitian

Lampiran 9 Output Pengolahan SPSS Lampiran 10 Dokumentasi


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rici Dina Putri

Tempat Lahir : Sungai Liput Tanggala Lahir : 30 November 1993

Suku Bangsa : Melayu

Agama : Islam

Nama Ayah : Nazamuddin

Suku Bangsa Ayah : Melayu

Nama Ibu : Maryam

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Pendidikan Formal:

1. Tahun 1998-1999 : TK Gemilang Kejuruan Muda 2. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 2 Kejuruan Muda 3. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 2 Kejuruan Muda 4. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 2 Kejuruan Muda

5. Tahun 2011-2016 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja.

0 1 18

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja.

0 1 11

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan Seksual dan Reproduksi pada Siswa SMA "X" di Kota Bandung Tahun 2015.

2 6 24

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 0 16

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 1 11

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 0 49

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 9 3

Gambaran Perilaku Guru terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual pada Siswa di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun 2016

0 0 13

PENDIDIKAN SEKSUAL BERBASIS BUDAYA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI INDONESIA

0 0 15