Pengaruh Earnings Management Dan Good Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI

(1)

S E K

O L A H

P A

S C

A S A RJA

NA

PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT DAN GOOD

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BEI

TESIS

Oleh

CAHYO GINARTI

087017006/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT DAN GOOD

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BEI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAHYO GINARTI 087017006/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

Judul Penelitian : PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

Nama Mahasiswa : Cahyoginarti Nomor Pokok : 087017006 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr.Tavi Supriana, M.Si. Drs. Firman Syarif, M.Si.Ak Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 17 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Tavi Supriana, M.Si

Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Judul Tesis

“PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL REPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DIBEI”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 15 Juli 2012

Penulis,

Cahyo Ginarti 087017006/Akt


(6)

ABSTRAK

Pengaruh Earnings Management dan Good Corporate Governance terhadap Corporate Sosial Responsibility pada manufaktur yang

terdapaftar di Bursa Efek Indonesia.

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh earnings management dan Good

Corporate Governance terhadap Corporate Sosial. Responsibility. Metode yang digunakan metode kuantatif dengan analisis yang regresi berganda. Corporate Social Responsibility sebagai variabel dependen, Earning Management dan Good Corporate Governance yang diwakili dewan direktur, kepemilikan Institusional dan komite audit sebagai variabel independen. Populasi sebanyak 140 perusahaan manufaktur dan 60 perusahaan sebagai sample dengan menggunakan purposive sampling. Hasil menunjukan (1) secara simultan earnings management dan Good Corporate Governance mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility, (2) secara pancial earnings management, komisaris independen dan kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility, sedangkan komite audit berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility.

Kata kunci: Earnings Management, Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility,Konsumsi Independent, Kepemilikan Institusional, Komite Audit.


(7)

ABSTRACT

The influence of earnings management and good corporate governance on corporate social responsibility at manufacture company

Registered in Indonesia Stock Exchange.

The influence of earnings management and good corporate governance on corporate social responsibility in manufacturing company Registered in Indonesia Stock Exchange. The object of the study is the influence of earning management and good corporate governance on corporate social responsibilityThe study used quantitative method with multiple regression analysis. Corporate Social Responsibility is the dependent variable, while the independent variables consisted of earning manajemen and Good Corporate Governance which were represented by managing board, Institusional ownership and audit committee.The population was was 140 manufacturing companies and 60 of them were used as the samples using purposive sampling technique.The result of the study showed that 1) Simultaneously, Earnings Management and Good Corporate Governance had signicant influence on Corporate Social Responsibility,2) and Partially, Earnings Management which comprised independent commissioner and institutional ownership did not have any influence on Corporate Social Responsibility, while Audit Committee had influence on Corporate Social Responsibility.

Keyword : Earnings Management, Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Independent Commissioner, institutional ownership, audit committee.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis memanjatkan doa syukur alhamdulillah kehadirat ALLAH SWT, atas rezeki dan pertolonganNya sehingga tesis ini ndapat diselesaikan. Kepada almarhum ibu dan bapak, penulis panjatkan doa semoga mendapatkan tempat yang terbaik disisi ALLAH SWT.

Selama mengikuti pendidikan S-2 pada Universitas Sumatera Utara, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, Msi selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Tavi Supriana, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

4. Drs. Firman Syarif, M.Si Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu memberikan saran dan bimbingan sampai tesis ini dapat diselesaikan.

5. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, Mafis, MBA, Ak selaku Ketua Program Studi

Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

6. Dra. Tapi Andasari Lubis, M. Si, Ak selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi sekaligus Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

7. Drs. Sri Mulyani, MBA, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah banyak

memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

8. Dosen dan segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

9. Suamiku Ir. Sumali yang memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Rekan – rekan sejawat dari Politeknik Negeri Medan Khususnya Drs.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Cahyoginarti SE. Ak

Tanggal lahir : 23 Juni 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Dosen

Alamat :

Nama Orangtua :

Pendidikan :

1. SD Negri 060853 Medan thn 1979

2. SMP Negri 16 Bandung thn 1982

3. SMA Negri 9 Bandung 1985


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Originilitas... 10

BAB II. LANDASAN TEORITIS ... 14

2.1. ... Tanggu ng Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) ... 14

2.1.1. ... Definisi CSR ... 14

2.1.2 ... Pengungkapan CSR di Indonesia ... 16

2.1.2. ... Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility ... 19

2.2. ... Earning s Management ... 20

2.2.1 Defenisi Earnings Management ... 20

2.2.2 Faktor-faktor pendorong Earnings Management ... 23

2.2.3 Tekhnik Earnings Management... 25

2.2.4 Metode Earnings Management ... 26

2.2.5 Hubungan Earnings Management Dengan CSR ... 27

2.3. ... Good Corporate Governance ... 29


(12)

2.3.1 Defenisi Good Corporate Governance ... 29

2.3.2 Perinsip Good Corporate Governance ... 30

2.3.3 Struktur Good Corporate Governance ... 33

2.3.4 Perkembangan Good Corporate Governance ... 36

2.3.5 Hubungan Mekanisme Good Corporate Governance dengan Corporate Social Responsibility ... 39

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTES ... 48

3.1. ... Kerangk a Konseptual ... 48

3.2. ... Hipotesi s Penelitian ... 52

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 54

4.1. Rancangan Penelitian ... 54

4.2. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 54

4.3. Teknik Pengambilan Sampel... 55

4.4. Metode Pengambilan Sampel ... 56

4.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 56

4.6. Model Analisis Data ... 61

4.7. Motode Analisis Data ... 62

4.7.1 Uji Asumsi Klasik ... 62

4.7.1.1 Uji Normalitas Data ... 62

4.7.1.2 Uji Multikolinearitas ... 63

4.7.1.3 Uji Heterosekadastisitas ... 63

4.7.1.4 Uji Autokorelasi ... 64

4.7.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 64

4.7.2.1 Uji – F ... 65

4.7.2.2 Uji –Koefisien Determinasi ... 65

4.7.2.3 Uji Parsial (t test) ... 66

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1. ... Deskrip si Data Penelitian ... 67

5.2 Analisis Data ... 69

5.2.1 ... Hasil Uji Asumsi Klasik ... 70

5.2.1.1 Uji Normalitas Data ... 70

5.2.1.2 Uji Multikolinearitas ... 71

5.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas ... 72

5.2.1.4 Uji Autokorelasi ... 73

5.2.2 Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis... 74


(13)

5.3.1 Pengaruh Earnings Management dan Corporate Governance Dalam Hal Ini Komisaris Independen (KOM), Kepemilikan Institusional (INST), dan Komite Audit (ADIT) Secara Simultan

Terhadap (CSR)... 81

5.3.2 Pengaruh earnings management dan corporate governance dalam hal ini Komisaris Independen (KOM), Kepemi likan Institusional (INST) dan Komite Audit (ADIT) secara persial terhadap perusahaan ... 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Keterbatasan ... 87

6.3 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Daftar Peneliti Terdahulu ... 39 4.1 ... Ringkas

an Perolehan Sampel Penelitian... 49 4.2 Daftar Operasional Penelitan ... 53 5.1 ... Deskripr

i Variabel Penelitian ... 60 5.2 ... Uji

Multikolinearitas ... 63 5.3 ... Uji

Durbin Watson ... 65 5.4 ... Hasil

Pengujian Hipotesis ... 65 5.5 ... Hasil

Uji F ... 67 5.6 ... Hasil


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 ... Struktur Board Of Direktur Dalam One Tier System ... 30 2.2 ... Struktur

Board Of Direktur Dalam Two Tier System ... 30 5.1 ... Uji

Normalitas Data ... 62 5.2 ... Heterok


(16)

ABSTRAK

Pengaruh Earnings Management dan Good Corporate Governance terhadap Corporate Sosial Responsibility pada manufaktur yang

terdapaftar di Bursa Efek Indonesia.

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh earnings management dan Good

Corporate Governance terhadap Corporate Sosial. Responsibility. Metode yang digunakan metode kuantatif dengan analisis yang regresi berganda. Corporate Social Responsibility sebagai variabel dependen, Earning Management dan Good Corporate Governance yang diwakili dewan direktur, kepemilikan Institusional dan komite audit sebagai variabel independen. Populasi sebanyak 140 perusahaan manufaktur dan 60 perusahaan sebagai sample dengan menggunakan purposive sampling. Hasil menunjukan (1) secara simultan earnings management dan Good Corporate Governance mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility, (2) secara pancial earnings management, komisaris independen dan kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility, sedangkan komite audit berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility.

Kata kunci: Earnings Management, Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility,Konsumsi Independent, Kepemilikan Institusional, Komite Audit.


(17)

ABSTRACT

The influence of earnings management and good corporate governance on corporate social responsibility at manufacture company

Registered in Indonesia Stock Exchange.

The influence of earnings management and good corporate governance on corporate social responsibility in manufacturing company Registered in Indonesia Stock Exchange. The object of the study is the influence of earning management and good corporate governance on corporate social responsibilityThe study used quantitative method with multiple regression analysis. Corporate Social Responsibility is the dependent variable, while the independent variables consisted of earning manajemen and Good Corporate Governance which were represented by managing board, Institusional ownership and audit committee.The population was was 140 manufacturing companies and 60 of them were used as the samples using purposive sampling technique.The result of the study showed that 1) Simultaneously, Earnings Management and Good Corporate Governance had signicant influence on Corporate Social Responsibility,2) and Partially, Earnings Management which comprised independent commissioner and institutional ownership did not have any influence on Corporate Social Responsibility, while Audit Committee had influence on Corporate Social Responsibility.

Keyword : Earnings Management, Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Independent Commissioner, institutional ownership, audit committee.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan lembaga yang selama ini dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Menurut pendekatan teori akuntansi perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat memberikan sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba yang maksimum. Semakin besar perusahaan dampak sosialnya semakin sulit untuk dikendalikan.


(19)

Masyarakat menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan dampak-dampak sosial yang ditimbulkannya dan berupaya untuk mengatasinya. Dampak sosial yang ditimbulkan perusahaan semakin lama semakin memprihatinkan, sehingga lebih mempunyai kepedulian terhadap lingkungan yang diwujudkan dengan tanggungjawab terhadap lingkungannya.( Rachiemah, 2008).

Dengan adanya gugatan tersebut muncul konsep akuntansi baru yang menggantikan konsep akuntansi tradisonal. Dalam akuntansi tradisional pusat

perhatianhaan masyarakat hanya terbatas kepada shareholder dan bondholder,

yang secara langsung memberikan kontribusi bagi perusahaan, sedangkan pihak lain diabaikan. Dalam konsep akuntansi akuntansi baru tanggung jawab sosial

perusahaan (Corporate Sosial Responsibility untuk selanjutnya disebut CSR

adalah penting bagi perusahaan di Indonesia (Rachiema, 2008).

Akibat dampak dari buruknya pengelolaan lingkungan yang semakin nyata, persoalan lingkungan merupakan faktor penting yang harus segera dipikirkan. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini seperti banjir yang melanda Jakarta, tanah longsor di daerah Sumatra Barat, serta kebakaran hutan diberbagai daerah Sumatra dan Kalimantan. Bahkan munculnya banjir lumpur bercampur gas sulfur yang dikenal dengan kasus Lapindo Brantas merupakan bukti rendahnya komitmen perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan. Dalam situasi ini perusahaan diharuskan untuk bertanggungjawab terhadap kualitas lingkungan alam dan sosial kepada pemerintah dan masyarakat dimana dalam kegiatan operasionalnya menggunakan sumber daya alam yang menimbulkan polusi tanah, air dan udara.


(20)

Mengabaikan lingkungan hidup pada akhirnya dapat berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Akibat salah mengelola limbah menimbulkan gugatan dari masyarakat dan pada akhirnya akan memperburuk citra perusahaan (kasus Lapindo Brantas , Indorayon serta Freefort). Dengan meningkatnya kasus-kasus pertikaian antara masyarakat dan perusahaan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan pelaksanaan laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan keuangannya.

Namun standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. Hal ini menyebabkan dalam praktek, perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya. Pengungkapan yang berkaitan dengan tanggungjawab sosial terdapat dalam laporan sustainability reporting.

The Association of chartered Accountant (ACCA, 2004 dalam Anggraini, 2006) mendefinisikan sustainability Reporting sebagai pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam konteks pembangunanan berkelanjutan ( sustainabale

develovment). Sustainable reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi,

lingkungan dan kinerja organisasi. Sustainability reporting harus menjadi dokumen strategi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang sustainability development yang pada akhirnya akan membawanya menuju kepada prestasi bisnis.


(21)

Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR) telah diteliti dalam penelitian sebelumnya. Alasan-alasan ini untuk mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui CSR, memenuhi ketentuan kontrak pinjaman, memenuhi ekspetasi masyarakat, melegitimasi tindakan perusahaan dan, untuk menarik investor (Hasnas, 1985 ;Patten, 1992; Deegan dan Blomquist, 2005 dalam Yosefa, 2007). Sementara pendapatat Kotler dan Lee (2005) dalam Solihin (2009) menyebutkan dengan mengungkapkan CSR, memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi,serta meningkatkan daya tarik perusahaan dimata investor dan analis keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Yosefa (2007), menunjukan bahwa investor

mengapresiasi informasi CSR yang diungkapkan perusahaan dan

menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan. Widiastuty (2002) menemukan ada pengaruh pengungkapan sukarela yang positif dan signifikan

terhadap earning coeficient (ERC). Budiman (2009) menemukan adanya

perbedaan abnormal return yang signifikan pada tanggal pengumuman ISRA dengan tanggal sesudah pengumuman yang berarti bahwa penerapan konsep sustainability reporting yang telah dilakukan direspon oleh pasar. Laporan CSR juga digunakan untuk kepentingan para manajer (Nes dan Mirza, 2002 dalam Handayani, 2009).

Melakukan tindakan CSR dapat juga memperkecil konflik antara para pemilik saham dengan para pengelola (agency theory) dikarenakan adanya pemisahan kepentingan antara pemilik yang memberikan kontrak (principal) dengan pihak


(22)

yang menerima konrak (agent). Memurut teori keagenan, agen biasanya dianggap pihak yang biasanya berusaha untuk memaksimumkan dirinya. Keinginan yang

tidak sama antara agent dan principal, pihak agent antara lain berperilaku

cenderung melakukan kecurangan akuntansi agar mendapat kompensasi dari principal.

Dengan keterbatasan kriteria yang kurang jelas pada sistem kinerja manajemen menyebabkan manager tidak dapat dievaluasi, sehingga memungkinkan manager untuk menggunakan sumber daya yang ada dalam perusahaan untuk kepentingan mereka sendiri tanpa melihat kepentingan masyarakat (Chih, 2008). Salah satu tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan manajemen laba (earnings management) untuk memanipulasi nilai riil aktiva perusahaan, transaksi atau posisi keuangan sehingga mengakibatkan perusahaan kehilangan kepercayaan diri para investor ( Zahra,2005 dalam Handayani, 2009). Angka- angka akuntansi dapat dipengaruhi dengan melakukan

earnings management. Earnings management diyakini muncul sebagai

konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau pembuat laporan keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), dem kepentingan pribadi atau perusahaan (Gumanti, 2003 dalam Anggrainy, 2006).

Upaya dan kontrol dilakukan oleh investor atas majemen laba dapat merupakan ancaman bagi posisi manager dan reputasi perusahaan sehingga manajer perlu untuk melakukan philantrophy social dan cenderung menggunakan kegiatan CSR sebagai alat yang kuat untuk mendapat dukungan dari para investor (Prior, 2008). Penelitian Chih (2008) memperoleh hasil, perusahaan dengan


(23)

pengungkapan yang tinggi cenderung melakukan praktek manajemen laba (earnings management).

Agar CSR dapat. berjalan dalam jangka panjang diperlukan suatu integritas

antara good corporate governance dengan strategi CSR. Mekanisme good

corporate governance tidak hanya mengurangi biaya agency tetapi juga menaikan nilai terhadap stakeholder (Jamali, 2008 dalam Handayani 2009). Praktek good corporate governance diperlukan untuk meningkatkan keyakinan para pemegang saham dan juga sebagai alat pengawasan bagi pihak manajer (Handayani, 2009). Utama (2007) menyatakan bahwa mekanisme dan struktur good corporate governance dapat dijadikan sebagai infrastruktur pendukung terhadap praktik dan pengungkapan CSR di Indonesia. Dengan adanya mekanisme dan stuktur good governance dapat mengurangi asimetri informasi. Apabila asimetri informasi di biarkan terjadi, maka dapat menyebabkan terjadinya adverse selection maupun moral hazard, dengan konsekuensi perusahaan tidak melaksanakan CSR.

Berbagai penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor determinan yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR telah banyak dilakukan. Sembiring (2006) yang menemukan ukuran perusahaan tipe industri dan ukuran dewan komisaris mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap pengungkapan CSR. Faktor earnings management dikorelasikan

terhadap CSR. Prior et.al (2008) menemukan ada pengaruh yang signifikan terhadap CSR. Sejalan dengan Handayani (2009) Earnings Management dan komite audit mempunyai pengaruh terhadap CSR sedangkan kepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruh terhadap CSR. Ketidakkonsistenan hasil ditemukan Sun et.al yang melakukan penelitian pada semua perusahaan yang


(24)

terdaftar di Financial Times dan The London Stock Exchange. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan hasil tidak ada pengaruh yang signifikan antara earnings management dengan CSR. Begitu juga penelitian yang melakukan penelitian Setyo (2012) yang menemukan hasil yang sama. Faktor-faktor Corporate Governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan CSR dalam laporan tahunan . Anggraini (2006) berhasil menemukan faktor-faktor kepemilikan manajemen, jenis industri, leverage dan ukuran perusahaan .mempunyai pengaruh terhadap CSR. Rosmaita (2007) menemukan hal sama yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Sedangkan hal yang berbeda Setyo (2012) ukuran dewan komisaris sebagai variabel pemoderating mengindikasikan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Sementara Mahcmud dan Djakman (2008) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dan menemukan bahwa keduanya tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap CSR.

Dengan hasil yang beragam peneliti mencoba untuk melakukan penelitian berikutnya yaitu dengan melakukan replika dari penelitian Handayani (2009). Adapun penelitian tersebut merupakan pengembangan dari penelitian Prior (2008). Penelitian tersebut menemukan bahwa earnings management dan komite audit mempunyai hubungan dengan pengungkapan CSR.

Yang membedakan penelitian ini dengan peneliti terdahulu yaitu pada penelitian ini digunakan sampel pada perusahaan yang bergerak dalam dalam bidang manufaktur dengan tahun amatan tahun 2010. Penelitian ini termotivasi karena rendahnya komitmen dari praktik pengungkapan CSR di Indonesia dibandingkan negara lain. Dari hasil Program Peringkat Perusahaan (PROPER)


(25)

2004-2005 Kementrian Negara Lingkungan Hidup menunjukan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapot hitam, 150 rapot merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan banyaknya perusahaan yang mendapat rapot hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan (CSR) www.csrindo.com. Pengambilan sampel perusahaan manufaktur karena pada sektor ini paling banyak menghasilkan limbah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini

a. Apakah ada pengaruh earnings management dan good corporate governance

dalam hal ini komposisi komisaris independen, kepemilikan institusional dan komite audit secara simultan terhadap corporate social responsibility?

b. Apakah ada pengaruh earnings mangement dan good corporate governance

dalam hal ini komposisi komisaris independen, kepemilikan institusional dan komite audit secara parsial pengaruh terhadap corporate social responsibility?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

a. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh earnings manegement dan good


(26)

kepemilikan institusional dan komite audit secara simultan terhadap corporate sosial responsibility (CSR).

b. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh earnings management dan good

corporate governance dalam hal ini komposisi komisaris independen, kepemilikan institusional dan komite audit secara parsial terhadap corporate social responsibility (CSR)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dan

pendorong dalam pembuatan kebijaksanaan perusahaan untuk lebih meningkatkan tanggung jawab dan kepeduliannya pada lingkungan hidup.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

penyusunan standart akuntansi oleh penyusun standart akuntansi yang saat ini sedang bersama-sama dengan kementrian lingkungan hidup menyusun standart akuntansi lingkungan.

c. Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai CSR serta

sebagai bahan referensi dan acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

1.5 Originalitas

Penelitian mengenai CSR dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan antara lain, Sembiring (2005) berusaha meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR pada perusahaan di Indonesia. Tujuh karakteristik digunakan sebagai variabel independen yaitu ukuran


(27)

perusahaan, profile perusahaan, ukuran dewan komisaris, profitabilitas, dan leverage perusahaan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profil dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR di Indonesia.

Anggraini (2006) mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi

perusahaan dalam melakukan pengungkapan CSR. Data yang digunakan adalah semua sektor perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun amatan 2000-2004. Kategori pelaporan CSR yang digunakan antara lain kinerja lingkungan, kinerja ekonomi dan kinerja sosial. Penelitian ini menggunakan lima variabel sebagai bahan pertimbangan yaitu kepemilikan manajemen, hutang, ukuran, tipe industri dan propitabilitas. Hasil penelitian membuktikan bahwa kepemilikan manajemen, jenis industri dijadikan bahan sebagai pertimbangan oleh perusahaan dalam mengungkapkan CSR.

Rosmaita (2007) melakukan penelitian yang sama mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi pengungkapan CSR tapi lebih mempersempit objek dari penelitian sebelumnya yaitu pada perusahaan manufaktur. Variabel independen yang digunakan kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, leverage, dan propitabilitas . Sampel yang digunakan adalah 113 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun amatan 2004-2005. Kesimpulan yang didapat variabel kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Faktor good corporate governance juga digunakan dalam faktor penentu dalam pengungkapan CSR, Waryanto (2010) memasukan karakteristik good corporate governance yaitu ukuran dewan komisaris independen, jumlah rapat


(28)

dewan komisaris, independensi dewan komisaris, ukuran komite audit, jumlah rapat komite audit, kompetensi komite audit, kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham asing, kepemilikan saham terkonsentrasi sebagai variabel independent dan ukuran perusahaan serta leverage sebagai variabel kontrol. Sampel yang digunakan 116 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008. Hasil membuktikan secara simultan semua karakteristik berpengaruh terhadap CSR dan secara parsial kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh terhadap CSR.

Selain faktor corporate governance, faktor earning management juga

diproksikan sebagai penentu pengungkapan CSR. Prior (2008) meneliti hubungan earnings management terhadap CSR. Penelitian ini menggunakan sampel 593 perusahaan dari 26 negara tahun 2002-2004, dan menunjukan adanya hubungan yang positif antara earnings management dan CSR. Melakukan earnings management berdampak negatif terhadap kinerja finansial perusahaan. Dari hasil ini juga membuktikan adanya hubungan earning management dengan CSR, dan earnings management berdampak negatif terhadap kinerja finansial perusahaan. Dapat disimpulkan, untuk meningkatkan reputasi perusahaan dan meningkatkan

kepuasan stakeholder perusahaan melakukan praktek CSR. Di Indonesia

penelitian pengaruh earnings management terhadap CSR dilakukan oleh

Handayani (2009). Penelitian ini mengambil 67 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Faktor karakteristik good corporate gavernance, yaitu komposisi dewan direktur, kepemilikan institusional, kommitee audit sebagai variabel moderating serta tipe industri, company profile, dan leverage


(29)

sebagai variabel kontrol. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh earnings management, audit commitee mempunyai pengaruh yang posifif signifikan dengan CSR.

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate social responsibility) 2.1.1. Defenisi CSR

Ada berbagai definisi CSR, antara lain menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) sebagai berikut:

“Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”.

Berdasarkan pengertian tersebut, tanggung jawab yang melekat pada perusahaan merupakan suatu komite bisnis yang berkelanjutan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun


(30)

masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, pertanggung jawaban sosial merupakan konsep yang lebih manusiawi dimana suatu organisasi di pandang sebagai agen moral, oleh karena itu dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi termasuk didalamnya organisasi bisnis wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa dilaksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik dan paling sedikit merugikan stakeholder. Tindakan tepat yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat (Edwin, 2009).

CSR juga berusaha memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya. Darwin (2004) menyatakan pertanggungjawaban sosial adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam dan interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yang melebihi tanggung jawabnya di bidang hukum. Dengan demikian operasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan ukuran keuntungan sercara finansial saja, tetapi juga harus berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Pada akhirnya perusahaan harus lebih memperhatikan hubungannya dengan lingkungannya. Tilt (2004) dalam Yosefa (2007) perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal


(31)

ini sejalan dengan legitimacy theory yang mengatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistim nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindlom, 1998 dalam Yosefa, 2007). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CSR pada dasarnya adalah suatu upaya tanggung jawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan operasianalnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

2.1.2. Pengungkapan CSR di Indonesia.

Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan CSR. Akibat dampak negatif dari aktivitas perusahaan terhadap lingkungan telah menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan, diharapkan dengan mengungkapkan informasi mengenai operasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab sosial dapat diketahui oleh pihak yang terkait, maka perlu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Sejalan dengan (ACCC, 2004 dalam Anggraini, 2006) bahwa seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perausahaan yang disebut sustainability reporting. Sustainability reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi.


(32)

Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah di atur dalam beberapa regulasi. Ikatan Akuntan Indonesiab (IAI) mengimplementasikan pengungkapan sosial perusahaan dalam Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) NO. 1 tahun 2009, paragraf kesembilan.

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (Value Added Statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Dalam mendukung praktik pengungkapan tanggung jawab sosial selain melalui UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74, hal ini juga tertuang dalam UU Penanaman Modal NO.25 tahun 2007 yang mengatur setiap penanam modal diwajibkan untuk ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan.

Saat ini perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan CSR sebagai strategi bisnis karena melakukan praktik pengungkapan CSR, akan mendapat banyak manfaat. Kiroyan ( 2006 ) dalam Yosefa (2007) dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangan dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Menurut Susanto (2009) manfaat dari pengungkapan CSR adalah:

1. CSR akan mendongkrak citra perusahaan, yang dalam rentang waktu

panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan.

2. 2.CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan


(33)

3. CSR akan menghasilkan loyalitas karyawan, sehingga mereka bisa merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas.

4. Melaksanakan CSR secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya.

5. Meningkatkan penjualan, konsumen akan lebih menyukai produk-produk

yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik.

Standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia adalah merujuk standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Intiatives). Standar GRI berfokus pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Dalam melakukan penilaian luas pengungkapan CSR, item-item yang akan di beri skor akan mengacu pada indikator kinerja atau item yang disebut dalam GRI yang meliputi:

1. Indikator kinerja, meliputi aspek kinerja ekonomi, keberadaan pasar, dan dampak ekonomi secara tidak langsung.

2. Indikator kinerja lingkungan hidup, melalui aspek material, energi, air, keanekaragaman hayati, emisi dan limbah produk.

3. Indikator kinerja praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, meliputi aspek ketenagakerjaan, hubungan tenaga kerja/manajemen, keselamatan dan kesehatan kerja, pendidikan dan pelatihan, serta aspek keanekaragaman dan kesempatan yang sama.

4. Indikator kinerja hak asasi manusia, meliputi aspek praktik investasi dan pengadaan, aspek non diskriminasi, kebebasan berserikat dan daya


(34)

tawarkelompok, tenaga kerja anak, pegawai tetap dan kontrak, praktek keselamatan serta hak masyarakat (adat).

5. Indikator kinerja masyarakat, meliputi aspek kemasyarakatan, kebijakan mengenai korupsi, kebijakan umum/publik, perilaku anti persaingan, dan aspek kesesuaian.

6. Indikator kinerja tanggung jawab produk, yang meliputi aspek

keselamatan dan kesehatan konsumen, labeling produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi konsumen dan aspek kesesuaian.

2.1.3. Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility

Tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Disamping itu tanggung jawab sosial

(social responsibility) juga mengandung interpretasi yang sangat berbeda,

terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggarisbawahi prinsip dasar yang terkandung dalam tanggungjawab sosial (social responsibility). ( David, 2008 dalam Nor Hadi, 2010) menguraikan prinsip-prinsip tanggung jawabsosial (social responsibility)

menjadi 3 (tiga) bagian yaitu;(1)Sustainability;(2) accountability; dan

(3)transparency.

a. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan

aktivitas (action) tetap mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya dimasa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana pengguna sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhatikan kemampuan generasi masa depan. Dengan demikian sustainability merupakan upaya


(35)

keberpihakan society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi masa depan.

b. Accountability merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab

atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal. .

c. Transparency, merupakan prinsip penting eksternal. Tranparansi berhubungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak lingkungan. 2.2. Earnings Management

2.2.1. Definisi Earnings Management

Penyajian laporan keuangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode akrual metode kas. Metode akrual mengakui transaksi pada saat terjadi, sedangkan metode kas mengakui transaksi pada saat kas diterima. Penyajian dalam metode akrual memungkinkan pihak manajemen untuk menggeser angka-angka untuk mengubah laba. Tindakan ini sering disebut manajemen laba (earnings mangement).

Lewit (1999) dalam Sulistyanto (2008)

“Manajemen laba is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovation.Abuses such as earning occur when people exploit this pliancy. Trickery is employed to abscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decision”.


(36)

Scott (1997) dalam Halim (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:“Given that manager can choose accounting policies from a set ( for example, GAAP),it is natural to expect that they will choose polices so as to maximize their own utility and/or market value of the firm. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya earnings management merupakan aktivitas pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott ( 1997) dalam Halim (2005) membagi cara pemahaman atas earnings management menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunistic Earning Manajemen). Kedua, dengan memandang earnings management dari perspektif

efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana earnings

management memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaan melalui earnings management, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Timbulnya earnings management dapat dijelaskan dengan teori keagenan (agency theory). Agency theory berasumsi hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih principal mempekerjakan manajer (agent). Pemegang saham

selaku principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan


(37)

termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oprtunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan

kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal.

Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari principal.

Watts dan Zimmerman (1986) dalam Halim (2005) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh

mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta

memberikan kompensasi kepada agent.

Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada agent dengan harapan dapat mengurangi kotnflik keagenan dapat dimanfaatkan oleh agent untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek manajerial discretion karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba.


(38)

Perilaku earnings management dapat dijelaskan melalui positif accounting theory atau PAT dan agensi teori. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan

pemahaman tindakan earnings management yang dirumuskan oleh (Watts dan

Zimmerman, 1986 dalam Halim, 2005). a. Bonus dan plan hipotesis

Bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak akan memotivasi manajer untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya.

b. Debt equity hypothesis

Debt equity hypothesis menyatakan bahwa perusahaan yang mempunysi rasio antara utang dengan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian hutang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban hutang piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang


(39)

sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya.

c. Political cost hypothesis

Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diprolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

2.2.3. Teknik Earnings Management

Semakin meluasnya aktivitas earnings management yang memang telah mengakibatkan hancurnya tatanan ekonomi, etika dan moral dipertanyakan kembali, kelayakan prisip akuntansi, integritas dan kredibilitas para pelaku ekonomi serta akuntan publik tidak ada kesepakatan antar pihak terhadap aktivitas kecurangan ini. Kelayakan akuntansi berterima umum ini disebabkan prinsip akuntansi merupakan regulation driven yang harus disepakati seseorang ketika mencatat transaksi dan membuat laporan keuangan. Oleh sebab itu, saat ini berkembang pendapat yang dipakai untuk menjelaskan mengapa earnings management dilakukan perusahaan terkait dengan prisip akuntansi ini. Menurut


(40)

Setiawati dan Na”im (2000) dalam Halim (2005) tehnik dan pola manajem laba dapat dilakukan dengan tiga tehnik:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi.

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, biaya garansi dan lain-lain

b. Mengubah metode akuntansi.

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi yaitu merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan.

Rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat / menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat / menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat / menunda pengiriman produk kepelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak terpakai.

2.2.4. Metode Earnings Management

Setelah memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi sesuai dengan kepentingannya, manajer membuat kebijakan bagaimana cara menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Upaya untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang sesuai dengan kepentingan manajer bisa dilakukan untuk mengelola dan mengatur labanya. Metode earnings management menurut Scott (1997) dapat dilakukan dengan cara :


(41)

a. Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba dimasa datang.

b. Income minimization.

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat probilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

c. Income maximization.

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami penurunan laba. Tindakan atas

maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi dengan

tujuan manajer memperoleh bonus yang lebih besar.

d. Income smoothing.

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.2.5.Hubungan Earnings Management dengan Corporate SocialResponsibiliti

(CSR).

Earnings management merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan. Apa yang dilakukan manajer itu bisa diterima, sejauh yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi yang berterima umum. Namun jika tindakan yang dilakukan seorang


(42)

manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan dilakukan untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan informasi perusahaan yang sesungguhnya, maka earnings management dianggap sebagai perbuatan curang. Salah satu konsekuensi dari tindakan earnings management adalah bahawa perusahaan kehilangan dukungan dari pemangku kepentingan, yang dapat mengakibatkan peningkatan kewaspadaan dari pemegang saham (shareholder) dan kelompok stakeholder yang terkena dampak (Zahra et al, 2005).

Untuk memanipulasi aktivitas earnings managemnt, manajer dapat membuat Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan CSR adalah alat yang ampuh untuk mendapat dukungan dari stakeholder. Dengan cara ini manajer akan mengurangi kemungkinan dipecat. Sebuah perusahaan dengan CSR yang baik dianggap tidak melakukan earnings management karena perusahaan yang bertanggungjawab sosial tidak akan menyembunyikan laba yang realistis. Dengan CSR akan menambah transparansi dan mengurangi peluang untuk mengelola laba dan dengan membuat banyak ungkapan dapat mengelabui para shareholder .

Menurut Prior et.al (2008).

management flexibility of financial report as it does not requesentveal earning condition obtained by the company. Methode to make manager possible to protect his position and keep his interest is by involving theirself to the activity that widely aimed todevelop the relationship with stakeholder of the company and environmental activity, that commonly known as CSR, to get support from the prior groups”.

Alasan lain melakukan CSR, manajer mendapat liputan dari media, legitimasi dari masyarakat, regulasi yang menguntungkan, dan pengawasan yang berkurang dari investor dan karyawan. Pada saat yang sama aktivitas tersebut dapat juga mengurangi kemungkinan produk perusahaan untuk diboikot. Manajer


(43)

dalam mempertahankan posisinya melakukan praktek menajemen laba akan proaktif dalam supporting public protection and stakeholder through social responsibility.

2.3. Good Corporate Governance (GCG)

2.3.1. Pengertian dan konsep Good Corporate Governance.

Seperti halnya suatu pemerintahan, perusahaan juga tidak lepas dari berbagai kelompok dengan disertai berbagai kepentingan demi mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu muncul konsep “corporate governance” dalam mengatasi konflik kepentingan tersebut agar perusahaan dapat dikelola dengan baik (Warjanto,

2009). Monks dan Minov (2001) dalam Wardani (2006) menyatakan corporate

governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Menurut OECD ( Organisation for economic co- operation and development) Corporate Governance didefinisikan sebagai berikut:

“Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The corporate governanve structure specifes the distribution of the right and responsibilities among different participant in the corporation,Such as the board, manager, shareholder, and other stakeholder”.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan Corporate Governance adalah untuk mengendalikan dan mengarahkan perusahaan agar dapat mendistribusikan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan dengan baik sehingga akan menciptakan nilai tambah bagi seluru


(44)

diungkapkan menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mempergunakan definisi Cadbury Commitee, yaitu.

“Suatu sistem yang mengatur dan mengarahkan hubungan antara pihak pemegang saham, pengurus (pengelola perusahaan), pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga terpelihara kepentingan dan tujuan masing-masing pihak”.

Dapat disimpulkan Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Kaihatu, 2006). Konsep Good Corporate Governance muncul dilandasi dengan teori agensi (Agency Theory), dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya polemik atas kepentingan yang berbeda. Pihak agen selaku pengelola diperlukan pengendalian dan pengawasan. Dengan adanya mekanisme Good Corporate Governance ini, maka tindakan kecurangan dapat dikurangi sehingga tidak menimbulkan kerugian.

2.3.2. Prinsip dasar Good Corporate Governance

Implementasi good corporate governance akan berhasil jika memiliki

sejumlah prinip. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance

Indonesia, GCG memiliki prinsip sebagai berikut : transparansi (transparancy),

akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi

(independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).


(45)

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan dengan cara yang mudah diakses serta dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. Traparansi meliputi (1) penyediaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. (2) mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan (3) investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.

b. Akuntabilitas (accountability).

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Akuntabilitas adalah fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organisasi perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas meliputi pengertian bahwa (1) Anggota dewan komisaris harus bertindak mawakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham (2) memiliki komisaris yang bersifat independent terlepas dari manajemen (3) praktek audit internal yang efektif.


(46)

Pertanggungjawaban perusahaan (responsibility) adalah kesesuaian (kepatuhan) dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan

sebagai good corporate citizen. Pertanggungjawaban meliputi (1) Menjamin

dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

perusahaan, (2) lewat prinsip responsibility diharapkan membantu peran

pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

d. Independensi (independency)

Independensi (independency) adalah suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-pinsip korporasi yang sehat. Indepedensi meliputi proses pengambilan keputusan seharusnya berpihak pada kepentingan perusahaan.

e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness)

Kewajaran dan kesetaraan (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil

dan setara didalam memenuhi hak-hak stockeholders yang timbul berdasarkan

perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness meliputi (1)


(47)

para pemegang saham (3) asset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati).

2.3.3. Struktur GoodCorporate Governance

Agar pelaksanaan good corporate governance mudah untuk dilaksanakan

diperlukan struktur good corporate governance. Ada dua pola corporate

governance yang digunakan untuk membedakan mekanisme pengawasan.

1. Sistem satu tingkat atau one tier system.

One tier system disebut juga sistem satu tingkat (single board system). Sistem ini digunakan oleh negara Anglo-Saxon seperti Amerika dan Inggris. Dalam

sistem ini struktur corporate governance hanya ada satu badan dibawah

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu Board of Director. Ada dua

jabatan dalam Board of Director yaitu Chairman of the Board dan Chief

Executive officier dan dua jabatan ini biasanya dirangkap satu orang. Pada

model ini single-board system ini memiliki struktur corporate governance

yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris serta dewan direksi dan anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi. Kedua

dewan ini disebut Board of Director.

Gambar 2.1. Struktur Board Of Dorictor Dalam One Tier System

Dewan Dereksi

Direktur Eksekutif Direktur Non-Eksekutif Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


(48)

2. Sistem dua tingkat atau Two Tiers System.

Sistem dua tingkat berasal darisitem hukum Kontinental Eropa (Continental

Europe). Pada sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah yaitu, dewan pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Dewan Direksi juga menjawab hal- hal yang menyangkut perusahaan yang diajukan Dewan Komisaris.

Gambar 2.2. Struktur Board Of Dorictor Dalam Two Tier System

Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Dewan Direksi serta memastikan apakah

pelaksanaan good corporate governance telah dilaksanakan sesuai

peraturan. Dewan Komisaris tidak mempunyai wewenang untuk menangani operasional perusahaan. Wewenang operasional sepenuhnya dilaksanakan oleh Dewan Direksi. Sistem ini banyak digunakan di negara Eropa seperti

Belanda dan Jerman. Indonesia menganut Two Tiers System yang

dimodifikasi dimana kedudukan Dewan Komisaris tidak secara langsung diatas Dewan Direksi. Pertanggungjawaban Dewan Direksi langsung kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan kepada Dewan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dewan Komisi


(49)

Komisaris. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS ( pasal 80 ayat 1), dan anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 pasal 101 ayat 1).

2.3.4. Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia.

Beberapa alasan mendasar yang mendorong di terapkannya corporate

governance. Becht et.al. (2002) dalam solihin (2009) antara lain;1) munculnya gelombang privatisasi di seluruh dunia; 2) Terjadinya reformasi dana pensiun; 3) Adanya merger dan pengambilalihan perusahaan ;;4) Adanya deregulasi dan integrasi pasar modal;5) Krisis ekonomi Asia Timur, Rusia dan Brazil; 6)

Berbagai skandal yang menimpa perusahaan besar. Perkembangan corporate

governance di Indonesi tidak lepas dari faktor – faktor diatas. Kejadian yang

paling mendorong diterapkannya corporate governance adalah terjadinya krisis

yang melanda Asia. Menurut kajian Asia Develovment Bank (ADB) yang dikutip

Kaihatu (2006) dalam Warjanto (2010) terdapat beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris ; ketiga inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal, dan kelima, ketidakmemadainya pengawasan oleh para kreditur.

Pemerintah Indonesia melalui Komite Nasional Kebijakan Corporate


(50)

tahun 1999 mengeluarkan surat edaran KEP/31/M.EKUIN/08/1999 .Keputusan tersebut telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir tahun tahun

2001. Kebutuhan akan penerapan prinsip-prinsip corporate governance juga

dirasakan oleh sektor perbankan. Peraturan Bank Indonesia No.2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember tentang Bank Umum dimana didalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris Bank Umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang oleh pengurus bank.

Selain itu bagi perusahaan BUMN di atur melalui Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan

Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara dan

menjadikan prinsip good corporate governance sebagai landasan operasionanya.

Penerapan Good Corporate Governance didukung juga oleh sektor swasta melalui

mekanisme pasar modal seperti PT. BEI dan Bapepem-LK mengeluarkan

regulasi-regulasi guna mendukung implementasi Good corporate Governance di

Indonesia (Taridi, 2009).

a. Tahun 2000, BEJ (sekarang BEI) memberlakukan Keputusan Direksi PT Bursa

Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi untuk mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan.


(51)

b. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-63/PM/1996 yang kemudian diperjelas dalam Peraturan Nomor IX-14 tentang pembentukan sekretaris perusahaan.

c. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite

Audit yang berisi imbauan perlunya Komite Audit dimiliki setiap Emiten.

d. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-40/PM/2003 yang dijelaskan

dalam peraturan Nomor VIII.6.11 tentang tanggung jawab direksi atas laporan keuangan.

e. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-07/PM/2004 yang dijelaskan

dalam peraturan Nomor IX.15 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit.

f. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-45/PM/2004 yang dijelaskan

dalam peraturan Nomor IX.1.6 tentang Direksi dan Komisaris pada Emiten dan perusahaan go publik.

g. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-134?BL/2006 yang dijelaskan

dalam peraturan Nomor X.K.6 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan tahunan bagi perusahaan publik.

Selain peraturan diatas, penerapan good corporate governance didukung

dengan munculnya beberapa organisasi independen, seperti Forum for Corporate

Governance in Indonesia (FCGI), Indonesian Institute for Corporate Directorship

(IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Dengan adanya

lembaga tersebut diharapkan implementasi good corporate governance. semakin


(52)

2.3.5 Hubungan mekanisme Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility

The organization for economic and development merumuskan tujuan dari good corporate governance adalah melindungi hak dan kepentingan pemegang

saham, melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang

saham, meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham, meningkatkan

efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau Board of Directors dan

manajemen perusahaan serta meningkatkan mutu hubungan Board of Directors

dengan manajemen senior perusahaan. Corporate governance mengandung lima

unsur penting yaitu transparency, accountability, responsibility, indepedency,

fairness diharapkan dapat menjadi suatu jalan untuk mengurangi konflik keagenan.

Implementasi program CSR oleh perusahaan pada hakekatnya bersifat orientasi dari dalam keluar. Hal tersebut berarti sebelum melaksanakan aktivitas

CSR yang bersifat voluntary perusahaan terlebih dahulu harus membenahi

kepatuhan perusahaan terhadap hukum. Perusahaan pun harus menjalankan bisnisnya dengan baik sehingga dapat menjamin tercapainya maksimalisasi laba (economic responsibilities). Selain itu perusahaan perlu mengembangkan sejumlah kebijaksanaan untuk menuntun pelaksanaan CSR. Semua hal tersebut

tidak akan terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan good

corporate governace yang baik (GCG).

Implementasi CSR juga menjadi salah satu prinsip pelaksanaan GCG, sehingga perusahaan yang melaksanakan GCG sudah seharusnya melakukan


(53)

responsibility dimana dalam pedoman tersebut dinyatakan “Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan

usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate

citizen”.

a. Independensi dewan komisaris

Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya

CEO atau manager yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari CEO tersebut. Keberadaan komisaris independen (sesuai dengan peraturan BEJ No. Kep-339/BEJ/07-2001) memiliki keahlian dan pemahaman yang baik tentang perusahaan dan bisnis memegang peranan

penting terhadap perlindugan stakeholders perusahaan. Komisaris independen

dengan bantuan komite audit bisa mengawasi dan mencegah tindakan manajemen yang bisa membuat laporan keuangan berkurang liabilitasnya. Dewan komisatis juga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi strategi sehingga memungkinkan dewan kommisaris untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan dari efektifitas manajer.

Berkaitan dengan ukuran komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Suryana (2005) mengatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring agar semakin efektif. Dikaitkan dengan tanggung jawab sosial, maka tekanan manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Macheinzie (2007) dalam Handayani (2009) mengatakan bahwa dewan komisaris


(54)

perusahaan memiliki peran penting yang menjamin perusahaan untuk mememuhi standar tanggung jawab sosial perusahaan. (Haniffah, 2002 dalam Handayani, 2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan pengungkapan sukarela perusahaan. Dewan komisaris independen dalam struktur dewan diharapkan secara efektif meningkatkan kebijakan dalam tindakan strategi manajemen untuk memberikan informasi pengungkapan tanggungjawab social.

b. Komite audit

Komite audit merupakan salah satu komponen penting dalam corporate

governance. Agar penyelenggaraan corporate governance dapat berjalan

dengan baik (good corporate governance ), pemerintah telah mengeluarkan

beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan surat Edaran No.SE-03/PM/2000 menyatakan bahwa setiap perusahaan public di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang yang diketuai oleh satu komisaris independent perusahaan dengan dua orang eksternal yang independent terhadap terhadap perusahaan .Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam masalah pengendalian. Dengan adanya komita audit diharapkan sebagai control yang meningkatkan fungsi audit dalam menyusun laporan keuangan, sehingga dewan direksi mendelegasiakan tanggung jawab control laporan keuangan kepada komite audit untuk meningkatkan relevansi dan reabiliti dari laporan keuangan (Bradbury1990 dalam Suryana 2005). Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan


(55)

keuangan (Bradbury et al,2004 dalam Suryana 2005). Tugas komite audit meliputi, menelaah, menilai pengendalian internal,menelaah sisitim pelaporan eksternal (Bradbury at al.2004 dalam Suryana, 2005).

Adanya komunikasi formal antara komite audit, audit internal, dan auditor eksternal dilakukan dengan baik.Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al, 2003 dalam Suryana, 2005)

(Ho dan Wong, 2001 dalam Handayani, 2009) memberikan bukti empiris bahwa ada pengaruh positip antara pengungungkapan sukarela perusahaan dengan komite audit. Futherly ,Kurihama (2007) mengatakan bahwa sistem

audit merupakan sebuah elemen yang terintegrasi untuk membangun system

corporate governance untuk meyakinkan jalannya CSR. Komite audit juga

dapat meningkatkan kualitas informasi antara stakeholder dan manajer,

terutama dalam menyusun laporan kinerja lingkungan dimana keduanya mempunyai pandangan yang berbeda (Baroka, 2006). Sebagai bagian corporate governance, komite audit diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan.

c. Kepemilikan institusional

Kepemilikan saham institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh investor institusional. Investor institusional meliputi bank , dana pensiun perseroan terbatas dan lembaga lainnya. Menurut Mursalin (2007) Kepemilikan institusional dapat dijadikan upaya mengurangi masalah agensi


(56)

melalui proses monitoring. Investor institusional juga merupakan pengawas dalam pasar modal, karena memiliki saham yang cukup besar. Disamping itu,

pemegang saham institusional memiliki opportunity, resourses dan expertise

menganalisis kinerja dan tindakan manajer (Bhatala et,al 1994 dalam Mursalim, 2007). Perusahaan dengan Investor institusional yang besar akan lebih mampu untuk memonitor manegemen semakin besar. Semakin besar pemilik Investor institusional semakin evisien pemanfaatan aktiva dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Mahmud, 2008). Sementara (Chung, 2005) dalam (Mursalim, 2007) Investor institusional sebagai pemilik sangat berkepentingan untuk membangun reputasi perusahaan. Sedangkan Aguilera (2006) menyatakan kepemilikan institusional dalam perspektif jangka panjang cenderung memahami tanggungjawab sosial perusahaan sebagai pertimbangan untuk menarik investor. Baroka (2006) dalam Handayani (2009) juga menemukan melalui penelitian perusahaan yang ada di Kenya menemukan kepemilikan asing mempunyai hubungan positif dengan pengungkapan sukarela.

Kepemilikan institusional sebagai mekanisme corporate governance yang

memahami tanggung jawab sosial akan meningkatkan investasi sehingga pada akhirnya nanti akan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dan kepemilikan institusional lainnya diharapkan untuk mendukung operasi dan informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial.


(57)

NO Judul Nama

Peneliti

Variabel Hasil

1 Karekteristik

perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial Sembiring (2005) Independent: size, profitabilitas, profil perusahaan , ukuran dewan komisris dan leverage Dependent: CSR disclosure

Ukuran perusahaan , profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap luas pengungkapn CSR, sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh terhadap CSR

2 Pengungkapan

informasi sosial dan faktor – faktor yang mempengaruhi informasi sosial dalam laporan keuangan. Anggraini (2006) Independent: kepemilikan managerial, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri.

Dependent: Tanggung jawab sosial dan

lingkungan

Kepemilikan managerial dan tipe industri berpengaruh signifikan terhadap CSR.

3 Pengaruh CSR

disclosure terhadap earnings respone coefisient Yosefa Sayekti (2007) Independent: Unxepexted Earrning (UE), CSRI (CSR

disclosure, Indeks). Dependent: Cummulative Abnormal Tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh negatif terhadap ERC (investor mengapresiasi informasi yang di ungkapkan dalam laporan keuangan Perusahaan)

4 Faktor – faktor

yang

mempengaruhi pengungkapan ( sosial

disclosure ) dalam laporan keuangan tahunan Rosmasita (2007) Independent: Kepemilikan managemen ,

tingkat leverage,

ukuran perusahaan dan profitabilitas Dependent: Pengungkapan sosial Kepemilikan manajemen mempunyai pengeruh yang signifikan terhadap CSR.


(58)

perusahaan 5 corporate

sosial, responsibility, investor, protection and earnings management

Chich et al (2008)

Independent: earnings management Dependent: corporate sosial responsibility

Adanya hubungan positif antara CSR dan earnings management

6 Exploring the relational between earning management and corporase sosial responeibility Prior (2008) Independent: Tanggung jawabsosial Dependent:

Earing managereal

Adanya hubungan positif antara earning manager dan CSR dan kombinasi praktik CSR dan

Emberdampak negatif terhadap

kinerja financial

perusahaan. 7 The effect to

earnings management and corporate coverance mechanisme to corporate sosial responsibility Handayani (2009) Independent: Earning

management, CCG Dependent:

CSR

EM, audit, comite, company profile, and type industri mempunyai pengaruh terhadap CSR.

8 Pengaruh

karekteristik good corporate governance terhadap luas pengungkapan CSR Waryanto (2010) Independent: dewan komisaris , jumlah pertemuan dewan komisaris, jumlah komisaris independent, audit komite, jumlah rapat komite audit, kompetensi komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusisional, kepemilikan asing, kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan, dan laverage Dependent: corporate sosial responsibility

Secara simultar

good corporate

governance berpengaruh

terhadap CSR secara panincial hanya kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan dan lavarage berpengaruh terhadap CSR


(59)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tujuan serta penelitian terdahulu, dapat diindikasikan faktor


(60)

dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan komite audit sebagai variabel penelitian yang mempengaruhi luasnya pengungkapan CSR sebagai variabel dependen. Untuk membantu memahami luasnya pengungkapan CSR diperlukan kerangka konsep. Dari landasan teori dan literatur yang telah diuraikan sebelumnya dapat dibuat kerangka pemikiran.

1. Hubungan earnings management dengan CSR

Fisher (1995) dalam Sulistyanto (2008) mendefinisikan earnings

management sebagai tindakan manajer dengan menyajikan laporan yang

menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan kenaika (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang.

Banyak alasan perusahaan melakukan earning management. Theory

stakehoder berpendapat bahwa perusahaan bukanlah hanya entitas yang

beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun memberikan manfaat bagi stakeholder, dimana stakeholder merupakan perangkat yang baik yang dapat digunakan untuk menggalang dukungan dari para pemangku kepentingan. Manager melakukan earnings management dengan menggunakan kegiatan CSR sebagai salah satu strateginya menjaga hubungan dengan para stakeholder (Prior, 2007)

2. Hubungan komisaris independen terhadap CSR

Tugas utama dari komisaris independen mewujudkan bisnis yang sehat, bertanggung jawab serta mendorong diterapkannya prinsip good corporate governance melalui pemberdayaan komisaris independen. Keberadaaan komisaris independen diperkuat dengan undang para modal. Dimana dijelaskan keberadaan


(61)

dewan komisaris independen minimal berjumlah 30% dari seluruh jumlah dewan komisaris.

Penelitian Agrawal (1996) dalam Warjanto (2010) menemukan bahwa dengan adanya dewaman komisaris independen pengelolaam perusahaan akan lebih efektif dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Komisaris independen diperlukan untuk meningkatkan independen dewan komisaris terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas dan benar-benar menempatkan kepentingan lainnya (Muntoro, 2006 dalam Warjanto, 2010). Dengan demikian, semakin besar komposisi dewan komisaris independen dalam struktur dewan komisaris akan semakin meningkatkan kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka melindungi seluruh pemangku kepentingan dan mengutamakan perusahaan semakin objektif. Dengan kata lain semakin besar komposisi komisaris independen dapat bertindak semakin objektif dan mamppu melindungi seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian hal ini dapat mendorong pengungkapan CSR secara lebih luas.

3. Hubungan kepemilikan institusional dengan CSR

Mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol masalah keagenan yaitu dengan

menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate government).

kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme good corporate government dapat dijadikan upaya dalam hal mengurangi masalah agensi melalui monitoring (Mursalim, 2007). Dengan kepemilikan yang besar kepada pihak luar, pengawasan perusahaan semakin meningkat. Investor Institusional yang besar akan lebih mampu untuk memonitor managemen. Semakin besar kepemilikan


(62)

institusional sebagai pemilik juga sangat berkepentingan untuk menjaga reputasi perusahaan.

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar akan lebih mampu untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efesien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegah terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Machmud, 2008).

Kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas

pengungkapan suka rela. Kepemilikan institusional juga memiliki power dan

expereince untuk bertanggung jawab dalam menerapkan prinsip good corporate

government untuk melindungi hak dan kepentingan seluruh pemegang saham,

sehingga mereka menuntu perusahaan untuk melakukan komunikasi secara transparan. Hal ini berarti dengan kepemilikan institusional yang besar dapat mendorong meningkatkan luas pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan (Machmud, 2008).

4. Hubungan komite audit dengan CSR

Fungsi komite audit bertugas melakukan pengawasan untuk meningkatkan efektivitas dalam menciptakan keterbukaan dan aporan keungan yang berkuaalitas, ketaatan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pengawasan internal yang memadai. Sebagai bukti pengawasan terhadap laporan keuangan tersebut bagi perusahaan yang listed diharuskan untuk memiliki komite audit, dimana komite audit yang dimiliki perusahaan minimal 3 (tiga) orang


(1)

Privasi Konsumen

PR 8 Jumlah total pengaduan yang tervalidasi yang berkaitan dengan pelanggaran privasi konsumen dan data konsumen yang hilang.

Kesesuaian

PR 9 Nilai moneterdari denda dan jumlah biaya sanksi-sanksi akibat

pelanggaran hukum dan kebijakan yang terkait dengan pengadaan dan penggunaan produk dan jasa

Sumber : GRI (global Reporting Initiatives) G3 Guideliness

LAMPIRAN 2

NO Daftar Nama Perusahaan Kode Perusahaan

1 Unilever UNVR

2 Elnusa ELSA

3 Indofood ICBP

4 Kaltim KLTM

5 Holcim SMCB

6 Kalbe Farma KLBF

7 Krakatau Steel KPAS

8 Gajah Tunggal GJTL

9 Indocement INTP

10 Kimia Farma KAEF

11 Smart SMAR

12 Multi Bintang MLBI

13 Indosari ROTI

14 Antam ANTM

15 Gudang Garam GGRM

16 Akasha Wira International ADES

17 Medco Energi MEDC

18 Bumi Resources BRMS

19 Sampoerna HMSP

20 Barito Facific BRPT


(2)

28 Soriri SOBI

29 Apack Citra MYTX

30 Lionmesh Prima LMSH

31 Tjiwi Kimia TKIM

32 Pan Brother PBRA

33 Sat Nusa Persada PTSN

34 Mayora MYOR

35 Astra AALI

36 Evershine ESTI

37 Asahimas Flat Glass AMFG

38 Alumindo ALMI

39 Tempo Scan Pacific TSPC

40 Astra International ASII

41 Yana Prima YPAS

42 Voksel electric VOKS

43 Darya Varia DVLA

44 Ultrajaya ULTJ

45 Jaya Pari steel JPRS

46 Exterindo ETWA

47 Merck MERK

48 Asia Plastic APLI

49 Indorama INPR

50 Astra Auto Part AUTO

51 KIA KIAM

52 Lion Metal LION

53 Jemblo JECC

54 Arwana Citra ARNA

55 Japfa JPFA

56 Esterindo ESTIN

57 Fast food Indonesia FAST

58 Fajar Surya Wisesa FASW

59 Lautan Luas LTLS


(3)

LAMPIRAN 3 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

EM 60 -,140138 ,415525 ,05954048 ,014882799 ,115281663

KOM 60 ,20 ,75 ,4298 ,01753 ,13575

INS 60 ,22 ,99 ,7267 ,02101 ,16271

ADIT 60 2,00 5,00 2,9667 ,07504 ,58125

CSR 60 17,00 78,00 45,7333 2,20591 17,08688


(4)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -12,423 12,103 -1,026 ,309

EM 11,845 15,054 ,080 ,787 ,435 ,971 1,030

KOM -25,680 12,870 -,204 -1,995 ,051 ,958 1,044

INS 14,950 10,589 ,142 1,412 ,164 ,985 1,015


(5)

Model Summary (b)

Model R R

Squere Adjusted R Squere Change statistics Durbin Watso n R Squere Change F Change df 1 df 2 Sig. F Change

1 ,670a ,449 ,409 ,449 11,207 4 5 ,000 1,625

Model R R Square

Adjusted R Square Change Statistics R Square Change F Change

df1 df2

Sig. F Chang

e

1 ,670 ,449 ,409 ,449 11,207 4 55 ,000

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Earnings Management Dan Good Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

1 56 113

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

1 16 8

PENGARUH PROFITABILITAS, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 5 29

PENGARUH FAKTOR - FAKTOR GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Pengaruh Faktor - Faktor Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di

2 7 19

PENGARUH FAKTOR - FAKTOR GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Pengaruh Faktor - Faktor Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di

0 3 16

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE, CORPORATE SOCIAL Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Kebijakan Manajemen Keuangan Dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar

0 3 17

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE, CORPORATE SOCIAL Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Kebijakan Manajemen Keuangan Dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar

0 2 13

BAB I - Pengaruh Earnings Management Dan Good Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

0 0 11

PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI TESIS

0 0 15

PENGARUH KARAKTERISTIK GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

0 0 16