ANALISA POLA PEMBASAHAN PADA SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (SUBSURFACE IRRIGATION) MORTAR ARANG SEKAM PADI

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS ON PATTERN WETTING

SUBSURFACE IRRIGATION MORTAR CHARCOAL HUSK RICE

By

Nando Septiando Lakova

In the dry season, the availability of water to irrigate crops becomes a major problem for farmers. Selection of irrigation system is one of the steps to make efficient use of water. Mortar as subsurface irrigation tool made from rice husk with a mixture ratio of cement: sand: rice husk 1: 3: 4, capable of leaking water and have the strength to withstand the pressure. This study aims to determine the pattern of wetting and wetting pattern differences on subsurface irrigation system mortar rice husk ratio of different soil textures.

The study consisted of two treatment that the comparison between the soil and the sand, soil:sand 1:0 (P1), soil:sand 1:1 (P2), soil:sand 0:1 (P3) and the duration of irrigation water for 4 hours (T1), 6 hours (T2), 8 hours (T3). Treatment P tested the soil texture to match the percentage of sand, silt, and clay in the soil texture triangle. Data in the form of water content captured using the tool Soil Moisture Digital with a time interval decision for 40 minutes. The data has been obtained and processed using the software Surfer 11 to make the wetting pattern.


(2)

Results from this study is the texture of the soil used is loam, sandy loam and sand. The treatment of the data P1 moisture changes which is an average of 0,2%, the data P2 changes in water levels at an average of 0,1%, and the data P3

moisture changes which is an average of 0,0%. The pattern of wetting the soil (P1) which is textured loam to form an ellipse with a diameter of 15 cm mortar center point. Added water levels could still grow at a greater distance from 15 cm with more than 8 hours. Wetting pattern on sandy soil (P2) textured sandy loam formed as a tube with a diameter of 14 cm mortar center point. Wetting patterns on sand (P3) not seen any pattern or form.


(3)

ABSTRAK

ANALISA POLA PEMBASAHAN PADA

SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (SUBSURFACE IRRIGATION) MORTAR ARANG SEKAM PADI

Oleh

Nando Septiando Lakova

Pada saat musim kemarau, ketersediaan air untuk mengairi tanaman menjadi masalah utama pada petani. Pemilihan sistem irigasi merupakan salah satu langkah untuk mengefisienkan penggunaan air. Mortar sebagai alat irigasi bawah permukaan yang terbuat dari arang sekam padi dengan perbandingan campuran antara semen:pasir:arang sekam padi 1:3:4, mampu merembeskan air dan memiliki kekuatan untuk menahan tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pola pembasahan dan perbedaan pola pembasahan pada sistem irigasi bawah permukaan mortar arang sekam padi dengan perbandingan tekstur tanah yang berbeda.

Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu perbandingan antara tanah dan pasir yaitu tanah:pasir 1:0 (P1), tanah:pasir 1:1 (P2), tanah:pasir 0:1 (P3) dan lama pemberian air irigasi selama 4 jam (T1), 6 jam (T2), 8 jam (T3). Perlakuan P diuji tekstur tanah dengan mencocokkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat dengan segitiga tekstur tanah. Data berupa kadar air yang diambil dengan


(4)

menggunakan alat Soil Moisture Digital dengan interval waktu pengambilan selama 40 menit. Data yang sudah didapat kemudian diolah menggunakan software Surfer 11 untuk membuat pola pembasahan.

Hasil dari penelitian ini adalah tekstur tanah yang digunakan yaitu tanah lempung, lempung berpasir, dan pasir. Perlakuan P1 data perubahan kadar air yaitu rata-rata 0,2%, P2 data perubahan kadar air yaitu rata-rata-rata-rata 0,1%, dan P3 data

perubahan kadar air yaitu rata-rata 0,0%. Pola pembasahan pada tanah (P1) yang bertekstur lempung membentuk seperti elips dengan diameter dari titik pusat mortar 15 cm. Pertambahan kadar air masih bisa bertambah pada jarak lebih dar 15 cm dengan waktu lebih dari 8 jam. Pola pembasahan pada tanah berpasir (P2) yang bertekstur lempung berpasir membentuk seperti tabung dengan diameter dari titik pusat mortar 14 cm. Pola pembasahan pada pasir (P3) tidak terlihat

membentuk pola atau sembarang.


(5)

ANALISA POLA PEMBASAHAN PADA

SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (SUBSURFACE IRRIGATION) MORTAR ARANG SEKAM PADI

(Skripsi)

Oleh

NANDO SEPTIANDO LAKOVA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(6)

ABSTRACT

ANALYSIS ON PATTERN WETTING

SUBSURFACE IRRIGATION MORTAR CHARCOAL HUSK RICE

By

Nando Septiando Lakova

In the dry season, the availability of water to irrigate crops becomes a major problem for farmers. Selection of irrigation system is one of the steps to make efficient use of water. Mortar as subsurface irrigation tool made from rice husk with a mixture ratio of cement: sand: rice husk 1: 3: 4, capable of leaking water and have the strength to withstand the pressure. This study aims to determine the pattern of wetting and wetting pattern differences on subsurface irrigation system mortar rice husk ratio of different soil textures.

The study consisted of two treatment that the comparison between the soil and the sand, soil:sand 1:0 (P1), soil:sand 1:1 (P2), soil:sand 0:1 (P3) and the duration of irrigation water for 4 hours (T1), 6 hours (T2), 8 hours (T3). Treatment P tested the soil texture to match the percentage of sand, silt, and clay in the soil texture triangle. Data in the form of water content captured using the tool Soil Moisture Digital with a time interval decision for 40 minutes. The data has been obtained and processed using the software Surfer 11 to make the wetting pattern.


(7)

Results from this study is the texture of the soil used is loam, sandy loam and sand. The treatment of the data P1 moisture changes which is an average of 0,2%, the data P2 changes in water levels at an average of 0,1%, and the data P3

moisture changes which is an average of 0,0%. The pattern of wetting the soil (P1) which is textured loam to form an ellipse with a diameter of 15 cm mortar center point. Added water levels could still grow at a greater distance from 15 cm with more than 8 hours. Wetting pattern on sandy soil (P2) textured sandy loam formed as a tube with a diameter of 14 cm mortar center point. Wetting patterns on sand (P3) not seen any pattern or form.


(8)

ABSTRAK

ANALISA POLA PEMBASAHAN PADA

SISTEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (SUBSURFACE IRRIGATION) MORTAR ARANG SEKAM PADI

Oleh

Nando Septiando Lakova

Pada saat musim kemarau, ketersediaan air untuk mengairi tanaman menjadi masalah utama pada petani. Pemilihan sistem irigasi merupakan salah satu langkah untuk mengefisienkan penggunaan air. Mortar sebagai alat irigasi bawah permukaan yang terbuat dari arang sekam padi dengan perbandingan campuran antara semen:pasir:arang sekam padi 1:3:4, mampu merembeskan air dan memiliki kekuatan untuk menahan tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pola pembasahan dan perbedaan pola pembasahan pada sistem irigasi bawah permukaan mortar arang sekam padi dengan perbandingan tekstur tanah yang berbeda.

Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu perbandingan antara tanah dan pasir yaitu tanah:pasir 1:0 (P1), tanah:pasir 1:1 (P2), tanah:pasir 0:1 (P3) dan lama pemberian air irigasi selama 4 jam (T1), 6 jam (T2), 8 jam (T3). Perlakuan P diuji tekstur tanah dengan mencocokkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat dengan segitiga tekstur tanah. Data berupa kadar air yang diambil dengan


(9)

menggunakan alat Soil Moisture Digital dengan interval waktu pengambilan selama 40 menit. Data yang sudah didapat kemudian diolah menggunakan software Surfer 11 untuk membuat pola pembasahan.

Hasil dari penelitian ini adalah tekstur tanah yang digunakan yaitu tanah lempung, lempung berpasir, dan pasir. Perlakuan P1 data perubahan kadar air yaitu rata-rata 0,2%, P2 data perubahan kadar air yaitu rata-rata-rata-rata 0,1%, dan P3 data

perubahan kadar air yaitu rata-rata 0,0%. Pola pembasahan pada tanah (P1) yang bertekstur lempung membentuk seperti elips dengan diameter dari titik pusat mortar 15 cm. Pertambahan kadar air masih bisa bertambah pada jarak lebih dar 15 cm dengan waktu lebih dari 8 jam. Pola pembasahan pada tanah berpasir (P2) yang bertekstur lempung berpasir membentuk seperti tabung dengan diameter dari titik pusat mortar 14 cm. Pola pembasahan pada pasir (P3) tidak terlihat

membentuk pola atau sembarang.


(10)

ANALISA POLA PEMBASAHAN PADA

SISITEM IRIGASI BAWAH PERMUKAAN (SUBSURFACE IRRIGATION) MORTAR ARANG SEKAM PADI

Oleh

Nando Septiando Lakova

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(11)

(12)

(13)

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 18 September 1993, anak ke-2 dari 4 bersaudara keluarga Bapak Dodi Aprison dan Ibu Otin Oriyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Pertiwi Bandar Jaya diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) di SDN 3 Bandar Jaya diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Terbanggi Besar diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Pada bulan Juli – Agustus 2014, penulis

melaksanakan Praktik Umum (PU) di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengembangan Sumber Daya Air (BPSDA) Wilayah III (Mesuji – Tulang

Bawang) Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung Utara dengan judul “Mempelajari Pemeliharaan Jaringan Irigasi Way Rarem”. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik pada bulan Januari – Maret 2015 di desa Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang


(15)

dengan tema “Pos Pengembangan Keluarga (POSDAYA)”. Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar aktif sebagai Korps Muda BEM (KMB) VII Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) U Universitas Lampung periode 2011/2012, Anggota Dinas Penelitian dan

Pengembangan (Litbang) BEM Fakultas Pertanian Universitas Lampung periode 2012/2013, Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM FP) Universitas Lampung periode

2014/2015, Anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) di Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) periode 2012/2013 dan Ketua Bidang PSDM PERMATEP periode 2013/2014.


(16)

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

Kepada Papah Dodi Aprison, Mamah Otin Oriyanti, Yunda Nanda Jeni lakova, Adinda Nadio Domay

lakova dan adinda Nadia Orian Penta Lakova

Tersayang

.


(17)

SANWACANA

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisa Pola Pembasahan Pada Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Subsurface Irrigation) Mortar Arang

Sekam Padi” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Sepenuhnya disadari bahwa terdapat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian. 3. Bapak Ahmad Tusi, S.TP., M.Si. selaku Pembimbing I atas motivasi dan

kesediaannya dalam memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi. 4. Bapak Ir. Oktafri, M.Si. selaku Pembimbing II atas motivasi dan kesediannya

dalam memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi.

5. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T. selaku Pembahas dan Pembimbing Akademik atas motivasi, bimbingan, dan saran dalam penyusunan skripsi.


(18)

7. Mamah dan Papah tercinta. Terima kasih atas restu, dukungan, dan do’a yang selalu Kalian ucapkan untuk kelancaran proses penelitian dan menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Pertanian.

8. Yunda dan adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar Tjik Raden atas do’a, motivasi dan dukungan moril maupun materil.

9. Teman-teman TEP angkatan 2011, Adik-adik tingkat TEP Eny Supriyanti atas bantuan, motivasi dan do’anya.

Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi sedikit banyaknya semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Bandar Lampung, November 2016 Penulis,


(19)

iv DAFTAR ISI

Halaman

PERSEMBAHAN ... i

SANWACANA ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Tanah ... 4

2.2. Irigasi ... 8

2.3. Irigasi Bawah Permukaan ... 9

2.4. Mortar Arang Sekam Padi ... 11

2.5. Pola Pembasahan ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

3.1. Waktu dan Tempat ... 15

3.2. Alat dan Bahan ... 15


(20)

v

3.3.1. Uji Sifat Fisik Tanah ... 16

3.3.2. Persiapan Alat dan Bahan ... 17

3.3.3. Pengamatan dan Pengukuran Data... 19

3.3.4. Pembuatan Profil Pola Pembasahan... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Hasil Pengamatan ... 21

4.1.1. Tekstur Tanah ... 21

4.1.2. Mortar ... 21

4.1.3. Bak Penampung ... 22

4.1.4. Pola Pembasahan ... 22

4.2. Pembahasan ... 23

4.2.1. Tanah... 23

4.2.2. Tanah Berpasir ... 24

4.2.3. Pasir... 24

4.2.4. Pola Pembasahan ... 27

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1. Simpulan ... 32

5.2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 34

LAMPIRAN ... 36

PERHITUNGAN ... 37

TABEL ... 39


(21)

vi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh ukuran partikel Arang Sekam Padi terhadap

kapasitas absorbsi Metilen Blue ... 11

2. Kerapatan jenis (bulk density) dan gaya tekan mortar ASP ... 12

3. Perlakuan penelitian ... 16

4. Kandungan partikel penyusun tanah ... 21

5. Perubahan kadar air terhadap waktu ... 22

6. Perubahan kadar air terhadap waktu (ulangan) ... 23

7. Perubahan kadar air pada perlakuan P(s,h) terhadap waktu ... 23

8. Perubahan kadar air pada perlakuan P(s,h) terhadap waktu (ulangan) ... 23

LAMPIRAN 9. Penambahan volume air mortar pada tanah (P1) ... 39

10. Penambahan volume air mortar pada tanah berpasir (P2) ... 39

11. Penambahan volume air mortar pada pasir (P3) ... 39

12. Kadar air tanah (P1) ... 40

13. Kadar air tanah (P1) ulangan ... 42

14. Kadar air tanah berpasir (P2) ... 44

15. Kadar air tanah berpasir (P2) ulangan ... 46

16. Kadar air pasir (P3) ... 48


(22)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penelitian sistem irigasi dengan perbedaan tekanan negatif ... 13 2. Tampak atas letak pipa poros dan sumbu untuk pengambilan data ... 13 3. Pola pembasahan untuk pipa poros dengan panjang pipa 11 cm ... 14 4. Diagram alir penelitian ... 17 5. Tampak atas bak penampung dengan mortar ... 18 6. Tampak depan bak penampung berisi tanah dan mortar ... 19 7. Bak penampung ... 22 8. Kadar air pada tanah (P1) selama 0 sampai dengan 480 menit ... 25 9. Kadar air pada tanah berpasir (P2) selama 0 sampai dengan 480 menit ... 26 10. Kadar air pada pasir (P3) selama 0 sampai dengan 480 menit ... 28 11. Pola pembasahan pada tanah (P1) ... 30 12. Pola pembasahan pada tanah berpasir (P2) ... 30

LAMPIRAN

13. Kadar air pada tanah (P1) ulangan selama 0 sampai dengan 480 menit ... 53 14. Kadar air pada tanah berpasir (P2) ulangan

selama 0 sampai dengan 480 menit ... 54 15. Kadar air pada pasir (P3) ulangan selama 0 sampai dengan 480 menit ... 55 16. Penjemuran media tanah ... 56 17. Pengayakan media tanah dengan mess 2 mm dan 5 mm ... 56


(23)

viii 18. Pengujian tekstur tanah berpasir ... 57 19. Media tanah di dalam bak penampung... 57 20. Media tanah berpasir di dalam bak penampung ... 58 21. Proses memasukkan data ... 58


(24)

1

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan komponen yang sangat penting dalam proses kehidupan. Dalam bidang pertanian, air sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Pada musim hujan, ketersediaan air untuk mengairi tanaman bukan menjadi masalah. Namun pada saat musim kemarau, ketersediaan air untuk mengairi tanaman menjadi masalah utama pada petani. Hal ini dikarenakan sulitnya menemukan sumber air dan banyaknya penggunaan air untuk bidang lain.

Penggunaan air pada bidang pertanian harus efesien untuk mengatasi masalah keterbatasan air. Pemilihan sistem irigasi merupakan salah satu langkah untuk mengefisienkan penggunaan air. Pada sistem irigasi permukaan, hanya 20% air yang dapat dimanfaatkan sedangkan 80% air tidak dimanfaatkan karena hilang akibat perkolasi dan evaporasi (Siyal dkk, 2008). Sistem irigasi bawah

permukaan lebih efesien dibandingkan dengan sistem irigasi permukaan (Nalliah, 2009).

Irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation) adalah salah satu inovasi teknologi di bidang pertanian yang memberikan lebih efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman, dengan cara memberikan air langsung pada zona perakaran tanaman sesuai, dengan kebutuhan tanaman sehingga menghemat


(25)

2

2 tenaga kerja dalam hal penyiraman tanaman (Kasiran, 2006). Metode irigasi bawah tanah memerlukan alat yang mampu mendistribusikan dan merembeskan air ke daerah perakaran tanaman. Beberapa contoh aplikasi irigasi bawah permukaan yang mampu merembeskan air dalam tanah adalah pot/kendi, pipa poros, selang, dan pipa berlubang (perforated pipe). Faktor lain yang perlu dimiliki teknologi irigasi bawah permukaan tanah adalah faktor kekuatan untuk menahan beban dari dalam permukaan tanah maupun dari luar permukaan tanah. Hermantoro dkk (2003) telah melakukan penelitian tentang fertigasi

menggunakan kendi. Kendi terbuat dari tanah liat yang dapat merembeskan air. Kendala untuk melakukan sistem irigasi bawah permukaan menggunakan kendi adalah sulitnya pada pembuatan kendi tersebut dan nilai konduktivitas hidrolik yang berasal dari alam (tanah bertekstur liat).

Penelitian terbaru yang telah dilakukan mengenai wadah air sebagai alat aplikasi irigasi bawah permukaan tanah adalah dengan menggunakan mortar berbahan campuran arang sekam padi (Suwito dkk, 2016). Mortar arang sekam padi dengan perbandingan campuran antara semen:pasir:arang sekam padi 1:3:4

mampu merembeskan air dan memiliki kekuatan untuk menahan tekanan. Namun dari hasil penelitian tersebut belum diperoleh informasi terkait pola pembasahan yang dihasilkan dari alat tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian mengenai pola pembasahan dari sistem irigasi lorong yang terbuat dari mortar arang sekam padi.


(26)

3

3 1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui pola pembasahan pada sistem irigasi bawah permukaan mortar arang sekam padi

2) Mengetahui perbedaan pola pembasahan sistem irigasi bawah permukaan mortar arang sekam padi dengan perbandingan tekstur tanah yang berbeda.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi referensi untuk mencari jenis tanaman dan tekstur tanah yang dapat menggunakan sistem irigasi bawah permukaan mortar yang menggunakan arang sekam padi sebagai agregat halus dalam komposisi mortar.


(27)

4

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

Tanah adalah bagian kulit atas bumi yang telah mengalami pelapukan yang di dalamnya terdapat aktifitas biologi. Pada bidang pertanian, tanah dibatasi pada kedalaman 2,0 meter dan dengan ukuran partikel pasir kasar 1,0 – 2,0 mm. Tanah memiliki fungsi sebagai:

1) Tunjangan mekanis sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh; 2) Penyedia unsur hara dan air;

3) Lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktifitas fisiologinya.

Tekstur tanah adalah persentase dari partikel penyusun tanah yaitu pasir, debu, dan liat. Peranan dari ketiga separate penyusun tanah tidak sama dalam menentukan sifat dan kemampuan tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman.

Tanah berpasir yaitu tanah dengan kadar pasir lebih dari 70%, memiliki porositas yang rendah <40%, sebagian besar terdiri dari ruang pori makro sehingga aerasi


(28)

5

5 tanah berpasir baik, drainase cepat, tetapi kemampuan dalam menyimpan air dan zat hara rendah.

Tanah berliat adalah tanah yang kandungan liatny lebih dari 35%. Tanah berliat memiliki total porositas yang tinggi kisaran 60%, tetapi sebagian besar merupakan pori mikro. Drainase sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.

Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Titiek dan Wani, 1995). Tanah merupakan sistem disperse dari tiga fase yaitu padat, cair,dan gas dalam keadaan seimbang. Menurut Titiek dan Wani (1995), ketiga fase tersebut memiliki hubungan yang menghasilkan;

1) Bobot volume tanah (bulk density) yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume tanah.

... (1) Keterangan : ρb = Bulk density (g/cm3)

M = Massa total tanah (g) V = Volume tanah (cm3)

2) Bobot jenis partikel tanah (particle density) yaitu nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah.

... (2) Keterangan : ρp = Bobot jenis (g/cm3)

Mp = Massa padatan (g)


(29)

6

6 3) Porositas yaitu bagian tanah yang ditempati rongga pori-pori. Porositas

dinyatakan sebagai nisbah antara volume rongga pori dengan volume total tanah.

... (3) Keterangan : = Porositas (%)

Vr = Volume rongga pori (cm3)

Vt = Volume tanah (cm3)

Porositas tanah juga dapat dinyatakan sebagai rasio rongga pori (e), yaitu nisbah antara volume rongga pori dengan volume padatan tanah.

... (4) Keterangan : e = Rasio rongga pori

Vr = Volume rongga pori (cm3)

Vp = Volume padatan tanah (cm3)

Bobot volume (ρb) tanah beragam karena diperngaruhi oleh:

a) Tekstur tanah, hal ini ditentukan oleh ukuran dan kepadatan jenis partikel

b) Kandungan bahan organik tanah

c) Struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah.

4) Bagian cairan pada tanah dapat dinyatakan dalam kandungan air tanah basis massa (w) atau kandungan air tanah basis volume ( ). Kandungan air tanah basis massa adalah nisbah antara massa cairan dengan massa tanah kering. Saat keadaan tanah kering;


(30)

7

7

... (5) Keterangan : KATm= Kandungan air tanah basis massa (%)

Mc = Massa cairan (g)

Mp = Massa padatan (g)

Kandungan air volume ( ) yaitu nisbah antara volume cairan dan volume tanah:

... (6) Keterangan : = Kandungan air tanah basis volume (%)

Vc = Volume cairan (cm3)

Vt = Volume tanah (cm3)

Cara lain untuk menentukan kandungan air massa tanah adalah mengurangi bobot tanah basah dengan bobot tanah kering kemudian dibagi dengan bobot tanah kering. Bobot tanah kering adalah bobot tanah yang telah dioven pada suhu 1050C selama 24 jam.

... (7) Keterangan : KATm= Kandungan air tanah basis massa (%)

BB = Berat tanah basah (g) BK = Berat tanah kering (g)

Kandungan air tanah basis volume ditentukan dengan persamaan kandungan air tanah basis massa dikalikan dengan perbandingan antara massa jenis tanah dan massa jenis cairan.


(31)

8

8

⁄ ... (8) Keterangan : = Kandungan air tanah basis volume

KATm= Kandungan air tanah basis massa (%)

ρb = Massa jenis tanah (g/cm3)

ρc = Massa jenis air (g/cm3)

2.2. Irigasi

Irigasi merupakan cara pemberian air dari sumber air ke tanaman atau secara lengkap didefinisikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari komponen yang terdiri dari upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air untuk meningkatkan produksi pertanian. Secara umum irigasi didefinisikan sebagai proses pemberian air atau penggunaan air tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

Irigasi mempunyai tujuan utama untuk memberikan menciptakan keadaan lengas tanah dalam tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian air secara sistematis pada tanah olah adalah pemberian bahan atau pemberian air secara buatan pada tanah yang kekurangan kadar air tanah akibat adanya evaporasi dan transpirasi atau biasa disebut dengan evapotranspirasi. Pemberian air irigasi secara berlebihan dapat merusak pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan cara pemberiannya, irigasi dibedakan menjadi empat sistem yaitu sistem irigasi permukaan (surface irrigation), curah (sprinkler), tetes (drip/trickle) dan sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).


(32)

9

9 Sistem irigasi permukaan (surface irrigation) yaitu langsung memberikan air ke lahan pertanian dengan cara gravitasi atau penyiraman langsung. Irigasi dengan menggunakan cara gravitasi memiliki tingkat efisiensi pada petak sawah sebesar 55,70% (Akmal dkk, 2014).

2.3. Irigasi Bawah Permukaan

Sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation) adalah salah satu inovasi teknologi di bidang pertanian yang memberikan lebih efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dengan cara memberikan air langsung pada tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga menghemat tenaga kerja dalam hal penyiraman tanaman (Kasiran, 2006).

Menurut Hermantoro (2006) keuntungan pada sistem irigasi bawah permukaan yaitu tanaman dapat langsung menerima air pada zona perakaran. Air yang hilang akibat evaporasi dan perkolasi bisa dikurangi dengan menggunakan sistem irigasi bawah permukaan.

Pada sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation) dibutuhkan alat aplikasi agar dapat memberikan air dengan debit yang rendah secara kontinu. Hal yang harus diperhatikan pada sistem irigasi ini adalah kelembaban tanah harus dipertahankan. Alat aplikasi harus terbuat dari bahan yang poros sehingga dapat merembeskan air dan bahan yang kuat sehingga dapat menahan beban dari dalam maupun dari luar permukaan tanah. Alat-alat yang biasa digunakan pada sistem


(33)

10

10 irigasi bawah permukaan adalah pot/kendi, pipa poros, selang, dan lain

sebagainya.

Penggunaan alat aplikasi irigasi bawah permukaan mempunyai perbedaan antara satu dan lainnya. Pada alat aplikasi kendi berbeda dengan pipa poros, selang dan lainnya. Penelitian irigasi menggunakan kendi sudah dilakukan oleh Hermantoro (2006). Kendi terbuat dari tanah liat dapat merembeskan air secara konstan sehingga dapat memenuhi kebutuhan air tanaman. Proses irigasi bersamaan dengan pemupukan. Air yang telah dicampurkan dengan pupuk dimasukkan ke dalam kendi melalui mulut kendi. Kendi diletakkan di selah-selah tanaman sehingga rembesan air yang keluar dari kendi dapat langsung diserap oleh akar tanaman. Hasil penelitian didapatkan laju rembesan antara 0,56 – 1,3 liter/hari dengan rata-rata 0,81 liter/hari. Irigasi ini sangat efisien menghemat air dan pupuk sehingga penerapan irigasi ini disaranakan pada daerah yang mempunyai sumber daya air yang kurang.

Penelitian mengenai infiltrasi pipa dari tanah liat dengan dua jenis yang berbeda sebagai irigasi bawah tanah (subsurface irrigation) telah dilakukan oleh Ashrafi dkk (2002). Pipa dialiri air dan ditanam pada kedalaman 25 cm dari atas

permukaan tanah. Hasil penelitian air hilang akibat evaporasi pada kisaran 3,44 – 4,05 cm3/hari dari 200 cm3 yang dikeluarkan oleh pipa. Data ini memperkuat kesimpulan bahwa tingkat efisinsi penggunaan air yang tinggi pada sistem irigasi bawah tanah (subsurface irrigation).


(34)

11

11 2.4. Mortar Arang Sekam Padi

Mortar adalah campuran bahan pengikat dengan agregat halus dan air. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah semen. Agregat halus adalah bahan pengisi pada beton. Pasir, fly ash, kapur, sekam padi, arang sekam padi, tempurung kelapa, dan sebagaiannya merupakan agregat halus yang bisa digunakan (Suanirta, 2010).

Partikel arang sekam padi memiliki ukuran yang beragam. Pada tiap ukuran mempunyai kadar serapan yang berbeda. Semakin besar ukuran partikel arang sekam padi maka semakin besar kadar serapannya (Rozaine dkk, 2009).

Tabel 1. Pengaruh ukuran partikel Arang Sekam Padi terhadap kapasitas absorbsi Metilen Blue

Contoh Ukuran rata-rata partikel (μm) Kapasitas adsorbsi (g MB/kg ash)

RHA 1 525,0 19,8

RHA 2 324,9 16,2

RHA 3 443,8 16,1

RHA 4 524,9 13,7

Sumber: (Rozaine dkk, 2009)

Mortar dengan menggunakan arang sekam padi sebagai campuran cukup kuat untuk menahan beban tekanan. Mortar dengan perbandingan abu sekam padi 50:50 dapat menahan gaya tekan sebesar 0,6 N/mm2. Kuantitas komposisi arang sekam padi berbanding linier dengan tingkat kerapatan. Semakin tinggi

komposisi arang sekam padi dalam mortar maka tingkat kerapatan jenis (bulk density) mortar akan semakin tinggi. Kerapatan jenis mortar arang sekam padi pada umur 28 hari dengan perbandingan 90% OPC dan 10% arang sekam padi (ASP) memiliki kerapatan jenis sebesar 1.835,5 kg/m3, 80% OPC dan 20% ASP


(35)

12

12 kerapatan jenis sebesar 1.807,3 kg/m3, 70% OPC dan 30% ASP kerapatan jenis sebesar 1.794,2 kg/m3, 60% OPC dan 40% ASP kerapatan jenis sebesar 1.775,5 kg/m3, dan 50% OPC dan 50% ASP sebesar 1.756,7 kg/m3 (Oyetolla, 2006).

Tabel 2. Kerapatan jenis (bulk density) dan gaya tekan mortar ASP Perbandingan

Campuran

Berat rata-rata mortar (kg)

Kepadatan (kg/m3)

Rata-rata beban kegagalan (KN)

Kekuatan tekan (N/mm2) 100% OPC

0% RHA 21,08 1976,06 218,00 4,60

90% OPC

10% RHA 19,58 1835,45 194,00 4,09

80% OPC

20% RHA 19,28 1807,32 173,00 3,65

70% OPC

30% RHA 19,14 1794,20 98,00 2,07

60% OPC

40% RHA 18,94 1775,45 50,00 1,05

50% OPC

50% RHA 18,74 1756,70 28,00 0,59

Sumber : Oyetola dan Abdullahi M (2006).

2.5. Pola Pembasahan

Irigasi dengan perbedaan tekanan negatif adalah salah satu cara irigasi bawah permukaan yang efektif pada pengaturan air irigasi. Tingkat efisiensi dari sistem ini tergantung dari pola pembasahan yang dihasilkan oleh karakteristik pipa poros. Penelitian tentang dampak dari karakteristik pipa poros terhadap pola pembasahan pada tanah dengan sistem irigasi perbedaan tekanan negatif telah dilakukan oleh Khan (2015). Penelitian Khan (2015) menggunakan enam perlakuan dari komposisi mortar dengan tekanan negatif -3 cm. Tekanan negatif dilakukan dengan cara meletakkan sumber air lebih rendah dari pada pipa poros yang ditaruh di tengah-tengah bak penampung tanah secara vertikal.


(36)

13

13 Gambar 1. Penelitian sistem irigasi dengan perbedaan tekanan negatif

(Khan, 2015)

Gambar 2. Tampak atas letak pipa poros dan sumbu untuk pengambilan data (Khan, 2015)

Hasil penelitian menyatakan bahwa bentuk pola pembasahan seperti bola yang dipotong pada bagian atas dengan perubahan diameter 128,6%, perluasan jari-jari tertinggi x dan y pada 24,1% dan 34,48% dengan tingkat efisiensi air sebesar 94-97%.


(37)

14

14 Gambar 3. Pola pembasahan untuk pipa poros dengan panjang pipa 11 cm


(38)

15

15 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2016. Analisa pola pembasahan dilakukan di Laboratorium Daya Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah bak penampung yang pada sisi depan terbuat dari akrilik sebagai wadah tanah, plastik coran, soil moisture digital, dan penggaris.

Bahan yang digunakan adalah mortar arang sekam padi dengan perbandingan semen:pasir:arang sekam padi 1:3:4, tanah yang diambil dari Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung, pasir, dan air.


(39)

16

16 3.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu perbandingan antara tanah dengan pasir dan lama pemberian air irigasi, dua ulangan pada setiap perlakuannya. Adapun perlakuan akan dilakukan yaitu:

Table 3. Perlakuan penelitian Perlakuan (P) Waktu Irigasi (T)

T1 T2 T3

P1 P1T1 P1T2 P1T3

P2 P2T1 P2T2 P2T3

P3 P3T1 P3T2 P3T3

Keterangan: P1 = tanah:pasir (1:0)

P2 = tanah:pasir (1:1)

P3 = tanah:pasir (0:1)

T1 = waktu irigasi selama 4 jam

T2 = waktu irigasi selama 6 jam

T3 = waktu irigasi selama 8 jam

Diagram alir dari penilitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. 3.3.1. Uji Sifat Fisik Tanah

 Tekstur Tanah

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diuji tekstur terlebih dahulu dengan cara sampel tanah diambil menggunakan ring sample. Sampel tanah yang sudah diambil kemudian dilarutkan dengan air sebanyak tiga kali volume sampel tanah dan diberi satu sendok makan deterjen selanjutnya diaduk hingga rata dan didiamkan hingga air menjadi bening. Hasil

presentase partikel dicocokkan dengan segitiga tekstur untuk diketahui tekstur tanah.


(40)

17

17 3.3.2. Persiapan Alat dan Bahan

Pada penelitian ini digunakan tanah dari Lab. Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Tanah yang telah diambil kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kemudian tanah diayak dengan diameter ayakan 2 mm dan 5 mm.

Mulai

Persiapan alat dan bahan

Pembuatan bak penampung

Bak penampung dengan bagian depan ditutup menggunakan akrilik

Penjemuran tanah dan pasir

Pengambilan data kadar air

Data kadar air

 Analisis data

 Penulisan skripsi

Skripsi

Selesai


(41)

18

18 Pada pasir juga dilakukan penjemuran dan pengayakan dengan diameter 50μm dan 2 mm. Tanah dan pasir yang sudah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam bak penampung yang telah disiapkan. Mortar dimasukkan ke dalam media dan diletakkan secara vertikal di bagian bak penampung. Mortar dihubungkan pada tabung marihot menggunakan selang plastik. Mortar yang sudah

dimasukkan ke dalam bak penampung digambarkan pada Gambar 4. Posisi mortar berada secara vertikal di dalam bak penampung dan berjarak 30 cm dari sisi kanan bak penampung. Hal itu dikarenakan untuk melihat pergerakan air secara horizontal ke kanan. Pergerakan air dianggap simetris.

Keterangan: 1. Bak penampung

2. Sensor Soil moisture digital 3. Mortar

Gambar 5. Tampak atas bak penampung dengan mortar 1

2 3


(42)

19

19 3.3.3. Pengamatan dan Pengukuran Data

Data dikumpulkan selama empat jam, enam jam, dan delapan jam dengan interval 40 menit. Data berupa kadar air tanah yang diukur dengan menggunakan Soil Moisture Digital. Soil Moisture Digital ditancapkan secara bergantian pada lubang yang berada di akrilik bagian depan dari bak penampung. Penambahan volume air dilakukan setiap dua jam sekali. Penambahan volume bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang berkurang di dalam mortar.

Ketarangan:

1. Selang 4. Koordinat titik pengamatan

2. Sensor soil moisture digital 5. Mortar

3. Bak penampung 6. Tanah

Gambar 6. Tampak depan bak penampung berisi tanah dan mortar

3.3.4. Pembuatan Profil Pola Pembasahan

Data kadar air tanah yang sudah didapat dari penelitian, diolah dengan

menggunakan software Surfer11. Data dimasukkan ke dalam software Surfer11, kemudian disimpan dengan format (nama file.dat). Gambar profil kadar air dibuat

1 1

2

3

4

5 6


(43)

20

20 pada lembar kerja (plot) dengan memasukkan data yang sudah disimpan.

Pengaturan kontur interval dengan nilai satu. Batas kontur minimal dan maksimal disesuaikan dengan nilai titik layu permanen dan kapasitas lapang. Gambar yang sudah dibuat kemudian diberikan warna agar memperjelas perubahan kadar air dan diberi legenda warna. Warna yang diberikan sesuai dengan warna air yaitu dari hijau muda ke warna biru tua.


(44)

32

32 V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil simpulan: 1. Pola pembasahan pada tanah (P1) yang bertekstur lempung membentuk

seperti elips dengan diameter dari dinding mortar 10 cm. Pertambahan kadar air masih bisa bertambah pada jarak lebih dar 10 cm dengan waktu lebih dari 8 jam.

2. Pola pembasahan pada tanah berpasir (P2) yang bertekstur lempung

berpasir membentuk seperti tabung dengan diameter dari dinding mortar 9 cm.

3. Pola pembasahan pada pasir (P3) tidak terlihat membentuk pola atau

sembarang.

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini adalah:

1. Penggunaan sensor dan mikrokontroller untuk melihat dan merekam perubahan kadar air.

2. Pengaplikasian irigasi dengan menggunakan mortar dapat digunakan pada tanah bertekstur lempung.


(45)

33

33 3. Pada pasir, perlu dilakukan kajian tentang pola pembasahan pada posisi


(46)

34

34 DAFTAR PUSTAKA

Akhoond-Ail, A.M. and M. Golabi. 2008. Subsurface Porous Pipe Irrigation with Vertical Option as a Suitable Irrigation Method for Light Soil. Asian Journal of Scientific Research . 1: 180-192

Akmal, Masimin, dan E. Melinda. 2014. Efisiensi Irigasi Pada Petak Tersier di Daerah Irigasi Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 3 (3): 20-37

Arbat, G., J. Puig-Bargues, M. Duran-Ros, J. Barragan, and F.R.D. Cartagena. 2011. Soil Wetting Patterns Under Surface Drip Irrigation for Different Soil Conditions. Geophysical Research Abstract. 13.

Ashrafi, S., A.D. Gupta, M.S. Babel, M. Izumi, and R. Loof. 2002. Simulation of Infiltration from Porous Clay Pipe in Subsurface Irrigation. Hydrological Sciences-Journal-des Sciences Hydrologiques. 47 (2): 253-268.

Bhople, B.S., K. Adhikary, A. Kumar, A. Singh, and G. Singh. 2014. Sub-surface Method of Irrigation- Clay Pipe Irrigation System. IOSR Journal of Agricultural and Veterinary Science (IOSR-JAVS). 7 (11): 60-62 Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah diterjemahkan oleh Adisoemarto

Soenartono. Erlangga. Jakarta: 374 halaman.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada. Jakarta: 360 halaman.

Hermantoro. 2006. Pengembangan Sistem Irigasi Pipa Gerabah Bawah

Permukaan pada Lahan Kering. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. STIPER Yogyakarta. Sleman Yogyakarta. 29-30 November 2006.

Hermantoro, B.I., Setiawan, S. Hardjoamidjojo, dan M.H. Bintoro. 2003. Efektivitas Sistem Fertigasi Kendi Pada Tanaman Perdu (Piper nigrum linn). Buletin Keteknikan Pertanian. 17 (1): 1-7.

Islami, T. dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP: Semarang Press. Semarang: 297 halaman.


(47)

35

35 Kasiran. 2006. Teknologi Irigasi Tetes “ Ro Drip” Untuk Budidaya Tanaman

Sayuran di Lahan Kering Dataran Rendah. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8 (1): 26-30

Khan, N.N., M.M. Islam, S. Islam, and S.M. Moniruzzaman. 2015. Effect of Porous Pipe Characteristics on Soil Wetting Pattern in a Negative Pressure Difference Irrigation System. American Journal of Engineering Research (AJER). 4 (2): 1-12

Nalliah, V. 2009. Development and Evaluation of a Plant-Controlled Capillary-Irrigation System. The University of Manitoba. Canada.

Oyetola, E.B. dan M. Abdullahi. 2006. The Use of Rice Husk Ash in Low – Cost Sandcrate Block Production. Leonardo Electronic Journal of Practices and Technologies. 8: 58-70

Rozainee, M., S.P. Ngo, A. Johari, A.A. Salema, and K.G. Tan. 2009. Utilisation Of Rice Husk Waste And Its Ash (part 2). The Ingenieur. 42: 37-41. Siregar, N.A., Sumono, dan A.P. Munir. 2013. Kajian Permeabilitas Beberapa

Jenis Tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala USU Melalui Uji

Laboratorium dan Lapangan. J.Rekayasa Pangan dan Pert. 1 (4): 138-143. Siyal, A.A. and T.H. Skaggs. 2008. Measured and Simulated Soil Wetting Pattern

Under Porous Clay Pipe Sub-surface Irrigation. Agricultural Water Management.

Siyal, A.A., M.T.V. Genutchen, and T.H. Skaggs. 2009. Performance of Pitcher Irrigation System. Soil Science. 174 (6): 312-320

Suanirta, I.W. 2010. Karakteristik Beton Ringan Dengan Menggunakan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Pengganti Agregat Kasar. Jurnal SMARTek. 8 (1): 22-33.

Suharyatun, S., B. Purwantana, A. Rozaq, dan M. Mawardi. 2013. Sebaran Lengas Tanah Akibat Pembuatan Lorong Pengatus Dangkal Pada Tanah Sawah. Agritech. 33 (3): 355-361

Suwito, M., A. Tusi, dan A. Haryanto. 2016. Pengaruh Penambahan Arang Sekam Padi Terhadap Sifat Konduktivitas Hidrolik Pipa Mortar. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 5 (1): 43-48.


(1)

19 Data dikumpulkan selama empat jam, enam jam, dan delapan jam dengan interval 40 menit. Data berupa kadar air tanah yang diukur dengan menggunakan Soil Moisture Digital. Soil Moisture Digital ditancapkan secara bergantian pada lubang yang berada di akrilik bagian depan dari bak penampung. Penambahan volume air dilakukan setiap dua jam sekali. Penambahan volume bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang berkurang di dalam mortar.

Ketarangan:

1. Selang 4. Koordinat titik pengamatan 2. Sensor soil moisture digital 5. Mortar

3. Bak penampung 6. Tanah

Gambar 6. Tampak depan bak penampung berisi tanah dan mortar

3.3.4. Pembuatan Profil Pola Pembasahan

Data kadar air tanah yang sudah didapat dari penelitian, diolah dengan

menggunakan software Surfer11. Data dimasukkan ke dalam software Surfer11, kemudian disimpan dengan format (nama file.dat). Gambar profil kadar air dibuat

1 1

2

3

4

5 6


(2)

20 sudah dibuat kemudian diberikan warna agar memperjelas perubahan kadar air dan diberi legenda warna. Warna yang diberikan sesuai dengan warna air yaitu dari hijau muda ke warna biru tua.


(3)

32 V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil simpulan: 1. Pola pembasahan pada tanah (P1) yang bertekstur lempung membentuk

seperti elips dengan diameter dari dinding mortar 10 cm. Pertambahan kadar air masih bisa bertambah pada jarak lebih dar 10 cm dengan waktu lebih dari 8 jam.

2. Pola pembasahan pada tanah berpasir (P2) yang bertekstur lempung berpasir membentuk seperti tabung dengan diameter dari dinding mortar 9 cm.

3. Pola pembasahan pada pasir (P3) tidak terlihat membentuk pola atau sembarang.

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini adalah:

1. Penggunaan sensor dan mikrokontroller untuk melihat dan merekam perubahan kadar air.

2. Pengaplikasian irigasi dengan menggunakan mortar dapat digunakan pada tanah bertekstur lempung.


(4)

(5)

34 DAFTAR PUSTAKA

Akhoond-Ail, A.M. and M. Golabi. 2008. Subsurface Porous Pipe Irrigation with Vertical Option as a Suitable Irrigation Method for Light Soil. Asian Journal of Scientific Research . 1: 180-192

Akmal, Masimin, dan E. Melinda. 2014. Efisiensi Irigasi Pada Petak Tersier di Daerah Irigasi Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 3 (3): 20-37

Arbat, G., J. Puig-Bargues, M. Duran-Ros, J. Barragan, and F.R.D. Cartagena. 2011. Soil Wetting Patterns Under Surface Drip Irrigation for Different Soil Conditions. Geophysical Research Abstract. 13.

Ashrafi, S., A.D. Gupta, M.S. Babel, M. Izumi, and R. Loof. 2002. Simulation of Infiltration from Porous Clay Pipe in Subsurface Irrigation. Hydrological Sciences-Journal-des Sciences Hydrologiques. 47 (2): 253-268.

Bhople, B.S., K. Adhikary, A. Kumar, A. Singh, and G. Singh. 2014. Sub-surface Method of Irrigation- Clay Pipe Irrigation System. IOSR Journal of Agricultural and Veterinary Science (IOSR-JAVS). 7 (11): 60-62 Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah diterjemahkan oleh Adisoemarto

Soenartono. Erlangga. Jakarta: 374 halaman.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada. Jakarta: 360 halaman.

Hermantoro. 2006. Pengembangan Sistem Irigasi Pipa Gerabah Bawah

Permukaan pada Lahan Kering. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. STIPER Yogyakarta. Sleman Yogyakarta. 29-30 November 2006.

Hermantoro, B.I., Setiawan, S. Hardjoamidjojo, dan M.H. Bintoro. 2003. Efektivitas Sistem Fertigasi Kendi Pada Tanaman Perdu (Piper nigrum linn). Buletin Keteknikan Pertanian. 17 (1): 1-7.

Islami, T. dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP: Semarang Press. Semarang: 297 halaman.


(6)

35 Porous Pipe Characteristics on Soil Wetting Pattern in a Negative Pressure Difference Irrigation System. American Journal of Engineering Research (AJER). 4 (2): 1-12

Nalliah, V. 2009. Development and Evaluation of a Plant-Controlled Capillary-Irrigation System. The University of Manitoba. Canada.

Oyetola, E.B. dan M. Abdullahi. 2006. The Use of Rice Husk Ash in Low – Cost Sandcrate Block Production. Leonardo Electronic Journal of Practices and Technologies. 8: 58-70

Rozainee, M., S.P. Ngo, A. Johari, A.A. Salema, and K.G. Tan. 2009. Utilisation Of Rice Husk Waste And Its Ash (part 2). The Ingenieur. 42: 37-41. Siregar, N.A., Sumono, dan A.P. Munir. 2013. Kajian Permeabilitas Beberapa

Jenis Tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala USU Melalui Uji

Laboratorium dan Lapangan. J.Rekayasa Pangan dan Pert. 1 (4): 138-143. Siyal, A.A. and T.H. Skaggs. 2008. Measured and Simulated Soil Wetting Pattern

Under Porous Clay Pipe Sub-surface Irrigation. Agricultural Water Management.

Siyal, A.A., M.T.V. Genutchen, and T.H. Skaggs. 2009. Performance of Pitcher Irrigation System. Soil Science. 174 (6): 312-320

Suanirta, I.W. 2010. Karakteristik Beton Ringan Dengan Menggunakan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Pengganti Agregat Kasar. Jurnal SMARTek. 8 (1): 22-33.

Suharyatun, S., B. Purwantana, A. Rozaq, dan M. Mawardi. 2013. Sebaran Lengas Tanah Akibat Pembuatan Lorong Pengatus Dangkal Pada Tanah Sawah. Agritech. 33 (3): 355-361

Suwito, M., A. Tusi, dan A. Haryanto. 2016. Pengaruh Penambahan Arang Sekam Padi Terhadap Sifat Konduktivitas Hidrolik Pipa Mortar. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 5 (1): 43-48.