BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kinerja perawat dalam PPI di RSUP HAM. Hasil dari penelitian ini
diperoleh dengan cara mengobservasi langsung tindakan yang dilakukan perawat ketika melakukan tindakan invasife saat merawat pasien dan
penyebaran informed consent serta lembar data demografi untuk data dari perawat yang sudah bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.
Hasil penelitian ini terdiri dari karakteristik demografi responden dan juga hasil dari kinerja perawat dalam PPI. Hasil penelitian ini akan
dijabarkan sebagai berikut. 5.1.1.
Karakteristik Demografi Responden Diperoleh data bahwa rata-rata usia perawat berada pada rentang usia
dewasa awal sebanyak 53,5, mayoritas berjenis kelamin wanita sebanyak 97,7, tingkat pendidikan kebanyakan DIII Keperawatan
sebanyak 76,7, kebanyakan perawat telah bekerja di rumah sakit selama lebih dari 3 tahun sebanyak 74,4, dan hasil untuk perawat yang pernah
mengikuti pelatihan PPI sebanyak 76,7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Perawat di RSUP HAM Medan n = 43
NO Data Demografi
Frekunsi f
Persentase 1.
2.
3.
4.
5. Umur
26 – 35 tahun
36 – 45 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan Tingkat pendidikan
SPK DIII Keperawatan
S1 Keperawatan
Lama Bekerja di RS 1
– 3 tahun 3 tahun
Pelatihan PPI Pernah
Tidak pernah 23
20
1 42
2 33
8 11
32
33 10
53,5 46,5
2,3 97,7
4,7 76,7
18,6
25,6 74,4
76,7 23,3
5.1.2. Kinerja Perawat dalam PPI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam PPI yang dikaitkan dengan item penelitian, menunjukkan bahwa seluruh
perawat memiliki nilai yang baik dalam manajemen limbah sebanyak 100, memakai sarung tangan 58,1, cuci tangan 39,5, memakai
masker 16,3, dan pencegahan dari jarum suntik dan benda tajam lainnya 37,2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tindakan Perawat dalam PPI di RSUP HAM Medan n = 43
Tindakan Dilakukan
dengan benar Dilakukan
tapi tidak benar
Tidak dilakukan
F f
f 1.
Cuci tangan 2.
Menggunakan sarung tangan
3. Menggunakan masker
4. Pencegahan
cedera dari jarum suntik dan
benda tajam lainnya 5.
Manajemen limbah 17
25
7 16
43 39,5
58,1
16,3 37,2
100 26
5 17
26 60,5
11,6
39,5 60,5
13 19
1 30,2
44,2 2,3
Diperoleh data bahwa kinerja perawat dalam PPI bernilai baik sebanyak 53,5, hasil ini tidak jauh berbeda dengan nilai kinerja perawat
yang memiliki kinerja cukup baik yaitu sebanyak 48,8.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kinerja Perawat dalam PPI di RSUP HAM Medan n=43
Kinerja Perawanat dalam PPI Frekuensi
f Persentase
Baik Cukup
Total 23
20 43
53,5 46,5
100
5.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terkait kinerja perawat dalam pengendalian pencegahan infeksi. Didapatkan hasil bahwa
sebanyak 53,5 perawat memiliki kinerja baik dalam PPI. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan perawat dengan kinerja cukup baik sebanyak 46,5.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dikarenakan adanya item yang dilakukan dengan nilai baik tapi di item lain memiliki nilai buruk. Berdasarkan hasil, hal ini bisa dilihat dari
perbedaan nilai item manajemen limbah dan penggunaan masker. Hasil yang diperoleh seluruh perawat 100 mampu untuk
melakukan manajemen limbah dengan sangat baik. Perawat mampu membedakan untuk membuang spuit jarum suntik ke tempat sampah
berwarna merah, handscoon yang sudah digunakan dibuang ketempat sampah berwarna kuning, dan sampah seperti plastik atau tisu dibuang ke
tempat sampah berwarna hitam. Tindakan ini juga didukung dengan adanya ditemukan tempat sampah dengan tiga warna di setiap troli yang
diletakkan di samping pintu perawatan pasien. Hasil dari item manajemen limbah apabila dibandingkan dengan
item penggunaan masker memiliki nilai yang sangat jauh berbeda. Hasil observasi yang telah dilakukan diperoleh data bahwa sebanyak 25,6
perawat yang menggunakan masker ketika melakukan tindakan perawatan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sarana seperti masker dapat
ditemukan di setiap troli yang diletakkan di samping pintu perawatan pasien.
National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases 2011 menyebutkan beberapa tindakan yang sebaiknya menggunakan
masker yaitu ketika ada potensi kontak dengan pernafasan dan semprotan darah atau cairan tubuh, dan ketika pemasangan kateter atau menyuntikkan
material kedalam kanal spinal atau subdural. Berdasarkan hasil observasi
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan perawat hanya menggunakan masker ketika melakukan tindakan pada pasien yang memiliki diagnosa infeksius. Tindakan
perawatan seperti pemasangan kateter atau membuang cairan dari kateter sebanyak 69,8 perawat tidak menggunakan masker. Hal ini berbeda
dengan penjelasan National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Puspasari 2015, diperoleh data sebanyak 52,7 perawat memiliki praktik yang baik dalam
pencegahan infeksi nosokomial, dan nilai untuk perawat yang memiliki praktik kurang baik sebanyak 47,3.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Simanjuntak 2005 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja terdiri dari kompetensi individu, dukungan organisasi, dan dukungan majemen. Kompetensi individu seperti
kemampuan, keterampilan, motivasi, dan sikap. Dukungan organisasi seperti sarana dan prasarana. Dukungan majemen seperti hubungan antara
supervise atau kepala ruangan dengan perawat pelaksana. Berdasarkan hasil dari penelitian bila dihubungkan dengan
pernyataan dari Simanjuntak tentang faktor yang mempengaruhi kinerja. Hal ini bisa saja karena motivasi dan sikap dari perawat yang kurang
dalam pemahaman PPI, dan juga kurangnya dukungan supervisi untuk memberikan motivasi kepada perawat pelaksana untuk lebih mematuhi
PPI untuk pencegahan infeksi.
Universitas Sumatera Utara
Dukungan organisasi seperti sarana dan prasarana. RSUP H. Adam Malik sudah cukup memadai, karena sarana seperti cairan handrub ada
disetiap pintu ruangan perawatan pasien, handscoon juga ada di dalam troli, tempat sampah dengan tiga warna yang ada di setiap sudut rumah
sakit, dan juga poster seperti pemakaian masker, dan juga poster cuci tangan yang baik ada di setiap sudut rumah sakit.
Kemenkes RI 2012 menyatakan bahwa prinsip penting dari keberadaan institusi pelayanan kesehatan berkualitas adalah
perlindungan bagi pasien, tenaga kesehatan, tenaga pendukung dan komunitas masyarakat di sekitarnya dari penularan infeksi sehingga
penerapan PPI ini harus efektif dan efisien. Tindakan PPI seperti cuci tangan, penggunaan masker, dan penggunaan jarum suntik perlu sangat
diperhatikan. Hal ini karena masih ada perawat yang melakukan ketiga tindakan ini tidak sesuai dengan standar prosedur.
Hasil dari observasi yang telah dilakukan untuk tindakan cuci tangan yang dilakukan perawat diperoleh data bahwa sebanyak 39,5 yang
melakukan tindakan cuci tangan dengan baik dan sesuai dengan ketetapan WHO 2014, yaitu mencuci tangan sebelum dan setelah menyentuh
pasien dan juga mencuci tangan selama 15 detik dengan 6 langkah. Ritchie McIntyre 2015 menyatakan bahwa kebersihan tangan
merupakan hal yang paling penting dan merupakan pilar untuk PPI. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memiliki intensitas terbanyak
berhubungan dengan pasien, seharusnya melakukan tindakan kebersihan
Universitas Sumatera Utara
tangan ini dengan baik dan sesuai dengan standar prosedur WHO 2014 sehingga infeksi silang antara pasien dan perawat dapat dihindari.
Berdasarkan hasil dari observasi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa sebanyak 60,4 perawat yang melakukan teknik cuci tangan yang
tidak sesuai dengan standar prosedur dari WHO 2014. Hal ini bisa dilihat ketika peneliti melakukan observasi, teknik cuci tangan dilakukan dengan
seadanya hanya mengusap telapak tangan satu kali usapan dengan cairan cuci tangan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra 2010, didapatkan hasil bahwa 100 perawat RSUP HAM Medan
memiliki tindakan cuci tangan yang baik. Hasil penelitian Puspitasari 2012 yang juga berbeda didapatkan hasil bahwa 86,1 perawat RSUP
HAM Medan dinyatakan baik dalam tindakan cuci tangan. Tindakan lain yang juga sebaiknya menjadi perhatian yaitu
pencegahan dari cedera jarum suntik dan benda tajam lainnya. Hasil yang diperoleh yaitu 37,2 perawat yang menggunakan jarum suntik sesuai
dengan standar prosedur WHO 2014. WHO 2014 menjelaskan bahwa penutupan kembali jarum suntik
setelah digunakan tidak perlu dilakukan, sebaiknya jarum dan syring-nya langsung dibuang ke kotak khusus. WHO 2014 juga menyebutkan
melepaskan syring dari jarum suntik dengan tangan, membengkokkan, ataupun mematahkan sebaiknya dihindari karena akan berbahaya bagi
perawat atau tenaga medis lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan ditemukan bahwa sebanyak 62,8 perawat tidak patuh dalam penerapan standar prosedur
dari WHO 2014. Perawat masih melakukan tindakan yang bisa membahayakan diri perawat sendiri dengan menutup kembali jarum suntik
dengan menggunakan dua tangan. Hal ini berbahaya bagi perawat ketika melakukan perawatan pada pasien. Bahaya utama dari cedera benda tajam
adalah penyebaran virus hepatitis B, hepatitis C, dan HIV melalui darah yang masih ada pada instrumen Evans, Liz, dkk., 2012.
WHO 2007 menjelaskan tujuan dari penggunaan sarung tangan yaitu untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, cairan tubuh,
secret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. WHO 2014 juga menjelaskan bahwa untuk mengganti
sarung tangan dan mencuci tangan segera setelah selesai memberikan perawatan pada pasien, dan menggunakan sarung tangan yang baru untuk
pasien yang akan diberikan perawatan. Hasil dari observasi yang telah dilakukan diperoleh data bahwa
sebanyak 58,1 menggunakan handscone disetiap tindakan perawatan. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan perawat yang tidak menggunakan
sarung tangan ketika melakukan perawatan yaitu sebanyak 41,9. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat
dalam mematuhi PPI terkait penggunaan sarung tangan masih tergolong cukup baik. Hal ini bisa dilihat ketika peneliti melakukan penelitian, masih
Universitas Sumatera Utara
adanya perawat yang tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan seperti pemasangan infus.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmawati, R., Amonito, C., Ernawati 2014 mendapatkan hasil bahwa perawat yang memiliki
pengetahuan tentang pencegahan infeksi kategori cukup sebanyak 57,1 tidak patuh dalam menggunakan sarung tangan dalam pemasangan infus.
Darmawati, R., Amonito, C., Ernawati menyebutkan bahwa hal ini disebabkan perawat kurang menyadari dan sering mengabaikan standar
operasional pemakaian APD khususnya sarung tangan. Berdasarkan penjelasan yang sudah disebutkan, sebaiknya kepala
ruangan lebih memperhatikan kinerja perawat dalam PPI dan memberikan motivasi yang baik sehingga perawat akan lebih memperhatikan dan
meningkatkan kinerja dalam pencegahan infeksi. Pemberian reward dan punishment juga bisa digunakan untuk lebih memotivasi perawat dalam
meningkatkan kinerjanya. Tim PPI juga sebaiknya lebih meningkatkan evaluasi kinerja perawat dalam PPI sehingga nantinya kinerja perawat
dalam PPI akan semakin baik dan meningkatkan pelayanan mutu bagi pasien.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN