commit to user
45
menuntut kekuatan fisik yang lebih besar. Wajah wanita lebih dilihat dari model kehalusan, kelemahlembutan, kesederhanaan, kerendahhatian, berperasaan halus, dan
peka. Ini menjadi daya tarik bagi lawan jenisnya. Nilai-nilai keperawanan, kemurnian, kehalusan, dan ketenangan sangat dijunjung tinggi, kondisi ini dituntut
oleh kaum pria yang mencari jodohnya. Di sini dominasi pria menonjol, sebab wanita dianggap sebagai obyek seksualitasnya dituntut persyaratan yang tidak berlaku bagi si
pria sendiri. Dominasi pria seharusnya tidak memojokkan dan memerosotkan kedudukan wanita hanya obyek seksual suatu fungsi sosio-biologis belaka, namun
setidaknya keberadaan wanita mampu menjadi pelengkap bagi kehidupan kaum pria. Kehidupan seks manusia memang sering mewarnai dan mempengaruhi tiap
perilaku seseorang. Budaya Patriakhi kebapakan selalu menyudutkan kaum permpuan, membuat perempuan tidak memiliki kebebasan atas diri dan tubuhnya
sendiri. Di bumi nusantara khususnya Jawa, budaya ini masih berperan dominan dan berakar kuat di masyarakat, dalam kehidupan politik, budaya, dan keagamaan. Dari
zaman ke zaman ini adalah suatu bentuk ketimpangan dalam perlakuan adil terhadap hak perempuan dalam masyarakt, padahal antara lelaki dan perempuan memiliki
kesetaraan hak baik secara materi maupun spiritual.
C. Perseliran dan Pergundikan
Anggapan wanita menjadi dominasi bagi pria dapat dilihat dalam pola perseliran di kalangan raja-raja dan bangsawan serta priyayi atau pejabat tinggi dan
pergundikan di kalangan orang-orang Eropa. Beberapa orang selir raja adalah putri- putri bangsawan yang dengan sengaja diserahkan ayahnya sebagai tanda kesetiaan
commit to user
46
dan sebagian lagi sebagai persembahan dari kerajaan-kerajaan lain. Ada pula selir yang berasal dari masyarakat kelas bawah yang dijual atau diserahkan keluarganya
dengan tujuan untuk meningkatkan posisi keluarga agar memiliki hubungan darah dengan keluarga istana. Semakin banyak jumlah selir yang dimiliki raja tentu banyak
pula keturunan raja, sehingga ini dianggap menjadi penanda kuatnya kedudukan raja di mata rakyatnya. Tidak jarang perempuan-perempuan desa diangkut ke istana untuk
dijadikan ‘istri-istri percobaan’ bagi raja atau para pangeran sampai diperoleh perempuan sederajat yang akan dinikahi secara resmi oleh raja atau para pangeran.
Istri percobaan ini dapat diusir sewaktu-waktu dari istana dan mereka tidak berhak mengasuh anak yang dilahirkannya hasil hubungan dengan raja atau pengeran.
14
Selir dalam bahasa Jawa halus disebut garwa ampeyan, seorang wanita yang telah diikat oleh tali kekeluargaan oleh seorang lelaki, tetapi tidak berstatus istri.
Status selir di bawah istri dan tugasnya membuat laki-laki itu selalu senang. Itu sebabnya, selir juga disebut klangenan. Peran selir dan permaisuri berbeda.
Permaisuri resmi mendampingi raja sehari-hari dalam urusan kerajaan, sementara para selir hanya melayani kebutuhan raja dalam hal “urusan belakang”. Segi lain dari
perseliran, yakni soal seks. Sebagai seorang raja, citranya akan menurun bila jajan di sembarang tempat. Banyak cara untuk menjadi selir salah satunya menjadi penari
bedoyo , ini sebuah modus agar raja sempat melihat penari tersebut. Jika raja tertarik,
penari bedoyo naik pangkat menjadi peloro-loro. Bila suatu hari raja memerintahkan
14
Hayu Adi Darmarastri, 2006, Nyai Batavia, Yogyakarta: Grafindo Litra Media, halaman 68.
commit to user
47
punggawanya membawa seorang peloro-loro ke kamar, itulah awalnya gadis penari menjadi selir, dan keluarga wanita itu akan bangga sekali.
15
Pergundikan di kalangan orang Eropa juga merupakan suatu bentuk dominasi pria terhadap wanita. Mereka yang menjadi gundik dikenal dengan sebutan nyai.
Menjadi seorang nyai bagi pria Eropa bukan suatu pilihan seorang wanita pribumi. Untuk menjadi nyai tidak selalu berawal dari menjadi babu bagi orang Eropa,
meskipun sebagian besar berawal dari menjadi babu. Biasanya nyai yang berawal dari seorang babu berasal dari kalangan masyarakat rendah atau keluarga petani.
Mereka menyerahkan anak perempuannya kepada para tuan Eropa demi meningkatkan ekonomi. Selain berawal dari seseorang menjadi babu, ada pula nyai
dari kalangan priyayi yang diserahkan ayahnya demi mengamankan kedudukan dan jabatan sang ayah. Tentunya nyai dari kalangan priyayi kedudukannya dipandang
lebih tinggi dibandingkan dengan nyai yang berawal dari seorang babu. Posisi nyai tidak dapat disamakan dengan selir di kalangan bangsawan penduduk pribumi. Selir
adalah istri yang dinikahi secara resmi tetapi kedudukannya lebih rendah dari istri pertama. Sedangkan nyai adalah perempuan simpanan yang tidak dinikahi secara
resmi. Nyai hanya dianggap sebagai istri sementara tanpa didasari suatu ikatan resmi, sewaktu-waktu seorang nyai dapat ditinggalkan oleh suaminya tanpa sanksi hukum.
16
15
Erythrina Deasy Kusuma, 2009, “Prostitusi di Surakarta Awal Abad 20 Tahun 1990 – 1942” . Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, halaman 56
16
Ibid, halaman 57
commit to user
48
BAB III
KONDISI PELACURAN KOTA SURAKARTA PASCA PENUTUPAN RESOSIALISASI SILIR
A. Perkembangan Pelacuran Di Surakarta 1961 - 1998