kita mengetahui bahwa setiap pabrik kelapa sawit selalu mengelolah tandan buah segar TBS menjadi CPO Crude Palm Oil. Untuk menjadi CPO yang murni
diperlukan proses untuk menghilangkan fiber-fiber, kotoran dan juga air yang masih terkandung didalam CPO. Dimana proses produksi CPO berasal dari Screw Press,
disinilah terjadi proses pemisahan antara minyak, serat dan biji. Buah setelah dilakukan pengepresan di Screw Press menghasilkan minyak kasar dan ampas press
press cake yang terdiri dari serabut fiber nut. Minyak kasar tersebut kemudian masuk ke Sand Trap Tank untuk menyaring
pasir-pasir yang masih terkandung didalam minyak, lalu ke Vibrating Screen untuk menyaring fiber-fiber yang ada didalam minyak kemudian masuk ke COT Crude Oil
Tank.Crude Oil Tank COT merupakan tangki minyak kasar yang berfungsi sebagai penampungan minyak kasar. Tangki ini dilengkapi dengan pipa pemanas, dengan
tujuan untuk mempermudah proses pemisahan minyak pada proses selanjutnya. Suhu yang digunakan pada COT yaitu berkisar antara 80
⁰C - 90⁰C.Dalam tangki ini juga dibatasi sekat yang berfungsi untuk mengendapkan pasir yang masih terikut. Cara
kerja Crude Oil TankCOT adalah melakukan penambahan panas dengan injeksi steam. Minyak kasar yang terkumpul di COT Crude Palm Oil, dipanaskan hingga
mencapai temperature 80C-95C. Temperatur ditingkatkan sangat penting untuk minyak kasar karena dapat memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan
sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan.
1.2 Permasalahan
Universitas Sumatera Utara
Pada Stasiun Klarifikasi ini, minyak kasar di proses sedemikian rupa hingga mencapai hasil yang lebih murni yang sesuai atau yang diharapkan. Adapun perlakuan yang
terdapat pada stasiun ini yaitu berupa proses pemanasan yang mana pada proses ini akan terjadi pemisahan antara sludge, minyak dan juga air dengan standart nilai yang
telah ditentukan. Dari uraian diatas timbul permasalahan bagaimana Pengaruh Temperatur Terhadap
Proses Pemurnian CPO pada Crude Oil Tank COT di Stasiun Klarifikasi untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan standart.
1.3. Tujuan
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap proses pemurnian CPO pada Crude Oil TankCOT di stasiun Klarifikasi di PT. Multimas Nabati
Asahan – Kuala Tanjung. 2. Untuk mengetahui temperatur yang baik digunakan untuk memisahkan minyak
dengan kotoran pada Crude Oil TankCOT di Stasiun Klarifikasi di PT. Multimas
Nabati Asahan – Kuala Tanjung.
1.4. Manfaat
Memberikan petunjuk agar dapat mengetahui peranan temperatur terhadap proses pemurnian CPO pada Crude Oil Tank COT sehingga menghasilkan minyak yang
sesuai dengan standart mutu.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit bukan tanaman asli dari Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik perkebunannya
dapat ditemukan antara lain di Sumatera dan D.I. Aceh dan produk olahannya –
minyak sawit – menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal.
Awal mulanya di Indonesia, kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan
atau perkarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya.
Ketika itu, tahun 1848, Pemerintah Kolonial Belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam masing-masing
mengirimkan dua batang yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor.Selanjutnya hasil anaknya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, selama beberapa
puluh tahun, kelapa sawit yang telah berkembang biak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli sehingga potensi yang sesungguhnya belum
kelihatan. Mulai tahun 1911, barulah kelapa sawit dibudidayakan secara komersial.
Orang yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.Ia mengusahakan perkebunan kelapa sawitnya
di sungai Liput Aceh dan Pulu Radja Asahan. Rintisan Hallet ini kemudian diikuti oleh K. Schadt, seorang Jerman, yang mengusahakan perkebunannya di daerah Tanah
Ulu di Deli. Kemungkinan bibit kelapa sawit yang digunakannya adalah kelapa sawit
Universitas Sumatera Utara
Deli, jenis yang waktu itu banyak menghiasi jalanan di Deli asumsikan di Deli. Perihal kelapa sawit Deli ini, Hallet punya pendapat menarik : kelapa sawit di Deli
ternyata lebih produktif, komposisi buahnya juga lebih baik dibandingkan dengan kelapa sawit di Pantai Barat Afrika. Budidaya kelapa sawit yang diusahakan secara
komersial oleh A. Hallet, kemudian diikuti oleh K. Schadt, menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di
Indonesia mulai berkembang pesat.
2.2. Varietas dari Kelapa Sawit