jika tak boleh dikatakan “sok akademis”. Peristiwa musik yang idealnya dapat dituturkan dengan
sederhana dan tak muluk-muluk untuk dimengerti justru terkesan berat dan njlimet di buku ini. Seolah ada keharusan menggunakan perangkat
teori-teori tertentu untuk menggulas sebuah musik. Kemudian, kita akan dihadapkan dengan banyak petikan, kutipan-kutipan, catatan
perut, catatan kaki sebuah teori yang justru mengganggu alur ulasan.
Penutup Tidak dijelaskan
Sumber: Jawa Pos, Minggu 6 Maret 2016
c. Pola 3
Teks resensi yang termasuk dalam pola 3 dilihat dari struktur teks resensi yang tidak memiliki kelemahan dan penutup teks. Struktur teks resensi pola 3 tersusun atas
judul resensi, identitas buku, pembuka, sinopsis, dan kelebihan buku. Teks resensi yang termasuk dalam pola 3 ada empat resensi yaitu data 9, data 10, data 11, dan
data 12. Contoh struktur teks resensi pola 3 pada data 9 sebagai berikut. Judul
Resensi Identitas
Buku
Pembuka Judul buku : Wiji Thukul Teka-Teki
Orang Hilang Penyunting : Arif Zulkifli, Seno Joko
Suyono, dkk Penerbit : Tempo
Tahun : 2015 cetakan ke-II
Kalau kelak anak-anak bertanya mengapa dan aku jarang pulang katakan ayahmu tak ingin jadi pahlawan tapi dipaksa menjadi
penjahat oleh penguasa yang sewenang-wenang. Puisi berjudul catatan itu merupakan salah satu karya Thukul
yang dibuat dalam masa-masa persembunyianya saat dikejar aparat. Dia menjadi
“buronan” aparat lantaran melawan Orde Baru. Sinopsis
Nama Wiji Thukul masih magis di Solo. Meski menghilang hampir 18 tahun lamanya sosok lelaki kecil berambut keriting ini tak
hilang. Aktivis sekaligus penyair dilaporkan hilang oleh istrinya, Siti Dyah Sujirah alias Sipon ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan kontras tahun 200 silam pemilik nama Wiji Widodo ini dianggap provokator puisi-pusinya seperti disebut dalam
Wiji Thukul Teka-Teki Orang Hilang, mampu menggerakan buruh, mahasiswa untuk “menentang” pemerintah.
Seri Buku Tempo Prahara-Prahara Orde Baru ini berusaha mencari jejak Thukul dalam persembunyiannya. Wiji Thukul adalah
salah satunya. Lelaki cadel yang tak bisa mengucapkan “r” itu dianggap berbahaya oleh pemerintah. Dia menghilang tanpa kabar
hingga sekarang setelah masa persembunyiannya yang dikejar aparat tahun 1996-1998.
Dari penelusuran Tempo, Thukul mulai pelariannya sejak awal Agustus 1996, dia keluar dari Solo ke Wonogiri, Yogyakarta, dia lalu
ke Jakarta, disembunyikan di Bogor, Tangerang. Dia juga sempat dievakuasi ke Bandung.
Akhir Agustus 1996 dilarikan ke Pontianak. Kemudian Januari 1997, dia kembali ke Solo minta dibuatkan pakaian bayi ke istrinya,
Siti Dyah Sujirah alias Sipon. Maret 1997 ia aktif lagi di Partai Rakyat Demokratik PRD menjabat sebagai ketua divisi propaganda.
Mei 1998 adalah kontak terakhir Sipon dengan suaminya. Saat kerusuhan meledak di Jakarta, Thukul menelpon istrinya setelah itu
tidak ada kontak lagi, baik kepada istri, kerabat, seniman, maupun aktivis atau orang-orang PRD.
Kelebihan Buku
Membaca buku ini seperti merapikan kembali kepingan- kepingan kisah Thukul yang menghilang setelah bersembunyi dari
satu lokasi ke lokasi lain. Pun, saya secara pribadi menjadi lebih jelas lagi tentang Thukul. Saya jadi tahu, kenapa nama Thukul begitu magis
di jagat Solo. Kelemahan
Buku Tidak dijelaskan
Penutup Tidak dijelaskan
Sumber: Joglosemar, Minggu 13 Maret 2016
d. Pola 4