Dari Tabel 5.22 dapat dilihat hasil analisis data hubungan lama kerja sebagai petugas operator SPBU terhadap kadar hemoglobin responden dengan
lama kerja 8 jamhari didapat nilai p-value sebesar 0,567. Dalam penelitian ini Ho gagal ditolak.
N. Hubungan Lama Kerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap
Kadar Hemoglobin Petugas Operator SPBU dengan Lama Kerja 8jamhari
Hubungan antara Lama Kerja Sebagai Petugas Operator SPBU dengan kadar hemoglobin responden dianalisis dengan menggunakan metode Uji Fisher
dengan program SPSS. Pada analisa data ini uji hanya dilakukan pada petugas operator SPBU dengan lama kerja 8jamhari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini.
Tabel 5.23Hubungan Lama Kerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap Kadar Hemoglobin Petugas Operator SPBU dengan Lama Kerja
8 jamhari
Lama Kerja Sebagai
Petugas Operator
SPBU Kadar Hemoglobin
Derajat 0 Normal Derajat 1 Anemia
Ringan Total
P Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
13-36 bulan 3
12,5 5
20,8 8
33,3 0,667
36 bulan 9
37,5 7
29,2 16
66,7 Total
12 50,0
12 50,0
24 100
Dari Tabel 5.23 dapat dilihat hasil analisis data hubungan lama kerja sebagai petugas operator SPBU terhadap kadar hemoglobin responden dengan
lama kerja 8 jamhari didapat nilai p-value sebesar 0,667. Dalam penelitian ini Ho gagal ditolak.
O. Hubungan Status Gizi Petugas Operator SPBU dengan lama kerja 36
Bulan Terhadap Kadar Hemoglobin
Hubungan antara lama bekerja sebagai petugas operator SPBU selama 36 bulan dengan kadar hemoglobin dianalisis dengan menggunakan metode Uji
Fisher dengan program SPSS. Pada analisa data ini uji hanya diakukan pada responden dengan lama kerja 36 bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
tabel dibawah ini.
Tabel 5.24Hubungan Status Gizi Petugas Operator SPBU dengan lama kerja 36 Bulan Terhadap Kadar Hemoglobin
Status Gizi Kadar Hemoglobin
Derajat 0 Normal Derajat 1 Anemia
Ringan Total
P Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Normal + Overweight
4 20,0
5 25,0
9 45,0
1,000 Preobese +
Obese 6
30,0 5
25.0 11
55,0 Total
10 50,0
10 50,0
20 100
Dari Tabel 5.24 dapat dilihat hasil analisis data hubungan status gizi petugas operator SPBU dengan lama kerja 36 bulan terhadap kadar hemoglobin
didapat nilai p-value sebesar 1,000. Dalam penelitian ini Ho gagal ditolak.
5.2 Pembahasan 5.2.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua SPBU yang telah memberikan izin kepada penelitian untuk melakukan penelitian. SPBU tersebut adalah SPBU 14.201.1121
dan SPBU 14.201.138. Kedua SPBU ini merupakan SPBU yang bertanggung jawab langsung kepada PT. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara
BUMN yang bertugas sebagai penyedia bahan bakar bermotor. Kedua SPBU beroperasi selama 24 jam dan dibagi dalam 3 shift. Penelitian
dilakukan pada saat jam pergantian shift. SPBU 14.201.1121 memiliki jam pergantian shift pada pukul 06.00 WIB, 14.00 WIB dan 22.00 WIB. Sedangkan
SPBU 14.201.138 melakukan pergantian shift pada pukul 07.00 WIB, 15.00 WIB dan 24.00 WIB. Kedua SPBU beroperasi selama 24 jam dan mekanisme kerja
dibagi dalam 3 shift yaitu pukul 06.00 – 14.00 WIB, 14.00 – 22.00 WIB SPBU
14.201.1121, 07.00 – 15.00 WIB dan 15.00 – 24.00 WIB SPBU 14.201.138.
SPBU 14.201.138 juga memiliki mekanisme kerja dengan shift pukul 19.00 –
07.00 WIB.Pada shift kerja pukul 23.00 – 06.00 WIB dan 24.00 – 07.00 WIB
kedua SPBU hanya memperkerjakan tiga orang petugas operator SPBU.
5.2.2 Karakteristik RespondenBerdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat
Pendidikan
Perbedaan jenis kelamin dan usia berhubungan dengan kadar hemoglobin seseorang.Perempuan memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah 12-16 grdl
dibanding dengan laki-laki 14-18 grdl. National Cancer InstituteNCI. Dari hasil analisis data didapatkan responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah
25 orang 71,4 dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 10 orang 28,6.Bekerja sebagai petugas operator SPBU memiliki risiko yang
tinggi. Petugas operator SPBU diwajibkan untuk bekerja lebih dari 8 jam setiap hari dengan jam istirahat yang singkat. Setiap petugas operator SPBU juga bekerja
setiap hari. Tingginya jam kerja ini mungkin menjadi penyebab petugas operator SPBU kebanyakan adalah laki-laki.
Menurut WHO seseorang dengan usia muda memiliki batas kadar hemoglobin 11grdl yang berbeda dengan usia dewasa 13 grdl. Rata-rata usia
petugas operator SPBU yang menjadi responden penelitian adalah 24,77 tahun. Responden terbanyak berada pada kategori remaja akhir sebanyak 22 orang.
Responden termuda berusia 21 tahun dan responden tertua berusia 31 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di Kota Semarang terhadap 39 petugas operator SPBU
didapatkan usia rata-rata petugas operator SPBU adalah 39,3 tahun Mifbhakuddin, 2013. Petugas operator SPBU yang bekerja semua berada pada
usia produktif hal ini mungkin dikarenakan minimnya lapangan pekerjaan dan pada usia produktif tubuh masih dianggap masih dapat mengkompensasi dampak
yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia yang terdapat pada uap BBM. Tingat pendidikan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang salah satunya pengetahuan tentang kesehatan Riyadina, 2001. Salah satu persyaratan menjadi petugas operator SPBU adalah lulusan
SMAsederajat walaupun pada SPBU 14.201.1121 ditemukan satu orang responden dengan tingkat pendidikan tamatan SMP. Terdapat 34 responden
97,1 merupakan lulusan SMA. Penelitian yang dilakukan terhadap 39 petugas operator SPBU didapatkan kebanyakan petugas operator memiliki tingkat
pendidikan tamat SMA yaitu sebanyak 29 orang 74,6 Mifbhakuddin, 2007. Kebanyakan responden memilih menjadi petugas operator SPBU karena tidak
memiliki banyak persyaratan. Petugas operator SPBU hanya menunjukkan ijazah kelulusan mereka dari pendidikan tingkat SMA dan harus bisa berhitung dengan
baik dalam melakukan transaksi dengan konsumen. Alasan lain mengapa responden memilih menjadi operator SPBU dikarenakan gaji yang ditawarkan
oleh pihak pengelola SPBU. Pada kedua SPBU setiap petugas operator digaji sebesar
Rp. 2.500.000,00 sampai dengan Rp. 2.700.00,00 setiap bulannya. Hal ini jauh berbeda dengan SPBU lainnya yang hanya menggaji petugas operator
SPBU sebesar Rp. 1.500.000,00 sampai dengan Rp. 1.700.00,00 setiap bulannya. Hal ini tentu disesuaikan dengan jam kerja setiap petugas operator SPBU.
5.2.3 Karakterstik Responden Berdasarkan Lama Kerjahari dan Lama
Bekerja Sebagai Petugas Operator SPBU
Jam kerja yang tinggi akan mempengaruhi tingkat paparan uap BBM terhadap kesehatan petugas operator SPBU.Setiap petugas operator di kedua
SPBU memiliki jam kerja lebih dari 6 jamhari. Dari hasil penelitian diketahui terdapat 24 orang 68,6 petugas operator SPBU yang bekerja selama 6-8 jam
setiap hari dan 11 orang 31,4 petugas operator bekerja lebih dari 8 jam setiap hari.Tingginya jam kerja petugas operator SPBU dikarenakan kedua SPBU
beroperasi selama 24 jam dan memiliki intensitas kerja yang padat. Dikatakan paparan kronis apabila paparan bahan-bahan kimia tersebut
berlangsung selama 365 hari atau lebih Toxicological Profile for Gasoline, 1995. Petugas operator SPBU yang menjadi responden penelitian kebanyakan telah
bekerja sebagai petugas operator SPBU selama lebih dari 36 bulan yaitu berjumlah 20 orang 57,1 dan 15 orang 42,9 telah bertugas sebagai petugas
operator SPBU selama 13-36 bulan. Dari hasil analisa data diketahui bahwa lebih banyak petugas operator SPBU yang telah bekerja 36 bulan mengalami anemia
ringan daripada petugas operator yang telah bekerja selama 13-36 bulan. Penelitian yang dilakukan pada 39 orang petugas operator di Kota Semarang
didapatkan rata-rata lama kerja petugas operator SPBU sebesar 9,69 tahun Mifbhakuddin, 2012.. Semakin lama petugas operator bekerja maka akan
semakin banyak juga bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuhnya
5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu
dan Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol
Riwayat penyakit kelainan darah, penyakit kronis dan konsumsi alkohol akan mempengaruhi kadar hemoglobin seseorang Price Wilson, 2005. Dari
hasil penelitian tidak ditemukan petugas operator SPBU yang memiliki riwayat penyakit kelainan darah maupun yang memiliki riwayat penggunaan atau sedang
menggunakan obat-obatan yang memiliki efek terhadap sistem hematologi seperti antibiotik, obat antikejang maupun obat-obatan antikanker. Petugas operator
SPBU yang memiliki riwayat penyakit kronis kelainan ginjal, hati juga tidak ditemukan dan dari 10 responden wanita tidak ada yang dalam kondisi hamil.
Dari 35 orang responden tidak ada responden yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol. Responden tidak memiliki kebiasaan
merokok dikarenakan adanya larangan dari pihak SPBU. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur
Tangerang Selatan terhadap 34 petugas operator SPBU wanita. Didapatkan 8 orang 23,5 petugas operator SPBU yang memiliki kebiasaan merokok Laila
dan Shofwati, 2013. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mifbhakuddin juga didapatkan sebanyak 24 orang petugas operator SPBU 61,5 yang memiliki
kebiasaan merokok dan 15 orang petugas operator SPBU yang tidak merokok 38,5 dan 3 orang petugas operator SPBU 7,7 yang mengkonsumsi alkohol
Mifbhakuddin, 2007.
5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi
Intake zat gizi memilki peran penting dalam pembentukan hemoglobin. Menurut Zulaekah dan Widajanti 2010, peningkatan konsumsi zat besi,
melakukan fortifikasi bahan makan dan suplementasi zat besi serta asam folat secara remsi dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan zat
gizi tersebut didukung dengan pemberian vitamin C dan Vitamin A yang meningkatkan penyerapan besi dan peningkatan kadar anemia. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan responden yang mengkonsumsi suplemen makanan. Rata-rata indeks massa tubuh responden sebesar 23,82. Didapatkan bahwa
terdapat 12 orang petugas operator SPBU 34,3 yang memiliki indeks massa tubuh diantara 25-29,9 preobese dan ditemukan 1 orang petugas operator SPBU
2,9 yang memiliki indeks massa tubuh kategori obese type 1. Selebihnya petugas operator SPBU berada dalam kategori normal sebanyak 16 orang
45,7. Dari hasil analisa data juga diketahui bahwa responden dengan status gizi kategori preobese dan obese memiliki kadar hemoglobin yang lebih baik
daripada responden dengan status gizi normal. Hal ini dikarenakan tingginya konsumsi makanan terutama makanan yang kaya akan zat besi mempengaruhi
pembentukan hemoglobin Zulaekah dan Widajanti, 2010.
5.2.6 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Paparan Uap BBM
Perilaku seseorang dalam melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi tingkat pengetahuannya akan pengaruh sesuatu terhadap kesehatannya
Notoatmodjo, 2007. Dari hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa tidak ada petugas operator SPBU yang menjadi responden penelitian memiliki tingkat
pengetahuan yang baik akan dampak paparan uap BBM terhadap kesehatan. Petugas operator SPBU cenderung memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori
sedang yaitu sebanyak 23 orang 65,7 dan sisanya memiliki tingkat pengetahuan yang buruk sebanyak 12 orang 34,3. Tidak ada responden yang
memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik. Hal ini dikarenakan minimnya sosialisasi tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh bahan-bahan
kimia yang terkandung dalam BBM terhadap kesehatan tubuh. Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa pihak pengelola
SPBU tidak pernah melakukan edukasi tentang dampak BBM terhadap kesehatan tubuh baik dalam bentuk sosialisasi berkala maupun pada saat responden melamar
sebagai petugas operator SPBU. Pihak SPBU hanya meningkatkan pengetahuan responden dalam segi teknis menggunakan pompa BBM. Dari hasil observasi juga
tidak ada ditemukan poster atau tulisan yang memberitau dampak paparan uap BBM terhadap kesehatan tubuh. Responden juga cenderung tidak ingin mencari
tau dampak negatif paparan uap BBM terutama untuk jangka waktu yang lama.
Oleh karena minimnya edukasi terhadap responden inilah yang mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan responden akan dampak negatif uap BBM
terhadap kesehatan tubuh. 5.2.7
Tindakan Pencegahan Responden Terhadap Paparan Uap BBM
Tindakan pencegahan yang tepat akan mengurangi risiko paparan uap BBM yang dapat berdampak pada kesehatan tubuh. Dari hasil analisis data juga
diketahui bahwa tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan oleh responden yang tergolong kategori baik. Dari hasil penelitian diketahui 18 responden
51,4 dengan tindakan pencegahan kategori sedang dan 17 responden 48,6 dengan tindakan pencegahan kategori buruk.
Penggunaan APD merupakan salah satu upaya untuk mengurangi paparan uap BBM ke dalam tubuh. Namun hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada
responden yang memakai APD saat bekerja. Alasan responden tidak memakai APD adalah dikarenakan ketidaknyamanan saat memakai APD. Pihak PT.
Pertamina juga tidak pernah menyediakan APD bagi petugas operator SPBU saat bekerja. Pihak pengelola mengatakan bahwa penggunaan APD terutama masker
saat bekerja dapat mengganggu komunikasi antara petugas operator SPBU dengan konsumen saat melakukan transaksi. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik IndonesiA dalam PERMENKES NOMOR PER.08MENVII2010 yang mewajibkan setiap pengusaha untuk
menyediakan alat pelindung diri bagi karyawanburuh yang bekerja di instansi yang dikelolanya secara Cuma-Cuma.
Walaupun setiap petugas operator SPBU mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja, mereka tetap memiliki risiko besar terpapar uap BBM secara
langsung baik dari kulit, saluran pencernaan dan saluran pernafasan karena tidak memakai APD. Hal ini serupa dengan penelitian di Kota Semarang Timur pada 39
petugas operator SPBU. Beliau menemukan hampir semua petugas operator SPBU tidak memakan APD 97,4. Petugas operator SPBU beralasan tidak
memakai APD karena tidak disediakan oleh pengelola SPBU 79,56 dan 20,44 petugas operator SPBU tidak memakai APD dikarenakan tidak
diharuskannya menggunakan APD Mifbhakuddin, 2007. Tidak ada kewajiban
dan sangsi yang ditetapkan oleh pihak pengelola SPBU dalam penggunaan APD. Pihak pengelola SPBU tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala pada petugas operator SPBU.
5.2.8 Kadar Hemoglobin Responden
Kadar hemoglobin seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat 18 responden 51,4 dengan kadar
hemoglobin normal dan hanya 17 responden 48,6 memiliki kadar hemoglobin dengan derajat anemia ringan. Penelitian yang dilakukan di Kota Semarang pada
39 petugas operator SPBU diketahui bahwa 87,8 petugas operator SPBU memiliki kadar hemoglobin yang normal. Hanya ada 5 orang petugas operator
SPBU yang memiliki kadar Hb 14gr Mifbhakuddin, 2012. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Okore et all., di Kota Calabar
Metropolis, Nigeria. Beliau menemukan adanya penurunan kadar hemoglobin kelompok sampel dengan kelompok kontrol. Pada kelompok sampel berjenis
kelamin laki-laki yang telah terpapar uap BBM selama lebih dari 2 tahun didapatkan rata-rata kadar hemogloin sebesar 11,12 grdl dan pada kelompok
sampel wanita sebesar 9,45 grdl. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin diakibatkan oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini diketahui bahwa tingkat
pengetahuan dan tindakan pencegahan paparan uap bahan bakar minyak tidak terlalu berdampak pada kadar hemglobin responden.
Responden juga berada dalam status gizi baik dan memiliki tingkat pendapatan yang baik sehingga tidak ada gangguan dalam intake makanan yang
merupakan salah satu faktor penentu kadar hemoglobin responden. Responden juga tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol yang
dapat mengganggu kadar hemoglobin mereka. Selain itu reponden juga tidak memiliki riwayat penyakit kelainan darah maupun penyakit kronis dan konsumsi
obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dan tidak ada responden wanita yang berada dalam kondisi hamil
5.2.9 Hubungan Lama Kerjahari Terhadap Tingkat Pengetahuan Paparan
Uap BBM dan Hubungan Lama Berkerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap Tingkat Pengetahuan Paparan Uap BBM
Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Semakin lama seseorang bekerja juga akan meningkatkan
pengetahuan dan keteramplannya Mulyanti, 2008. Dari hasil analisa data yang dilakukan diketahui responden yang memiliki jam kerja rata-rata 6-8 jamhari
memiliki tingkat pengetahuan kategori sedang sebanyak 16 orang dan 8 orang dengan kategori buruk. Responden dengan lama kerjahari 8 jamhari memiliki
tingkat pengetahuan kategori sedang sebanyak 7 orang dan 4 orang kategori buruk. Dari hasil uji bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,861yang
menunjukkan bahwa tidak terhadap hubungan yang bermakna antara lama kerjahari dengan tingat pengetahuan responden tentang paparan uap BBM.
Dalam penelitian ini diketahui responden yang telah bekerja 36 bulan memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori sedang sebanyak 15 orang
sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan kategori buruk sebanyak 5 orang. Responden yang telah bekerja 13-36 bulan yang memiliki tingkat pengetahuan
kategori sedang sebanyak 8 orang dan kategori buruk sebanyak 7 orang. Dari hasil analisa bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,181 yang menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja sebagai petugas operator SPBU terhadap tingkat pengetahuan responden tentang paparan uap BBM.
5.2.10 Hubungan Lama Kerjahari Terhadap Tindakan Pencegahan
Paparan Uap BBM dan Hubungan Lama Berkerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap Tindakan Pencegahan Paparan Uap BBM
Menurut Pandji 2001 dalam Cahyaningsih 2012 dikatakan bahwa tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama akan lebih terampil dan
berpengalaman di dalam mengerjakan pekerjaannya sehinggi hasilnya akan lebih baik dan aman. Dari hasil analisis data didapat 14 responden dengan tindakan
pencegahan kategori buruk yang memiliki jam kerja 6-8 jamhari dan 10 orang dengan tindakan pencegahan kategori sedang. Terdapat 3 responden dengan lama
kerjahari 8jamhari memiliki tindakan pencegahan kategori buruk dan 8 orang
tergolong kategori sedang. Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,088 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama
kerjahari dengan tindakan pencegahan paparan uap BBM. Dalam teori Determinan yang disampaikan WHO, dikatakan bahwa perilaku
seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya pemikiran dan perasaan dalam dirinya yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan,
dan penilaian-penilaian terhadap suatu objek. Pengetahuan baik tersebut dapat diperoleh dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.
Cahyaningsih, 2012 Dari hasil penelitian juga diketahui terdapat 6 responden yang telah bekerja
selama 13-36 bukan dengan tindakan pencegahan kategori buruk dan 9 responden dengan kategori sedang. Terdapan 11 responden telah bekerja 36 bulan memiliki
tindakan pencegahan kategori buruk dan 9 responden kategori sedang. Dari hasil analisis data didapatkan nilai p-value sebesar 0,380 yang menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara lama berkerja sebagai petugas operator SPBU denan tindakan pencegahan paparan uap BBM.
5.2.11 Hubungan Lama Kerjahari Terhadap Lama Berkerja Sebagai
Petugas Operator SPBU
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,467 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerjahari dengan lama
bekerja sebagai petugas operaror SPBU. Maka dari hasil analisis tersebut Ho gagal ditolak. Tidak semua responden yang memiliki jam kerja 8 jamhari
ternyata tergolong kelompok responden yang telah bekerja 36 bulan. 5.2.12
Hubungan Lama Kerjahari Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hubungan Lama Berkerja Sebagai Petugas Operator SPBU
Terhadap Kadar Hemoglobin
Dari hasil analisa bivariat antara lama kerjahari dengan kadar hemoglobin responden didapat nilai p-value sebesar 0,803 yang berarti tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara lama kerjahari terhadap kadar hemoglobin responden. Dari hasil analisis ini Ho gagal ditolak. Uji bivariat antara hubungan
lama bekerja sebagai petugas operator SPBU terhadap kadar hemoglobin didapat
nilai p-valuesebesar 0,845 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja sebagai petugas operator SPBU dengan kadar hemoglobin
responden. Dari hasil analisis ini Ho gagal ditolak.
5.2.13 Hubungan Usia Terhadap Tingkat Pengetahuan Paparan Uap BBM
dan Hubungan Usia Terhadap Tindakan Pencegajan Paparan Uap BBM
Semakin cukup umur seseorang maka kematangan dalam berpikir dan menerima informasi akan lebih baik Cahyaningsih, 2012. Dari hasil uji bivariat
antara hubungan usia terhadap tingkat pengetahuan paparan uap BBM didapat nilai p-value sebesar 1,000 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara usia dengan tingkat pengetahuan paparan uap BBM. Hasil analisis bivariat antara usia dengan tindakan pencegahan didapat nilai p-value sebesar 0,826 yang
berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan tindakan pencegahan paparan uap BBM. Hal ini berbeda dengan teori yang disampaikan
oleh Notoatmodjo 2010 yang mengatakan usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang.
5.2.14 Hubungan Status Gizi Terhadap Kadar Hemoglobin
Dari hasil uji bivariat ditemukan 9 responden dengan status gizi kategori Normal dan Overweight memiliki kadar hemoglobin dengan kategori anemia
derajat 0 normal dan 13 responden dengan anemia derajat 1 Anemia Ringan. Ditemukan 9 responden dengan status gizi kategori Preobese dan Obese dengan
kardar hemoglobin normal dan 4 responden dengan kadar hemoglibn derajat 1 anemia ringan. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 39 petugas operator
SPBU di Kota Semarang didapatkan 12 petugas operator SPBU 30,8 yang berbadan gemuk dan 3 orang 7,7 yang berbadan kurus. Selebihnya petugas
operator SPBU dengan kategori normal berjumlah 24 orang 61,5. Namun tidak menemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan profil darah
petugas operator SPBU Mifbhakuddin, 2012. Hal ini sesuai dengan nilai p-valuepada penelitian ini sebesar 0,105 yang
berarti tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kadar hemoglobin responden.
5.2.15 Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kadar Hemoglobin
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,903 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan paparan uap
BBM dengan kadar hemoglobin petugas operator SPBU. Maka dari hasil analisis tersebut Ho gagal ditolak. Walaupun tingkat pengetahuan akan dampak negatif
paparan uap BBM responden rendah, ternyata hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin responden. Hal ini dikarenakan faktor lain yang lebih
berperan terhadap kadar hemoglobin responden seperti asupan makanan dan kebiasaan pola hidup yang baik.
5.2.16 Hubungan Tindakan Pencegahan Terhadap Kadar Hemoglobin
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,862 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan pencegahan paparan uap
BBM terhadap kadar hemoglobin petugas operator SPBU dan Ho pada penelitian ini gagal ditolak. Walaupun responden sangat jarang melakukan proteksi diri,
ternyata tindakan pencegahan paparan uap BBM tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar hemoglobin responden. Hal ini dikarenakan responden memiliki
status gizi yang baik dan tidak memiliki faktor risiko yang dapat mengganggu kadar hemoglobin seperti kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol,
riwayat kelainan darah dan konsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin.
5.2.17 Hubungan Lama Kerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap
Kadar Hemoglobin Petugas Operator SPBU dengan Lama Kerja 8 jamhari
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,567 yang berarti tidak terdaoat hubungan yang bermakna antara lama bekerja sebagai petugas
operator SPBU terhadap kadar hemoglobin responden yang memiliki jam kerja diatas 8 jamhari. Walaupun responden dengan jam kerja diatas 8 jamhari terkena
paparan uap BBM lebih tinggi, hal tersebut belum mempengaruhi kadar hemoglobin responden. Hal ini dipengaruhi oleh status gizi responden. Setiap
responden memiliki status gizi yang normal sehingga tidak terdapat gangguan asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hemoglobin.
5.2.18 Hubungan Lama Kerja Sebagai Petugas Operator SPBU Terhadap
Kadar Hemoglobin Petugas Operator SPBU dengan Lama Kerja 8 jamhari
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 0,667 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja sebagai petugas
operator SPBU terhadap kadar hemoglobin responden yang memiliki jam kerja 8 jamhari. Sama hal nya dengan kelompok kerja dengan jam kerja diatas 8
jamhari, responden dengan jam kerja 8 jamhari juga memiliki status gizi normal sehingga asupan makanan sebagai bahan dalam pembentukan hemoglobin
tercukupi.
5.2.19 Hubungan Status Gizi Petugas Operator SPBU dengan Lama Kerja
36 Bulan Terhadap Kadar Hemoglobin
Dari hasil analisis bivariat didapat nilai p-value sebesar 1,000 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kadar
hemoglobin pada kelompok responden yang telah bekerja sebagai petugas operator SPBU selama 36 bulan.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulanyang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Didapatkan 35 petugas operator SPBU yang menjadi responden penelitian yang terdiri dari 71,4 25 orang petugas operator laki-laki dan 28,6 10
orang petugas operator perempuan. 2. Diketahui terdapat 23 orang responden 65,7 dengan tingkat
pengetahuan paparan uap BBM kategori sedang dan 12 orang responden 34,3 dengan tingkat pengetahuan kategori buruk. Tidak ada ditemukan
responden dengan tingkat pengetahuan kategori baik. 3. Diketahui terdapat 18 orang responden 51,4 dengan tindakan
pencegahan paparan uap BBM kategori sedang dan 17 orang responden 48,6 dengan tindakan pencegahan kategori buruk. Tidak ada ditemukan
responden dengan tindakan pencegahan kategori baik. 4. Didapatkan 18 orang responden 51,4 memiliki kadar hemoglobin
dengan derajat normal dan 17 orang responden 48,6 dengan kadar hemoglobin derajat 1 anemia ringan.
5. Dari hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan paparan uap BBM dengan kadar hemoglobin didapat nilai p-value sebesar 0,903 yang berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan paparan uap BBM terhadap kadar hemoglobin petugas operator SPBU.
6. Dari hasil analisis hubungan tindakan pencegahan paparan uap BBM dengan kadar hemoglobin didapat nilai p-value sebesar 0,862 yang berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan pencegahan paparan uap BBM terhadap kadar hemoglobin petugas operator SPBU.
6.2. Saran
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi Petugas Operator SPBU
Petugas operator SPBU harus meningkatkan pengetahuan paparan uap BBM dengan membaca sumber yang terkait dan harus menggunakan alat
pelindung diri untuk mengurangi paparan uap BBM yang masuk ke dalam tubuh.
2. Bagi Pemilik SPBU
a. Pemilik SPBU diharapkan memberikan edukasi kepada petugas
operator SPBU dengan tujuan untuk mengurangi risiko paparan uap BBM.
b. Pemilik SPBU diharapkan melakukan promosi kesehatan berupa
peningkatan pengetahuan paparan uap BBM dan dampak negatifnya terhadap kesehatan berupa edukasi atau sosialisasi secara langsung
maupun dengan menggunakan media cetak. c.
Pemilik SPBU diharapkan menyediakan APD bagi petugas operator SPBU dan menerapkan standar pemakaian APD yang tepat agar
penggunaan APD tidak mengganggu proses berlangsungnya pengisian BBM dan proses transaksi dengan konsumen dalam upaya proteksi
terhadap petugas operator SPBU. d.
Pemilik SPBU diharapkan menerapkan peraturan kewajiban penggunaan APD bagi petugas operator dan memberikan sangsi bagi
petugas yang tidak memakai APD. e.
Pemilik SPBU diharapkan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap petugas operator SPBU.
3. Bagi penelitian selanjutnya
a. Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka
penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas variabel-variabel lainnya menjadi
lebih spesifik dan dengan menggunakan instrumen penelitian yang
lebih sensitif dan spesifik serta dengan menggunakan responden yang lebih banyak. Penelitian selanjutnya juga diharapkan bersifat
prospektif dan dengan waktu yang lebih lama 5tahun sehingga memungkinkan didapatkan pengaruh terhadap Hb yang lebih
bermakna. b.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar
hemoglobin petugas operator SPBU sebaiknya dilakukan uji multivariat sehingga dapat diketahui faktor yang paling bermakna
dalam mempengaruhi kadar hemoglobin petugas operator SPBU.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan
memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku Setiawati Dermawan, 2008. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior.
Perilaku yang didasarkan pada pengetahuan otomatis akan berjalan lebih lancar daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:
1. Awareness kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek. 2.
Interest merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation menimbang
– nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi. 4.
Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya
terhadap stimulus
Notoatmodjo, 2011.
2.1.2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a Tahu Know
Tahu diartikan sebagai suatu kondisi mengingat materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali recall hal-hal yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari maupun rangsangan yang telah diterima merupakan salah satu bagian dari pengetahuan tingkat
ini. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b Memahami Comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang
objek yang
diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang
memiliki tingkat pengetahuan kategori paham terhadap objek atau materi
harus mampu
menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebaginya terhadap materi atau
objek yang telah dipelajari. c
Aplikasi Aplication Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dalam suatu situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi dimaksudkan sebagai penerapan atau penggunaan hukum
– hukum, rumusan, metode, prinsip, dan hal lainnya dalam konteks atau situasi
yang berbeda. d
Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam berbagai komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih berkaitan satu dengan yang lainnya.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e Sintesis Synthesis
Sintesis diartikan kepada suatu kemampuan untuk menempatkan atau menghubungkan berbagai bagian ke dalam bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi
– formulasi yang ada. f
Evaluasi Evaluation Evaluasi ini merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria
– kriteria yang ada Notoatmodjo, 2011.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu: a
Umur Makin tua umur seseorang maka proses
– proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang itu salah
satunya dipengaruhi oleh umur Ahmadi Ubbiyati, 2001. Oleh karena itu, bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur – umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Pembagian umur menurut WHO adalah : 1
Menurut Tingkat Kedewasaan : 0 - 14 tahun
: bayi dan anak - anak 15 - 49 tahun
: orang muda dan dewasa 50 tahun ke atas
: orangtua
2 Interval 5 tahun :
kurang dari 1 tahun, 1 - 4 tahun,
5 - 9 tahun, 10 - 14 tahun dan seterusnya Notoatmodjo, 2007.
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Hardiwinoto, pembagian kategori umur, yaitu:
1. Masa balita
: 0 - 5 tahun, 2.
Masa kanak - kanak : 5 - 11 tahun,
3. Masa remaja awal
: 12 - 16 tahun, 4.
Masa remaja akhir : 17 - 25 tahun,
5. Masa dewasa awal
: 26 - 35 tahun, 6.
Masa dewasa akhir : 36 - 45 tahun,
7. Masa lansia awal
: 46 - 55 tahun, 8.
Masa lansia akhir : 56 - 65 tahun,
9. Masa manula
: 65 - sampai atas Depkes RI, 2009.
b Intelegensi
Intelegensi adalah suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.
Intelegensi berpengaruh terhadap hasil dari proses belajar seseorang. Intelegensi merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah
berbagai informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi
dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. c
Lingkungan Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di mana
seseorang dapat mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal
yang buruk tergantung pada kondisi lingkungannya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada cara berpikir seseorang.
d Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan
orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
e Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga
sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan
seseorang makin
baik pula
pengetahuannya. f
Informasi Pengetahuan seseorang dapat meningkat apabila ia mendapat banyak
informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar, meskipun ia memiliki pendidikan yang rendah. Informasi
tidak terlepas dari sumber informasinya. Sumber informasi adalah asal dari suatu informasi atau data yang diperoleh.
g. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman
yang diperoleh
dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa.
2.2. Tindakan
2.2.1. Pengertian Tindakan
Tindakan merupakan perwujudan nyata dari suatu respon. Pengetahuan dan sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas atau
sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat terwujud dalam tindakan nyata Notoatmodjo, 2005.
2.2.2. Tingkatan Tindakan
a Respons terpimpin guided responses
Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang benar. Seseorang mampu melakukan suatu tindakan dengan
sistematis, dari awal hingga akhir. b
Mekanisme mechanism Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar urutannya,
maka akan menjadi kebiasaan baginya untuk melakukan tindakan yang sama.
c Adopsi Adoption
Suatu tindakan yang sudah berkembang atau termodifikasi dengan baik disebut adopsi.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
a Faktor predisposisi predisposing factors :
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah
pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.
b Faktor pemungkin enabling factors :
Faktor pemungkin atau pendukung enabling perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang
memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat
harus terakses terjangkau sarana da prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c Faktor penguat reinforcing factors :
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin
terjadinya perilaku
seseorang atau
masyaraka Notoatmodjo, 2010.
2.3. Praktik Kesehatan
Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan. Tindakan atau praktik
kesehatan ini juga meliputi empat faktor seperti pengetahuan dan sikap kesehatan,
yaitu:
a Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit
menular dan tidak menular dan praktik tentang mengatasi atau menangani sementara penyakit yang diderita.
b Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air
bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.
c Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan utilisasi
fasilitas pelayanan kesehatan. d
Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di
tempat-tempat umum Notoatmodjo, 2010.
2.4. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum Buntarto, 2015. 2.4.1. Tujuan Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Depkes RI menyatakan tujuan program PKDTK sebagai berikut :
a Menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam tempat kerja.
b Mengurangi angka kemangkiran abseintesism karyawan.
c Membantu menurunkan angka penyakit akibat pekerjaan dan
lingkungan kerja. d
Membantu tumbuhnya kebiasaan kerja dan gaya hidup yang sehat. e
Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, kondusif dan aman. Memberikan dampak positif terhadap lingkungan kerja dan masyaraka
Notoatmodjo, 2010. 2.5.
Cara Pencegahan
Beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah : a
Pendidikan kesehatan tentang penyakit akibat pekerjaan b
Higiene perseorangan c
Penyimpanan bahan kimia berbahaya d
Pemasangan label dan tanda pada bahan berbahaya e
Penggunaan Alat Pelindung Diri APD f
Penanganan binatang dan produksinya g
Hindari air yang tercemar h
Hindari minum susu tidak dimasak i
Hindari gigitan serangga Buntarto, 2015.
2.6. Bahan Bakar Minyak
2.6.1. Minyak Bumi
Menurut Teori Pembentukan Minyak Bumi, khususnya Teori Binatang Engler dan Teori Tumbuh-tumbuhan, senyawa-senyawa organik penyusun
minyak bumi merupakan hasil alamiah proses dekomposisi tumbuhan selama
berjuta-juta tahun. 2.6.2. Senyawa Penyusun
Selain tersusun olehh komponen hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung komponen non-hidrokarbon walau dalam jumlah yang lebih rendah.
Komponen non-hidrokarbon dapat berupa unsur-unsur logam atau yang sifatnya
menyerupai logam, serta komponen organik lainnya yang bukan hidrokarbon, seperti belerang, nitrogen, oksigen. Sedangkan senyawa hidrokarbon merupakan
senyawa organik yang terdiri atas hidrogen dan karbon, contohnya benzena, toluena, ethylbenzena dan isomer xylena, yang dikenal dengan BTEX.
2.6.3. Produk-Produk Minyak Bumi
a Gas, terdiri dari hidrokarbon C
1
hingga C
5
dari alkana rantai normal
dan bercabang.
b Bensin, terdiri dari hidrokarbon C
6
hingga C
10
dari alkana rantai
normal dan bercabang serta sikloalkana dan alkil benzena.
c Kerosin, terdiri dari hidrokarbon C
11
hingga C
12
dari alkana rantai normal dan bercabang, sikloalkana, serta campuran aromat
sikloalkana.
d Minyak diesel ringan, terdiri dari hidrokarbon C
12
hingga C
18
dari alkana rantai normal, sikloalkana, olefin, serta campuran aromatik
dengan olefin seperti stirena.
e Minyak diesel berat dan minyak lumas ringan, terdiri dari hidrokarbon
C
18
hingga C
25
.
f Pelumas, terdiri dari hidrokarbon C
26
hingga C
38
dari alkana rantai
normal dan bercabang.
g
Aspal, terdiri dari senyawa polisiklik berat Nugroho, 2006 2.6.4. Bensin
Menurut Departemen Pelayanan Kesehatan America Serikat tahun 2013, bensin adalah bahan bakar yang sangat mudah terbakar. Bahan bakar ini
digunakan untuk kendaraan bermotor maupun mesin lainnya serta peralatan mekanik lainnya. Cairan ini biasanya tak berwarna, kecoklatan atau merah muda
pucat. Bensin diproduksi oleh pengilangan minyak mentah, dan mengandung lebih dari 150 bahan kimia. Bahan kimia primer penyusunnya diantaranya
benzena, toluene, ethylbenzena, xylena; dan oxygenat, termasuk metal tetra- butileter MTBE.
Jenis-Jenis Bensin, yaitu: a
Premium Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna
kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan dye. Penggunaan premium pada umumnya
adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti mobil, sepeda motor, motor tempel dan lain-lain. Bahan bakar
ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol Pertamina, 2015. Premium merupakan BBM dengan oktan atau Research Octane
Number RON terendah di antara BBM untuk kendaraan bermotor lainnya. Nilai oktannya adalah 88.
b Pertamax
Pertamax adalah produk BBM dari pusat pengelolahan minyak bumi. Pertamax dihasilkan dengan penambahan zat aditif. Pertamax
memiliki nilai oktan sebesar 92. Pertamax adalah gasoline tanpa timbal dengan kandungan aditif lengkap generasi mutakhir yang akan
membersihkan Intake Valve Port Fuel Injector dan ruang bahan bakar dari karbon deposit. Formula barunya yang terbuat dari bahan baku
berkualitas tinggi memastikan mesin kendaraan bermotor bekerja lebih baik, lebih bertenaga, knock free, rendah emisi, dan
memungkinkan penghematan bahan bakar Pertamina, 2015. c
Pertamax Plus Pertamax Plus merupakan bahan bakar yang sudah memenuhi standar
performa International World Wide Fuel Charter IWWFC. Bahan bakar minyak ini memiliki nilai oktan sebesar 95. Bahan bakar jenis
ini diproduksi dari High Octane Migas Component HOMC berkualitas tinggi ditambah dengan bahan aditif lainnya.
2.6.5. Bahan Bakar Diesel
Penggunaan bahan bakar diesel solar semakin hari semakin bertambah. Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya laju ekonomi. Bahan bakar solar
adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi mentah. Bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih Pertamina, 2015. Solar merupakan hasil
olahan minyak bumi dengan titik didih antara 270-350ºC. Ada beberapa macam dari bahan bakar minyak diesel Solar, yaitu:
a Automotive Diesel Oil ADO, yaitu bahan bakar yang digunakan
untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm rotation per minute. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.
b Industial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-
mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri.
c Solar untuk putaran rendah digunakan untuk motor diesel ± 500 rpm.
Karakteristik terpenting dari bahan bakar diesel ini adalah nilai setananya. Nilai ini menunjungkan kualitas bahan bakar diesel ini dalam pembakarannya.
Secara umum, bahan bakar diesel ini terbagi dua, bahan bakar diesel otomotif dan
bahan bakar diesel marinir National Institute of Industrial Research, 2007. 2.7.
Bahan Berbahaya pada Bahan Bakar Minyak 2.7.1. Timbal
Timbal adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh dan didih 327 ºC dan 1.620 ºC. Pada suhu 550-600 ºC, timbal menguap dan
bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal II dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetraetil, timbal tetrametil dan timbal stearat. Timah hitam atau lebih sering disebut timbal Pb adalah salah satu jenis logam berat. Warnanya putih
keabu-abuan dan sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu. Bangsa Romawi menggunakannya sebagai bahan konstruksi untuk pipa dan saluran air. Pb dapat
berupa dalam 2 bentuk: inorganik dan organik.
A. Mekanisme Kerja