B. Pengertian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum
Pemasangan pipa distribusi air minum adalah unit pekerjaan yang ditawarkan oleh PDAM Tintanadi kepada CV. Indra Utama selaku pelaksana
pekerjaan. Uraian pekerjaan tersebut merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan atau dikerjakan oleh CV. Indra Utama. Dalam uraian pekerjaan tersebut tercantum
secara detail mengenai nama pekerjaan, lokasi pekerjaan, panjang pipa yang akan dipasang, kedalaman peletakan pipa yang akan dipasang, material yang digunakan
dalam satuan meter ataupun satuan kubik, yang kesemuanya adalah kewajiban CV. Indra Utama selaku pelaksana pemasangan pipa distribusi air minum yang
ditunjuk langsung oleh PDAM Tirtanadi. Adapun uraian pekerjaan yang yarus dikerjakan oleh CV. Indra Utama adalah sebagai berikut:
1. Nama Pekerjaan
: Pemasangan Pipa Distribusi Ø 110 MM 90 MM
2. Lokasi Pekerjaan
: Jalan. Pasar III Tapian Nauli Perumahan Permata Setiabudi Residence II
3. Panjang Pipa
: 249 Meter 591 Meter 4.
Kedalaman : 120 Centimeter 107 Centimeter
c. Penampang Atas
: 45 Centimeter 40 Centimeter d.
Penampang Bawah : 40 Centimeter 35 Centimeter
5. Uraian Pekerjaan
: Terlampir
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan No
. Uraian Pekerjaan
Diameter Ø
Vol Satuan
Harga Satuan Rp
Jumlah Harga
Rp
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
Lobang Potong Berm GalianTimbun Sirtu
GalianTimbun Berm GalianTimbun Sirtu
GalianTimbun Berm Pasang PVC Pives
Pasang PVC Pives Pasang Collar
Pasang Collar Pasang Collar
Pencucian Dengan Pig Busa
Pencucian Dengan Pig Busa
Pasang F. Gate Valve Pasang F. Gate Valve
Bak Meter Air UMeter Ø4”
160 110
110
90 90
110 90
6” 4”
3” 4”
3”
100 80
- 1
150 99
414 177
249 591
2 1
1
249 591
4 1
1 Tempat
Meter Meter
Meter Meter
Meter Meter
Buah Buah
Buah Meter
Meter Buah
Buah Hitung
Terbilang: Jumlah
PPN 10 Total
Dibulatkan Rp.
Rp. Rp.
Rp.
Sumber: Lampiran Undangan Penawaran Nomor 07UPCSGI2014 Antara
PDAM Tirtanadi Dengan CV. Indra Utama
C. PDAM Tirtanadi Sebagai Subjek Perjanjian
PDAM Tirtanadi selaku subjek perjanjian tentunya harus memenuhi ketentuan dalam melaksanakan perjanjian agar nantinya perjanjian tersebut
menjadi sah. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dapat dibedakan syarat
subjektif, dan syarat objektif. Dalam hal ini kita harus dapat membedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Syarat subjektif adalah kedua syarat yang
Universitas Sumatera Utara
pertama, sedangkan syarat objektif kedua syarat yang terakhir.
34
1. Syarat subjektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat
dibatalkan, meliput i: Sedangkan
Saliman menjelaskan tafsiran atas Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:
a. Kecakapan untuk membuat kontrak dimana para pihak diharuskan dewasa
dan tidak sakit ingatan. b.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 2.
Syarat objektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum meliputi:
a. Suatu hal objek tertentu.
b. Sesuatu sebab yang halal kausa.
35
Untuk syarat sah yang khusus yang dikemukakan oleh Munir Fuady terdiri dari :
36
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu.
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.
c. Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk kontrak-kontrak
tertentu d.
Syarat izin dari yang berwenang. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya
perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
34
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 98
35
Abdul R. Saliman, et. al. Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Prenada, 2004, hlm. 12-13
36
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 34
Universitas Sumatera Utara
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena syarat tersebut mengenai subyek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat
obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian.Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut tidak diakui oleh hukum. Tetapi bila pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh undang-undang tetapi perjanjian itu tetap berlaku diantara mereka, namun bila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakui sehingga timbul
sengketa maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal. Keempat syarat di atas merupakan syarat yang esensial dari suatu perjanjian,
artinya syarat-syarat tersebut harus ada dalam suatu perjanjian, tanpa suatu syarat ini, perjanjian dianggap tidak pernah ada atau perjanjian itu tidak sah.Namun
dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.Dengan kata sepakat suatu
perjanjian sudah lahir. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, dalam KUH Perdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan
faktor, yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara
para pihak yang mengadakan perjanjian.Perjanjian sudah lahir pada saat
Universitas Sumatera Utara
tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal dengan asas konsensualisme yang merupakan asas pokok dalam hukum perjanjian.Menurut Abdul Kadir
Muhammad persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia-sekata. Pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga
dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.
37
Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus merupakan perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan dwang
dari pihak manapun juga, harus betul-betul atas kemauan sukarela para pihak. Dalam pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada kekhilafan
dwaling dan tidak ada penipuan bedrog. Apabila ada kesepakatan terjadi karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan atau dapat dimintakan pembatalan kepada hakim vernietigbaar. Hal ini sesuai dengan Pasal 1321 KUHPerdata yang bunyinya tidak ada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang
melakukan kegiatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya menakut-takuti, sehingga dengan demikian orang
itu tidak terpaksa menyetujui perjanjian Pasal 1324 KUHPerdata. Dan dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat
penting obyek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan penipuan menurut
37
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1990, hlm. 228-229
Universitas Sumatera Utara
arti Undang-undang Pasal 1328 KUHPerdata. Penipuan menurut arti Undang- undang ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan
keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.
38
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dari pihak ketiga dan tidak ada gangguan berupa paksaan, yaitu paksaan rohani
atau paksaan jiwa, bukan paksaan fisik, misalnya salah satu pihak karena diancam atau ditakuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Kekhilafan, yang terjadi
apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang barang yang menjadi obyek perjanjian. Penipuan, yang dapat terjadi
apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lainnya agar menyetujui suatu
perjanjian, misalnya menjual mobil bekas yang telah dipoles sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan seolah-olah mobil tersebut baru dengan mengatakan
kepada pembeli bahwa mobil itu baru.
Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur
dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa
yaitu berumur 21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau sudah kawin, disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330 KUHPerdata.
38
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1986, hlm. 123
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur Pasal 1330 KUHPerdata ialah:
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang- undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3. Adanya suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian
yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUH Perdata
Pasal 1333 angka 1 menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak masalah asalkan dikemudian hari di tentukan 4.
Adanya suatu sebabkausa yang halal Yang dimaksud dengan sebabkausa di sini bukanlah sebab yang
mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan
adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada isi perjanjian. Pada pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah
apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umumdan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal
Universitas Sumatera Utara
akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.
39
Kedua syarat pertama tersebut, dinamakan dengan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau
subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau
obyek dari perjanjian tersebut. Apabila syarat subyektif dilanggar baik salah satu atau keduanya mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan voidable. Adanya
kekurangan terhadap syarat subyektif tersebut tidak begitu saja diketahui oleh hakim, jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan apabila diajukan
kepada hakim, mungkin sekali disangkal oleh pihak lawan, sehingga memerlukan pembuktian. Oleh karena itu, undang-undang menyerahkan kepada para pihak,
apakah mereka menghendaki pembatalan terhadap perjanjian tersebut atau tidak.
40
Apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sejak semula dan tidak mengikat para pihak yang membuat
perjanjian atau disebut dengan batal demi hukum null and void. Secara yuridis, dianggap dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan
antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Akibat dari batal demi hukum, maka para pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui
pengadilan untuk melaksanakan perjanjian atau meminta ganti rugi, karena dasar hukumnya tidak ada.
Akan tetapi selama para pihak tidak keberatan atas pelanggaran kedua syarat subyektif tersebut, maka perjanjian itu tetap sah.
41
39
Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980, hlm. 319
40
R. Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, Jakarta: Intermasa, 2002, hlm. 22
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum PDAM Tirtanadi