Seleksi Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merill ) Generasi F3 Pada Tanah Salin Dengan Metode Pedigree

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7

8
9

Pelaksanaan Penelitian

1
X

2

3


4

5

6

Minggu Ke7 8 9 10 11 12 13 14

Seleksi benih
Persiapan wadah
X
tanam
Persiapan media tanam
X
Persiapan lahan
X
Penanaman
X
Pemupukan

X
Pemeliharaan
Penyiraman
Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Penyiangan
Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Pengajiran
X
Pengendalian hama
Disesuaikan dengan kondisi lapangan
dan penyakit
Panen
Peubah Amatan
Tinggi tanaman (cm)
X
Jumlah cabang
produktif (cabang)
Umur berbunga (hari)
X
Jumlah polong berisi

per tanaman (polong)
Jumlah Polong Hampa
per tanaman (polong)
Bobot biji per tanaman
(g)
Umur panen (hari)

X

X

X
X
X
X

38
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2.Tahapan Penelitian

Generasi

Jumlah tanaman

Parental (Tetua)

Persilangan
A X N1
A X N2
A X N3
A X N4
A X N5

F1

14

F2

500


F3

666

Tindakan
Dilakukan persilngan
antara nomor-nomor
kedelai turunan
Grobogan yang terdapat
gen salinitas (N1, N2,
N3, N4 dan N5) sebagai
tetua jantan dengan
vaerietas Anjasmoro (A)
sebagai tetua betina
Bulk plot, penanaman
dikelompokkan/diberi
jarak sesuai produksi
yang tinggi
Penanaman di beri jarak

untuk diseleksi secara
visual
Penanaman dilakukan
dalam barisan tiap
populasi dan diseleksi
secara pedigree

39
Universitas Sumatera Utara

DESKRIPSI VARIETAS ANJASMORO
Dilepas tahun

: 22 Oktober 2001

SK Mentan

: 537/Kpts/TP.240/10/2001

Nomor galur


: Mansuria 395-49-4

Asal

: Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria

Daya hasil

: 2,03–2,25 t/ha

Warna hipokotil

: Ungu

Warna epikotil

: Ungu

Warna daun


: Hijau

Warna bulu

: Putih

Warna bunga

: Ungu

Warna kulit biji

: Kuning

Warna polong masak

: Coklat muda

Warna hilum


: Kuning kecoklatan

Bentuk daun

: Oval

Ukuran daun

: Lebar

Tipe tumbuh

: Determinit

Umur berbunga

: 35,7–39,4 hari

Umur polong masak


: 82,5–92,5 hari

Tinggi tanaman

: 64 - 68 cm

Percabangan

: 2,9–5,6 cabang

Jml. buku batang utama

: 12,9–14,8

Bobot 100 biji

: 14,8–15,3 g

Kandungan protein


: 41,8–42,1%

Kandungan lemak

: 17,2–18,6%

Kerebahan

: Tahan rebah

Ketahanan thd penyakit

: Moderat terhadap karat daun

Sifat-sifat lain

: Polong tidak mudah pecah

Pemulia

: Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin
M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish
Adie.

40
Universitas Sumatera Utara

Bagan Penelitian
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

Terdiri dari 30 tanaman
per baris

41
Universitas Sumatera Utara

Lampiran foto biji kedelai

Biji Kedelai Yang Dipanen

42
Universitas Sumatera Utara

Lampiran foto lahan

Lahan Dari Depan

43
Universitas Sumatera Utara

Tanaman Dalam Barisan

Awal perkecambahan

44
Universitas Sumatera Utara

Tanaman 2MST( Minggu Setelah Tanam )

Tanaman Sedang Berbunga

45
Universitas Sumatera Utara

Tanaman Mengisi Polong

Tanda – tanda panen daun menguning

46
Universitas Sumatera Utara

Waktu panen daun dan polong sudah mengering

Kelainan Pada tanaman

47
Universitas Sumatera Utara

Klorosis pada daun tanaman

48
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T. T., dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha
TaniKedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta.
Agung, T dan A. Y. Rahayu. 2004. Analisis Efisiensi Serapan N,
Pertumbuhan,dan Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Unggul Baru dengan
CekamanKekeringan dan Pemberian Pupuk Hayati. Agrosains 6(2): 7074, Semarang.
Arinong, A. R., Kaharuddin, dan Sumang. 2005. Aplikasi berbagai
PupukOrganikPada Tanaman Kedelai Di Lahan Kering. J. Sains &
Teknologi,Agustus 2005, Vol.5 No. 2: 65- 72, Gowa.
Atman, 2009. Strategi Peningkatan Ptoduksi Kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Tambua. Vol VIII No. 1 : 39-45
Crowder. L.V., 1997. Genetika Tumbuhan, terjemehan Lilik Kusdiarti,
UGMPress,Yogyakarta.
Damardjati, D. S., Marwoto, D. K. S.Swastika, D. M. Arsyad, dan Y.
Hilman.2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai.
BadanLitbang Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Ferh, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development. Theory and Technique.
Vol.1. Mac Millan Publ., Cohen Stuart, New York. 536p.
Harjadi , S.S. dan S. Yahya, 1988. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB, Bogor.
Hidayat O.O. 1985 dalam S. Somaatmadja, M. I. Sumarno, M. Syam,
S.OManurung,
Yuswandi.
Kedelai.
Badan
penelitian
dan
PengembanganPertanian, Bogor.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo persada,
Jakarta.hlm: 338-341.
Katerji, N. J.W. van Hoorn, A. Hamdy, and M. Mastorilia. 2000. Salt
toleranceclassification of crops according salinity and to water stress day
index.Agricultural Water Management 43 (2000) : 99-109.
Kartasapoetra, A. G. 1988. Klimatologi : Pengaruh iklim terhadap tanah dan
tanaman. Bina aksara, Jakarta.
Manurung, G.M.E. 2001. Pengaruh NaCl dan KCl Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi serta Serapan Hara pada Tananan Kedelai. Tesis Megister
Program Pasca Sarjana USU, Medan.

35
Universitas Sumatera Utara

Mangoendidjojo. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius,Yogyakarta.
Mengel, K. dan E.A. Kirkby, 1987. Principles of Plant Nutrition. 4th
EditionInternational Potash Institute, Switzerland.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengolahan Tanah Bermasalah
SulfatMasam. Raja Grafindo Persada, Jakarta. hlm: 144-145.
Phang, T.H., G. Shao and H.M. Lam. 2008. Salt tolerance in Soybean. Journal
ofIntegrative Plant Biology 50 (10) : 1196-1212.
Pathan, M.S., J.D. Lee. J.G. Shannon and H.T. Nguyen. 2007. Recent Advances
in Breeding For Drought and Salt Stress Tolerance in Soybean.
http://www.springerlink.com/content/pg04480173816v45/
Poehlman, J.M and D.A Sleper. 1995. Breeding Field Crops. Pamina
PublishingCorporation, New Delhi. Pp. 301 dan 305.
Rahman, A.M dan D. Tambas. 1986. Pengaruh Inokulasi Rhizobium
japanicumFrank, Pemupukan Molibdenum dan Kobalt terhadap Produksi
danJumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai pada Tanah Podsolik
Plintik.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
danKebudayaan, Jakarta. Hlm: 7.
Rubatzky, V.E., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan
Gizi. Jilid 2. Penerjemah C. Herison. ITB Press, Bandung.
Rosmarkam, A dan N.W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.
Kanisius,Yogyakarta.hlm: 198-202.
Rahmawati, N, dan Rosmayati. 2010. Penapisan varietas kedelai (Glycine max
L.Merril) toleran cekaman salinitas. Program Doktor Ilmu
Pertanian.Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sharma, O.P. 1993. Plant Taxonomy. Tata Mc Graw Hill publishing
CompanyLimited, New Delhi.
Siahaan, S. 2011. Seleksi Varietas Kedelai (Glycine max L. (Merril) ) Generasi F1
Pada Tanah Salin. Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.Medan.
Sipayung, R. 2003. Stress Garam dan Mekanisasi Toleransi Tanaman.
FakultasPertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Sumatera
Utara,Medan. http://libary.usu.ac.id., Diakses tanggal 24 Februari 2011.
Stanfield, W.D. 1991. Genetika Edisi ke-2. Apandi M, Hardy LT, Penerjemah,
Erlangga.

36
Universitas Sumatera Utara

Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika. 2005. Pengembangan Kedelaidan
Kebijakan Penelitian di Indonesia. Lokakarya PengembanganKedelai di
Lahan Suboptimal. BALITKABI Malang.
Slinger, D. andTenison, K. 2005. Salinity Glove Box Guide - NSW Murray and
Murrumbidgee Catchments. An initiative of the Southern Salt
ActionTeam, NSW Department of Primary Industries.
Welsh, J.R. 1991. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding. Jhon Wiley
andSons, New York. 453 pp.

37
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan. dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, yang dilaksanakan
pada bulan Agustus 2015 sampai November 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas
anjasmoro

sebagai

objek

pengamatan,

Pupuk

dasar,

fungisida

untuk

mengendalikan jamur, insektisida untuk mengendalikan hama, air untuk
menyiram tanaman, dan bahan – bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk
mempersiapkan lahan, meteran untuk mengukur lahan, pacak sampel, tali plastik,
timbangan, gembor,Electro Conductivity (DHL), pH meter dan alat – alat lain
yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Seleksi Pedigree Generasi F3 sebagai berikut :
Varietas

: Anjasmoro

Jarak Tanam

: 20cm x 40cm

Jumlah Seluruh Sampel

: 666

Jumlah Populasi

: 666

18
Universitas Sumatera Utara

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik lintas sebagai berikut :
Perhitungan analisis regresi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh X
(peubah amatan) terhadap Y (produksi) karakter yang diamati meliputi:
Y

: Produksi biji per tanaman

X1

: Jumlah cabang

X2

: Umur berbunga

X3

: Umur Panen

X4

: Jumlah polong

X5

: Jumlah polong hampa

X6

: Jumlah biji pertanaman

Persamaan regresi berganda antar variabel Y dengan variabel Xi yaitu sebagai
berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + ....... + bnXn
Keterangan:
Y

: Produksi biji

X

: peubah bebas ke-i untuk i= 1, 2,......,n

b0, b1,...,bn : koefisien regresi
Persamaan regresi berganda antar variabel Y dengan variabel Xi yaitu sebagai
berikut:

Y

X1

X2

X3

X4

X5

X6

19
Universitas Sumatera Utara

Untuk menghitung koefisien lintas digunakan metode matrik seperti yang
dikemukakan oleh Singh and Chaudary (1977) yang disajikan sebagai berikut:

r1y

r1.1

r1.2 r1.3 ....

r1.7

P1y

r2y

r2.1

r2.2 r2.3

....

r2.7

....

r3y =

.....

..... .....

..... .....

....

R6y

r6.1

r6.2 r6.3

.... r6.7

P6y

A

B

C

Keterangan:
A

: Vektor koefisien korelasi antara peubah bebas Xi (i=1,2,..,n) dan peubah
tak bebas Y.

B

: Matriks korelasi antara peubah bebas dalam regresi berganda yang
memiliki n buah peubah tak bebas.

C

: Vektor koefisien lintas yang menunjukkan pengaruh langsung dari setiap
peubah bebas terhadap peubah tak bebas.

Penentuan pengaruh sisa (residu) adalah :
7

��2

= 1 − � ����
�=1

Analisis Data

20
Universitas Sumatera Utara

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan
MiniTab 17.0 dan Microsoft Exel 2007.

21
Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal
Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Pengisian
Polybag ukuran 10 Kg dan diletakkan pada jarak 20cm x 40cm dan ditanam
selang untuk saluran penyiraman. Dilakukan pada 1 minggu sebelum melakukan
penanaman.
Penanaman
Benih yang digunakan adalah benih hasil panen pada generasi F2. Benih
dari setiap tanaman terpilih ditanam seluruhnya berdasarkan nomor urut tanaman
yang terpilih, dari setiap tanaman terpilih seluruh benih ditanam. Jumlah benih
yang terpilih didasarkan batas seleksi pedigree dengan batas seleksi 10%.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu
50 kg Urea/ha, 100 kg TSP/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan TSP dan KCl
dilakukan 2 minggu sebelum penanaman, sedangkan pupuk Urea dilakukan 2
minggu setelah penanaman.
PemeliharaanTanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dilakukan pagi dan sore. Dilakukan melalui selang
yang terpasang pada polybag.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang
tumbuh disekitar tanaman.
Pengendalian Hama dan Penyakit
22
Universitas Sumatera Utara

Penyemprotan Insektisida dilakukan pada tanaman yang sudah berumur 2
minggu dan ketika tamanan telah memiliki polong.
Panen
Panen dilakukan dengan cara memetik polong satu persatu dengan
menggunakan tangan. Adapun kriteria panen yaitu ditandai dengan kulit polong
sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran
tetapi bukan karena adanya serangan hama dan penyakit. Panen dilakukan pada 12
MST.
Seleksi
Seleksi dilakukan dengan metode seleksi pedigree pada semua populasi.
populasi yang sudah mati dianggap tidak termasuk dalam seleksi berikutnya.

Peubah Amatan

Jumlah Cabang (cabang)
Penghitungan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah
cabang yang muncul di sekitar batang utama. Penghitungan jumlah cabang
dilakukan sejak tanaman berumur 3 MST hingga 5 MST.
Umur Awal Berbunga (hari)
Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan melihat bunga pertama
yang keluar dari setiap nomor tanaman.

23
Universitas Sumatera Utara

Umur Panen (hari)
Pengamatan umur panen dilakukan dengan menghitung umur panen pada
saat tanaman telah memiliki polong yang telah mencapai warna polong matang ±
95% yang ditandai warna kecoklatan pada polong.
Jumlah Polong Per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong yang berisi setiap
tanaman dengan menghitung jumlah polong berisi. Pengamatan ini dilakukan
pada saat panen.
Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong yang hampa setiap
tanaman dengan menghitung jumlah polong hampa. Pengamatan ini dilakukan
pada saat panen dan dilakukan dengan cermat.
Produksi Biji per Tanaman (g)
Produksi biji per tanaman dihitung dengan menimbang produksi biji per
tanaman kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah
dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari.
Silsilah Bahan Tanam
Tetua pada persilangan merupakan hasil dari seleksi varietas grobogan
yang telah memiliki genotipa tahan pada lahan salin dilambangkan dengan (N).
Sedangkan tetua lainnya yaitu varietas anjasmoro dilambangkan dengan (A).

24
Universitas Sumatera Utara

Generasi

Jumlah
tanaman
Persilangan
A x N1

Parental
(Tetua)

A x N2

Tindakan
Dilakukan persilngan antara nomor-nomor kedelai
turunan Grobogan yang terdapat gen salinitas (N1,
N2, N3, N4 dan N5) sebagai tetua jantan dengan
vaerietas Anjasmoro (A) sebagai tetua betina

A x N3
A x N4
A x N5

F1

1500

Bulk plot, penanaman dikelompokkan/diberi jarak
sesuai produksi yang tinggi

F2

500

Penanaman di beri jarak untuk diseleksi secara
visual

F3

666

Penanaman dilakukan dalam barisan tiap populasi
dan diseleksi secara pedigree

25
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah tanaman yang ditanam pada generasi F3 adalah 666 tanaman yang
berasal dari hasil produksi F2 yang berasal dari 8 populasi hasil persilangan
kedelai varietas Anjasmoro dengan genotip tahan salin.Benih ditanam pada
kondisi tanah yang sama dengan generasi sebelumnya dengan DHL antara 5
sampai 6 dalam kondisi kering. Selama masa pertumbuhannya hanya 106 tanaman
yang dapat tumbuh hingga fase vegetatif sedangkan tanaman yang sampai panen
hanya 62 tanaman. Hal tersebut dikarenakan tidak mampunya sebagian tanaman
untuk dapat beradaptasi di tanah salin,ditandai dengan tanaman yang tetap tumbuh
namun

tidak

mengeluarkan

tanda-tanda

akan

berproduksi

(munculnya

bunga),Sedangkan untuk 560 benih lain yang ditanam tidak mampu tumbuh.
Berdasarkan hasil seleksi maka diperoleh 62 nomor tanaman yang dapat
ditanam pada generasi selanjutnya.
Tabel 1. Hasil Produksi pada generasi F3
Berat
Cbng
Umur Umur
No. Tan. biji per
prdktf bunga panen
tan.
P1(27)
0,5
0
28
81
P1(61)
7,2
3
28
85
P1(68)
0,4
0
28
81
P2(14)
1,2
0
31
84
P2(16)
3,7
2
31
85
P2(17)
0,7
0
28
86
P2(18)
1,6
0
31
84
P2(19)
0,6
0
31
86
P2(24)
0,7
0
31
84
P2(28)
5,3
3
32
108
P2(43)
2,6
2
27
87
P2(47)
0,8
0
29
86
P2(48)
1
0
32
85
P2(51)
1,4
1
32
87
P2(52)
1,4
1
28
86
P2(53)
0,4
0
27
84

Jmlah
polong
5
40
3
5
24
4
7
3
4
28
2
4
5
5
7
2

Jml
polong
hampa
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
0

Jml
biji
/tan.
7
57
5
10
35
8
13
6
8
42
22
8
9
12
12
3

26
Universitas Sumatera Utara

P2(54)
P2(58)
P2(59)
P2(65)
P2(71)
P2(74)
P2(75)
P3(3)
P3(6)
P3(9)
P3(19)
P3(25)
P3(28)
P3(33)
P3(39)
P3(51)
P3(54)
P3(63)
P3(65)
P3(66)
P3(69)
P3(71)
P3(72)
P3(73)
P3(74)
P3(82)
P3(84)
P3(87)
P5(1)
P5(11)
P5(13)
P5(15)
P5(17)
P5(18)
P5(19)
P5(24)
P5(34)
P6(5)
P6(6)
P6(7)
P7(1)
P7(6)
P8(3)
P8(5)
P8(6)
P8(8)
Total
Rata2

1,5
1
2,2
0,7
0,8
2,6
1,2
0,2
0,3
0,9
2,2
0,6
2,7
0,4
3,3
1,7
1,6
1,5
0,6
1,2
3,3
1,3
1,3
1,7
1,2
0,2
0,1
0,5
0,5
0,5
1,4
0,6
0,2
0,9
0,4
0,3
1,3
0,4
0,8
0,8
0,8
1,5
2
3,1
0,9
1,4
84,1
1,35

1
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
3
0
0
0
2
0
2
2
2
0
2
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
1
2
2
0
2
40
0,64

32
29
31
31
31
31
31
31
32
28
27
31
28
32
31
31
31
28
28
28
28
26
26
26
26
31
31
32
32
32
32
28
32
31
32
31
29
28
27
32
27
29
30
26
26
31
1837
29,62

84
84
86
84
86
85
84
91
85
85
84
88
85
86
85
87
85
85
85
84
85
91
87
88
86
84
81
84
81
87
87
88
87
86
87
108
84
84
84
86
85
91
87
82
85
83
5335
86,05

6
11
5
4
4
13
4
1
3
5
13
3
4
3
11
8
11
16
7
8
20
5
6
5
11
2
1
3
3
3
7
5
1
4
2
2
16
2
6
4
6
7
6
5
5
9
434
7

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
0,19

14
8
20
7
10
23
10
2
3
8
21
6
27
5
29
15
16
19
7
13
33
15
16
13
14
3
2
6
4
5
13
7
2
7
3
4
18
2
10
7
5
18
14
22
5
15
783
12,62

27
Universitas Sumatera Utara

Tertinggi
Terendah

7,2
0,1

3
0

32
26

108
81

40
1

3
0

57
2

Nomor dalam kurung menujukkan nomor urut tanaman.
P1 = Tanaman Populasi Satu
P2 = Tanaman Populasi Dua
P3 = Tanaman Populasi Tiga
P5 = Tanaman Populasi Lima
P6 = Tanaman Populasi Enam
P7 = Tanaman Populasi Tujuh
P8 = Tanaman Populasi Delapan

Dari Tabel 1 dapat diperoleh nomor tanaman yang tertinggi produksinya
yaitu pada P1(61) yaitu sebesar 7,2 gram dengan jumlah biji pertanaman 57 biji.
Sedangkan yang terendah yaitu P3(84) yaitu sebesar 0,1 gram dengan jumlah biji
2 biji. Dari Tabel 1 dapat diambil ke batas seleksi sebesar 10% , sehingga nomor
yang menjadi batas tertinggi yaitu nomor tanaman P1(61) sebesar 7,2 gram dan
batas terendah P2(43) dan P2(74) sebesar 2,6 gram. Sehingga diperoleh nomor
tanaman dengan batas seleksi 2,6 - 7,2 gram .
Bila dibandingkan dengan produksi rata-rata antara generasi F2 dengan
generasi F3 maka terlihat kemajuan produksi pada generasi F3 yaitu dengan
perbandingan rata-rata bobot bijinya, Pada F2 rata-rata bobot biji yaitu 1,32 gram
dan pada F3 bobot biji yaitu sebesar 1,36 gram. Hal tersebut menunjukkan adanya
gen yang mulai dapat bertahan dan meningkatkan sifat tolerin terhadap tanah
salin.
Tabel 2. Nilai Heritabilitas Generasi F3
Peubah Amatan
Jumlah cabang
Umur berbunga
Umur Panen
Jumlah Polong
Jumlah Polong Hampa
Jumlah Biji per Tanaman
Produksi Biji per Tanaman

Heritabilitas
0 (Rendah)
0 ( Rendah)
0 (Rendah)
0,33 (Sedang)
0 (Rendah)
0,03 (Rendah)
0 (Rendah)

28
Universitas Sumatera Utara

Dari tabel 3. Diperoleh nilai heritabilitas dari setiap peubah amatan bahwa
heritabilitas tertinggi yaitu jumlah polong dengan nilai 0,33 sehingga
dikategorikan memiliki heritabilitas sedang. Sedangkan untuk peubah amatan
lainnya memiliki heritabilitas rendah.
Kemajuan seleksi bertujuan untuk mengetahui jumlah kemajuan hasil
produksi yang telah terseleksi sehingga diketahui hasil kemajuan seleksinya pada
generasi F3 tidak mengalami kemajuan seleksi karena heritabilitas produksinya
rendah dengan nilai 0.
Untuk melihat produksi apakah dipengaruhi oleh komponen produksi atau
tidak maka dibuatlah suatu hubungan kausal dengan menggunakan sidik lintas
yang di tampilkan pada tabel 2.
Tabel 3. Hasil analisis lintas generasi F3.
Var.

Pngruh

Bbas

Lgsng
(Y)

PENGARUH TIDAK LANGSUNG MELALUI
X1

X2

X3

X4

X5

X6

-0,0064

0,0050

0,0139

-0,0036

0,0162

0,0042

-0,0033

0,0063

-0,0047

0,0019

-0,0007

0,0021

0,0021

-0,0128

X1

0,0270

X2

0,0307

-0,0072

X3

0,0122

0,0023

0,0017

X4

-0,0147 -0,0075

0,0015

-0,0023

X5

0,0199

-0,0026

0,0040

-0,0012

-0,0028

X6

0,9617

0,5780

-0,1503

0,1718

0,8410

-0,0033
-0,1601

X1 =Jumlah cabang
X2 = Umur berbunga
X3 = Umur panen
X4 = Jumlah polong
X5 = Jumlah polong hampa
X6 = Jumlah biji per tanaman
Y = Produksi biji per tanaman

Persamaan Regresi dari paramater tersebut yaitu :
Y= -0,0000 + 0,0270 X1 + 0,0307 X2 + 0,0122 X3- 0,0147 X4 + 0,0199 X5
+ 0,9617 X6

29
Universitas Sumatera Utara

Residu = 0,21
Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa komponen produksi yang memiliki
pengaruh langsung terbesar yaitu Jumlah Biji per Tanaman (X6) sebesar 0,96, dan
yang memiliki pengaruh yang negatif yaitu Jumlah Polong (X4). Hal ini
membuktikan bahwa pada generasi F3 Jumlah Polong tidak berpengaruh terhadap
produksi, karena banyaknya polong tidak berbanding lurus dengan tingginya
produksi pada generasi F3. Pengaruh tidak langsung tertinggi didapat dari Jumlah
polong (X4) melalui Jumlah Biji Per Tanaman (X6) yaitu sebesar 0,84.
Pembahasan

Dari hasi penelitian diperoleh generasi F3 memiliki produksi yang
meningkat dari generasi F2, namun tidak begitu signifikan dalam peningkatan
produksinya, Hal tersebut dikarenakan menunjukan bahwa kedelai yang ditanam
belum mampu beradaptasi dengan baik di tanah salin yang memiliki kadar garam
yang tinggi. Kadar garam yang tinggi menghambat semua pertumbuhan dari
kedelai generasi F3 yang meliputi pembesaran dan pembelahan sel. Noor (2004)
mengatakan bahwa kelarutan garam yang tinggi dapat menyebabkan penyerapan
(uptake) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan
osmotik.
Pada penelitian kedelai generasi F3 terjadi perubahan fenotip pada
tanaman akibat adaptasi pada tanah salin. Perubahan yang terjadi terdapat di daun
daun menjadi sempit dan kecil memanjang sehingga berbeda dengan daun kedelai
normalnya hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Harjadi dan Yahya (1988)
bahwa

salinitas

menyebabkan

perubahan

struktur

yang

memperbaiki

30
Universitas Sumatera Utara

keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat
mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan
aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih
kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan skulensi,
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar
yang lebih awal.

Gambar 1. Daun kedelai yang mengecil dan menyempit.
Sebagian bunga mengalami perkembangan bunga yang terhambat (bunga
busuk dan gugur), dan ukuran biji kecil. Hal ini dilakukan oleh tanaman agar
mampu beradaptasi dengan keadaan tanah yang tercekam oleh salinitas. Selain itu
tanaman juga memperpendek siklus hidupnya karena hidup dalam keadaan
tercekam salinitas seperti umur berbunga yang cepat dan umur panen yang cepat.

31
Universitas Sumatera Utara

Sebagian tanaman yang melakukan adaptasi tersebut yang mampu bertahan hidup
hingga panen.Phang, et.al, (2009) menyatakan bahwa mayoritas tanaman
budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi, atau
sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang.

a.

c.

b. d.
Gambar. 2 ( a ) 2 MST tanaman kedelai, Gambar (b) Bunga Kedelai yang mulai
muncul, Gambar (c) Polong Kedelai yang mulai terisi, Gambar (d) Biji Kedelai.
32
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian diperoleh sebagian tanaman yang tidak mampu
melakukan mekanisme toleransi pada keadaan cekaman salinitas akan mati . Ada
tanaman yang hanya mampu bertahan hidup hanya saat perkecambahan, vegetatif,
dan awal mulai berbunga. Tanaman yang tidak dapat bertahan hidup pada saat
kecambahan mengalami kerusakan seperti busuknya kecambah, pada saat fase
vegetatif tanaman mengalami gejala kuningnya seluruh daun yang semakin lama
akan mengering dan mengakibatkan kematian, dan pada saat mulai berbunga
tanaman juga mengalami gejala kuningnya daun, bunga busuk dan gugur dan
lama kelamaan mengering dan mengakibatkan kematian. Slinger & Tenison
(2005) menyatakan tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan
secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek
toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan tanaman dan dapat menyebabkan tanaman mati.

33
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penelitian generasi F3 kedelai hasil persilangan tetua betina anjasmoro
dengan tetua jantan genotip tahan salin yaitu menghasilkan bahan tanaman
yang dapat ditanam pada generasi selanjutnya. Dari hasil seleksi generasi
F3 diperoleh batas seleksi 2,6 g -7,2 g.
2. Komponen produksi yang memiliki pengaruh langsung tertinggi terhadap
produksi yaitu Jumlah Biji per Tanaman (X6) sebesar 0,96, dan komponen
produksi yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap produksi yaitu
Jumlah polong (X4) melalui Jumlah Biji Per Tanaman (X6) yaitu sebesar
0,84.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk generasi F4 dan diseleksi
dengan komponen agronomis agar diperoleh generasi yang lebih baik ditanam
ditanah salin.

34
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae, Divisio : Spematophyta, Subdivisio

: Angiospermae, Class

: Dicotyledoneae, Ordo : Polypetales, Family : Leguminosea, Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill.
Sistem perakaran kedelai adalah akar tunggang yang terdiri dari akar
utama dan akar cabang. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga
tanaman, pada perakaran kedelai ini adalah merupakan tempat terbentuknya
bintil/nodul akar sebagai tempat bakteri Rhizobium (Rahman dan Tambas, 1986).
Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi
kecambah dan saat kepeing biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua.
Bagian batang di bawah kepeing biji yang belum lepas disebut hypokotil,
sedangkan bagian diatas keping biji disebut epycotil. Batang kedelai tersebut
berwarna ungu atau hijau ( Andrianto dan Indarto, 2004).
Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji,
daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana
berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang
1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun
berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat
atau daun berlima (Hidayat, 1985).
Kultivar kedelai memiliki bunga bergrombol terdiri dari 3-15 bunga yang
tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Papilionaceae
lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah
5
Universitas Sumatera Utara

pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang
yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas
(Poehlman dan Sleper, 1995).
Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang
menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun
berbeda-beda, ada yang mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu
warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji
ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya).
Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau
berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan
polong-polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar atau halusnya
bulutergantung dari varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbedabeda, ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih kehijauan
(Andrianto dan Indarto, 2004).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok
bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100-400 mm/bulan (Sugeno, 2008).
Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25ºC. Suhu 12–20ºC adalah
suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
6
Universitas Sumatera Utara

menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta
pembungaan dan pertumbuhan biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi
sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Pada
periode kering tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang
suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air
oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan
mati. Cekaman kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata, makin tinggi
tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan yang
terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong, akan
menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga menurunkan bobot biji, sebab bobot
biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan dalam musim tanam.
Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air yang intensif akan
berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama
musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha diban dibandingkan
pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur
hanya 1.47 ton/ha (Agung dan Rahayu, 2004).
Umumnya laju fotosintesis pada radiasi matahari maksimum pukul
12.00-13.00 tidak meningkat karena adanya defisit tegangan potensial air dalam
sel daun akibat evapotranspirasi yang besar. Angin itu merupakan gerakan atau
perpindahan dari suatu massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara
horisontal.Gerakan dari angin biasanya berasal dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Kadang – kadang angin ini pada
tanaman akan mengakibatkan layu, karena

tanaman ini

tidak dapat

7
Universitas Sumatera Utara

mengimbangijumlah air yang hilang dengan pengambilan air dari dalam tanah
(Kartasapoetra, 1988).
Tanah
Kedelai umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan
menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik, akan
tetapi peka terhadap salinitas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7. Namun pada tanah
dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah yang cocok yaitu
alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah podzolik merah
kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai
kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam
jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
Humus dan atau zat – zat makanan lainnya yang terdapat pada tanah
didaerah dengan curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan mudah mengalami
penghanyutan atau pun tercuci ke lapisan bawah sehingga tidak tersedia bagi
tanaman (Kartasapoetra, 1988).
Pada tanah dengan kandungan nitrogen yang tinggi, maka pertumbuhan
tanaman lebih mengarah kepada laju pertumbuhan vegetatif, yang terlihat dari
permukaan daun menjadi lebih lebar, laju fotosintesis lebih tinggi, indeks luas
daun semakin tinggi dan LAN yang semakin besar (Arinong et al, 2005).
Salinitas
Salinitas, proses ini terjadi di daerah kering dan panas merupakan gerakan
garam dari profil tanah bawah (sub soil) ke bagian atas (top soil). Pada bagian atas
terjadi penguapan yang intensif (suasana panas dan kering), sehingga

8
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan
meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung
terus menerus sepanjang tahun, maka terbentuk tanah garam (saline soil). Di
Indonesia proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah
panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim
hujan terjadi desilinisasi. Pengurangan kadar garam dipermukaan tanah terjadi
karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinisasi
hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus
( Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas
diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran . Lima
tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman,mulai dari tingkat non-salin
hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi.
Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman
Tingkat

Konduktivitas

Salinitas

(mmhos)

Pengaruh Terhadap Tanaman

Non Salin

0–2

Dapat diabaikan

Rendah

2–4

Tanaman Peka terganggu

Sedang

4–8

Kebanyakan Tanaman Terganggu

Tinggi

8 – 16

Tanaman yang toleran belum terganggu

Sangat Tinggi

>16

Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang
dapat tumbuh

9
Universitas Sumatera Utara

Follet et al (1981) mengklasifikasikan tanah menurut salinitas atas tigakelompok
berdasarkan hasil pengukuran daya hantar listrik sebagai berikut :
1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Nadd< 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam
tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan
pertumbuhan tanaman.
2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan
Nadd> 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah
relatip rendah, dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak
permeable terhadap air hujan dan air irigasi.
3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5
danNa-dd > 15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah
umumnyaterdispersi dengan permeabilitas rendah dan sering tergenang
jika diairi.
Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation
(KTK) atau muatan negative koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na,
yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam
larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit
(NaCl) (Hanafiah, 2005).
Tanah-tanah salin dan sodik, yang kini disebut Aridisol, adalah tanahtanah daerah iklim kering dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm (20
in.) per tahun.Jumlah H2O yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk
menetralkan

jumlah

H2O

yang

hilang

oleh

evaporasi

dan

evapotranspirasi.Sewaktu air luapan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam

10
Universitas Sumatera Utara

tanah. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi.
Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3, dan/atau
MgCO3.Dulu tanah-tanah yang terbentuk disebut tanah salin, tanah alkali putih,
atau solonchak.Mereka termasuk tipe tanah zonal.Salinisasi dapat juga terjadi
secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya
tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah didaerah pantai yang
dipengaruhi oleh pasang surut (Tan, 2004).
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman

dengan efek yang

menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan
biomassa tanaman. Tanaman

yang mengalami stress garam umumnya

tidakmenunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan
yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada
tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak
normal seperti daun mengering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini
timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya
potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).
Pengendapan garam yang sudah larut dalam tanah secara parah
menghambat

pertumbuhan

tanaman.

Pengendapan

garam

tersebut

akan

mengimbas plamolisis, yaitu suatu proses bergerak keluarnya air dari tanaman ke
larutan tanah.Kehadiran ion Na+ dalam jumlah tinggi dapat mempertahankan
partikel-partikel tanah tetap tersuspensi.Dengan pengeringan, tanah membentuk
lempeng-lempeng keras, dan terjadi pembentukan kerak dipermukaan.Yang
disebut terakhir ini menurunkan porositas tanah dan aerase terhambat secara
11
Universitas Sumatera Utara

parah.Nilai pH yang tinggi pada banyak diantara tanah-tanah tersebut juga
menurunkan ketersedian sejumlah hara mikro.Jenis tanah ini sering kahat dalam
Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn (Tan, 2004).
Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air
dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik.
Secara khusus, kadargaram yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman,
terutama olehion Na+ dan Cl-. Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman
(10 dS.m-1) seperti kapas,bayam,
dan kurma (Noor,2004).
Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl
terhadap pertumbuhan dan pruduksi serta serapan hara pada tanaman kedelai
menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan
linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan berat rata-rata 100
biji,lebih dipengaruhi faktor genetis bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh
meningkatnya dosis NaCl, tetapi antar varietas menunjukkan perbedaan
signifikan. Karakter biji lebih ditentukan oleh genetik tanaman itu, kecuali dalam
dosis letal. Rendahnya jumlah polong akibat pemberian 313,92 mg/pot NaCL
menunjukan bahwa dosis 100% NaCl telah menghambat proses fotosintesis dan
translokasi sehingga hasil asimilasi akan semangkin berkurang,Akibat lain adalah
terganggunya translokasi dari tempat pembuatan (source) ke tempat pemanfaatan
atau sink, penghambatan ini respon tanaman dengan menurunkan laju fotosintesis
sehingga mengganggu transport asimilat dalam floem. Berat kering akar pada

12
Universitas Sumatera Utara

pemberian NaCl di atas 78,48 mg/pot menurun dikarenakan semangkin
meningkatnya ion Na di dalam tanah sehingga perkembangan akar akan menjadi
tertekan akibat akumulasi ion Na di sekitar komplek jerapan.
Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus
hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi
menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada
konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan
menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan
penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif
dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi
oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :
1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah
cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji .
2. Penurunan kualitas biji.
3. Penurunan kandungan protein biji .
4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai .
5. Nodulasi kedelai .
6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen .
7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar
(Phang, et al, 2008) .
Varietas Kedelai Toleran Cekaman Salinitas
Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi
kedelai di seluruh dunia.Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk
meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas, oleh karena
13
Universitas Sumatera Utara

itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat
biaya.Pemuliaan

konvensional

telah

memberikan

kontribusi

signifikan

terhadappeningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir.Melalui pemuliaan
konvensional, mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang
kurang peka terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil
atau toleransi terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan
(Pathan, et.al, 2007).
Beberapa

tanaman

mengembangkan

mekanismenya

sendiri

untuk

mengatasi cekaman tersebut di samping itu ada pula yang menjadi
teradaptasi.Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada
kondisi salinitas tinggi, atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen
yang berkurang.Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam
usaha teknik penapisan tanaman yang efektif.Varietas kedelai menunjukkan
spektrum luas dalam kemampuannya mentoleransi garam.Penapisan genotipe
kedelai telah dilakukan untuk mengidentifikasi sifat genetik yang menunjukkan
toleransi tinggi terhadap cekaman garam.Saat ini, pemuliaan merupakan strategi
utama untuk meningkatkan toleransi garam pada kedelai (Phang, et.al, 2009).

Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang agak toleran salinitas
tergantung dari perbedaan varietas (Katerji, et.al, 2000). Penelitian Rahmawati
dan Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada
tanah salin, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai
fase generatip menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu
sampai pada fase vegetatif saja. Kelima varietas tersebut adalah Grobogan,

14
Universitas Sumatera Utara

Anjasmoro,Bromo, Cikuray dan Detam 2. Mekanisme toleransi garam pada
kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :
1. Pemeliharaan ion homeostatis .
2. Penyesuaian sebagai respon terhadap stress osmotik.
3. Pemulihan keseimbangan oksidatif .
4. Adaptasi struktural dan metabolik lain
(Phang, et.al, 2008).
Seleksi Adaptasi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik
dapat ditemukan pada halofita (tanaman yang toleran garam) yang mengalami
evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin.
Salinitasmenyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air
tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor
danseluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal.
Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih
kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan
lilin pada permukaan

daun, serta lignifikansi akar

yang lebih awal

(Harjadi dan Yahya, 1988).
Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan
turgor. Sedangkan lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang
sangat penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman dan aktivitas normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada
berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas.Salinitas klorida umumnya menambah
sukulensi pada banyak spesies tanaman.Sukulensi terjadi dengan meningkatnya

15
Universitas Sumatera Utara

konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan
mungkin

akan

menurunkan

kehilangan

air

pada

transpirasi.

(Mengel dan Kirkby, 1987).
Pada tanaman kedelai metode seleksi Bulk dan pedigree sering digunakan
di dalam seleksi untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Seleksi pedigree
memiliki keuntungan antara lain : a. seleksi lebih efektif karena sejak awal
genotip yang diinginkan sudah dibuang, b. pengamatan karakter genetik setiap
galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi, perlu ketelitian dalam pencatatan
karena jumlahnya yang banyak, c. dapat menseleksi sifat – sifat yang
diinginkan(Ferh, 1987).
Heritabilitas
Kemajuan dalam proses seleksi yang tergantung pada evaluasi visual pada
fenotipe dapat menyebabkan kesalahan yang lebih besar, khususnya jika
heritabilitas rendah. Variasi genotipe suatu karakter sukar diperkirakan
secaravisual, misalnya untuk jumlah daun, kekuatan tanaman dan komponen
panen. Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertumbuhan gen berlangsung
lambat kalaupun penggabungan gen-gen tersebut dapat dicapai. Seleksi akan
sangat efektif pada tanaman yang heritabilitas tinggi. Tanaman yang heritabilitas
tinggiakan mudah terlihat dalam populasi (Welsh, 1991).
Heritabilitas adalah ragam proporsi dari variasi fenotipe total yang
disebabkan oleh efek gen. Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar dari 0 sampai
1. Merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas
tinggi > 0,5; heritabilitas sedang 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2. Jika
heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam
16
Universitas Sumatera Utara

hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai
tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah
keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika
heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah
nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama
dengan persentase regresi (Stansfield, 1991).
Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian
pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua
kepada turunannya.Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar
dan

varian

lingkungan

kecil.

Dengan

makin

besarnya

komponen

lingkungan,heritabilitas makin kecil. Dalam hal panjang tongkol, nilai heritabilitas
45% relatif tinggi dan menunjukkan bahwa seorang pemulia tanaman dapat
memperoleh kemajuan dalam mencari tongkol jagung yang lebih panjang. Dalam
kebanyakan program pemuliaan tanaman, tujuan dari pemuliaan tanaman meliputi
lebih darisatu sifat. Sebagai tambahan terhadap panjang tongkol, pemulia tanaman
mungkin juga tertarik pada ukuran biji, rasa manis dari biji, ketebalan perikarp,
panjang kelobot dan sejumlah sifat-sifat lain (Crowder, 1997).
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik
terhadap varian total (varian fenotip) yang biasanya dinyatakan dengan (%).
Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2 sehingga :
2

2

�� � �
�� � �
H atau h = 2 = 2 2
�� � � �� � +� � �
2

(Mangoendidjojo, 2003).

17
Universitas Sumatera Utara

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang
sangat penting, baik karena gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang
relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai
umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe, susu
kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati,et al, 2005).
Proyeksi konsumsi kedelai menunjukkan bahwa total kebutuhan terus
mengalami peningkatan yaitu 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton
pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 1,5 t/ha bisa
dicapai, maka kebutuhan areal tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun
2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025 (Simatupang,et al, 2005).
Tantangannyaadalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan
yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya
yang lebih kompetitif (Atman, 2009).
Permasalahan yang dihadapi yaitu permintaan pasar dalam negeri untuk
komoditas kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi atau bahan baku
industri sampai saat ini belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Usaha
pemenuhan kedelai ini menghadapi kendala berupa semakin sempitnya lahan
subur yang terdapat di Pulau Jawa akibat penggunaan lahan tersebut menjadi
lahan non-pertanian.
Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi
peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas

1

Universitas Sumatera Utara

dicapai

dengan

penerapan

teknologi

yang

sesuai

(spesifik)

bagi

agroekologi/wilayah setempat (Simatupang,et al, 2005).
Di sisi lain masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat
keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum
dimanfaatkan secara luas untukkegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan
adanya efek toksik danpeningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan tanaman (Slinger dan Tenison, 2005).
Ada beberapa usaha untuk melakukan budidaya di lahan salin antara lain
dengan menanam varietas kedelai yang toleran terhadap salinitas. Upaya
penggunaan kultivar toleran salin hingga saat ini masih terkendala oleh
terbatasnya ketersediaan kultivar kedelai unggul berdaya hasil tinggi dan toleran
salin. Sumbangan inovasi teknologi hasil penelitian berupa varietas unggul baru
spesifik lokasi merupakan andalan untuk meningkatkan produksi baik melalui
program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Fokus penelitian
melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tanaman kedelai guna
menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan varietas
unggul baru (Simatupang ,et al, 2005).
Berdasarkan data dari BPS (2015), pada tahun 2011 sampai 2015 terdapat
fluktuatif pada produksi kedelai di Indonesia, pada tahun 2011 produksi kedelai
mencapai angka 851.286 ribu ton dan menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar
779.992 ribu ton dan meningkat pada akhir 2015 menjadi 963,10 ribu ton.
Keadaan yang fluktuatif tersebut disebabkan karena lahan yang ada belum optimal
di pergunakan sebagai lahan budidaya kedelai, lahan tersebut seperti lahan salin.

2
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian Silvia (2011) menyatakan bahwa diperoleh 5 varietas
yang mampu beradaptasi yaitu Grobongan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray, dan
Detam 2 namun produksinya sangat rendah. Diantara 5 varietas tersebut 3 varietas
yaitu Grobongan, Cikurai, dan Detam 2 dapat menghasilkan polong berbiji,
varietas Anjasmoro dan Bromo hanya menghasilkan polong. Untuk memperbaiki
potensi produksi secara genetis dilakukan melalui seleksi adaptasi bertahap. Pada
penelitian sebelumnya (tetua) diperoleh bahwa varietas Grobongan dapat tumbuh
dan berproduksi lebih baik pada kondisi tanah salin dibandingkan Varietas Detam
2 dengan produksi biji per tanaman lebih besar dari pada varietas Detam 2 (0.92
g). Dan bobot dari 100 biji varietas Grobongan (17.48 g) lebih tinggi dari varietas
Detam 2 (9.09 g).
Hasil penelitian Siahaan (2011) menyatakan seleksi pada generasi F1 di
tanah salin diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1500
tanaman. Tanaman yang mampu hidup sebanyak 14 tanaman. Dengan produksi
biji per tanaman (0.60 g). Pada penelitian Narwiyan (2016) generasi F2 di tanah
salin diperoleh bahwa jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 500. Tanaman
yang mampu hidup sebanyak 159 tanaman. Dengan produksi biji pertanaman
(1,32 g).
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melanjutkan penelitiandengan
menyeleksi kedelai generasi F3 di Tanah Salin melalui metode pedigree untuk
mendapatkan kedelai berproduksi tinggi dilahan salin, dan sifat-sifat unggul
lainnya.
Tujuan Penelitian
Untuk memilih tanaman kedelai yang dapat tumbuh dan berproduksi baik

3
Universitas Sumatera Utara

pada tanah salin pada generasi F3.
Hipotesis Penelitian
-

Ada nomor tanaman yang dapat tumbuh dan berproduksi untuk
ditanam lanjut pada