BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geografi merupakan studi objek tentang permukaan bumi yang mengarah pada sistem ekologi dan sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan terhadap
lingkungan hidup manusia, antara kegiatan manusia dan lingkungan. Sistem keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah dalam hubungan timbal
balik yang kompleks dari aktivitas manusia Haggett, 2001. Permukaan bumi sebagai lingkungan hidup dikaji melalui pendekatan kelingkungan atau ekologi
ecological approach
. Geomorfologi yang mengkaji tentang konfigurasi permukaan bumi merupakan bagian dari ilmu geografi fisik
physical geography
menunjukkan gejala alam atau fisikal yang mempengaruhi kehidupan manusia. Gejala alam yang timbul dapat mendukung serta sekaligus membatasi aktivitas
manusia. Salah satu gejala alam yang mempengaruhi kehidupan manusia adalah longsorlahan.
Longsorlahan
landslide
merupakan proses alam yang terjadi pada musim penghujan di lereng-lereng pegununganperbukitan. Longsorlahan menunjukkan
perwujudan alam mencari keseimbangan baru yang dinamis. Peristiwa longsorlahan dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya,
terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan hasil dari aktivitas manusia. Menurut Varnes 1978, dalam USGS, 2004, longsorlahan merupakan gerakan lereng tidak
stabil yang dapat dibedakan menjadi jatuhan
falls
, robohan
topples
, longsoran
slides
, sebaran
spreads
, dan aliran
flows
. Indonesia merupakan wilayah yang rentan terhadap bencana longsor.
Kejadian bencana alam longsorlahan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 1981-2007, terjadi lebih dari 1.300 bencana longsorlahan di
Jawa, yang berarti terjadi 49 kejadian longsor setiap tahun. Jumlah korban luka mencapai 550 orang atau sekitar 20 orangtahun Hadmoko, 2009.
2 Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejadian dan Korban Bencana Longsorlahan di Pulau Jawa
Sumber: Hadmoko, 2009
Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng perbukitan pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh,
Kabupaten Kulonprogo
.
Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah yang sering mengalami peristiwa bencana longsorlahan terutama yang seringkali terjadi ada
empat kecamatan, diantaranya: Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Kokap. Keempat wilayah kecamatan
tersebut pada musim penghujan rawan terhadap bencana longsorlahan serta merupakan wilayah endemis karena bencana longsorlahan terjadi beberapa kali
setiap tahun. Kejadian longsorlahan paling banyak terdapat di Kecamatan Girimulyo
sebanyak 60 kejadian, antara lain: tahun 2010 sebanyak 10 kejadian, tahun 2011 sebanyak 44 kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 6 kejadian. Kecamatan
Samigaluh juga menunjukkan kejadian yang cukup tinggi sebanyak 42 kejadian, diantaranya pada tahun 2010 sebanyak 3 kejadian, tahun 2011 sebanyak 25
kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 14 kejadian. Informasi kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tahun
Orang Terluka Korban Meninggal
Angka Kejadian
An g
k a Keja
d ian
Orang T
e rluk
a dan M
en in
g g
al
3
Tabel 1.1 Informasi Kejadian Longsorlahan Kabupaten Kulonprogo
No. Tahun
Kecamatan Kejadian
1. 2007
Kalibawang 2
Kokap 6
2. 2010
Samigaluh 3
Kalibawang 1
Girimulyo 10
Pengasih 1
3. 2011
Samigaluh 25
Girimulyo 44
Pengasih 4
4. 2012
Samigaluh 14
Kalibawang 9
Girimulyo 6
Kokap 7
Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo 2007 dan BPBD Kabupaten Kulonprogo 2012
Kejadian longsorlahan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Kulonprogo mengakibatkan korban jiwa dan harta benda serta kerusakan tempat
tinggalrumah. Kejadian longsorlahan menunjukkan tingkat risiko kerusakan rumah yang tinggi. Angka tertinggi sebesar 500 unit rumah mengalami kerusakan
pada tahun 2006 Tabel 1.2. Masyarakat atau penduduk terpaksa memanfaatkan lahan yang rawan bencana longsorlahan sebagai tempat tinggal dan menjalankan
aktivitas di area rawan bencana longsorlahan demi memenuhi kebutuhan kelangsungan hidupnya Kuswaji, 2012. Masyarakat untuk memilih tinggal di
daerah perbukitan yang rawan terjadi longsorlahan karena masyarakat diwarisi lahan untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam penghidupan sesuai
dengan potensi yang ada pada lahan tersebut. Kondisi medan yang berbukit, ditambah dengan akses yang sulit untuk transportasi, sehingga menyebabkan
masyarakat harus memanfaatkan lahan yang ada untuk menggerakkan kegiatan ekonominya.
4
Tabel 1.2 Informasi KorbanKerugian Akibat Longsorlahan Kabupaten Kulonprogo
No. Tahun KorbanKerugian
Meninggal Mengungsi
Luka-luka Kerusakan Rumah
1. 2006
- -
- 500
2. 2007
- -
- 8
3. 2010
- 6
- 14
4. 2011
4 -
5 5
5. 2012
- 1
- 6
Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo 2007 dan BNPB 2012
Banyaknya kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dikaji menggunakan pendekatan ekspresi topografi terhadap konfigurasi lereng yang
dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi topografi digunakan sebagai pendekatan pemetaan longsorlahan untuk membuktikan kebenaran di lapangan
tentang daerah yang rawan dan pernah terjadi longsorlahan. Menurut Rogers 2004, analisis ekspresi topografi dari peta topografi dapat dengan mudah
dimanfaatkan untuk pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi topografi
menunjukkan konfigurasi lereng melalui bentuk dan pola dari garis kontur, digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi longsorlahan. Bentuk dan
pola garis kontur diinterpretasi anomali bentuk kontur berupa “u”, bentuk “v”, dan
bentuk “n” yang mencerminkan daerah lembah, perbukitan, atau pegunungan. Pola merupakan tingkat kerapatan kontur yaitu rapat dan tidak rapat atau renggang
yang menunjukkan kemiringan, panjang, dan ketinggian daerah, serta menunjukkan bentuk lereng berupa landai seragam, curam, cembung, dan cekung.
Identifikasi longsorlahan menggunakan interpretasi ekspresi topografi dipertajam dengan metode visualisasi topografi 3D menggunakan TIN
Triangulated Irregular Network
yang merepresentasikan permukaan bumi secara akurat. Ketinggian, bentuk pada permukaan lerengkelerengan seperti punggung bukit,
dan lembah aliran sungai direpresentasikan melalui TIN Zeiler, 1999. Bentuk lereng cekung, curam, dan tebing dapat diketahui secara jelas
melalui interpretasi ekspresi topografi sebagai indikator terhadap kejadian
5
longsorlahan. Lereng berbentuk cekung diperkirakan rawan terjadi longsorlahan karena air hujan mudah untuk jatuhmasuk ke dalam tanah dengan bidang cekung,
yang lebih cepat mengalami jenuh air dan menimbulkan gerakan geser di sekitar sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah. Gerakan geser pada lereng cekung
dapat tergolong jenis longsoran rotasi
rotational slide
atau
slump
karena dicirikan dengan permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas
Varnes, 1978 dalam USGS, 2004. Lereng curam dapat diperkirakan rawan terjadi
debris flow
karena aliran air permukaan yang kuat oleh curah hujan tinggi yang dapat mengikis dan memindahkan material tanah yang gembur atau batuan
dengan cepat karena bidang kecuraman lereng Varnes, 1978 dalam USGS, 2004. Bentuk lereng curamterjal juga dapat menunjukkan terjadinya longsorlahan
jatuhan, seperti tebing oleh adanya gravitasi, pelapukan dapat melepaskan gerakan material massa tanah dan batubatuan. Atas dasar karakteristik atau konfigurasi
lereng yang dicerminkan oleh garis kontur sebagai pendekatan kajian
longsorlahan, maka dituangkan penulisan berjudul: Analisis Ekspresi Topografi untuk Pemetaan Longsorlahan di Wilayah Kabupaten Kulonprogo.
1.2. Perumusan Masalah