commit to user
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Infeksi.
a. Infeksi Nosokomial.
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun
sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda
infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi
yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut infeksi nosokomial Utama, 2006
b. Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus , sering disebut sebagai Staph,
adalah bakteri yang biasanya ditemukan pada kulit dan dalam hidung orang yang sehat. Kadang-kadang bakteri ini dapat masuk ke tubuh
dan menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat berupa infeksi kecil seperti jerawat, bisul, dan kondisi kulit lainnya atau serius dan
kadang-kadang fatal seperti infeksi darah atau pneumonia. Staphylococcus aureus
adalah organisme yang umum dan dapat
commit to user
6
ditemukan di dalam lubang hidung 30 dari manusia. Transmisi manusia ke manusia adalah persebaran yang umumnya ditemukan
yang terjadi melalui kontak dengan sekret dari lesi kulit yang terinfeksi, kotoran hidung atau menyebar melalui tangan Centers for
Disease Control and Prevention, 2003. 1
Morfologi Staphylococcus aureus
merupakan flora normal pada tubuh manusia yang dapat dijumpai pada saluran pernafasan dan
kulit. Ciri-ciri bakteri ini adalah Gram positif, berbentuk sferis seperti bola dengan diameter 0,8-1,0 mikron, tidak bergerak,
tidak berspora, dan fakultatif anaerob. Pada sediaan langsung yang berasal dari pus bakteri ini dapat terlihat tunggal,
berpasangan atau bergerombol seperti susunan buah anggur. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2
mm, cembung, mengkilat, bewarna khas kuning keemasan dengan intensitas warna yang bervariasi Brooks et al., 2004.
Staphylococcus aureus mempunyai banyak faktor virulensi, di
antaranya Todar, 2005; Archer, 1998; Paustian, 2006; Jawetz, 2004: a Protein permukaan sel: merupakan faktor yang
memudahkan bakteri untuk menempel dan berkolonisasi di jaringan tubuh manusia; b Leukosidin, Kinase dan
Hyaluronidase: Memudahkan bakteri menyebar dan menginvasi ke dalam jaringan tubuh; c Kapsul dan Protein A: Menghambat
commit to user
7
sel fagosit untuk memakan bakteri ini; d Karotenoid dan Katalase: Merupakan senyawa biokimia yang dihasilkan bakteri
ini agar selamat dari proses fagositosis; e Protein A, Koagulase dan Faktor Penggumpalan: Merupakan faktor immunological
diguises atau penyamaran sistem imun yang terdapat pada
permukaan sel bakteri. Protein A menyebabkan Staphylococcus aureus
dapat berikatan dengan IgG, sehingga sel fagosit tidak dapat memfagosit dan menghancurkan bakteri ini. Selain itu
koagulase dan faktor penggumpalan menyebabkan terjadinya deposit fibrin pada permukaan bakteri yang dapat menghambat
proses fagositosis; f Hemolisin, Leukotoksin dan Leukosidin: Hemolisin merupakan toksin perusak membran sel darah merah
sehingga menyebabkan hemolisis. Leukosidin dan leukotoksin dapat merusak sel darah putih manusia dengan cara
meningkatkan permeabilitas membran sel dan g Eksotoksin, Enterotoksin dan Toxic Shock Syndrom Toxin: Merupakan
toksin-toksin yang dapat merusak sel dan jaringan tubuh manusia.
2 Patogenesis
Patogenesis dari Staphylococcus aureus disebabkan oleh kemampuan menginvasi ke jaringan tubuh manusia, serta
toxin dan enzim ekstraseluler yang dihasilkannya, di samping itu rendahnya daya tahan tubuh menyebabkan infeksi mudah
commit to user
8
terjadi Jawetz, 2004. Patogenesis Staphylococcus aureus disebabkan oleh ekspresi dari faktor-faktor virulensi, yang dapat
mengakibatkan lesi superfisial kulit, misalnya furunkel, paronychia
, dan styes, atau infeksi yang lebih serius, seperti pneumonia, mastitis, infeksi saluran kemih, osteomieitis,
endokarditis, meningitis dan sepsis Fedtke et al., 2004. Risiko infeksi intravaskuler dan sistemik dari Staphylococcus aureus
meningkat, apabila barier epitel terganggu oleh kateter intravaskuler, implantasi, kerusakan mukosa, atau trauma da
Silva et al., 2004.
c. Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA