BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 2001 anak di bawah usia 5 tahun yang meninggal karena diare diperkirakan 1,5 juta. Di Indonesia pada kelompok balita yang menderita diare
sekitar 200–400 kejadian di antara 1000 penduduk, sehingga kejadian diare setiap tahunnya adalah kurang lebih 60 juta Soebagyo, 2008.
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia pada tahun 2001-2005 wilayah tingkat kematian tertinggi akibat diare adalah Sulawesi Tenggara sebesar
13 orang yang meninggal dari 69 kasus, Papua sebesar 37 orang yang meninggal dari 486 kasus, dan Maluku sebesar 7 orang yang meninggal dari 133 kasus
Depkes RI, 2005. Hasil dari Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRSUD Dr.
Moewardi pada tanggal 1 Januari sampai 30 Juni 2007, diare menempati urutan ke dua dari semua jenis penyakit pasien rawat inap yaitu sebanyak 21,4 atau 160
dari 457 anak. Diare akut terdapat sebanyak 158 anak, sisanya 2 anak yang mengalami diare kronik sedangkan untuk angka kematian didapatkan sebanyak
1,2 atau 2 dari 160 anak Soebagyo, 2008. Dari Kabupaten Nganjuk salah satunya Kecamatan Bagor yang terbagi
dari 21 desa banyak yang menderita diare. Berdasarkan data dari Puskesmas Bagor penderita diare terus mengalami peningkatan pada tahun 2013 sampai
2014. Pada tahun 2013 penderita diare sebesar 683 sedangkan tahun 2014 penderita diare sebesar 752 Masrucah, 2013-2014.
Penyebab diare sering terjadi pada anak-anak karena sistem imun belum sempurna sehingga lebih mudah terkena infeksi, baik infeksi virus, bakteri, dan
parasit Sudiana Ngurah, 2005. Selain itu, penyebab diare lainnya adalah kekurangan gizi pada masa anak selalu dihubungkan dengan kekurangan vitamin
dan mineral spesifik yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu sehingga pada penderita diare diperlukan penggunaan zink yang berfungsi untuk
memperbaiki absorbsi air dan elektrolit dari usus, regenerasi cepat epitel usus, 1
meningkatkan respon imun, mempercepat klirens kuman diare yang patogen dari usus Strand et al., 2002. Pemberian dosis zink pada anak yang menderita diare
adalah 10 sampai 20 mg Pudjiadi et al., 2009. Apabila melebihi dosis, zink bisa menyebabkan nyeri epigastrium, lesu, dan kelelahan Hotz dan Brown, 2004.
Pengobatan untuk terapi diare terdiri dari pemberian Oral Rehydration Solution ORS, zink, probiotik, dan antibiotik pada pasien dengan keluhan diare
berdarahbercampur mukus Friedman, 2006 sedangkan menurut Katzung 2007 pemberian obat diare yang sering digunakan adalah bismuth subsalicylate yang
merupakan agen pelindung mukosa usus, dan kaolin pektin sebagai penyerap bakteri, toksin, serta cairan yang berfungsi untuk mengurangi cairan di feses.
Ketepatan dosis sangat diperlukan dalam keberhasilan terapi. Adanya tidak tepat dosis dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek samping yang
tidak diharapkan pada pasien. Dosis kurang artinya obat tidak mencapai MEC Minimum Effective Concentration sehingga tidak menimbulkan efek terapi
sedangkan dosis yang lebih akan menyebabkan efek toksik Priyanto, 2008. Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah anak usia 0-5 tahun karena
kejadian diare masih besar. Hal ini disebabkan, pada usia tersebut daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga lebih rentan untuk terkena infeksi. Selain itu,
pada usia tersebut mengalami fase oral dimana anak memasukan benda asing ke dalam mulutnya sehingga mudah mengalami penyakit infeksi saluran pencernaan
seperti diare Kurugol et al., 2003 Dari hasil penelitian Tanjung et al., 2009 di RSUD Banyuwangi pada
pengobatan diare ditemukan Drug Related Problems DRPs obat yang tidak sesuai dosis yaitu dosis kurang sebanyak 27 kasus 16,98 dan dosis berlebih
sebanyak 37 kasus 23,27 sedangkan dari hasil penelitian Fadhila 2012 di RSUD Dr.Moewardi dalam pengobatan diare ditemukan ketidaksesuaian dalam
pemakaiandosis golongan antibiotik sebanyak 68,95 dan zink sebanyak 15,16. Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan untuk mengevaluasi
ketepatan dosis pada pengobatan diare anak umur 0-5 tahun di Puskesmas Bagor Kabupaten Nganjuk 2014.
B. Rumusan Masalah