BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian eksperimental laboratorium secara in vitro mengenai minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis adalah untuk membuktikan bahwa
minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri dalam hal menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Pada tahap awal, pengujian efek antibakteri dari
suatu bahan dilakukan secara in vitro. Ada dua metode untuk menentukan aktifitas
antibakteri, yaitu agar diffusion test dan direct exposure test metode dilusi. Pada metode agar diffusion test, ukuran zona inhibisi antibakteri tergantung daripada
kelarutan dan difusi bahan coba pada media, sehingga kemungkinan kurang efektif dalam menginhibisi mikroorganisme. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian efek
antibakteri dari minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dengan metode dilusi. Dengan metode ini bahan coba dapat berkontak langsung dengan
mikroorganisme, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat dan dapat diketahui nilai MIC dan MBC dari bahan coba seperti yang direkomendasikan oleh National
Committee for Clinical Laboratory Standards NCCLS, USA.
11
Penelitian dilakukan dengan metode dilusi dengan cara pengenceran ganda. Penetapan rentang konsentrasi didasarkan pada penelitian terdahulu dimana telah
diketahui bahwa nilai Minimum Fungisidal Concentration MFC minyak atsiri kayu manis terhadap Candida albicans adalah 1. Oleh karena itu pada penelitian ini
konsentrasi dimulai dari 8, 4, 2, 1, 0,5 dan 0,25. Pada masing-masing
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk hasil yang lebih akurat dan mengetahui berapa rata-rata jumlah bakteri yang tumbuh pada minyak atsiri kayu
manis dalam berbagai konsentrasi karena pada konsentrasi yang sama belum tentu jumlah bakteri yang tumbuh juga sama.
MIC dilihat dari konsentrasi minimal bahan coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi 24 jam dan tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri secara makroskopik yang dapat dilihat dari hasil biakan pada tabung yang mulai tampak jernih dengan menggunakan metode dilusi, sedangkan
MBC dilihat dari konsentrasi minimal bahan uji pada biakan padat MHA dimana tidak terlihat pertumbuhan bakteri atau seluruh bakteri mati pada media perbenihan.
Pada penelitian untuk mengetahui nilai MIC menunjukkan bahwa dari semua konsentrasi bahan coba yang diuji ternyata tidak dapat terlihat larutan yang mulai
tampak jernih. Dalam hal ini, bahan coba itu sendiri berwarna kuning keruh, sehingga sehingga dianggap tidak representatif untuk dicari nilai MIC. Hal ini tidak bisa
dibedakan apakah terjadi pertumbuhan bakteri yang cepat, atau karena tumpukan sel bakteri mati. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan lebih lanjut untuk perhitungan
jumlah koloni bakteri dengan metode Drop Plate Mills Mesra. Pada penelitian untuk mengetahui MBC, setelah ditanam di MHA dan
diinkubasi selama 24 jam, pada konsentrasi 8 tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri steril, begitu juga pada konsentrasi 4, 2, 1, 0,5. Pada konsentrasi
0,25 sudah terlihat pertumbuhan bakteri pada media perbenihan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa nilai MBC adalah 0,5 .
Universitas Sumatera Utara
Walaupun nilai MIC tidak diketahui, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan coba minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap
Enterococcus faecalis dengan nilai MBC 0,5. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Ada perbedaan hasil penelitian efek antibakteri minyak atsiri kayu manis
terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur. Penelitian membuktikan bahwa minyak atsiri kayu manis mempunyai efek antibakteri terhadap Candida albicans dengan
nilai Minimum Fungisidal Concentration MFC 1. Nilai MBC yang diperoleh peneliti berbeda dengan konsentrasi peneliti sebelumnya, hal ini terjadi kemungkinan
metode, bakteri, atau bahan yang digunakan berbeda. Tujuan dan metode yang digunakan peneliti untuk pengujian efek antibakteri
minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dan Candida albicans adalah sama, yaitu untuk mencari konsentrasi minimal bahan coba yang dapat
membunuh 99,9 atau 100 bakteri MBC atau jamur MFC. Metode yang digunakan adalah metode dilusi. dengan cara menghitung jumlah koloni bakteri pada
media padat menggunakan metode Drop Plate Mills Mesra. Bahan coba yang berbeda dapat menyebabkan hasil yang berbeda karena ada kemungkinan ada
perbedaan kadar senyawa aktif yang terkandung dalam minyak atsiri. Morfologi dan sifat bakteri dan jamur yang berbeda diduga menyebabkan
perbedaan aktifitas dan besar konsentrasi bahan coba dalam membunuh sel bakteri tersebut. Perbedaan morfologi bakteri tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Perbedaan morfologi Enterococcus faecalis dan Candida albicans
14,27,28
Nama bakteri E.faecalis
C.albicans Membran sel
- Peptidoglikan 40
- Polisakarida gliserol posfat,
glukosa, galaktosa -
Teichoic Acid -
LTA -
Glukan -
Mannan -
Kitin -
Protein 6 - 25 -
Lipid 1 - 7 Daya tahan
- pH 4-11
- 5°C -50°C
- AS mengikat neutrofil
- Resisten terhadap antibiotik
spektrum luas -
Mutasi DNA bertahan pada suasana asam atau basa
tergantung lingkungannya. Pada suasana anaerob, tumbuh lebih baik
suasana asam daripada netral ataupun basa
Pada ekologi yang keras defisiensi
nutrisi. -
VBNC + LTA ↑ sehingga
lebih resisten terhadap kerusakan mekanis, PBP
↑ sehingga resisten terhadap penisilin
- Katabolisasi energy dari
karbohidrat, gliserol, malat, sitrat, laktat.
- Sekresi protease tetap hidup pada
lingkungan yang minim nutrisi -
Perubahan fenotip adaptasi pada lingkungan yang keras
Pada dasarnya, dinding sel Enterococcus faecalis terdiri dari peptidoglikan sebanyak 40 , sisanya merupakan teichoic acid dan polisakarida Gambar 16.
25
Keseimbangan antara enzim polimerisasi dan hidrolitik menghasilkan sintesis peptidoglikan.
26
Gambar 16. Membran sel gram positif.
28
Gambar 17. Struktur dinding sel C.albican
14
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dinding sel Candida albicans berperan penting dalam aspek biologis dan patogenesitas. Sekitar 80-90 dari dinding sel Candida albicans merupakan
karbohidrat, yang terdiri dari tiga unsur pokok polisakarida yakni glukan, kitin, dan mannan yang dihubungkan dengan strukturnya yang kaku, dan mannoprotein
gambar 2. Selain itu dinding sel juga mengandung protein 6-20 dan sejumlah kecil lipid 1-7.
30
Saluran akar yang terinfeksi merupakan salah satu kondisi di mana nutrisi kurang memadai, ada toksin dari bakteri lain dan invasi medikamen endodontik.
Kondisi yang keras ini dapat menyebabkan perubahan fisiologi yang spesifik sebagai respon terhadap lingkungan tersebut dan bertindak sebagai mekanisme pertahanan.
Pada kondisi ini bakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tapi tetap hidup dan bersifat patogen. Kondisi ini dinamakan dengan fase Viable but
Nonculturable VBNC. Biasanya hal ini hanya ditemukan pada bakteri gram negatif saja, namun belakangan diketahui bahwa E.faecalis sebagai bakteri gram positif juga
memiliki kemampuan ini.
23
Pada kondisi ini, E.faecalis dapat memanjang, berbentuk cocobacillary dengan permukaan yang tidak rata. Diantara enzim polimer yang terlibat dalam
pembentukan peptidoglikan, beberapa diantaranya dapat berikatan dengan penisilin yang disebut dengan Penicillin Binding Protein PBP. Pada fase VBNC, terjadi
peningkatan produksi PBP yang bila diproduksi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan resistensi terhadap penisilin.
23
Efek antibakteri yang ditimbulkan minyak atsiri kayu manis diduga karena minyak atsiri kayu manis mengandung banyak senyawa aktif. Minyak atsiri kayu
Universitas Sumatera Utara
manis memiliki kandungan berupa sinamaldehid dan eugenol yang bersifat antibakteri. Kematian bakteri Enterococcus faecalis mungkin karena sinnamaldehid
dan eugenol yang diduga menghambat sintesis dinding sel
menghambat metabolise energi pada sel bakteri, sehingga menyebabkan ketidakmampuan sel untuk
melakukan metabolisme atau beradaptasi terhadap bahan antimikroba. Mekanisme antibakteri sinamaldehid diduga adanya interaksi sinamaldehid
dengan dinding sel menyebabkan gangguan yang cukup berarti pada pergerakan ion proton yang dimulai karena adanya kebocoran beberapa ion tanpa adanya kerusakan
yang luas pada komponen sel. Selain itu, sinnamaldehid juga menghambat transport glukosa sehingga mengahambat proses glikolisis pada sel bakteri. Mekanisme
antibakteri eugenol diperkirakan berkaitan dengan interaksi pada membran sel, dimana menyebabkan kehancuran pada membran sel. Eugenol berpotensi
mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel sampai pada batas tertentu dimana terjadi peningkatan permeabilitas membran, sehingga mengakibatkan
kebocoran ion potasium. Kebocoran ion potasium merupakan indikator awal terjadinya kerusakan membran sel. Selain itu, eugenol berpotensi menghambat
peningkatan level ATP, sehingga mengganggu fungsi sel diikuti kematian sel.
Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang bisa bertahan pada kondisi di bawah tekanan. Saluran akar yang terinfeksi merupakan suatu kondisi di mana nutrisi
kurang memadai, adanya toksin dari bakteri lain dan invasi dari medikamen endodonti. Hal ini menyebabkan perubahan fisiologi yang spesifik sebagai suatu
respon yang bertindak sebagai mekanisme pertahanan dari tekanan lingkungan. Pada fase ini lipoteichoic acid yang kuantitasnya menjadi 2 kali lipat sehingga dinding sel
Universitas Sumatera Utara
lebih kuat dan lebih tahan terhadap kerusakan mekanis.
30
Membran sel merupakan membran selektif terhadap zat-zat yang berada di sekitarnya, memiliki saluran khusus
yang memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah seperti ion dan molekul yang besar menembusnya secara relatif lambat.
29
Selain itu, bakteri ini juga dapat bertahan dari detergen, logam berat dan bahkan etanol.
4
Hal ini membuat bahan coba minyak atsiri kayu manis butuh konsentrasi tertentu untuk
menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri Enterococcus faecalis. Selain daya antibakteri, minyak atsiri kayu manis memiliki sifat-sifat yang
mendukung untuk dikembangkan menjadi bahan medikamen saluran akar yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan eugenol dan sinnamaldehide dalam
minyak atsiri kayu manis memiliki efek analgetik dan antiinflamasi.
15
Meskipun demikian, uji antibakteri minyak atsiri kayu manis yang dilakukan masih merupakan
hasil penelitian in vitro. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian secara in vivo sebagai lanjutan penelitian ini sehingga bahan ini dapat digunakan secara klinis.
Dari hasil penelitian terbukti bahwa bahan coba minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis dilihat dari
konsentrasi MBC bahan tersebut yaitu pada konsentrasi 0,5. Bahkan hal ini juga dibuktikan dengan melihat perbandingan jumlah koloni yang terbentuk pada
konsentrasi 0,25 jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah koloni pada kontrol Mc Farland yang diinkubasi 24 jam yaitu 1.10
8
CFUml. Pada akhir penelitian, tidak dilakukan uji statistik terhadap hasil yang didapat, karena nilai yang
didapat pada konsentrasi 8, 4, 2, 1, 0,5 dan 0,25
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN