Analisis Determinan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Pengaruhnya Terhadap Reaksi Investor Pada Industri Manufaktur Bursa Efek Indonesia Periode 2004 - 2008

(1)

ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG

JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA

TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA

INDUSTRI MANUFAKTUR

BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2004 - 2008

TESIS

Oleh

FARIDA HANUM

037017039/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011


(2)

ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG

JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA

TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA

INDUSTRI MANUFAKTUR

BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2004 – 2008

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FARIDA HANUM

037017039/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008

Nama Mahasiswa : Farida Hanum Nomor Pokok : 037017039 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA Ketua

) (

Anggota

Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M. Si., Ak)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA

Direktur,

) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE.)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Sidang : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

2. Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak 3. Drs. Rasdianto, M.A, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

“ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 28 Oktober 2011

037017039/Akt Farida Hanum


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda

Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.

Kata Kunci : Pengungkapan CSR, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, umur perusahaan, reaksi investor.


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.

This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.

The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.

Keyword: Corporate Social Responsibility, companies size, profitability, leverage, Board of Directors size, companies age, investor reaction.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dalam Bidang Studi Akuntansi pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA. selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, yang sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, Ak., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.


(9)

5. Bapak Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak, Bapak Drs. Rasdianto, MA, Ak. dan Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembanding yang telah banyak mengarahkan, memberikan masukan dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan tambahan wawasan pengetahuan.

7. Para staf administrasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas administrasi sekolah.

8. Rekan-rekan mahasiswa pada Magister Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala perhatian, dorongan dan masukan-masukan nya.

9. Seluruh keluargaku, ayah dan ibu (H. M. Yusuf Idris dan Hj. Rohani), yang telah memberikan dukungan doa, nasehat, semangat dan motivasi yang membangun.

10.Kupersembahkan tesis ini untuk suamiku Ir. Bambang Suharsono, anak-anakku Naufal dan Saniyya. Semoga Allah bersama orang-orang yang bersabar.


(10)

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan praktis dan keilmuan kita. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun guna proses pembelajaran.

Medan, 28 Oktober 2011 Penulis


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Farida Hanum

2. Tempat/Tanggal lahir : Aceh Timur/14 April 1973

3. Pekerjaan : Staf Pengajar FISIP USU Medan

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jl. Hoky No. 6 – Medan

6. Pendidikan :

a. SD Negeri 060797 Medan : lulus tahun 1986 b. SMP Negeri 4 Medan : lulus tahun 1989 c. SMA Negeri 6 Medan : lulus tahun 1992 d. S-1 Universitas Sumatera Utara : lulus tahun 1997


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Originalitas Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Landasan Teori ... 12

2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial ... 12

2.1.2 Pembentukan Tanggung Jawab Sosial ... 17

2.1.3 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 18

2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial ... 25

2.2. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33

2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33

2.2.2 Tujuan Pengungkapan ... 36

2.2.3 Luas Pengungkapan ... 36

2.2.4 Jenis pengungkapan ... 38

2.3. Pelaporan Tanggung Jawab ... 40

2.4. Elemen-elemen Pengungkapan ... 42

2.5. Investasi ... 46

2.5.1 Pengertian Investasi ... 46

2.5.2 Tujuan Investasi ... 46

2.5.3 Risiko dalam Investasi ... 47

2.5.4 Sikap Investor Terhadap Risiko ... 48


(13)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 54

3.1. Kerangka Konsep ... 54

3.2. Hipotesis Penelitian ... 58

BAB IV METODE PENELITIAN ... 59

4.1. Jenis Penelitian ... 59

4.2. Lokasi Penelitian ... 59

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 59

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 61

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 62

4.6. Metode Analisis Data ... 67

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

5.1. Hasil Penelitian ... 72

5.1.1. Statistik Deskriptif ... 72

5.1.2. Uji Normalitas Data ... 73

5.1.3. Pengujian Asumsi Klasik ... 75

5.1.3.1. Pengujian Multikolinearitas ... 75

5.1.3.2. Uji Autokorelasi ... 76

5.1.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 76

5.2. Pembahasan ... 77

5.2.1. Uji t statistik/uji parsial ... 77

5.2.2. Uji F statistik/uji simultan ... 79

5.2.3. Koefisien Determinasi ... 79

5.2.4. Pembahasan Penelitian ... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

6.1. Kesimpulan ... 85

6.2. Keterbatasan ... 86

6.3. Saran ... 86


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 53

4.1 Daftar Nama Sampel Perusahaan Manufaktur ... 61

4.2 Definisi Operasional ... 67

5.1 Statistik deskriptif penelitian ... 72

5.2 Uji Normalitas ... 74

5.3 Uji Multikolinearitas ... 75

5.4 Uji Autokorelasi ... 76

5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 77

5.6 Uji t Statistik ... 78

5.7 Uji F Statistik ... 79


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 56 5.1. Uji Normalitas ... 74 5.2 Uji Scatter plot ... 77


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Data Sampel Penelitian ... 92

2. Data Penelitian ... 93

3. Checklist Pengungkapan CSR ... 98


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda

Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.

Kata Kunci : Pengungkapan CSR, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, umur perusahaan, reaksi investor.


(18)

ABSTRACT

The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.

This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.

The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.

Keyword: Corporate Social Responsibility, companies size, profitability, leverage, Board of Directors size, companies age, investor reaction.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dekade terakhir ini pertumbuhan kesadaran publik terhadap peran perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan yang dianggap telah memberi kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi di lain sisi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah sosial yang dapat mempengaruhi lingkungan hidup. Pada saat ini banyak industri yang menggunakan bahan-bahan kimia yang menyebabkan punahnya keanekaragaman hayati, kerusakan hutan tropis, pencemaran air, udara, serta merusak lapisan ozon, yang semua masalah ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar sehingga masyarakat bereaksi untuk menuntut perusahaan memberikan rasa keadilan terhadap lingkungan sekitar; seperti kasus yang terjadi di Indonesia PT. Indo Rayon Utama yang berlokasi di Toba Samosir, kegiatan operasinya ditutup sementara akibat limbah bubur kertas yang menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba (Halim, 1999) dan penduduk sekitar perusahaan tersebut, dan begitu pula pada kasus Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo Jawa Timur. Selain masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam yang sering mendapat perhatian dari masyarakat adalah masalah lingkungan kerja seperti demonstrasi dan mogok kerja para buruh yang banyak terjadi di Indonesia, hal ini


(20)

akbat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang di terapkan perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan (Utomo, 2000).

Masalah-masalah sosial inilah yang sedang dihadapi Indonesia dan negara-negara lainnya terutama negara-negara yang sedang berkembang. Masalah pencemaran lingkungan ini sangat erat kaitannya dengan perusahaan-perusahaan industri yang sebagian besar menghasilkan limbah. Perusahaan dituntut dalam memanfaatkan dan mengolah sumber daya yang ada sehingga sedapat mungkin meminimalkan beban sosial seperti apabila terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah perusahaan, maka perusahaan berkewajiban bertanggung jawab dari dampak tersebut. Masalah penting lainnya adalah seberapa jauh perusahaan dapat bertanggung jawab terhadap masalah sosial ekonomi secara keseluruhan dan bagaimana perlakuan keuangan yang tepat untuk menggambarkan transaksi antar perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut. Sehingga masalah masalah tersebut perlu di tangani dan dipcahkan oleh semua pihak terutama oleh pihak perusahaan. Oleh sebab itu dunia bisnis tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab lingkungannya (Satriawan dan Djasuli, 2001).

Tujuan sebuah organisasi atau perusahaan pada umumnya adalah mencari laba (profit oriented), tetapi seiring dengan perkembangan zaman, tujuan tersebut mengalami pergeseran. Adanya tuntutan dari masyarakat pengguna hasil produksi perusahaan mengubah orientasi tujuannya, bukan lagi hanya mendapatkan laba tetapi bagaimana masyarakat memberikan pengakuan terhadap eksistensi perusahaan. England (1970) dalam Hasibuan (2001) menyebutkan delapan sasaran yang dianggap


(21)

penting oleh pimpinan organisasi di Amerika. Sasaran tersebut adalah ; (1) efisiensi organisasi, (2) produktivitas tinggi, (3) memaksimalkan keuntungan, (4) pertumbuhan organisasi, (5) kepemimpinan organisasi dalam sektornya, (6) stabilitas organisasi, (7) kesejahteraan karyawan dan (8) kesejahteraan sosial di lingkungan organisasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002) yang menyebutkan bahwa bidang-bidang pokok dimana suatu organisasi harus menentukan sasarannya yaitu : (1) perusahaan, (2) profitabilitas, (3) pembaharuan, (4) kedudukan pasar, (5) produktifitas, (6) sumber-sumber keuangan dan fisik, (7) prestasi dan pengembangan manajer, (8) prestasi dan sikap pekerja, dan (9) tanggung jawab sosial. Lebih lanjut diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002), tanggung jawab sosial dibagi menjadi dua yaitu :

1. Tanggung jawab eksternal dalam hal hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan konsumen, pencemaran, pengemasan, hubungan dengan investasi dan hubungan dengan pemegang saham sedangkan ;

2. Tanggung jawab internal dalam hal kondisi kerja, struktur organisasi dan gaya manajemen, komunikasi, hubungan perburuhan dan pendidikan serta pelatihan.

Pertumbuhan kesadaran tanggung jawab sosial perusahaan mengakibatkan adanya kritik terhadap penggunaan laba sebagai satu-satunya alat ukur kinerja perusahaan serta tekanan dari berbagai pihak khususnya stakeholder terhadap sektor swasta untuk menerima tanggung jawab terhadap dampak pengaruh aktivitas bisnis dalam masyarakat. Badan usaha sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai


(22)

pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas, sehingga suatu badan usaha tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga masyarakat luas.

Laporan keuangan tahunan merupakan media potensial bagi perusahaan untuk mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari berbagai transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Ruang lingkup informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya memberikan informasi keuangan konvensional yang sempit dan terbatas pada angka-angka akuntansi tetapi juga laporan keuangan harus dapat mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan dengan cara menampilkan pertanggungjawaban sosialnya, yang nanti mampu menampilkan performance perusahaan secara lengkap. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure ) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure ).

Adapun salah satu jenis informasi pengungkapan sukarela adalah pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang disclosure adalah keputusan BAPEPAM NO. Kep-38/PM/1996 (Hadi dan Sabeni, 2002). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran masyarakat dan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak hanya tertuju pada laba tetapi juga ditentukan oleh kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar (Yuliani, 2003). Aspek pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang wajar dan logis sebagai konsekuensi kontrak sosial antara perusahaan dan masyarakat.


(23)

Pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan akan memberikan nilai tersendiri bagi perusahaan yang go public. Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (Value Added Statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Tujuan laporan keuangan adalah untuk melaporkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang mempengaruhi komunitas yang mana dapat ditentukan dan dijelaskan atau diukur dan penting bagi perusahaan dalam lingkungan sosialnya (Belkoui, 2003). Dari pernyataan diatas, menunjukkan manifestasi akan adanya kepedulian laporan keuangan terhadap masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggungjawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim dapat dikurangi.


(24)

Berbagai dampak dari keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat telah menyadarkan masyarakat di dunia bahwa sumber daya alam adalah terbatas dan oleh karenanya pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan konsekuensi bahwa perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu menggunakan sumber daya dengan efisien dan memastikan bahwa sumber daya tersebut tidak habis, sehingga tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa datang. Dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling tidak perusahaan perlu berupaya melaksanakan konsep tersebut.

Kesadaran stakeholder akan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh perusahaan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan praktik- praktik atau kegiatan CSR yang dilakukan. Semakin kuatnya tekanan stakeholder dalam hal pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005). Dengan lahirnya akuntansi sosial,

produk akuntansi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan kinerja sosial perusahaan dan memberikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan bagi stekeholders.

Dalam lingkup wilayah Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial, akibatnya


(25)

yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya. Secara implisit Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004) paragraf 9 menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan engenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.

Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Krapik (1989); Cowen, (1987); Hackston dan Milne (1996); Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006) yang meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Diantara


(26)

faktor-faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris.

Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan kecil. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983), Davey (1982) dan Ng (1985). Sebaliknya penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et. al., (1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et. al., (2001), Hasibuan (2001), Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006).

Faktor lain yang diduga mempengaruhi pengungkapan CSR adalah profitabilitas. Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menurut Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Penelitian yang dilakukan oleh Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978) dalam Hackston dan Milne (1996) mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Sedangkan penelitian yang dilakukan Hackston dan Milne (1996) dan Belkaoui dan Karpik


(27)

(1989) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki

perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott (2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi.

Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah dewan komisaris. Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR. Sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan CSR. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Arifin (2002) dan Sembiring (2005) yang menunjukan hasil bahwa proporsi dewan komisaris independen mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela.

Marwata (2003) mengemukakan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR yang bersifat sukarela, alasan yang mendasari adalah bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mempublikasikan laporan keuangan. Perusahaan yang memiliki pengalaman


(28)

lebih banyak akan lebih mengetahui kebutuhan konstitusi akan informasi bagi perusahaan.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri manufaktur di Bursa

Efek Indonesia periode 2004 – 2008 berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap reaksi investor?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri

manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 secara simultan dan secara parsial terhadap reaksi investor

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: untuk memperkuat penelitian sebelumnya berkenaan faktor apakah yang mempengaruhi pengungkapan CSR perusahaan dan bagaimana pengaruh secara parsial dan simultan pengungkapan CSR terhadap reaksi investor.


(29)

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Hasibuan (2001) berjudul Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosures) Dalam Laporan Tahunan Emitmen Di Bursa Efek Jakarta Dan Bursa

Efek Surabaya.

Replikasi penelitian ini dilakukan peneliti akibat peneliti melihat adanya gap yang terdapat pada penelitian Hasibuan (2001) dimana pengungkapan CSR adalah salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan image perusahaan di mata publik dan investor, jadi sangatlah bagus agar tujuan pengungkapan CSR lebih mendekati sasarannya dengan membuat reaksi investor sebagai variabel terikat pada penelitian ini.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hasibuan (2001) adalah:

1. Tahun penelitian, Hasibuan menggunakan data tahun 2000, penelitian ini menggunakan data tahun 2004 – 2008.

2. Penelitian Hasibuan hanya melihat faktor faktor yang mempengaruhi CSR, sedangkan penelitian ini memilih faktor yang mempengaruhi CSR dan melihat pengaruh CSR terhadap reaksi investor.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial

Undang-undang no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang telah disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2007. Beberapa perubahan dan pembaharuan telah dilakukan dan salah satunya adalah ketentuan baru menyangkut pasal 74 yaitu tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility). Pasal 74 tersebut terdiri dari 4 ayat sebagai berikut :

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur


(31)

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang diakomodasikan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas (UPT) adalah merupakan langkah maju bagi Indonesia, karena hal ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah pada masyarakat luas. Menurut The World Bussines Council for Sustainable Development (WBCSD). CSR adalah keterpanggilan dunia bisnis untuk bertindak dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bersamaan dengan meningkatkan kualitas hidup para karyawan beserta keluarganya, sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas setempat dan masyarakat luas. Estes (2001), mendefinisikan akuntansi sosial sebagai pengukuran dan pelaporan internal, atau eksternal dari informasi tentang pengaruh suatu entitas (perusahaan) dan aktivitas aktivitasnya terhadap masyarakat.

Sedangkan Harahap (2003) Menggunakan istilah Socio-Economics Accounting, yaitu merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba

mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan

diupayakan sebagai informasi yang dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan peran lembaga, baik perusahaan atau yang lain demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Tidak ada cetak biru tentang Corporate Social Responsibility, namun ada beberapa hal umum yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan yakni :


(32)

1. Board of Director mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan Corporate Social Responsibility.

2. UU setempat dan peraturan pepajakan juga mendukung Corporate Social Responsibility. Serta pendapat dari stakeholders harus dipertimbangkan dalam

lingkungan internal maupun eksternal.

3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan dilaporkan ke publik. Terdapat standar yang tinggi untuk pelatihan pekerja yang ditujukan dalam meningkatkan kewaspadaan tanggung jawab perusahaan.

Ada beberapa teori yang sering digunakan peneliti menurut Gray, et., al (1996) dalam Yuliani (2003) untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan sosial yaitu : 1. Teori Agensi, 2. Teori Stakeholders, 3. Teori Legitimasi dan 4. Teori Ekonomi Politik.

1. Agency Theory (Teori Agensi)

Teori ini menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal dan pada umumnya prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian principal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Teori ini menjelaskan agen (manajemen) bekerja untuk stakeholder, dan salah satu pekerjaan mereka adalah memberikan informasi yang terkait dengan usaha yang dijalankan.


(33)

2. Stakeholders Theory (Teori Stakeholders)

Stakeholder merupakan pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Organisasi memiliki banyak stakeholder seperti karyawan, masyarakat, negara, supplier, pasar modal, pesaing, badan industri, pemerintah asing dan lain-lain. Hal pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa ia adalah sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya yang mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis.

Teori stakeholder berhubungan langsung dengan model akuntabilitas. Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu ditentukan oleh hubungan antara stakeholder dan organisasi. Robert (1992) menyatakan bahwa pengungkapan sosial perusahaan merupakan sarana yang penting bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan stakeholdernya.

3. Legitimasi Theory (Teori Legitimasi)

Teori Legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan jika masyarakat merasa bahwa organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Teori legitimasi dalam bentuk umum memberikan pandangan yang penting terhadap praktek pengungkapan sosial perusahaan. Kecenderungan umum perusahan melakukan pengungkapan sosial


(34)

perusahaan hanya menekankan pada poin positif dari organisasi dibandingkan dengan elemen yang negatif, hal ini merupakan bagian dari legitimasi organisasi. Berdasarkan Lindblom (1994) dalam Deegan (2003:253) legitimacy adalah :

”... a condition or status which exits when an entity’s value system is congruent with

the value system of the larger social system of which the entity is a part. When a

disparity, actual or potential, exits between the two value systems, there is threat to

the entity’s legitimacy”.

Berarti adanya sosial contract dalam teori legitimasi antara perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan. Teori legitimasi harus menekankan bahwa perusahaan harus memunculkan informasi ke permukaan dengan mempertimbangkan hak-hak publik secara meluas tidak hanya bagi investor saja.

4. Political Economy Theory (Teori Ekonomi Politik)

Ada dua pandangan teori ekonomi politik yaitu pandangan klasik (biasanya sebagian besar berhubungan dengan Karl Max) dan pandangan Bourgeois (biasanya sebagian besar berhubungan dengan John Stuart Mill dan ahli ekonomi pada masa berikutnya) perbedaan penting antara keduanya terletak pada tingkat analisis pemecahan yaitu konflik struktural dalam masyarakat. Ekonomi politik klasik meletakan konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara pada analisis pokok. Sedangkan ekonomi politik Bourgeois cenderung menganggap hal-hal tersebut merupakan suatu yang tersedia (given) dan oleh karena itu, hal-hal tersebut tidak dimasukkan dalam analisis. Hasilnya, ekonom politik Bourgeois cenderung


(35)

memperhatikan interaksi antar kelompok dalam suatu dunia pluralistik misalnya, negosiasi antara perusahaan dan kelompok penekan masalah lingkungan, atau dengan pihak yang berwenang.

Ekonomi politik Bourgeois bisa digunakan dengan baik untuk menjelaskan tentang praktek pengungkapan sosial. Sedangkan ekonomi politik klasik hanya sedikit menjelaskan praktek pengungkapan sosial perusahaan, mempertahankan bahwa pengungkapan sosial perusahaan dihasilkan secara sukarela. Teori ekonomi politik klasik memiliki pengetahuan tentang aturan pengungkapan wajib, dalam hal ini biasanya negara telah memilih untuk menentukan beberapa pembatasan terhadap organisasi. Ekonom politik klasik akan menginterpretasikan hal ini sebagai bukti bahwa negara bertindak ”seakan-akan” atas kepentingan kelompok yang tidak diuntungkan misalnya, orang yang tidak mampu, ras minoritas untuk menjaga legitimasi sistem kapitalis secara keseluruhan.

2.1.2 Pembentukan Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial merupakan suatu konsep yang lebih luas berkenaan dengan dampak dari aktivitas-aktivitas bisnis secara keseluruhan terhadap masyarakat. Dari pengertian tersebut terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab :

1. Pendekatan Moral. Kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak lain secara sengaja.


(36)

2. Pendekatan Kepentingan Bersama Bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab.

3. Pendekatan Manfaat. Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Bradshaw dalam Harahap (2003) mengemukakan tiga pembentukan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu :

1. Corporate Philanthrophy. Disini tanggung jawab perusahaan itu berada sebatas kedermawanan atau kerelaan belum sampai pada tanggung jawabnya. Bentuk tanggung jawab ini bisa merupakan kegiatan amal, sumbangan, atau kegiatan lain yang mungkin saja tidak langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

2. Corporate Responsibility. Disini kegiatan pertanggungjawaban itu sudah merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan dikarenakan ketentuan undang-undang atau bagian dari kemauan atau ketersediaan perusahaan.

3. Corporate Policy. Disini tanggung jawab sosial perusahaan itu merupakan bagian dari kebijakan perusahaan.

2.1.3. Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Tanaya (2005) dalam Nurmansyah (2007) terdapat sedikitnya tujuh manfaat Corporate Social Responsibility, yaitu :


(37)

1. Daya Saing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap daya saing perusahaan dapat dilihat dari lima

elemen :

a. Memperkuat Reputasi dan Merek. Globalisasi mengakibatkan lingkungan bisnis menjadi semakin sensitif terhadap kinerja perusahaan dalam hal sosial, etika, dan lingkungan. Kesehatan pelanggan menjadi hal penting dalam ekonomi global. Dalam abad informasi, reputasi dan kesetiaan terhadap merek adalah hal sentral dalam berbisnis dan merupakan asset yang penting. Reputasi perusahaan di depan stakeholders dapat menjadi hal yang lebih bernilai daripada merek, karena reputasi lebih sulit untuk dibangun serta memakan waktu. Oleh karena itu reputasi perusahaan lebih tahan lama dan pesaing tidak dapat dengan mudah meniru hal tersebut.

b. Operasional yang Lebih Efisien. Efisiensi dicapai melalui efisiensi penggunaan energi dan sumber daya alam, mengurangi limbah, dan menjual material daur ulang. Manfaat lainnya adalah sumber daya manusia yang lebih baik akibat pengurangan ketidakhadiran. Dilain pihak, karyawan yang setia dapat menghemat dana perusahaan melalui peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya-biaya perekrutan dan pelatihan.

c. Meningkatkan Kinerja Keuangan. Masyarakat bisnis dan investor telah sejak lama memperdebatkan apakah ada korelasi positif antara praktek bisnis yang bertanggung jawab dan kinerja keuangan yang lebih baik. Walaupun mustahil


(38)

untuk memberi jawaban terhadap dilema ini, berbagai survei dan penelitian akademis telah membuktikan korelasi positif.

d. Meningkatkan Penjualan dan Kesetiaan Konsumen Sejumlah survei dan penelitian telah menyimpulkan adanya pasar yang membesar dan tumbuh bagi produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial.

e. Meningkatkan Kemampuan untuk Menarik dan Mempertahankan Pekerja Berkualitas Dalam kondisi dimana mobilitas pekerja meningkat, maka menarik dan mempertahankan pekerja yang berkomitmen dan terlatih adalah hal yang vital dalam keberhasilan bisnis.

2. Menciptakan Peluang Bisnis Komunikasi dua arah dengan stakeholder yang terbuka dan produktif tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan tetapi juga membuka peluang-peluang usaha baru. Komunikasi yang produktif dengan stakeholder akan memudahkan pengembangan lebih lanjut dari kekuatan inovatif

dan kreatif.

3. Menarik dan Mempertahankan Investor dan Mitra Bisnis yang Berkualitas. Banyak Negara yang berusaha untuk menarik investasi asing dengan menawarkan buruh murah. Meskipun terjadi penghematan biaya (melalui buruh anak, kaum miskin dan buruh harian) namun penghematan tersebut dapat menjadi sangat beresiko dan merusak reputasi karena justru dapat menyebabkan biaya yang tinggi. Melakukan bisnis dengan rekan yang tidak bertanggung jawab sosial maupun lingkungan dapat menimbulkan resiko bagi perusahaan. Maka sekarang


(39)

ini perusahaan kelas dunia telah mulai membantu pemasok mereka untuk mengadaptasi praktek Corporate Social Responsibility dan mengurangi resiko terhadap perusahaan.

4. Kerjasama dengan Komunitas Lokal Dalam kondisi pasar yang menjadi semakin dinamis, keberhasilan perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi kebutuhan atau budaya komunitas dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kerjasama dengan komunitas lokal akan membantu perusahaan dalam menyesuaikan produk dan jasa dengan pasar lokal serta mempermudah pengunaan pemberdayaan tenaga ahli setempat, jalur distribusi, dan fasilitas produksi.

5. Menghindari Krisis Akibat Mala Praktek CSR. Mengacuhkan CSR dapat berakibat pada produk, perusahaan itu sendiri maupun seluruh industri yang bersangkutan. Sebuah temuan penelitian dari Bussiness and Society (1999) dalam Nurmansyah (2007) menunjukkan bahwa tindakan yang secara sosial tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan efek negatif pada profitabilitas perusahaan.

6. Dukungan Pemerintah. Banyak pemerintahan yang menyediakan insentif keuangan terhadap inisiatif keuangan CSR yang baik, termasuk didalamnya adalah inovasi yang ramah lingkungan. Perusahaan yang menunjukkan bahwa mereka terlihat dalam praktek-praktek yang memenuhi bahkan melebihi tuntutan regulasi, mengalami inspeksi yang lebih sedikit dan pengawasan yang lebih bebas baik oleh pemerintah nasional maupun lokal.


(40)

7. Membangun Modal Politik. Modal politik adalah hubungan baik dengan pemerintah dan tokoh politik, mempengaruhi peraturan, menata ulang institusi publik dimana perusahaan bergantung dengan meningkatkan citra publik perusahaan.

Menurut Rogovsky (2000) dalam Wibisono (2007) menunjukkan bahwa manfaat dari tanggung jawab perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi individu karyawan

a. Mendapatkan pembelajaran mengenai metode alternatif dalam berbisnis. b. Menghadapi tantangan pengembangan dan berprestasi dalam lingkungan baru. c. Mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan yang terbaru. d. Memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberikan

kontribusi bagi komunitas lokal.

e. Mendapatkan persepsi baru dalam berbisnis. 2. Manfaat bagi penerima program

a. Mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki organisasi atau tidak memiliki dana untuk pengadaannya.

b. Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang segar dan kreatif dalam memecahkan masalah.

c. Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis.


(41)

3. Manfaat bagi perusahaan

a. Memperkaya kemampuan karyawan yang telah menyelesaikan tugas bersama komunitas.

b. Peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas. c. Meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal.

d. Meningkatkan citra dan profil perusahaan karena para karyawan menjadi duta besar bagi perusahaan.

Menurut Goni (2008), terdapat enam program pilihan bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa dieksekusi oleh perusahaan adalah :

1. Cause promotions dalam bentuk memberikan kontrbusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah sosial tertentu.

2. Cause-realted marketing dalam bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.

3. Corporate social marketing adalah perusahaan membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif.


(42)

4. Corporate philantrophy adalah inisiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal atau lebih sering dalam bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.

5. Community volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat setempat.

6. Social responsible bussines practices adalah sebuah inisiatif dimana

perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan.

Secara garis besar manfaat CSR adalah :

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan 2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial

3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan

4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan 5. Membuka peluang pasar yang lebih besar

6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dengan pembuangan limbah 7. Memperbaiki hubungan dengan Stakeholders

8. Memperbailki hubungan dengan Regulator

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan 10.Peluang mendapatkan penghargaan


(43)

Uraian tersebut menunjukkan bahwa manfaat CSR yang dibangun berdasarkan visi tanggung jawab sosial perusahaan itu memang bisa dipetik oleh kedua-belah pihak. Hal ini sejalan dengan prinsip kemasyarakatan bersama yang dikembangkan melalui berbagai program kegiatan Corporate Social Responsibility.

2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial

Pengklasifikasian dalam tanggung jawab sosial adalah membantu memformulasikan Risk Empiris, dalam menganalisis literatur yang telah ada dan mengembangkan model-model pengajaran, Dauman dan Hargreaves seperti yang disajikan Januarti dan Apriyanti (2006) membagi areal tanggung jawab perusahaan dalam tiga level, yaitu :

1. Basic Responsibility. Tanggung jawab yang muncul karena keberadaan perusahaan seperti memenuhi standar kerja, mematuhi hukum, kewajiban dalam membayar pajak serta memuaskan para pemegang saham.

2. Organizational Responsibility. Tanggung jawab ini menunjukkan perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholders seperti : konsumen, karyawan, pemegang saham dan masyarakat sekitar.

3. Social Responsibility . Tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.


(44)

Carrol (1994) dalam Poerwanto (2007) telah mengembangkan satu model Carrol. Model Carrol menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu :

1. Tanggung Jawab Ekonomi (Economic Responsibility). Institusi adalah diatas semuanya, karena bisnis adalah unit ekonomi dasar masyarakat. Pandangan ini mengatakan bahwa perusahaan harus dioperasikan dengan dasar laba, dengan misi tunggalnya yaitu meningkatnya keuntungan selama berada dalam batas-batas peraturan pemerintah. Sehingga keuntungan ekonomi harus didasarkan pada tanggung jawab sosial perusahaan yang berasaskan etika sebagai titik sentral perusahaan.

2. Tanggung Jawab Legal (Legal Responsibility). Merupakan kegiatan bisnis yang diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku yang berlandaskan legalitas maupun nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat secara bertanggung jawab.

3. Tanggung Jawab Etika (Ethical Responsibility). Adalah kebijakan dan keputusan perusahaan yang didasarkan kepada keadilan bebas dan tidak memihak serta menghormati hak-hak individu, dan dapat memberikan perlakuan yang berbeda terkait dengan tujuan perusahaan.

4. Tanggung Jawab Sukarela (Voluntary Responsibility). Merupakan kebijakan perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan dalam kegiatan sosial, yaitu :


(45)

a. Model Klasik. Pada abad 19 pendapat ini berkembang bahwa model ini bertitik tolak pada konsep persaingan sempurna, dimana perilaku ekonomi terpisah dan berbeda dengan bentuk dan jenis perilaku yang lain. Tujuan perusahaan hanya untuk mencari keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan semata-mata untuk memenuhi permintaan pasar, dan yang akan diberikan kepada para pemilik modal.

b. Model Manajemen. Pendapat ini muncul sekitar tahun 1930, setelah muncul tantangan baru dari perusahaan yang mempunyai sifat-sifat berbeda dengan keadaan sebelumnya yang diwarnai oleh pemikiran model klasik. Manajer sebagai orang yang dipercayakan oleh pemilik modal dalam menjalankan perusahaan bukan saja untuk pemilik modal, tetapi juga bagi mereka yang terlibat secara langsung dengan siklus hidup perusahaan, seperti pelanggan, karyawan, pemasok dan pihak lain yang berkaitan dengan perusahaan yang tidak semata-mata didasarkan atas adanya hubungan kontrak perjanjian (Frank X, Suttin dkk. 1956 dalam Harahap, 2007)

c. Model Lingkungan Sosial Pada model ini perusahaan ditekan untuk menyakini bahwa kekuasaan ekonomi dan politik yang dimiliki perusahaan mempunyai hubungan dengan kepentingan dari lingkungan sosial dan tidak hanya dari pasar yang sesuai dengan model klasik. Dalam hal ini perusahaan dapat berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah sosial yang ada di lingkungan sekitarnya seperti polusi, pengganguran,


(46)

sistem pendidikan yang jauh dari standar, perumahan kumuh, transportasi yang tidak tertib, keamanan, dan sebagainya. Untuk itu dalam memilih proyek yang akan dibangun, selain memperhatikan persentase laba yang akan didapat serta juga dapat memperhatikan keuntungan maupun kerugian yang akan diderita oleh masyarakat.

Belkaoui dalam Harahap (2007), menyajikan pengelompokan sikap perusahaan terhadap etika dan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut :

1. Tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada usaha untuk mencari laba secara maksimal. Jika perusahaan dapat mengumpulkan laba yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan efek sosial, berarti perusahaan sudah memenuhi panggilan tugasnya sebagai badan usaha, sejalan dengan model klasik.

2. Disamping tujuan mencari keuntungan, perusahaan juga harus memperhatikan pihak-pihak tertentu dengan siapa perusahaan bekerjasama. Contohnya dengan perbaikan kesejahteraan karyawan, manajemen, dan menjalin hubungan baik dengan kelompok masyarakat tertentu.

3. Perusahaan melepaskan diri dari tujuan hanya untuk mencari laba dengan memperluas tanggung jawab manajemen. Ide tanggung jawab sosial ini dimaksudkan perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban utamanya. Perusahaan juga harus mempunyai perhatian terhadap kebijakan politik dalam mensejahterakan karyawan, dan hal lain yang terkait. Oleh karena itu perusahaan


(47)

harus berperilaku sebagaimana seorang warga Negara yang baik dengan memperhatikan etika sosialnya.

4. Tanggung jawab sosial perusahaan mencakupi hal yang bersifat ekonomi dan non ekonomi. Dalam kategori ini dikenal tiga pusat lingkaran (Jacobi,2002) yaitu : a. Lingkaran Dalam : mencakup tanggung jawab dasar dalam pelaksanaan fungsi

dengan efisien, seperti fungsi produksi, pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. b. Lingkaran Tengah : mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi

ekonomisnya dengan penuh kesadaran akan perubahan nilai dan prioritas yang berlaku dalam masyarakat, seperti konservasi lingkungan, perbaikan kualitas hidup, hubungan dengan karyawan dan lingkungan perusahaan.

c. Lingkaran Luar : mencakup tanggung jawab yang baru muncul dan masih berkembang, dimana perusahaan harus secara luas terlibat aktif dalam memperbaiki lingkungan sosial.

5. Tanggung jawab sosial diperluas melewati batas tanggung jawab dan mencakupi keterlibatan total terhadap tugas-tugas sosial. Preakash Sethi, merumuskan bentuk ini dalam tiga dimensi :

a. Social Obligation : merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap permintaan pasar sesuai dengan ketentuan umum.

b. Social Responsibility : menggerakkan perusahaan dan segala tindakannya sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat yang berlaku.

c. Social Responsiveness : merupakan respon perusahaan untuk menjawab isu yang akan timbul dimasa yang akan datang.


(48)

Berikut ini adalah beberapa contoh keterlibatan sosial yang biasa diungkapkan (Harahap 2007) :

a. Lingkungan Hidup

- Pengelolaan sampah dan air limbah

- Perbaikan pengerusakan alam, konvervasi alam

- Pengurangan suara bising

- Pengawasan terhadap efek polusi

- Penggunaan tanah

- Kerjasama dengan pemerintah dan universitas

b. Energi

- Penghematan energi

- Konservasi energi yang dilakukan

c. Sumber Daya Manusia dan Pendidikan

- Pendanaan sekolah

- Riset dan pengembangan


(49)

- Keamanan dan kesehatan karyawan

- Pengangkatan karir karyawan

d. Praktek Bisnis yang Jujur

- Selalu mengontrol kualitas produk

- Memperbaiki hak karyawan

- Jujur dalam periklanan

- Jaminan garansi

e. Masyarakat Lingkungan

- Perbaikan sarana pengangkutan

- Bantuan dana

- Memanfaatkan tenaga ahli perusahaan dalam mengatasi masalah sosial

lingkungannya

- Tidak campur tangan dalam mengatasi masalah sosial lingkungannya

- Rumah ibadah


(50)

- Membantu lembaga seni dan budaya

- Merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olahraga

- Penggunaan seni dan budaya dalam periklanan

g. Hubungan dengan Pemegang Saham

- Pengungkapan keterelibatan perusahaan dalam kegiatan sosial

- Peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan

h. Hubungan dengan Pemerintah

- Membantu proyek dan kebijakan pemerintah

- Meningkatkan produktivitas sistem informal

- Pengembangan inovasi manajemen

- Menaati peraturan pemerintah

- Membatasi kegiatan lobbying

Selain contoh keterlibatan sosial diatas masih banyak contoh-contoh lain yang dapat dikemukakan sesuai dengan keadaan, baik yang dialami masyarakat sekitar


(51)

maupun potensi yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi hal yang perlu ditekankan adalah bahwa kegiatan ini menyangkut keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial. Sedangkan contoh lain dari lingkup keterlibatan sosial yang diungkapkan oleh Wibisono (2007) yaitu :

a. Bidang Sosial

- Kesejahteraan sosial

- Pendidikan atau pelatihan

- Kesehatan

- Keagamaan dan kebudayaan

b. Bidang Ekonomi

- Pembukaan lapangan pekerjaan

- Agribisnis

- Pembinaan usaha kecil menengah

- Sarana dan prasarana ekonomi

c. Bidang lingkungan

- Pengendalian polusi


(52)

- Penggunaan energi secara efisien

- Pengelolaan air

- Pelestarian alam

2.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut juga sebagai social disclosure (pengungkapan sosial). Pengungkapan (Disclosure) yaitu sebagai

penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien (Hendriksen, 1998 dalam Hasibuan, 2001). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut Corporate Social Responsibility (Hackston dan Milne, 1998) merupakan proses pengkomunikasian

dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi secara khusus terhadap kelompok yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Perwanto (2007) mengatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengakuan bahwa kegiatan bisnis mempunyai dampak pada masyarakat dan dampak tersebut


(53)

menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Chairi dan Hozali (2005), pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut.

Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et. al ., (1996) dalam Putra (2009) menyebutkan terdapat tiga studi, yaitu :

1. Decision usefulness studies. Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori ini menemukan bukti informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan. Para analisis, banker dan pihak lain yang dilibatkan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi akntansi tradisional yang telah dikenal selama ini, namum aktivitas sosial perusahaan pada posisi moderately important.

2. Economic theory studies. Studi ini menggunakan agency theory yang menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal. Agency relationship (hubungan keagenan) muncul apabila satu atau lebih individu yang

bekerja dengan individu lainnya atau organisasi lainnya. Lazimnya principal diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Principal akan menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan kepada agen. Namun, pengertian principal tersebut meluas menjadi seluruh


(54)

interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan

berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.

3. Social and political theory studies. Studi ini menggunakan teori stakeholders, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori ini menjelaskan hubungan antara organisasi dengan masyarakat, termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Perusahaan membuat pengungkapan informasi aktivitas sosial dan lingkungan bukan hanya untuk kepentingan ekonominya tetapi karena mereka ditekan supaya menjelaskan tanggungjawab sosial dan lingkungannya baik oleh karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat umum maupun oleh kelompok aktivitas sosial (LSM). Pengungkapan seperti itu dipandang sebagai media manajemen untuk bernegosiasi atau memanipulasi stakeholders, karena tanpa dukungannnya perusahaan tidak akan mampu bertahan. Pengungkapan ini juga dipandang sebagai usaha mencari legitimasi organisasi dari pengaruh opini publik dan dalam proses kebijakan publik.

Kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tergantung kepada standar yang diberlakukan di negara maju dengan regulasi yang lebih ketat, relatif tinggi, jika dibandingkan dengan perusahaan di negara berkembang (Hendriksen dan Breda, 1993 dalam Putra, 2009). Kualitas pengungkapan mempunyai bentuk seperti keluasan pengungkapan. Menurut Imhoff (1992) dalam Putra (2009), kualitas tampak sebagai atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi.

Meskipun kualitas akuntansi masih memiliki makna ganda, banyak penelitian yang menggunakan index of disclosure methodology mengemukakan bahwa kualitas


(55)

pengungkapan dapat diukur dengan menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan tahunan. Dengan kata lain Imhoff menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan pengungkapan.

2.2.2 Tujuan Pengungkapan

Menurut Riahi dan Belkaoui (2002) terdapat enam tujuan pengungkapan yaitu : 1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang

relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan.

2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut.

3. Untuk menyediakan informasi bagi investor dan kreditur dalam menentukan resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan tidak diakui.

4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan dalam membandingkan antar perusahaan dan antar tahun. 5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar dimasa

yang akan datang.

6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.

2.2.3 Luas Pengungkapan

Menurut Hendriksen (1997) dalam Hasibuan 2001 ada tiga konsep luas pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu :


(56)

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup). Konsep pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor. Konsep ini yang sering digunakan para pelaku keuangan.

2. Fair disclosure (pengungkapan wajar). Pengungkapan wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak bagi pembaca potensial.

3. Full disclosure (pengungkapan penuh). Pengungkapan ini memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah, sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik (Ainun dan Fuad:2001). Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan secara relevan tetapi sebagian pihak menganggap bahwa pengungkapan ini menyajikan informasi yang berlebihan sehingga kurang layak digunakan. Terlalu banyak informasi yang akan membahayakan, karena penyajian secara rinci dan tidak penting justru akan membiaskan informasi yang ada sehingga sulit untuk ditafsirkan (Hendriksen 1999 dalam Hasibuan 2001). Dampak negatif lainnya adalah kompetisi yang dinamis dalam produk. Healy dan Pelepu (1993) dalam Putra (2009) mengemukakan tersebarnya informasi penting strategi bisnis dan rencana perusahaan merugikan posisi kompetitif perusahaan sendiri.


(57)

2.2.4 Jenis Pengungkapan

Menurut Darrough (1998) dalam Ainun dan Fuad (2003) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan standar, yaitu : 1. Mandated disclosure (Pengungkapan wajib). Merupakan pengungkapan

minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan apabila perusahaan tidak mau mengungkapkan informasinya secara sukarela. Menurut Chahiri dan Ghozali (2005), ada beberapa alasan mengapa perusahaan menolak meningkatkan peningkatan laporan keuangan kecuali terdapat tekanan dari pemerintah dan pihak terkait, antara lain : a. Pengungkapan akan memberikan manfaat bagi pesaing dan merugikan

pemegang saham.

b. Serikat kerja akan mendapat manfaat dari adanya pengungkapan sebagai dasar tawar menawar upah karyawan.

c. Banyak diyakini bahwa investor tidak dapat memahami kebijakan laporan keuangan dan prosedur pengungkapan penuh hanya akan menyesatkan.

d. Informasi keuangan dapat diperoleh dari sumber lain dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan apabila harus disediakan oleh perusahaan secara langsung.

e. Kurangnya pengetahuan yang cukup. Akibat dari kegagalan pasar inilah yang menjadi pembenaran adanya intervensi pemerintah untuk memaksa perusahaan melakukan pengungkapan yang cukup.


(58)

2. Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Menurut Wild et. Al (2005) mengemukakan bahwa pengungkapan sukarela manajer merupakan informasi yang semakin penting. Katalisator penting bagi pengungkapan sukarela adalah Safe Harbor Rules. Aturan ini memberikan proteksi hukum atas kesalahan

manajer yang tidak sengaja dalam memberikan pengungkapan sukarela.

Menurut Wild et. al terdapat beberapa informasi yang mendasari pengungkapan sukarela :

1. Tuntutan hukum. Manajer perusahaan diwajibkan mengungkapkan berita penting terutama yang sifatnya merugikan untuk mengurangi tuntutan investor.

2. Adanya penyesuaian prediksi. Manajer memiliki insentif untuk melaporkan informasi saat mereka percaya bahwa prediksi pasar sangat berbeda dengan prediksi mereka.

3. Memberikan sinyal (tanda). Manajer akan dianggap akan mengungkapkan berita baik untuk meningkatkan harga saham perusahaan mereka.

4. Keinginan untuk mengubah prediksi pasar atas kinerja perusahaan sehingga mereka dapat secara teratur mengalahkan atau melebihi prediksi pasar.

Alasan-alasan perusahaan dalam mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela menurut Henderson dan Person (2000), yaitu :

1. Internal Decision Making. Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Data harus tersedia agar biaya dan pengungkapannya dapat


(59)

dibandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Meskipun hal ini sulit untuk diidentifikasi dan diukur namun analisis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

2. Product Differentiation. Manajemen sebagai pihak internal perusahaan

mempunyai pengetahuan dan informasi dasar yang lebih komprehensif dibanding dengan pihak eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan rangkuman dari banyaknya transaksi sehingga dapat menyembunyikan informasi penting yang dapat mempengaruhi keputusan pemegang saham dan pihak lainnya. Manajer dari perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial memiliki intensif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat.

3. Enlightened Self Interest. Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga

keselarasan sosial dengan para stakeholders yang terdiri dari pemegang saham, kreditur, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah serta masyarakat, karena mereka semua dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham.

2.3 Pelaporan Tanggung Jawab

Menurut Fredman (Henny dan Murtanto, 2002) terdapat tiga pendekatan pelaporan kinerja sosial, diantaranya adalah :

1. Social Auditing. Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi,

sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari berbagai operasi perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat


(60)

suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu analisis sosial akan mencoba mengestimasi dan mengukur dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas kinerja perusahaan.

2. Social Report. Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial

telah diajukan oleh para akademis dan praktisi. Beberapa pendekatan yang dapat dipaki perusahaan dalam melaporkan aktivitas pertangungjawaban sosial perusahaan. Dilley dan Weygant (1996) dalam Putra (2009) mengelompokkan empat pendekatan tersebut, yaitu :

a. Inventory Approach. Perusahaan mengkomplikasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semuya aktivitas sosial perusahaan baik sisi positif dan sisi negatif. Keterbatasan pendekatan ini adalah terdapat kesulitan membuat daftar yang sesuai dengan batasan realistis karena hampir semua aktivitas perusahaan dapat diinterpretasikan sebagai aktivitas yang relevan serta sulitnya membandingkan pertanggungjwaban sosial antar perusahaan karena tidak ada standar untuk mengukur pertangungjawaban tersebut.. Walaupun pendekatan iuni mempunyai keterbatasan tetapi pendekatan ini sering digunakan oleh perusahaan.

b. Cost Approach. Perusahaan membuat daftar aktivitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut. Biaya dan aktivitas tersebut berhubungan dengan periode pelaporan yang dibebankan dalam pengeluaran pada periode berikutnya.


(61)

c. Management Approach. Program dimana perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian para pemakai laporan keuangan dengan mudah untuk menilai tingkat keberhasilan akitivitas sosial perusahaan sehingga tujuan yang telah ditetapkan perusahaan dapat tercapai. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan yaitu manfaat sosial yang diperoleh dari pencapaian tujuan tersebut.

d. Cost Benefit Approach. Pengungkapan aktivitas perusahaan terhadap dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Pendekatan ini mempunyai kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat.

2.4 Elemen-elemen Pengungkapan

Standar dalam pelaporan keuangan publik mengharuskan manajemen untuk memberikan pengungkapan informatif yang memadai atas hal yang material dalam laporan keuangan diantaranya bentuk, susunan, dan isi dari laporan keuangan serta catatan atas laporan keuangan yang meliputi istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan unsur dalam laporan keuangan dan dasar-dasar yang digunakan untuk mengahasilkan jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan.

Pengungkapan informatif harus disajikan secara memadai. Dalam hal ini memadai berarti tidak berlebihan namun juga tidak kurang sehingga tidak


(62)

menyesatkan bagi pembacanya. Menurut Belkoui (2002) elemen-elemen yang diungkapkan dalam laporan keuangan adalah :

1. Data Keuangan dan Non Keuangan

a. Laporan keuangan dan ungkapan-ungkapan yang terkait.

b. Data operasi dan pengukuran kinerja yang digunakan oleh manajemen untuk mengelola perusahaan.

2. Analisa Manajemen Mengenai Data Keuangan dan Non Keuangan

Terjadinya perubahan dalam data yang berkaitan dengan keuangan, operasi dan kinerja serta identifikasi dan dampak tren pada masa lalu. Menurut APB Opinion No. 20, seperti yang dikutip dari Harahap (2003) terdapat tiga jenis perubahan yaitu ;

a. Perubahan prinsip akuntansi. b. Perubahan taksiran akuntansi. c. Perubahan laporan entitas.

3. Informasi Mengenai Keadaan dimasa Mendatang a. Kesempatan dan resiko, termasuk hasilnya dari tren. b. Rencana manajemen, termasuk faktor-faktor kesuksesan. 4. Informasi Mengenai Manjemen dan Pemegang Saham

Direktur, manajemen serta pihak-pihak yang berkepentingan terkait dengan perusahaan dan transaksi serta hubungan dengan pihak yang terkait.

5. Latar Belakang Perusahaan


(63)

b. Cakupan dan gambaran bisnis dan kepemilikan c. Dampak struktur industri pada perusahaan 6. Metode Pengungkapan (Disclosure)

Pedoman umum yang dipakai untuk memilih dan menentukan metode pengungkapan adalah informasi yang seharusnya disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh seseorang dengan pengetahuan rata-rata relevan (Porwal, 2003).

Hendriksen (1998) dalam Hasibuan (2001) menyatakan tujuh klasifikasi metode pengungkapan yaitu :

1. Bentuk dan susunan formal. Bentuk dan susunan formal mencakup laporan utama yaitu : laporan posisi (position statement); perhitungan laba rugi (income statement); dan laporan arus kas dan laporan perubahan posisi keuangan (fund

statement).

2. Terminologi dan penyajian terperinci. Dalam laporan keuangan harus digunakan istilah-istilah yang jelas dan umum yang digunakan oleh analisis keuangan (standar), serta informasi yang terperinci.

3. Informasi selipan. Informasi yang penting seharusnya disajikan langsung dalam ikhtisiar keuangan, bukan dalam catatan kaki. Apabila nama pos neraca terlalu panjang maka dapat disajikan sebagi catatan dalam tanda kurung, informasi selipan.

4. Catatan kaki. Merupakan sarana penyajian disclosure yang tidak ditempatkan dalam ikhtisiar keuangan itu sendiri. Footnotes tidak boleh digunakan sebagai


(64)

pengganti dari klasifikasi atau deskrpisi yang seharusnya dimasukkan kedalam ikhtisiar keuangan.

5. Ikhtisiar dan pelengkap. Merupakan informasi tambahan atau informasi yang disajikan dalam bentuk agak berbeda dari ikhtisiar keuangan dasar ; suplementary schedules biasanya merupakan perinci dari pos-pos tertentu dalam ikhtisiar

keuangan dasar.

6. Sertifikasi Auditor. Sertifikasi auditor bukan merupakan tempat yang tepat untuk mengungkapkan informasi keuangan yang signifikan mengenai perusahaan namun yang berperan sebagai suatu metode dalam pengungkapan informasi. 7. Surat Direktur Utama. Untuk jenis informasi tertentu dapat disajikan secara

langsung oleh manajemen dalam bentuk surat direktur utama. Informasi tambahan ini mencakup:

a. Kejadian-kejadian non keuangan dan perubahan selama tahun tersebut yang mempengaruhi operasi perusahaan.

b. Harapan dan perkiraan dimasa yang akan datang dari industri yang bersangkutan dan ekonomi serta peran dari perusahaan.

c. Rencana pertumbuhan dan perubahan dalam operasi pada periode saat ini atau berikutnya.

d. Jumlah dan pengaruh yang diharapkan dengan adanya pengeluaran untuk barang-barang modal saat ini dan yang dapat diantisipasi melalui usaha penelitian.


(65)

2.5. Investasi

2.5.1. Pengertian Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut Sunariyah (2000), investasi dalam arti luas terdiri dari 2 bagian utama yaitu investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat berharga atau sekuritas (marketable securities atau financial assets).

Pemilihan aktiva finansial dalam finansial dalam rangka investasi pada seluruh institusi atau perusahaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu investasi langsung (direct investing) dan investasi tidak langsung (indirect investing). Investasi langsung diartikan sebagai suatu pemilikan surat berharga secara langsung dalam suatu perusahaan atau institusi yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gain. Sedangkan investasi tidak langsung terjadi bila surat¬surat berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment company) yang berfungsi sebagai perantara.

2.5.2. Tujuan Investasi

Eduardus (2001) menjelaskan mengapa seseorang melakukan investasi adalah sebagai berikut

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang Iebih layak di masa datang Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf kehidupannya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat


(66)

pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.

2. Mengurangi tekanan inflasi, dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

3. Dorongan untuk menghemat pajak. Bebarapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang tertentu.

2.5.3. Risiko dalam Investasi

Dalam aktivitas investasi di bidang apapun, investor akan dihadapkan kepada dua sisi kemungkinan atas investasi yang dilakukannya. Pertama adalah investasi yang berisiko kecil pada umumnya akan menghasilkan return yang kecil pula, dan investasi yang berisiko besar mempunyai peluang memperoleh return yang besar pula, sehingga yang dapat dilakukan oleh para investor adalah nnemperkirakan berapa return yang diharapkan dari investasi yang dilakukan, seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Menurut Suad (2002) risiko dapat diartikan sebagai: kemungkinan tingkat keuntungan yang diperoleh menyimpang dari tingkat keuntungan yang diharapkan.

Pada setiap saham terdapat dua risiko yang harus diperhatikan. Pertama adalah risiko spesifik saham tersebut yang merefleksikan risiko perusahaan (emiten),


(67)

dan kedua adalah risiko pasar, hal tersebut sebagai mana dikemukakan oleh Bodie, Kane, dan Marcus (2002) yang menyatakan bahwa : "The risk that remains even after extensive diversification is called market risk, risk that is attributable to market wide

risk sources. Such risk is also called systematic risk or non diversifiable risk. In

contrast, the risk that can be eliminated by diversification is called unique risk. Firm

specific risk, nonsystematic risk, or diversifiable risk."

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun dilakukan diversifikasi atas saham-saham yang dipilih dalam suatu portofolio yang paling efisien sekalipun, tidak akan dapat menghasilkan risiko dari investasi tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Bodie, Kane, dan Marcus di atas, risiko tersebut disebut risiko pasar atau systematic risk. Risiko pasar ini adalah risiko yang tidak dapat dihindarkan oleh para investor yang melakukan investasi di pasar modal, termasuk di dalam kerangka risiko ini adalah risiko politik (politic risk) yang terjadi pada suatu negara.

2.5.4. Sikap Investor Terhadap Risiko

Setiap investasi selalu dihadapkan dengan risiko ketidaksesuaian dengan yang diharapkan oleh investor. Perlu untuk mengetahui berbagai preferensi risiko dasar menurut Ridwan dan Inge (2003) adalah sebagai berikut :

1. Perilaku terhadap risiko di mana tidak ada perubahan pengembalian yang diperlukan untuk peningkatan risiko.

2. Menghindari risiko. Perilaku terhadap risiko di mana peningkatan pengembalian akan diperlukan untuk peningkatan risiko


(1)

10.

Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat

(Misalnya ISO 9000).

Keterlibatan Masyarakat

1.

Sumbangan tunai, produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat,

pendidikan dan seni

2.

Tenaga kerja paruh waktu (part-time employment) dari mahasiswa/pelajar

3.

Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat;

4.

Membantu riset medis;

5.

Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran seni

6.

Membiayai program beasiswa

7.

Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat

8.

Mensponsori kampanye nasional;

9.

Mendukung pengembangan industri local

Umum

1.

Pengungkapan tujuan/kebijakan perusahaan secara umum berkaitan dengan

tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.


(2)

3.

Analisis Faktor

KMO a nd Bartlett's Te st

.562 93.197 10 .000 Kaiser-Mey er-Olkin Measure of Sampling

Adequacy.

Approx . Chi-Square df

Sig. Bartlet t's Test of

Sphericity

Anti-im age Matrices

.754 -.136 -.032 -.335 .074

-.136 .753 .333 -.017 -.062

-.032 .333 .778 .085 .063

-.335 -.017 .085 .769 .037

.074 -.062 .063 .037 .972

.551a -.181 -.041 -.439 .087

-.181 .568a .435 -.023 -.072

-.041 .435 .552a .110 .072

-.439 -.023 .110 .571a .043

.087 -.072 .072 .043 .610a

Uk uran Perusahan Profitabilitas Leverage

Uk uran Dewan Komisaris Umur

Uk uran Perusahan Profitabilitas Leverage

Uk uran Dewan Komisaris Umur

Anti-image Covariance

Anti-image Correlat ion

Uk uran

Perusahan Profitabilitas Leverage

Uk uran Dewan

Komis aris Umur

Measures of Sampling Adequac y(MSA) a.


(3)

5. Regresi Model Penelitian

Descriptive Statistics

-.0031014 .01837996 165

28.1417 1.60665 165

.0485 .10339 165

.5914 .42769 165

5.1818 2.14781 165

10.0848 3.76182 165

9.4667 7.50572 165

reaksi inves tor Ukuran Perusahan Profitabilitas Leverage

Ukuran Dewan Komisaris Umur

cs r

Mean Std. Deviation N

Variables Entered/Removedb

cs r, Umur, Profitabilita s , Ukuran Dewan Komis aris, Leverage, Ukuran Perusahana

. Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: reaksi investor b.


(4)

Model Summary

.820a .673 .654 .01832691

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), csr, Umur, Profitabilitas , Ukuran Dewan Komisaris, Leverage, Ukuran Perusahan a.

ANOVAb

.002 6 .000 19.147 .004a

.053 158 .000

.055 164

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), cs r, Umur, Profitabilitas , Ukuran Dewan Komisaris , Leverage, Ukuran Perusahan

a.

Dependent Variable: reaksi investor b.


(5)

Coefficientsa

.025 .028 .876 .004

.025 .001 .107 1.712 .026 .730 1.370

.002 .016 .086 2.263 .030 .751 1.331

.036 .004 .052 2.663 .008 .765 1.307

.010 .001 .100 2.929 .035 .746 1.340

.002 .000 .150 1.918 .042 .969 1.032

.001 .000 .040 2.429 .007 .842 1.188

(Constant) Uk uran Perusahan Profitabilitas Leverage

Uk uran Dewan Komisaris Umur

cs r Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coeffic ients

Beta Standardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: reaksi investor a.

6. Uji Heteroskedastisitas

Coeffi cientsa

.004 .022 .207 .836

7.92E-005 .001 .009 .099 .921

.012 .012 .086 .941 .348

.001 .003 .020 .218 .828

.000 .001 .051 .559 .577

.000 .000 .027 .341 .733

.000 .000 .056 .647 .518

(Const ant) Uk uran Perusahan Profitabilitas Leverage

Uk uran Dewan Komisaris Umur

cs r Model 1

B St d. E rror

Unstandardized Coeffic ient s

Beta St andardiz ed

Coeffic ient s

t Sig.

Dependent Variable: abs a.


(6)

7. Uji Otokorelasi

Coefficientsa

.001 .028 .022 .982

2.03E-006 .001 .000 .002 .998

.000 .016 -.002 -.018 .986

.000 .004 -.002 -.027 .978

-9.0E-005 .001 -.011 -.114 .909

-2.9E-005 .000 -.006 -.075 .941

1.08E-005 .000 .005 .052 .959

.045 .081 .045 .549 .584

(Constant)

Ukuran Perusahan Profitabilitas Leverage

Ukuran Dewan Komisaris Umur

cs r res _2 Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Unstandardized Res idual a.


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014.

0 4 20

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014.

0 3 15

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014.

0 2 8

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesi

0 1 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesi

0 1 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA PERUSAHAAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 0 15

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 0 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA PERUSAHAAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 18

DAFTAR PUSTAKA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010.

0 0 4

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 22