1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang mempunyai sekitar 17.000 pulau kecil dan besar. Dengan panjang total sekitar 87.000 km yang
merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah kanada, wilayah lautan Indonesia lebih luas dua kali luas daratannya. Dengan wilayah pesisir yang begitu
besar, Indonesia seharusnya sudah menjadi negara yang sangat kaya dan makmur karena banyaknya potensi yang ada di kelautan.
1
Wilayah pesisir dan lautan indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik
Sumberdaya yang dapat pulih, seperti ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang dan perikanan maupun Sumberdaya yang tidak dapat pulih, seperti minyak
dan gas bumi serta mineral atau bahan tambang lainnya, dan jasa lingkungan, seperti pariwisata bahari, jasa angkutan dan sebagainya.
Dengan melihat kondisi dan kekayaaan sumber daya laut yang ada di daerah pesisir Indonesia, para nelayan daerah pesisir seharusnya dapat hidup sejahtera dan
berkecukupan. Namun sayangnya, hal ini belum bisa terwujud. Masih banyak nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kehidupan para nelayan masih jauh dari taraf
kesejahteraan.
1
http:arifrachman27.wordpress.com20110512makalah-pemberdayaan_ftn1, diakses pada tanggal 27 november 2012
2 Masalah kemiskinan dan masih jauhnya masyarakat untuk hidup sejahtera ini,
sudah menjadi sejarah panjang pembangunan bangsa Indonesia. Sejak zaman liberal pasca kemerdekaan sampai sekarang ini, bangsa indonesia belum mampu menghapus
masalah-masalah kemiskinan. Menurut Mulyadi 2007, kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan multidimensional, baik dilihat dari aspek
kultural maupun aspek struktural. Ada empat masalah pokok yang menjadi penyebab dari kemiskinan, yaitu kurangnya kesempatan lack of opportunity, rendahnya
kemampuan low of capabilities, kurangnya jaminan low level-security dan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan polotik sehingga menyebabkan kerentanan
vulnerability, keterpurukan voicelessness, dan ketidakberdayaan powerlessness dalam segala bidang.
2
Sebenarnya pada era reformasi ini sangat terbuka lebar untuk mengatasi masalah kemiskinan dibandingkan era-era sebelumnya, karena pada era sekarang ini
pembangunan nasional berbasis otonomi daerah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah provinsikabupatenkota untuk merancang program-program
sesuai kebutuhan masyarakat. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5 bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3
Strategi otonomi daerah yang bersifat bottom-up dinilai lebih baik daripada top-down pada era-era
2
http:ivonneraystikagretha.blogspot.com201301nelayan-sebagai-masyarakat-pesisir.html, diakses tanggal 5 maret 2013
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5
3 sebelumnya. Namun dalam prakteknya, otonomi daerah yang merupakan jalan yang
terbaik untuk mempercepat tujuan pembangunan dalam pengentasan kemiskinan, masih belum efektif dalam pelaksanaannya, sehingga penanganan kemiskinan dan
kesejahtetraan masyarakat tidak berjalan optimal dan kurang efektif sampai saat ini. Walaupun dalam prakteknya, penanganan kemiskinan dan masalah sosial
lainya belum optimal dan belum sesuai harapan, pemerintah daerah harus lebih mengefektifkan program pemberdayaan sebagai upaya mengatasi masalah
kemiskinan dan penurunan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat kita. Dalam hal ini, pemberdayaaan masyarakat menjadi kebutuhan yang nyata bagi masyarakat untuk
mengatasi ancaman kemiskinan. Keberdayaan masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa
dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat dengan keberdayaan yang tinggi adalah masyarakat yang sebagian besar
anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, yang juga menjadi sumber keberdayaan seperti kekeluargaan, kegotongroyongan, dan bagi masyarakat kita
adalah kesatuan. Sedangkan memperdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
4
4
Sumodiningrat, Gunawan. 1997. Pembangunan daerah dan Pemberdayaan masyarakat. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
4 Dengan kata lain, memperdayakan adalah meningkatkan kemampuan dan
meningkatkan kemandirian masyarakat. Upaya pemberdayaaan masyarakat memerlukan kepedulian yang diwujudkan dalam kemitraan dan kebersamaan dari
pihak yang sudah maju kepada pihak yang belum berkembang. Tujuan pemberdayaan masyarakat tertera didalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000-2004 dan Program Pembangunan Daerah BAPPEDA
5
dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi
masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial masyarakat, peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat
untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayan menghadapi sejumlah
masalah politik, sosial, dan ekonomi yang lebih kompleks. Masalah- masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1 Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat,
2 Keterbatasan akses modal, teknologi, dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha,
3 Kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, 4 Kualitas SDM yang rendah sebagai akibat akibat keterbatasan akses pendidikan,
kesehatan, dan pelayanan publik, 5 Degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut, maupun pulau-
pulau kecil, dan
5
UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000- 2004 dan Program Pembangunan Daerah BAPPEDA
5 6 belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama
pembangunan nasional Kusnadi,2006;15-20.
6
Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik
secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat
pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan- perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka
terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang. Masyarakat nelayan memiliki sistem ekonomi, sosial budaya yang berbeda
dengan masyarakat lain. Dilihat dari dimensi ekonomi misalnya, penghasilan yang tidak menentu tiap harinya, biaya produksi mahal, dan dilihat dari dimensi sosial
budaya misalnya sumber daya manusia yang rendah, tetapi masyarakat nelayan memiliki etos kerja yang tinggi dan rasa solidaritas yang tinggi.
Tingginya jumlah masyarakat pesisir yang hidup di garis kemiskinan, hal ini perlu diatasi dengan kebijakan- kebijakan dari pemerintah. Perlu adanya analisis
kebijakan yang optimal dalam pemecahan masalah ini. “Menurut Dunn, analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan
yang menggunakan penalaran dan fakta untuk memperjelas , menaksir dan menunjukkan pemecahan masalah yang diikuti prosedur tertentu agar dapat
menghasilkan pandangan yang rasional mengenai keputusan yang dipilih.”
7
6
Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan Dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Jogjakarta: AR- RUZZ Media.
7
Muhammad, Sahri. 2011. Kebijakan pembangunan Perikanan Dan Kelautan: Pendekatan Sistem. Malang: UB Press.
6 Salah satu kebijakan pemerintah adalah dengan diatasi dengan program-
program intervensi pembangunan, seperti Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP. Pemberdayaan masyarakat nelayan sangat diperlukan,
dan kemandirian masyarakat itu diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam pembangunan kawasan dan pemanfaatan sumberdaya lingkungan. Sehingga
diharapkan, program pemberdayaan bisa mendorong mobilitas masyarakat nelayan untuk berkembang.
Kabupaten Probolingo merupakan wilayah pesisir yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan. Kabupaten Probolinggo adalah salah satu
kabupaten di Jawa Timur, memiliki luas sekitar 1.696,166 km persegi, tepatnya pada 112° 51 - 113° 30 Bujur Timur dan 7° 40 - 8° 10 Lintang Selatan, kabupaten
Probolinggo berada pada ketinggian 0 - 2500 m dpl.
8
Wilayah sebelah utara kabupaten Probolinggo berbatasan langsung dengan perairan Selat madura. Wilayah pesisir di kabupaten Probolinggo, umumnya perairan
lautnya lebih berpotensi digunakan untuk penangkapan hasil laut nelayan daripada digunakan untuk kegiatan pariwisata. Menurut data dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Probolinggo pada tahun 2011 jumlah nelayan di kabupaten probolinggo sebanyak 11.558 nelayan. Dengan rincian sebagai berikut:
8
http:id.wikipedia.orgwikiKabupaten_Probolinggo, diakses tanggal 29 november 2012
7 Jenis nelayan
Jumlah nelayan Nelayan tetap
10. 113 orang Nelayan sambilan
350 orang Nelayan ando
127 orang Nelayan kadang2
968 orang Sumber: data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Probolinggo 2011
Banyak daerah pesisir di kabupaten Probolinggo, salah satunya di desa Gejugan, kecamatan Pajarakan. Desa Gejugan adalah sebuah desa kecil dengan
kepadatan penduduk yang tidak terlalu padat yang ada disebelah barat kecamatan Pajarakan. Desa Gejugan merupakan salah satu desa yang ada di kabupaten
Probolinggo yang berada di pesisir pantai utara, aktifitas penduduk yang ada di desa Gejugan adalah mayoritas nelayan dan merupakan mata pencaharian mereka.
Dilihat dari tradisi masyarakat nelayan, aktivitas mereka sama dengan nelayan pada umumnya, mereka menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut seperti
kepiting, tiram dan sebagainya. Aktivitas kelautan mereka biasanya dilakukan pada malam hari dan pulang ke darat pada pagi hari. Setelah itu mereka langsung menjual
hasil tangkapan. Pekerjaan sehari-hari nelayan pada siang hari biasanya mereka memperbaiki perahu-perahu, mesin perahu, jaring tangkap mereka yang mengalami
kerusakan, dilain pihak ada beberapa nelayan bersama perempuan-perempuan nelayan mengolah hasil tangkapan hasil laut seperti membuat terasi udang, dan
8 mengolah menjadi ikan kering dan sebagainya. Dilihat dari peralatan tangkap yang
digunakan nelayan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih
canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Sama dengan nelayan pesisir di kabupaten Probolinggo pada umumnya nelayan di desa gejugan masih menggunakan
peralatan yang tradisional, perahu yang kecil, kapasitas mesin penggerak perahu yang kecil, ditambah lagi dengan alat tangkap jaring yang sederhana, hal ini berpengaruh
pada hasil tangkapan mereka yang sedikit. Masih banyak masyarakat nelayan di desa Gejugan banyak yang hidup di
bawah garis kemiskinan .
Dari segi ekonomi, masyarakat desa Gejugan nyata sekali bahwa kehidupannya memang sangat rentan dalam hal ekonomi
.
Umumnya hidup di kawasan pesisir pantai desa Gejugan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang tidak
menentu, terutama terjadinya angin, gelombang laut, sehingga aktivitas melaut terganggu dan tidak terjadi sepanjang masa, belum lagi instrument tangkap tradisional
yang kadangkala mengalami kerusakan turut menggangu aktivitas melaut. Kasus ini merupakan masalah bagi masyarakat pesisir di desa Gejugan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Terlebih-lebih ketika mereka semata-mata tergantung pada hasil penangkapan ikan dari laut.
Ketika laut semakin sulit memberikan hasil yang maksimal, maka hal ini merupakan ancaman bagi
keberlangsungan kehidupan ekonomi pada masa-masa selanjutnya. Meskipun dari kegiatan melaut adakalanya memberikan hasil yang melimpah, namun tak jarang pula
bahkan seringkali hasilnya hanya bisa menutupi kebutuhan satu hari saja. Sementara
9 untuk esok harinya diserahkan pada hasil tangkapan yang akan dilakukan, demikian
seterusnya selain itu mereka juga dihadapkan manajemen pengelolaan keuangan, akses permodalan ketika paceklik tiba dan pemasaran hasil produksinya. Dalam
pengelolaan keuangan masyarakat, masyarakat nelayan di Gejugan belum bisa mengolah uang secara baik, ketika hasil panen melimpah mereka cenderung boros
dalam membelanjakan hasil dari nelayan mereka, ketika musim paceklik tiba, mereka kebingungan dalam mencari uang, karena uang yang mereka dapatkan pasca hasil
panen melimpah telah habis untuk keperluan-keperluan yang kurang penting buat mereka.
Di desa Gejugan juga belum terdapat koperasi nelayan, sehingga masyarakat kesulitan dalam proses pengembangan dirinya. Selain itu masyarakat di Gejugan
belum bisa mengolah hasil laut dan belum mengerti tentang diversifikasi usaha, saat ini mereka hanya menjual hasil mentah kepada tengkulak, belum bisa mengolah
menjadi barang yang nilai jualnya lebih tinggi, seperti abon ikan, kerupuk ikan, dan lain-lainya.
Melihat kondisi masyarakat desa Gejugan, perlu adanya kebijakan dari pemerintah kabupaten Probolinggo untuk lebih memperhatikan nasib mereka. Sudah
menjadi keharusan bagi pemerintah Kabupaten Probolinggo untuk mengupayakan solusi, melalui program-program seperti pemberdayaan masyarakat. Dengan
keterbatasan anggaran pembangunan, bagaimana nantinya pemerintah daerah bisa bersinergi dengan masyarakat desa Gejugan dalam melaksanakan program
10 pemberdayaan masyarakat agar nantinya kesejahteraan masyarakat bisa tewujud
nantinya. Dari gambaran kondisi masyarakat desa Gejugan, daerah pesisir di daerah
peneliti melakukan penelitian, maka dalam skripsi mengadakan penelitian dengan
judul Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Daerah Pesisir
Studi di Desa Gejugan, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kebijakan
pemerintah daerah Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Probolinggo untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di daerah pesisir melalui pemberdayaan
masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH