Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

FahrizalZulmiHarahap 100503221

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara”adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari website lembaga pemertintah, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 09 April 2015

NIM 100503221 Fahrizal Zulmi Harahap


(3)

ABSTRAK

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2012

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap petumbuhan Ekonomi di Kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Populasi penelitian ini adalah 33 (tiga puluh tiga) pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel 13 (tiga belas) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Variabel dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai Variabel independen dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel dependen.Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan dan parsial Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bepengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di provinsi sumatera Utara.Dengan demikian bagi pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan terhadap stimulus pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara.

Kata Kunci: Belanja Modal,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi


(4)

ABSTRACT

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2012

This research is aimed to know the influences of Capital Expenditure and Regional Own Revenue to the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Towns.

The population of this research consists of 33 regencies/towns in North Sumatera by involving 13 samples from the year of 2010 up to 2012. This research uses two variables such as Capital Expenditure and Regional Own Revenue used as independent variable where as The Economic Growth used as dependent variable. Hypothetic test is carried out by using multiple linear regressing analysis in which the classical assumption done first before the hypothetical test.

The result of this research has proved that Capital Expenditure and Regional Over Revenue not significant influence the Economic Growth in North Sumatera Regencies Town. Partially and simultancously. Consequently, this research will be hopefully usefull for Town Regency Government in arrange their strategy and policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiency in all policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiently in all of the region of North Sumatera Province.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sejak penulis mencari ide, mengajukan, menyusun hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Belanja Modal dan pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara” yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E, M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting S., S.E., M.A.F.I.S., Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M. selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, S.E., M.Si., Ak. selaku Ketua Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji. Dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Iskandar Muda, S.E, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan arahan Bapak dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Rasdianto, S.E., M.M., Ak. selaku Dosen Pembanding atas segala masukan dan saran yang telah diberikan.

6. Kedua orang tua dan juga adik saya yang sangat saya cintai dan kasihi yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, dan pengorbanan yang begitu besar kepada saya. Sahabat-sahabat saya Vivi, Ade, Denhas, Ganda, Ramian, dan Mauliza yang selalu menyemangati dan membantu serta memberi masukan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 09 April 2015 Penulis,

Fahrizal Zulmi Harahap NIM 100503221


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAGTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 TinjauanTeoritis ... 7

2.1.1 Belanja Modal ... 7

2.1.2 Peranan Belanja Modal dalam desentralisasi fiskal ... 8

2.1.3 Hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.1.4 PendapatanAsli Daerah ... 11

2.1.5 Klasifikasi PendapatanAsli Daerah ... 13

2.1.6 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 15

2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 16

2.1.8 Hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 18

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21

2.3 Kerangka Konseptual ... 25

2.4 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Populasi dan Sampel ... 26

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 28

3.3.1 Jenis Data ... 28

3.3.2 Sumber Data ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5 Batasan Operasional ... 30

3.6 Defenisi Operasional Variabel ... 30

3.6.1 Variabel Independen ... 30


(8)

3.7 Teknik Analisis Data ... 34

3.7.1 UjiAsumsi Klasik ... 34

3.7.1.1 Uji Normalitas... 35

3.7.1.2 Uji Multikolineritas ... 35

3.7.1.3 Uji Autokorelasi ... 36

3.7.1.4 Uji heteroskedetisitas ... 37

3.7.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 38

3.7.3 Uji Hipotesis ... 38

3.7.3.1 Uji R2 3.7.3.2 Uji - f (UjiSignifikansiSimultan) ... 39

(KoefisienDeterminasi) ... 38

3.7.3.3 Uji - t (UjiParsial) ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 41

4.2 Uji Asumsi Klasik ... 44

4.2.1 Uji Normalitas ... 44

4.2.2 Uji Multikolinearitas ... 45

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors) ... 47

4.2.4. Uji Heterosdeskedastisitas ... 49

4.3 Pemilihan Metode Estimasi ... 51

4.3.1 Penentuan Metode Estimasi antara Pooled Least Square danFixed Effect dengan Uji Chow ... 51

4.3.2 Penentuan Metode Estimasi antara Fixed Effect dan Random Effect dengan Uji Hausman ... 52

4.4 Pengujian HipotesIS ... 53

4.4.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 54

4.4.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F) ... 55

4.4.3 Uji Signifikansi Koefisen Regresi Parsial secara Individu (Uji t) ... 58

4.4.3.1 Pengujian Pengaruh Belanja Modal (BM) terhadap Pettumbuhan Ekonomi ... 60

4.4.3.2 Pegujian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 21

2.2 Daftar Sampel Penelitian ... 29

4.1 Statitistik Deskriptif ... 45

4.2 Uji Multikoleniritas dengan Matriks Korelasi ... 50

4.3 Uji Autokorelasi Dengan Uji Breusch-Pagangodfrey ... ... 51

4.4 Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin-Wason ... 52

4.5 Uji Heteroskedastisas dengan Uji White ... 54

4.6 Hasil Uji Chow ... 55

4.7 Hasil dari uji Hausman ... 56

4.8 Nilai-Nilai Statistik dari Koefisien Determinasi, UjiF, Uji t ... ... 57

4.9 Perhitungan Nilai Kritis F dengan Microsoft Excel ... 60


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 25 4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera ... 49


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Daftar Sampel ... 66

2 Data Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010-2012 ... 66

3 Data Belanja Modal dan PAD Tahun 2010-2012 . 67 4 Statistik Deskriptif ... 67

5 Hasil Uji Normalitas ... 68

6 Hasil Uji Multikoleniairitas ... 68

7 Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson ... 68

8 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Pagan-Godfrey ... 69

9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 69

10 Penentuan Metode Estimasi Uji Chow ... 70

11 Penentuan Metode Estimasi Uji Hausmann ... 70

12 Nilai-Nilai Statistik Koefisien Determinasi, Uji F, Dan Uji t ... 71


(12)

ABSTRAK

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2012

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap petumbuhan Ekonomi di Kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Populasi penelitian ini adalah 33 (tiga puluh tiga) pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel 13 (tiga belas) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Variabel dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai Variabel independen dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel dependen.Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan dan parsial Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bepengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di provinsi sumatera Utara.Dengan demikian bagi pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan terhadap stimulus pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara.

Kata Kunci: Belanja Modal,Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi


(13)

ABSTRACT

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2012

This research is aimed to know the influences of Capital Expenditure and Regional Own Revenue to the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Towns.

The population of this research consists of 33 regencies/towns in North Sumatera by involving 13 samples from the year of 2010 up to 2012. This research uses two variables such as Capital Expenditure and Regional Own Revenue used as independent variable where as The Economic Growth used as dependent variable. Hypothetic test is carried out by using multiple linear regressing analysis in which the classical assumption done first before the hypothetical test.

The result of this research has proved that Capital Expenditure and Regional Over Revenue not significant influence the Economic Growth in North Sumatera Regencies Town. Partially and simultancously. Consequently, this research will be hopefully usefull for Town Regency Government in arrange their strategy and policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiency in all policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiently in all of the region of North Sumatera Province.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004.Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintah daerah memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif.Berdasarkan fungsinya, Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim & Abdullah, 2006).Secara implisit, peraturan perundang-undangan merupakan perjanjian antara eksekutif, legislatif, dan publik.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Di Indonesia, anggaran daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan jasa pada tahun anggaran yang harus dianggarakan dalam APBD (Kawedar dkk,2008). Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 dalam Warsito Kawedar, dkk (2008), APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


(15)

Menurut UU No. 32 tahun 2004 proses penyusunan anggaran melibatkan pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) dan pihak legislatif (DPRD), dimana kedua pihak tersebut melalui panitia anggaran. Eksekutif berperan sebagai pelaksana operasionalisasi daerah yang berkewajiban membuat rancangan APBD. Sedangkan legislatif bertugas mensahkan rancangan APBD dalam proses ratifikasi anggaran.

Proses penyusunan APBD dimulai dengan kedua belah pihak yaitu antara eksekutif dengan legislatif membuat kesepakatan tentang kebijakan umum APBD yang menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pihak eksekutif bertugas membuat rancangan APBD yang sesuai kebijakan tersebut, kemudian pihak legislatif menetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda) sebelumnya dirapatkan.Dalam teori keagenan, peraturan daerah menjadi alat legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang dijalankan oleh pihak eksekutif.

Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik.Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah.Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi.Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007).


(16)

Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal.Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi.Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi.Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Wong, 2004 dalam Adi, 2006).

Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006).Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik.Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan anggaran belanja seharusnya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk pembangunan.Penerimaan pemerintah daerah seharusnya dialokasikan untuk program-program layanan publik.Kedua pendapat tersebut menyatakan bahwa pengalokasian anggaran belanja modal untuk kepentingan publik sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap


(17)

pangalokasian belanja modal, seperti pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.

Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pertumbuhan ekonomi mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Pembangunan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produktivitas dan pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan kesejahteraan. Kenyataan yang terjadi dalam Pemerintah Daerah saat ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan peningkatan belanja modal, hal tersebut dapat dilihat dari kecilnya jumlah belanja modal yang dianggarkan dengan total anggaran belanja daerah.

Dalam pengelolaan anggaran, asas kemandirian dijadikan dasar Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan penerimaan dari daerahnya sendiri yaitu sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah (Kawedar, 2008).Dengan adanya peningkatan PAD diharapkan dapat


(18)

meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga pemerintah memberikan kualitas pelayanan publik yang baik.

Dengan diberlakukannya sistem desentralisasi fiskal pendapatan asli daerah (PAD) di Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun 2010sebesar Rp 3.808,93 miliar ke tahun 2012sebesar Rp 6.727,26 miliar, kenaikan ini menunjukkan Pemkab/Pemko di Sumatera Utara mampu menggali potensi pendapatan di daerahnya masing masing walaupun ada juga di beberapa kabupaten/kota yang belum mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya.

Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) tentunya akan merangsang pemerintah daerah meningkatkat layanan ke publik sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat seiring meningkatnya pendapatan per kapita.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti menuangkan penelitiannya dalam bentuk skripsi dengan judul: Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakahbelanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)berpengaruh secara simultanterhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?


(19)

2. Apakahbelanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)berpengaruh secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Belanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi secara simultandi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh belanja modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi secara parsialdi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti, tetapi juga bagi pemerintah daerah dan bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

1. Bagi peneliti sebagai bahan masukan mengenai pengaruh belanja modal dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah.

2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.


(20)

3. Bagi pihak lain, dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian sejenis selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

Menurut Halim (2004a:73), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam penegalokasiannya. Perolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang.

2.1.1 Belanja Modal

Belanja modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada


(21)

gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita.

2.1.2 Peranan Belanja Modal dalam Desentralisasi Fiskal

Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung dengan upaya pemda meningkatkan kualitas layanan publik. Ekploitasi PAD yang berlebihan justru akan semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002). Tidak efektifnya berbagai perda baru (terkait dengan retribusi dan pajak) selama tahun 2001 bisa jadi menunjukkan tidak adanya relasi positif antara berbagai pungutan baru itu dengan kesungguhan pemda dalam meningkatkan mutu layanan publik (Lewis, 2003).Wurzel (1999) menegaskan meskipun mempunyai kewenangan untuk menarik pajak dan retribusi (charge), kewenangan ini perlu dipertimbangkan untung-ruginya (cost and benefit), misal dalam


(22)

penentuan tarif layanan publik.Keengganan masyarakat untuk membayar pajak ataupun retribusi bisa jadi disebabkan kualitas layanan publik yang memprihatinkan.Akibatnya produk yang seharusnya bisa dijual justru direspon negatif (Mardiasmo, 2002).

Berbagai belanja yang dialokasi pemerintah, hendaknya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.Untuk itu, untuk kepentingan jangka pendek, pungutan yang bersifatretribusi lebih relevan dibanding pajak.Alasan yang mendasari, pungutan ini berhubungan secara langsung dengan masyarakat.

Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik tidak mengalami peningkatan (Mardiasmo 2002). Dari 803 perda penerimaan daerah, 90,3% merupakan retribusi (Lewis, 2003). Namun, banyaknya perda ini tidak memberikan tambahan pendapatan daerah yang signifikan.Hal ini menunjukkan indikasi adanya tingkat layanan publik yang masih rendah.

Pergeseran komposisi belanja ini, juga digunakan untuk pembangunan fasilitas modal yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi.Penelitian yang dilakukan Wong (2004) menunjukkan pembangunan sektor industri tertentu (dalam hal ini sektor jasa dan retail) memberikan kontribusi positif terhadap kenaikan pajak.(Lin dan Liu, 2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka


(23)

menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan ini pada gilirannya mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional, sekaligus menjadi alat untuk mengurangi disparitas regional (Madjidi, 1997).

2.1.3 Hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan peningkatan PDB/PDBR.Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002).

Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pandapatan masyarakat.


(24)

besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaratn daerah mi akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh (Adi, 2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifltas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita.

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kekurang mampuan daerah dalam mengelola sumber daya perekonomiannya terutama sumber-sumber pendapatan daerah.

Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Menurut Halim dan Nasir (2006:44), "Pendapatan Asli


(25)

Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri :

1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah dilarang:


(26)

menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan

b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan import/ekspor.

2.1.5 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Abdul Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :

a. Pajak Daerah

Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/ kota terdiri dari :

1) Pajak hotel 2) Pajak restoran 3) Pajak hiburan 4) Pajak reklame

5) Pajak penerangan jalan

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C 7) Pajak Parkir

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.


(27)

c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.

3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda.Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :

1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro.

3) Pendapatan bunga.

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.


(28)

uang asing.

7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak.

9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum.

13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.6 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan PertumbuhanEkonomi

Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah.Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002).Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004).

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD


(29)

secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006).

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalanii pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri.Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh.


(30)

Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pembangun-an ekonomi. Menurut Todaro (1998) dalam kepustakaan pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II terdapat lima pendekatan utama dalam aliran pemikiran tentang teori-teori pembangunan, yaitu model pertumbuhan bertahap linier, model pembangunan struktural, model ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model pertumbuhan endogen.

Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan, penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar. Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada perbedaan secara ideologis.


(31)

adalah model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari hal- hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan teknologi yang bersifat independen.

Kelemahan yang terdapat pada teori neo klasik adalah bahwa pengaruh teknologi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi, mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan endogen.Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neo klasik, model pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.

Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi :

� =PDRB1−PDRB0

PDRB0 x 100% G = Laju pertumbuhan ekonomi.


(32)

PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun sebelumnya.

2.1.8 Arti Pertumbuhan Daerah Bagi Kemandirian Daerah

Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah menciptakan kemandirian daerah.Dalam perspektif ini, pemerintah daerah (pemda) diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat dari

1.

tahun ke tahun harus semakin dibatasi. Oates (1995) memberikan alasan yang cukup rasional mengapa pemda harus mengurangi ketergantungan ini :

2.

Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga otonomi relatif bersifat kompromis, terlebih bila dana transfer merupakan sumber dominan penerimaan lokal.

Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreativitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien Pendapatan Asli Daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal. Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan) pemerintah daerah (Sidik, 2002; Bappenas 2003). Data menunjukkan bahwa kontribusi PAD meningkat dari 6,59 % pada tahun 2001 menjadi 7,33 % pada tahun 2002 (Badan Pusat Statistik, 2004), dengan sumber utama penerimaan


(33)

dari pajak daerah dan retribusi. Namun demikian, kontribusi PAD ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan transfer pusat (DAU dan DAK) yang mencapai 79,14 %.

Peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi (Saragih, 2003).Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD.Dari perspektif ini seharusnya pemda lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dari pada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait dengan pajak ataupun retribusi.

Lewis (2003) menemukan terjadi kenaikan penerimaan yang cukup signifikan terkait dengan penerimaan pemda, yaitu sebesar 56 % untuk pemerintah propinsi dan 103 % untuk pemerintah kabupaten dan kota. Dari kenaikan tersebut, PAD memberikan kontribusi pada masing-masing pemda sebesar 76 % dan 46 %.Gambaran ini menunjukkan belum optimalnya pemda (khususnya Kabupaten dan Kota) dalam menggali potensi lokal yang dimiliki.

Sektor-sektor industri khususnya jasa, perlu dioptimalisasi. Pajak dan retribusi (sebagai komponen terbesar PAD) sangat terkait dengan kegiatan sektor industri .Pajak dan retribusi sebenarnya merupakan ekses nilai tambah dari lebih optimalnya sektor industri ini (Kadjatmiko dan Mahidalam Sidik, 2002). Dengan kata lain pertumbuhan domestik dari sektor ini dapat digunakan untuk


(34)

mengestimasi besarnya PAD (pajak dan restribusi) yang akan diterima. Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB. Analisis elastisitas PAD terhadap PD RB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada pemerintah propinsi menunjukkan ada 12 propinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai elastisitas ≥ 1 (lebih dari satu). Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan PAD. Sedangkan propinsi yang lain perubahan PDRB-nya tidak cukup mempengaruhi perubahan PAD. Patut diduga adanya kenaikan nilai tambah PD RB lebih banyak keluar dari daerah tersebut

Dalam era desentralisasi fiskal hal semacam ini wajar terjadi, mengingat adanya kompetisi antar pemerintah dalam memfasilitasi berbagai sektor guna memacu pertumbuhan ekonomi lokal.Sebagai contoh adalah dibukanya peluang berinvestasi dengan berbagai kemudahan. Tingginya aktivitas investasi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat (Lin dan Liu, 2000; Saragih, 2003; Bappenas, 2003).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya (Hanum, 2004) meneliti diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Nanggroe Aceh Darussalam menemukan bahwa pengeluaran pemerintah pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan


(35)

terhadap pertumbuhan ekonomi di Propi nsi NAD.

Rahmansyah (2004) yang menganalisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan menggunakan sample pada beberapa Propinsi di Indonesia menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh positif dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi di 11 Propinsi. Metode yang digunakan Ordinary Least Square (OLS) dan General Least Square( GLS). Data yang digunakan adalah data time series selama kurun waktu tahun 1975-2001. Variabel independen pada penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah berupa pengeluaran pembangunan.

Adi (2006) yang meneliti hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), data yang digunakan adalah real isasi APBD pemerintah kabupaten dan kota sejawa-bali tahun 1998 — 2003. Metode yang digunakan analisis deskriptif dan analilisis jalur.Hasil penelitian adalah pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD dan Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.

Simanjuntak (2007) meneliti Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu, metode yang digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu.Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positip dan signifikan


(36)

terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Labuhan Batu.Saragih (2006) menganalisis poengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten Simalungun selama periode 1986-2005.Metode yang digunakan analisis OLS.Variabel dependen yang digunakan PDRB berdasarkan harga berlaku sedangkan variable independen yaitu PAD, DBH, dan DAU.Kesimpulan yang diperoleh bahwa PAD berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.

Dengan demikian penelitian terdahulu dapat dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu

No

Nama

Peneliti Judul

Penelitian

Variabel Yang

Digunakan Hasil Penelitian

1 Hanum 2004 Analisis Faktor Faktor Mempengaruh Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam

- Pengeluaran Pemerintah - Pertumbuhan

Ekonomi

Bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki tanda koefisien regresi yang positip dan berdasarkan uji-t, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD.

2 Rahman syah 2004

Analisa Pengaruh Pengeluaran

- Pengeluaran Pembangunan - Pengeluaran

Bahwa pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran


(37)

Pemerintah Daerah Terhadap Propinsi-Propinsi di Indonesia. Rutin

- Pertumbuhan Ekonomi

pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh

positif dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi di 11 Propinsi dengan tingkat signifikan yang berbeda-beda.

3 Priyo Hari Adi 2006 Hubungan Antara Ekonomi Daerah Belanja Pembangunand an Pendapatan Asli Daerah

- Pertumbuhan Ekonomi - Belanja

Pembangunan - Pendapatan

Asli Daerah (PAD)

- Bahwa pertumbuhan Ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan

terhadap peningkatan PAD.

Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.

4 Daslan Simanjunt ak (2007) Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu

- PAD dan

DAU

- Pertumbuhan Enonomi

-

- PAD dan DAU

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu.

- Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi tahun berjalan di Kabupaten

Labuhan Batu. 5 Jan Waner

Saragih (2006) Analisis Pengaruh Keuangan Derah Terhadap

- Pendapatan Asli Daerah (PAD)

- Dana Bagi

- Bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum


(38)

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Simalungun

Hasil (DBH) -Dana

Alokasi Umum (DAU) - Pertumbuhan

Ekonomi Daerah

mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun pada tingkat kepercayaan 99%.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Belanja Modal

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pertumbuhan Ekonomi H1

H2


(39)

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono 2004:51). Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1:Belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

H2: PendapatanAsli Daerah (PAD)berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

H3: Belanja modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD), berpengaruh secaraterhadap pertumbuhan ekonom


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis pengaruh variabel Belanja Modal dan PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif kausal.Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal, Menurut Sugiyono (2007:30) penelitian asosiatif kausal adalah “penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi)”.

3.2 Populasi Dan Sampel

Menurut Sugiyono (2007 : 55) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, 2011, dan 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs kemenkeu atau BPS, Kabupaten/Kota yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah sebanyak 33 Kabupaten/Kota.

Menurut Sekaran (2006 : 123) “sampel adalah subkelompok atau sebagian dari populasi”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2004:78) purposive samplingyaitu


(41)

“teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Beberapa pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah mempublikasikan laporan APBDdi situs Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuang

2. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah mempublikasikan laporan APBD periode 2010-2012.

3. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang dalam laporan APBDnya telah memakai format Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Berdasarkan kriteria tersebut, dari populasi 33 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, terdapat13 Kabupaten/kota yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun daftar sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2Daftar Sampel Penelitian

No. Nama Kab/Kota Kriteria Sampel

1 2 3

1 Kota Binjai √ - √

2 Kota Gunung Sitoli √ - √

3 Kota Medan √ - √

4 Kota Padangsidempuan √ √ √ 1

5 Kota Pematangsiantar √ - √

6 Kota Sibolga √ √ √ 2

7 Kota Tanjung Balai √ √ √ 3

8 Kota Tebing Tinggi √ - √

9 Kab. Asahan √ √ √ 4

10 Kab. Batubara √ - √

11 Kab. Dairi √ √ √ 5

12 Kab. Deli Serdang √ √ √ 6

13 Kab. Humbang Hasundutan √ √ √ 7

14 Kab. Karo √ - √

15 Kab. Labuhanbatu √ - √


(42)

17 Kab. labuhanbatu Utara √ - √

18 Kab. Langkat √ √ √ 8

19 Kab. Madina √ √ √ 9

20 Kab. Nias √ - √

21 Kab. Nias Barat √ - √

22 Kab. Nias Selatan √ - √

23 Kab. Nias Utara - - -

24 Kab.Padang Lawas √ - √

25 Kab. Padang Lawas Utara √ - √

26 Kab. Pakpak Barat √ - √

27 Kab. Samosir √ √ √ 10

28 Kab. Serdang Berdagai √ - √

29 Kab. Simalungun √ √ √ 11

30 Kab. Tapanuli Selatan √ √ √ 12

31 Kab. Tapanuli Tengah √ - √

32 Kab. Tapanuli Utara √ √ √ 13

33 Kab. Toba Samosir

Sumber: Data yang diolah penulis

3.3 Jenis Dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala secara numerik (Kuncoro, 2003 : 124). Data penelitian ini merupakan pooling data. Menurut Jogiyanto (2004:54) panel data atau pooling data adalah “gabungan dari data yang melibatkan satu waktu tertentu (cross sectional) dan data yang melibatkan urutan waktu (time series)”. Data yang digunakan adalah laporan APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utarapada tahun 2010, 2011, dan 2012.


(43)

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sugiyono (2007:193), sumber sekunder adalah “sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”. Data sekundernya adalah Laporan APBD Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Utara yang dipublikasikan di Direktorat Perimbangan Keuangan Daerah Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang diperoleh dari situs resminya yaitu www.bps.go.id periode data tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu: 1. Studi pustaka

Mengumpulkan data dan teori yang relevan terhadap permasalahan yang akan diteliti dengan melakukan studi pustaka terhadap literatur dan bahan pustaka lainnya seperti jurnal, buku, dan penelitian terdahulu.

2. Studi dokumenter

Pengumpulan data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan masing- masing perusahaan. Data yang digunakan dicari secara simultan dengan cara mendapatkannya dari luar kantor Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Data diperoleh dari media internet dengan cara men-download melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang diperoleh dari situs resminya


(44)

ya yaitu www.bps.go.id/sumut untuk memperoleh data mengenai laporan APBD Kabupaten/Kota yang telah dipublikasikan dan untuk memperoleh data mengenai indeks pertumbuhan ekonomi.

3.5 Batasan Operasional

Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis melakukan beberapa batasan konsep terhadap penelitian ini, yaitu diantaranya:

1.Penelitian ini dibatasi hanya selama 3 tahun yaitu dari tahun 2010 – 2012. 2. Penelitian dilakukan hanya terbatas pada laporan APBD Kabupaten/Kota yang

ada di Provinsi Sumatera Utara yang sudah terpublikasi.

3. Penelitian ini meneliti variabel-variabel antara lain: Belanja Modal, Pendapatan Asli daerah (PAD), dan Pertumbuhan Ekonomi.

3.6 Defenisi Operasional Variabel 3.6.1 Variabel Independen

Variabel independen menurut Sugiyono (2007 : 3) adalah “variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat)”. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal dan Pendapatan Asli Daerah.

1. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi


(45)

batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Skala pengukurannya adalah skala rasio.

2. Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 79 undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa sesuatu yang diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karenakewenangan (otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber pendapatan daerah terdiri dari:

a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu: 1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

b. Dana Perimbangan c. Pinjaman Daerah


(46)

Dalam pasal 79 mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan daerah, kepala daerah Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, diharapkan kepada kepala daerah Kabupaten/Kota di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah tidak terus menerus selalu menggantungkan dana (anggaran) dari pusat melalui pembangian dana perimbangan. Dalam administrasi keuangan daerah PAD adalah pendapatan daerah yang diurus dan diusahakan sendiri oleh daerah yang dimaksud sebagai sumber PAD guna pembangunan. Berdasarkan ketentuan maka PAD dapat disimpulkan sebagai:

a. PAD merupakan sumber pendekatan daerah dengan mengelola dan memanfaatkan potensial daerahnya.

b. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD dapat berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

3.6.2 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (Umar, 2003:50).Peetumbuhan ekonomi (Y) merupakan peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian


(47)

akanmenghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifatkuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda.Kedua-duanya memang menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan kata lain,


(48)

dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423).

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah Statistik desktiptif – komparatif, yaitu suatu teknik analisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya dari nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih kemudian membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dan yang lainnya dilanjutkan dengan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2007).

Data dianalisis dengan menggunakan bantuan software Eviews.Analisis statistik dilakukan antara lain dengan menggunakan alat analisis. Adapun alat analisis yang digunakan adalah :

3.7.1 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisisordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis


(49)

regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional

3.7.1.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalamsebuah model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Modal regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal.

1. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dapatdilakukan dengan cara menghitung koefisien Jarque-bera (J-B), apabila J-B hitung < nilai χ2 (Chi-Square) tabel,maka nilai residual terdistribusi normal.

3.7.1.2 Uji Multikolinearitas

Pada dasarnya multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variable bebas. Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi diantara variabel bebas, dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas.Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar variabel bebas = 0.


(50)

1. Multikolinearitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan auxiliary regressions untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Kriterianya adalah jika R2 regresi persamaan utama lebih besar dari R regresi auxiliary maka di dalam model tidak terdapat multikolinearitas. Langkah pertama yang digunakan dalam melihat ada tidaknya multikolinieritas dalam suatu model adalah dengan mengkorelasi koefisien antara variabel parsial, jika terdapat koefisien yang lebih rendah maka dalam model terdapat gejala multikolineritas sehingga tahap berikutnya dibutuhkan regresi auxiliary, yakni dengan menjadikan salah satu variabel independen sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini regresi variabel dilakukan dengan bantuan program EViews 7.0.

3.7.1.3 Uji Autokorelasi

Autokolerasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkolerasi dengan variabel pada periode lain, dengankata lain gangguan tidak random. Faktor-faktor yang menyebabkan autokolerasi antara lain kesalahan dalam menentukan model, penggunaan lag pada model, memasukkan variabel yang saling terkait. Akibat adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan varian minimum, sehingga tidak efesien (Gujarati, 2003).


(51)

Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey (BG Test). Pengujian ini dilakukan dengan meregresi variabel penganggu uii dengan menggunakan model autoregressive dengan orde sebagai berikut :

Ut = ρ1 Ut - 1 + ρ 2 Ut - 2 + … ρ ρ Ut- ρ + Et..

Dengan H0 adalah ρ1 = ρ2 … ρ, ρ = 0, dimana koefisien autoregressive secara keseluruhan sama dengan nol, menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada setiap orde. Secara manual, apabila χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan Obs*R-squared, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model dapat ditolak. Nilai χ2 tabel diperoleh hasil degree of freedom (df) atau hasil dari (n-k).

3.7.1.4 Uji Heteroskedetisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2001). Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Cara untuk mendeteksinya dilakukan dengan Uji White. Secara manual uji inidilakukan dengan melakukan regresi residual (μt2) dengan variable bebas kuadrat dan perkalian bebas, didapatkan nilai R2 untuk menghitung X2,Dimana X2 = n*R2


(52)

Pengujiananya adalah jika : X2-statisti < X2-tabel, maka model dikatakanterbebas dari gejala heteroskedastisitas atau dengan cara melihat Probalitas > Alpha

(α), berarti model tersebut bebas heteroskedatisitas.

3.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda dengan persamaan kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Peetumbuhan Ekonomi, dengan model dasar sebagai berikut :

Y= a + b1X1+ b2X2 + ....+ bnX Keterangan :

n

Y = Pertumbuhan Ekonomi a = Konstanta

X1 X

= Belanja Modal 2

B

= Pendapatan Asli Daerah 1...b2

3.7.3 Uji Hipotesis

= Koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen

3.7.3.1 Uji R2

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2005 : 83). Nilai R

(Koefisien Determinasi)

2

terletak antara 0 sampai dengan 1 (0 ≤ R2 ≤ 1).Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk


(53)

mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0≤ R 2 ≤1).Semakin besar nilai R2

3.7.3.2 Uji – f (Uji signifikansi Simultan)

(mendekati 1), semakin baik hasil untuk model regresi tersebut.Dan semakin mendekati 0, maka variabel independen secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen.

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama – sama terhadap variabel tidak bebas. Tahapan uji F sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis (Ha)

Ha diterima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

2. Menentukan tingkat signifikansi sebesar 0,05 (α=0,05)

3. Berdasarkan probabilitas. Ha akan diterima jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05

4. Menentuxkan nilai koefisien determinasi, dimana koefisien menunjukkan seberapa besar variabel independen pada model yang digunakan mampu menjelaskan variabel dependennya.

3.7.3.3 Uji – t (Uji Parsial)

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing rasio keuangan secara individu terhadap minimalisasi


(54)

resiko.Langkah-langkah pengujian yang dilakukan adalah dengan pengujian dua arah, sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis (Ha)

Ha diterima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. 2. Menentukan tingkat signifikansi sebesar 0,05 (α=0,05)

3. Berdasarkan probabilitas. Ha akan diterima jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05

Menentukan variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel dependen.Hubungan ini dapat dilihat dari koefisien regresinya.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif adalah Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD);dan pertumbuhan ekonomi tahun 2010-2012. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif dari Belanja Modal, PAD dan Pertumbuhan EkonomiTahun 2010-2012

Pertumbuhan

Ekonomi Belanja Modal PAD

Mean 0.120793 143527.3 41391.71

Median 0.121750 111357.0 25054.00

Maximum 0.164800 462650.0 291018.0

Minimum 0.091800 27682.00 10007.00

Std. Dev. 0.018660 89436.48 54464.30

Skewness 0.231500 1.675288 3.285980

Kurtosis 2.219085 5.661477 13.84209

Sum 5.073300 6028147. 1738452.

Sum Sq. Dev. 0.014276 3.28E+11 1.22E+11

Observations 42 42 42

Sumber : hasil olahan software Eviews 7

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 33kabupaten/kota yang terdapat sampel populasi sebanyak13kabupaten/kota yang telah memenuhi kriteria sampel yang ditentukan.. 13 kabupaten/kota yang menjadi sampel datanya dari tahun 2010-2012.


(56)

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai belanja modal minimum adalah 27682.00 sedangkan nilai belanja modal maksimum adalah 462650.0. Nilai belanja modal minimum terjadi dikota Padangsidempuan pada tahun 2010, sedangkan nilai belanja modal maksimum terjadi dikabupaten Deli Serdang pada tahun 2012. Diketahui rata-rata (mean) belanja modal dari tahun 20110-2012 adalah 143527.3, dan standar deviasi belanja modal dari tahun 2010-2012 adalah 89436.48. Perhatikan bahwa nilai standar deviasi belanja modal yang lebih rendah dari nilai rata-rata belanja modal dapat diinterpretasikan bahwa besarnya simpangan data menunjukkan rendahnya fluktuasi dari data belanja modal pada periode tahun 2010-2012. Belanja modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai PAD minimum adalah 10007.00, sedangkan nilai PAD maksimum adalah 291018.0. Nilai PAD minimum terjadi dikabupaten Samosir pada tahun 2010, sedangkan nilai PAD maksimum terjadi dikabupaten Deli Serdang pada tahun 2012. Diketahui rata-rata (mean) PAD dari tahun 2010-2012 adalah 41391.71, dan standar deviasi NIM dari tahun 2010-2012 adalah 54464.30. Perhatikan bahwa nilai standar deviasi PAD yang lebih rendah


(57)

dari nilai rata-rata PAD dapat diinterpretasikan bahwa besarnya simpangan data menunjukkan rendahnya fluktuasi dari data PAD pada periode tahun 2010-2012.

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006).

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai minimum pertumbuhan ekonomi adalah 0.091800, sedangkan nilai maksimum pertumbuhan ekonomi adalah 0.164800. Pertumbuhan ekonomi minimum terjadi di kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2011, sedangkan nilai maksimum pertumbuhan ekonomi terjadi di kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010. Diketahui rata-rata (mean) pertumbuhan ekonomi dari tahun 2010-2012 adalah 0.120793, dan standar deviasi pertumbuhan ekonomi dari tahun 2010-2012 adalah 0.018660. Perhatikan bahwa nilai standar deviasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi dapat diinterpretasikan bahwa besarnya simpangan data menunjukkan tingginya fluktuasi dari data pertumbuhan ekonomi pada periode tahun 20110-2012.


(58)

4.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2003) suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best linear unbiased estimator (BLUE).Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrika yang melandasinya.Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan juga untuk mendapatkan model regresi yang tidak bias dan efisien.

Estimasi dari parameter-parameter dengan metode ordinary least square (OLS) akan memiliki sifat ketidakbiasan (unbiasedness), varians yang minimum (minimum varians), dan sebagainya, yang disebut best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2003:107, Supranto, 2005:70). Dalam penggunaan regresi linear berganda, terdapat empat uji asumsi klasik, yakni uji normalitas residual, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas (Supranto, 2005:151).

4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Seperti diketahui bahwa uji � dan � mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011:160, Gujarati, 2003:339, Field, 2009:221, Supranto, 2005:90).Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji


(59)

Jarque-Bera (J-B). Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan �= 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas dari statistik J-B, dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika nilai probabilitas � ≥ 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jikanilai probabilitas< 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera

Sumber : hasil olahan software Eviews 7

Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.1, diketahui nilai probabilitas dari statistik J-B adalah 0,361. Karena nilai probabilitas �, yakni 0,361, lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas dipenuhi.

4.2.2 Uji Multikolinearitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi (yang tinggi) antar variabel bebas (Ghozali, 2011:105).Ketika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, maka permasalahan ini disebut dengan istilah multikolinearitas (Stevens, 2009:74). Jika terjadi multikolinearitas yang sempurna (perfect

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04

Series: Residuals Sample 1 42 Observations 42

Mean 2.20e-17 Median -0.001062 Maximum 0.038173 Minimum -0.029516 Std. Dev. 0.018138 Skewness 0.287862 Kurtosis 2.087497

Jarque-Bera 2.037212 Probability 0.361098


(60)

multicolinearity), maka koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate), jika terjadi multikolinearitas yang tinggi, koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan, namun memiliki nilai standar error yang tinggi yang berarti bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut tidak dapat diestimasi dengan tepat atau akurat (Gujarati, 2003:344). Field (2009:221) juga menyatakan bahwa seharusnya tidak terjadi hubungan linear yang sempurna (perfect linear relationship) dari dua atau lebih variabel bebas. Jadi, variabel-variabel bebas seharusnya tidak berkorelasi terlalu tinggi (not correlate too highly).

Dalam penelitian ini, gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel yang terdapat dalam matriks korelasi. Ghozali (2006:91) menyatakan jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,9), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas disajikan pada Gambar 4.2.

Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi

Belanja Modal PAD

Belanja Modal 1.000000 0.534426

PAD 0.534426 1.000000

Sumber : hasil olahan software Eviews 7

Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa korelasi antara Pendapatan AsliDaerah (PAD) dan Belanja Modal sebesar 0,5344. Dari hasil pengujian multikolinearitas pada Gambar 4.2 dapat disimpulkan


(61)

bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas antar variabel independen. Gejala multikolinearitas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen lebih besar dari 0,90 (Ghozali, 2006:91).

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors)

Uji independensi residual (uji non-autokorelasi) merupakan suatu uji untuk memeriksa apakah untuk setiap dua pengamatan residual saling berkorelasi atau tidak (Field, 2009:220).Supranto (2005:151) mengartikan non-autokorelasi sebagai tidak terjadinya korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun terjadinya autokorelasi terhadap estimator-estimator yang dihasilkan oleh metode ordinary least square (OLS) tetap tak bias (unbiased), konsisten (consistent), dan terdistribusi normal secara asimtotis, namun estimator-estimator tersebut tidak lagi efisien. Sebagai akibatnya, pada uji t, F, dan chi kuadrat tidak lagi sah untuk digunakan (Gujarati, 2003:489). Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey (BG Test). Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas dari statistik BG, dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika nilai Prob. Chi-Square dari Obs *R-squared≥ 0,05, maka tidak terjadi autokorelasi. Jika nilai Prob. Chi-Square dari Obs *R-sqaured< 0,05, maka terjadi autokorelasi.


(62)

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Pagan-Godfrey Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.319348 Prob. F(2,39) 0.7285

Obs*R-squared 0.676744 Prob. Chi-Square(2) 0.7129

Scaled explained SS 0.317288 Prob. Chi-Square(2) 0.8533

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/25/15 Time: 07:25 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.000376 0.000102 3.698890 0.0007

BM -5.62E-10 7.12E-10 -0.788434 0.4352

PAD 6.22E-10 1.17E-09 0.531784 0.5979

R-squared 0.016113 Mean dependent var 0.000321

Adjusted R-squared -0.034343 S.D. dependent var 0.000339

S.E. of regression 0.000345 Akaike info criterion -13.03874

Sum squared resid 4.64E-06 Schwarz criterion -12.91462

Log likelihood 276.8136 Hannan-Quinn criter. -12.99325

F-statistic 0.319348 Durbin-Watson stat 2.175498

Prob(F-statistic) 0.728504

Sumber : hasil olahan software Eviews 7

Berdasarkan Gambar 4.3, nilai Prob. Chi-Square dari Obs *R-squared = 0,7129≥ 0,05, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.

Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) juga dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Field, 2009:220).Riyanto (2012:59) menyatakan jika nilai statistik Durbin-Watson -2 s/d +2, maka asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi terpenuhi).Sebaliknya, bila nilai statistik Durbin-Watson < -2 atau > 2, berarti asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi) tidak terpenuhi.


(1)

Simanjuntak Daslan, 2006. Menganalisis Pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu.Tesis Ttidak Dipuklikasi, Magister

Ekonomi Pembangunan USU. Medan.

Sugiyono.(2004). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, CV. Bandung.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah.

Warsito Kwedar, dkk. (2008) Akuntansi Sektor Publik.Undip. Semarang.

Wong, John D, 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development

on Local Government Capacity.Journal of Public Budgeting, Accounting

and Financial Management.Fall. 16.3. 799-816.


(2)

Lampiran 1

Daftar Sampel Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No.

Nama Kab/Kota

Kriteria

Sampel

1

2

3

1

Kota Padangsidempuan

1

2

Kota Sibolga

2

3

Kota Tanjung Balai

v

3

4

Kab. Asahan

4

5

Kab. Dairi

5

6

Kab. Deli Serdang

6

7

Kab. Humbang Hasundutan

7

8

Kab. Langkat

8

9

Kab. Mandailing Natal

9

10

Kab. Samosir

10

11

Kab. Simalungun

11

12

Kab. Tapanuli Selatan

12

13

Kab. Tapanuli Utara

13

Lampiran 2

Data Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010-2012 (dalam %)

No.

Nama Kabupaten/Kota

Tahun

2010

2011

2012

1

Kota Padangsidempuan

0,1051

0,0972

0,1119

2

Kota Sibolga

0,1341

0,1001

0,1098

3

Kota Tanjung Balai

0,1165

0,0924

0,0943

4

Kab. Asahan

0,1432

0,144

0,1264

5

Kab. Dairi

0,1134

0,1187

0,1195

6

Kab. Deli Serdang

0,1648

0,1337

0,1228

7

Kab. Humbang Hasundutan

0,1274

0,1309

0,1389

8

Kab. Langkat

0,152

0,1483

0,1329

9

Kab. Mandailing Natal

0,0979

0,1503

12,43%

10

Kab. Samosir

0,0989

0,0993

0,1004

11

Kab. Simalungun

0,1043

0,1062

0,1228

12

Kab. Tapanuli Selatan

0,1389

0,1361

0,1211

13

Kab. Tapanuli Utara

0,1224

0,0918

0,0979


(3)

Lampiran 3

Data Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2012 (Dalam Jutaan Rupiah)

No.

Nama

Kabuapaten/Kota

Belanja Modal (X1)

PAD (X2)

2010

2011

2012

2010

2011

2012

1

Kota Padangsidempuan

27682

75776

98759

14602

21465

23622

2

Kota Sibolga

44804

89964

90900

14602

21663

26698

3

Kota Tanjung Balai

69329

92006

114085

24126

27069

27702

4

Kab. Asahan

98005

179238

259227

25982

31844

37895

5

Kab. Dairi

81171

74602

97984

19836

17643

20195

6

Kab. Deli Serdang

203001

314746

334254

120573

213793

291018

7

Kab. Humbang

Hasundutan

82610

78729

124493

10007

12780

17902

8

Kab. Langkat

117393

119040

204123

31357

34451

129243

9

Kab. Mandailing Natal

106123

88218

133047

11826

27526

21274

10

Kab. Samosir

82548

119696

85424

11813

14202

17640

11

Kab. Simalungun

148294

131102

314892

45256

42543

61246

12

Kab. Tapanuli Selatan

108629

137836

194194

30497

57464

56418

13

Kab. Tapanuli Utara

95766

188144

171508

15433

36063

34023

Lampiran 4

Statistik Deskriptif

Pertumbuhan

Ekonomi Belanja Modal PAD Mean 0.120793 143527.3 41391.71 Median 0.121750 111357.0 25054.00 Maximum 0.164800 462650.0 291018.0 Minimum 0.091800 27682.00 10007.00 Std. Dev. 0.018660 89436.48 54464.30 Skewness 0.231500 1.675288 3.285980 Kurtosis 2.219085 5.661477 13.84209 Sum 5.073300 6028147. 1738452. Sum Sq. Dev. 0.014276 3.28E+11 1.22E+11


(4)

Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera

Lampiran 6

Uji Multikolineairitas dengan Matriks Korelasi

BM PAD

BM 1.000000 0.534426

PAD 0.534426 1.000000

Lampiran 7

Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson

Dependent Variable: PE

Method: Least Squares Date: 03/25/15 Time: 07:25 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

BM 1.88E-08 3.84E-08 0.490481 0.6265 PAD 5.95E-08 6.31E-08 0.943427 0.3513 C 0.115624 0.005484 21.08434 0.0000

R-squared 0.055118 Mean dependent var 0.120793 Adjusted R-squared 0.006662 S.D. dependent var 0.018660 S.E. of regression 0.018598 Akaike info criterion -5.062822 Sum squared resid 0.013489 Schwarz criterion -4.938703 Log likelihood 109.3193 Hannan-Quinn criter. -5.017327 F-statistic 1.137489 Durbin-Watson stat 1.974238 Prob(F-statistic) 0.331029

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04

Series: Residuals Sample 1 42 Observations 42

Mean 2.20e-17

Median -0.001062

Maximum 0.038173

Minimum -0.029516

Std. Dev. 0.018138

Skewness 0.287862

Kurtosis 2.087497

Jarque-Bera 2.037212


(5)

Lampiran 8

Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Pagan-Godfrey

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.319348 Prob. F(2,39) 0.7285 Obs*R-squared 0.676744 Prob. Chi-Square(2) 0.7129 Scaled explained SS 0.317288 Prob. Chi-Square(2) 0.8533

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/25/15 Time: 07:25 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.000376 0.000102 3.698890 0.0007 BM -5.62E-10 7.12E-10 -0.788434 0.4352 PAD 6.22E-10 1.17E-09 0.531784 0.5979

R-squared 0.016113 Mean dependent var 0.000321 Adjusted R-squared -0.034343 S.D. dependent var 0.000339 S.E. of regression 0.000345 Akaike info criterion -13.03874 Sum squared resid 4.64E-06 Schwarz criterion -12.91462 Log likelihood 276.8136 Hannan-Quinn criter. -12.99325 F-statistic 0.319348 Durbin-Watson stat 2.175498 Prob(F-statistic) 0.728504


(6)

Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.529230 Prob. F(2,39) 0.5932 Obs*R-squared 1.109761 Prob. Chi-Square(2) 0.5741 Scaled explained SS 0.520305 Prob. Chi-Square(2) 0.7709

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/25/15 Time: 07:30 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.000359 6.50E-05 5.526309 0.0000 BM^2 -1.48E-15 1.48E-15 -0.998905 0.3240 PAD^2 8.95E-16 4.05E-15 0.220907 0.8263

R-squared 0.026423 Mean dependent var 0.000321 Adjusted R-squared -0.023504 S.D. dependent var 0.000339 S.E. of regression 0.000343 Akaike info criterion -13.04928 Sum squared resid 4.59E-06 Schwarz criterion -12.92516 Log likelihood 277.0348 Hannan-Quinn criter. -13.00378 F-statistic 0.529230 Durbin-Watson stat 2.242131 Prob(F-statistic) 0.593228


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

7 86 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

6 112 101

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah

5 88 80

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Belanja Daerah Dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Indonesia Dengan Konsumsi Sebagai Variabel Moderating

1 31 106

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Pengaruh Tax Effort, Pertumbuhan Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

7 76 100

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 66 78

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara)

1 39 97

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 20

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11