BATASAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN TEMPAT PENELITIAN LABORATORIUM MATERIAL PENDIDIKAN TEKNOLOGI KIMIA Sekam Padi

1.3. BATASAN MASALAH

Adapun Batasan masalah yang di bahas dalam penelitian ini adalah : 1. Menerangkan secara rinci pembuatan batu bata dengan abu sekam padi sebagai bahan campuran. 2. Melakukan pengujian fisis dan mekanik pada sampel bata yang telah dicetak dan dibakar. Pengujiannya meliputi : A . Pengujian kuat tekan B . Pengujian kuat patah C. Pengujian porositas D. Pengujian susut bakar 3. Jenis batu bata yang diteliti adalah jenis batu bata bakar, komposisi pencampuran abu sekam padi dengan lempung yaitu 0, 5, 10, 15, 20, dan 25.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh abu sekam padi sebagai campuran terhadap kekuatan batu bata. 2. Membandingkan kekuatan batu bata biasa dengan batu bata campuran abu sekam padi.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui fungsi lebih dari abu sekam padi. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini mampu memberi alternative konstruksi bangunan yang dapat mengurangi atau memanfaatkan limbah padi dan memperoleh bata dengan mutu yang baik serta lebih ekonomis.

1.6. TEMPAT PENELITIAN LABORATORIUM MATERIAL PENDIDIKAN TEKNOLOGI KIMIA

INDUSTRI PTKI, MEDAN.

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan masing-masing Bab adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metodologi penelitian yang mencakup alat, bahan, prosedur penelitian dan pengujian sampel.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan Saran

Menyimpulkan hasil – hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekam Padi

Sekam padi merupakan salah satu limbah dari produk pertanian. Sekam padi atau kulit padi adalah bagian terluar dari butir padi yang menjadi hasil sampingan saaat proses penggilingan padi dilakukan sekitar 20 dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 dari komposisi sekam adalah abu sekam padi yang dihasilkan saat sekam tersebut dibakar. Sekam padi mengandung abu yang mempunyai kandungan silica yang tinggi dan selulosa yang menghasilkan karbon ketika terdekomposisi secara termal. Dalam proses penanganan pascapanen dan pengolahan hasil pertanian akan dihasilkan produk utama, produk samping dan sisa atau limbah. Pada tanaman padi produk utamanya adalah beras, produk samping berupa menir dan bekatul dan limbah padi berupa jerami dan sekam. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung secara lambat sehingga tidak saja mengganggu estetika, tetapi dapat menimbulkan dampak polusi yang mencemari lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah dapat diproses menjadi produk industri, energi, bahan bangunan, farmasi dan bahan kimia. Pada saat ini limbah padi sudah banyak dimanfaatkan misalnya saja jerami untuk media tumbuh jamur merang, sekam untuk membakar tembikar, abu gosok, alas kandang dan campuran pada pembuatan batu bata. Namun demikian, pemanfaatan limbah masih perlu ditingkatkan lagi untuk memberi nilai tambah dan daya guna sehingga lebih bermanfaat bagi manusia. 2.2.Abu Sekam Padi Abu sekam padi merupakan hasil dari sisa pembakaran sekam padi, Abu sekam padi merupakan salah satu bahan yang potensial digunakan di Indonesia karena produksi yang tinggi dan penyebaran yang luas. Bila abu sekam padi dibakar pada suhu terkontrol, abu sekam yang dihasilkan dari sisa pembakaran mempunyai sifat pozzolan yang tinggi karena mengandung silika. Selama proses perubahan sekam padi menjadi abu, pembakaran memghilangkan zat-zat organik dan meninggalkan sisa yang kaya akan silika. Perlakuan panas pada sekam menghasilkan perubahan struktur yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat aktivitas pozzolan dan kehalusan butiran abunya. Komposisi kimia abu sekam padi adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Komposisi kimia abu sekam padi No Komponen Jumlah dalam berat kering 1 SiO 2 86,90 – 97,30 2 K 2 O 0,58 – 2,50 3 Na 2 O 0,01 – 1,75 4 CaO 0,20 – 1,50 5 MgO 0,12 – 1,96 6 Fe 2 O 3 0,01 – 0,54 7 P 2 O 5 0,20 – 2,85 8 SO 3 0,10 – 1,13 9 Cl 0,01 – 0,42 Sumber: Rina Wardany 2.3.Tanah Liat Lempung Tanah liat merupakan bahan dasar yang dipakai dalam pembuatan batu bata, dimana kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70 atau 80 dari kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber tanah liat. Tanah liat banyak ditemukan di areal pertanian terutama persawahan. Tanah liat memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah akan mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras, sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan tanah liat atau lempung ini sebagai bahan baku pembuatan bata dan gerabah. Tanah liat memiliki komposisi kimia sebagai berikut : Tabel 2.2 Komposisi kimia tanah liat No Unsur Kimia Jumlah 1 SiO 2 59.14 2 Al 2 O 3 15.34 3 Fe 2 O 3 + FeO 6,88 4 CaO 5,08 5 Na 2 O 3.84 6 MgO 3,49 7 K 2 O 1.13 8 H 2 O 1,15 9 TiO 2 1,05 10 Lain – lain 2,9 http:axzx.blogspot.com200812proses-pembentukan-tanah-liat- secara.htmlengkel keramik PPG Kesenian Jogja

2.3.1. Jenis – Jenis Tanah Liat Lempung

Berdasarkan atas tempat pengendapan dan asalnya tanah liat lempung dapat dibagi dalam beberapa jenis, sebagai berikut : Suwardono, 2002 1. Lempung Residual Lempung residual adalah lempung yang terdapat pada tempat di mana lempung tersebut terjadi, atau dengan kata lain lempung tersebut belum berpindah tempat sejak terbentuknya. 2. Lempung Illuvial Lempung illuvial adalah lempung yang telah terangkut dan mengendap pada suatu tempat tidak jauh dari tempat asalnya, misalnya di kaki bukit. Lempung illuvial sifatnya mirip lempung residual, hanya saja pada lempung illuvial bagian dasarnya tidak diketemukan batuan asalnya. 3. Lempung Alluvial Lempung alluvial adalah lempung yang diendapkan oleh air sungai di sekitar atau sepanjang sungai. Pada waktu banjir sungai akan meluap, sehingga lempung dan pasir yang dibawanya akan mengendap di sekitar atau sepanjang sungai. Pasir akan mengendap di tempat dekat sungai, sedangkan lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya. Letak sungai dapat berubah – ubah sehinggan hasil endapan lempung atau pasir juga akan berubah – ubah. Oleh karena itu endapan lempung alluvial dicirikan dengan selang – seling antara pasir dan lempung, baik vertikal maupun horizontal. Bentuk endapan alluvial umumnya menyerupai lensa. Pada endapan alluvial muda, lapisan pasirnya terlihat masih segar, sedangkan pada endapan alluvial tua, lapisan pasirnya telah melapuk sebagian atau seluruhnya telah menjadi lempung. 4. Lempung Marin Lempung marin adalah lempung yang endapannya berada di laut. Lempung yang dibawa oleh sungai sebagian besar diendapkan di laut. Hanya sebagian kecil saja yang diendapkan sebagai lempung alluvial. Lempung marin sangat halus dan biasanya tercampur dengan cangkang – cangkang foraminefera kapur. Lempung marin dapat menjadi padat karena pengaruh beban di atasnya, oleh gaya geologi. 5. Lempung Rawa Lempung rawa adalah lempung yang diendapkan di rawa – rawa. Jenis lempung ini dicirikan oleh warna yang hitam. Apabila terdapat dekat laut akan mengandung garam. 6. Lempung Danau Lempung danau adalah lempung yang diendapkan di danau. Sifat lempung ini tidak tebal seperti lempung marin dan mempunyai sifat seperti lempung rawa air tawar. Di Indonesia dalam pembuatan bata merah dan genteng pada umumnya mempergunakan lempung alluvial. Jarang sekali menggunakan lempung marin. Karena sawah – sawahnya sebagian besar mengandung endapan alluvial, terutama di Pulau Jawa. Berdasarkan badan body tanah liat dapat dibagi menurut struktur dan macam suhu pembakarannya, antara lain : Ambar Astuti, 1997 1. Earthenware gerabah Earthenware dibuat dari tanah liat yang menyerap air, dibakar pada suhu rendah dari 900 – 1.060 o C. Dalam pembentukan mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Karena itu kemampuan absorpsi menyerap air lebih dari 3 2. Terracotta Terracotta adalah jenis bahan tanah liat merah juga. Nama terracotta berasal dari bahasa Italia yang berarti ’tanah bakaran’. Dengan penambahan pasir, atau grogchamotte tepung tanah liat bakar, badan ini dapat dibakar sampai suhu stoneware 1.200 – 1.300 o C. 3. Gerabah Putih Gerabah putih adalah jenis gerabah berwarna putih, cukup plastis, badan kuat, dan dapat dibakar pada suhu tinggi 1.250 o C. 4. Stoneware benda batu Stoneware dikatakan demikian karena komposisi mineralnya sama dengan batu. Penyerapan airnya 1 – 5, jenis ini dapat dibakar medium 1.150 o C yaitu stoneware merah, juga dapat dibakar tinggi 1.250 o C yaitu jenis stoneware abu – abu. 5. Porcelain porselen Porcelain adalah suatu jenis badan yang bertekstur halus, putih dan keras bila dibakar. Kemampuan absorpsinya 0 – 2, sedangkan suhu bakar tinggin 1.250 o C untuk jenis porselen lunak, dan bakar tinggi sekali diatas 1.400 o C untuk porselen keras.

2.3.2. Sifat – Sifat Tanah Liat Lempung

Tanah liat lempung mempunyai sifat – sifat fisis dan kimia yang penting, antara lain : Daryanto, 1994 1. Plastisitas Plastisitas atau keliatan tanah liat ditentukan oleh kehalusan partikel – partikel tanah liat. Kandungan plastisitas tanah liat bervariasi. Tergantung kehalusan dan kandungan lapisan airnya. Plastisitas berfungsi sebagai pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah liat dengan plastisitas yang tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu ditambahkan bahan bahan yang lain. 2. Kemampuan bentuk Tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa mengalami perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah pembentukan. Tanah liat dikatakan memiliki daya kerja apabila mempunyai plastisitas dan kemampuan bentuk yang baik sehingga mudah dibentuk dan tetap mempertahankan bentuknya. 3. Daya Suspensi Daya suspensi adalah sifat yang memungkinkan suatu bahan tetap dalam cairan. Flokulan merupakan suatu zat yang akan menyebabkan butiran – butiran tanah liat berkumpul menjadi butiran yang lebih besar dan cepat mengendap, contohnya: magnesium sulfat. Deflokulan merupakan suatu zat yang akan mempertinggi daya suspensi menghablur sehingga butiran – butiran tanah liat tetap melayang, contohnya: waterglasssodium silikat, dan sodium karbonat. 4. Penyusutan Tanah liat untuk mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering stelah mengalami proses pengeringan dan susut bakar setelah mengalami proses pembakaran. Penyusutan terjadi karena menguapnya air selaput pada permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga butiran – butiran tanah liat menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat dianggap sebagai susut keseluruhan dari tanah liat sejak dibentuk, dikeringkan sampai sibakar. Persentase penyusutan yang dipersyaratkan untuk jenis tanah liat earthenware sebaiknya antara 10 - 15. Tanah liat yang terlalu plastis pada umumnya memiliki persentase penyusutan lebih dari 15 sehingga mengalami resiko retakpecah yang tinggi. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan pasir halus. 5. Suhu bakar Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi benda yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah liat tersebut memiliki kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran tanah liat akan mengalami proses perubahan ceramic change pada suhu sekitar 600 o C, dengan hilangnya air pembentuk dari bahan benda. 6. Warna Bakar Warna bakar tanah liat dipengaruhi oleh zatbahan yang terikat secara kimiawi pada kandungan tanah. Warna pada tanah liat disebabkan oleh zat yang mengotorinya, warna abu – abu sampai hitam mengandung zat arang dan sisa – sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi Fe.Perubahan warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai setelah dibakar biasanya sulit dipastikan. Berikut tabel perkiraan perubahan warna tanah liat mentah setelah proses pembakaran. Tabel 2.3 Perkiraan Perubahan Warna Tanah Liat Setelah Proses Pembakaran Warna tanah liat mentah Kemungkinan perubahan warna setelah dibakar 1. Merah 2. Kuning Tua 3. Coklat 4. Putih 5. Abu – abu atau Hitam 6. Hijau 7. Merah, kuning, abu – abu tua Merah atau coklat Kuning tua, coklat, atau merah Merah atau coklat Putih atau putih kekuningan Merah, kuning tua atau putih Merah Pertama merah lalu krem, kuning tua atau kuning kehijauan pada saat melebur Sumber: Hartono 1987: 24 7. Porositas Porositas atau absorbsi adalah persentase penyerapan air oleh badan keramik atau batu bata. Persentase porositas ditentukan oleh jenis badan, kehalusan unsur badan, penambahan pasir, kepadatan dinding bahan, serta suhu bakarnya. Tanah liat poros biasanya fragile, artinya pada bentuk – bentuk tertentu bila mendapatkan sentakan agak keras akan mudah patahpecah. Tanah liat earthenware umumnya mempunyai porositas paling tinggi sekitar 5 - 10 bila dibandingkan dengan stoneware atau porselin. 8. Kekuatan kering Kekuatan kering merupakan sifat tanah liat yang setelah dibentuk dan kondisisnya cukup kering mempunyai kekuatan yang stabil, tidak berubah bila diangkat untuk keperluan finishing, pengeringan serta penyusunan dalam pembakaran. Kekuatan kering dipengaruhi oleh kehalusan butiran, jumlah air pembentuk, pencampuran dengan bahan lain dan teknik pembentukan. 9. Struktur tanah Struktur tanah merupakan perbandingan besar butiran – butiran tanah dengan bentuk butiran – butiran tersebut. Sifat liat, susut kering dan kekuatan kering sangat tergantung dari struktur tanah liatnya. Struktur tanah liat dibedakan dalam dua golongan yaitu tanah liat sebagai struktur halus dan pasir sebagai struktur kasar. 10. Slaking Slaking merupakan sifat tanah liat yaitu dapat hancur dalam air menjadi butiran – butiran halus dalam waktu tertentu pada suhu udara biasa. Makin kurang daya ikat tanah liat semakin cepat hancurnya. Sifat slaking ini berhubungan dengan pelunakan tanah liat dan penyimpanannya. Tanah liat yang keras membutuhkan waktu lama untuk hancur, sedangkan tanah liat yang lunak membutuhkan waktu lebih cepat.

2.4. Air