Karakterisasi Fisis Batako Dengan Pemanfaatan Abu Jerami Padi

(1)

KARAKTERISASI FISIS BATAKO DENGAN PEMANFAATAN ABU JERAMI PADI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

WULAN SARI

050801028

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : KARAKTERISASI FISIS BATAKO DENGAN

PEMANFAATAN ABU JERAMI PADI

Kategori : SKRIPSI

Nama : WULAN SARI

Nomor Induk Mahasiswa : 050801028

Program Studi : SARJANA (SI) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Maret 2010

Diketahui/Disetujui oleh

Ketua Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

(Dr. Marhaposan Situmorang) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc) NIP. 195510301980131003 NIP. 195503171986011001


(3)

PERNYATAAN

KARAKTERISASI FISIS BATAKO DENGAN PEMANFAATAN ABU JERAMI PADI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2010

WULAN SARI 050801028


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, sumber dari segala ilmu dan Maha pemberi petunjuk, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc, selaku pembimbing dan Rimson Saragih selaku pembimbing lapangan pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga saya ajukan kepada ketua dan sekretaris departemen Fisika FMIPA USU DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Yustinon, MS, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman saya Ayu, Dian, Fitri, Izkar, Shinta dan Zul, serta rekan-rekan fisika stambuk 2005 terima kasih atas semangat dan motivasinya. Dan kepada sahabat-sahabatku Nisa, Aza, Miat terima kasih atas inspirasi dan semangat yang selalu kalian berikan.

Terima kasih yang mendalam teriring doa penulis haturkan kepada yang tercinta Ayahanda Nasrun dan Ibunda Wagiyem yang telah bersusah payah memberikan bantuan moril dan materil serta doa kepada penulis sehingga penulis mampu meraih keberhasilan ini. Juga terima kasih yang tulus kepada adik saya Dedi, dan semua sanak keluarga. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan semangat yang kalian berikan kepadaku selama ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya. Amin.


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan pemanfaatan limbah jerami padi dalam pembuatan batako. Variasi komposisi abu jerami padi terhadap pasir adalah : 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%, dan waktu pengerasan 28 hari. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi : kuat tekan, kuat pukul, kekerasan, penyerapan air dan densitas. Proses pencetakan sampel dilakukan dengan cara cetak tekan sebesar 150 kgf. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa batako dengan variasi komposisi terbaik adalah 10% abu jerami padi dari massa pasir. Pada komposisi tersebut, sampel yang dihasilkan memiliki karakteristik : kuat tekan 9,06 MPa, kuat pukul 1,47 x104 J/m2, kekerasan 88 HB, penyerapan air 13,32%, dan densitas 1,75 gr/cm3.


(6)

ABSTRACT

PHYSICAL CHARACTERIZATION OF THE CONCRETE BLOCK WITH THE USAGE OF RICE STRAW ASH

This research is done for the usage of rice straw waste for the concrete block manufacturing. The variation of rice straw ash composition of the sand are : 0%, 10%, 20%, 30%, 40% and 50%, with 28 days hardening time. The parameters test are: compressive strength, impact strength, hardness, water absorption and density. The sample are mold with the pressure of 150 kgf. From the test results showed that the concrete block with the best composition variation is 10% rice straw ash of sand mass. In these compositions, the resulting samples are characterized by : compressive strength of 9,06 MPa, impact strength of 1,47x104 J/m2, hardness of 88 HB, water absorption of 13,32%, and density of 1,75 gr/cm3.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB I Pendahuluan

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 3

1.3Batasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 4

1.5Manfaat Penelitian 4

1.6Tempat Penelitian 4

1.7Sistematika Penulisan 4

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Batako 6

2.2 Semen 9

2.2.1 Semen non-hidrolik 9

2.2.2 Semen hidrolik 10

2.3 Agregat 13

2.4 Air 16

2.5 Bahan Campuran 17

2.6 Padi 19

2.6.1 Batang Padi 19

2.6.2 Abu Jerami Padi 22

BAB III Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 24

3.1.1 Peralatan 24

3.1.2 Bahan-bahan 25

3.2 Diagram Alir Penelitian 26

3.3 Variabel Penelitian 27

3.4 Prosedur Penelitian 27

3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Campuran 27

3.4.2 Prosedur Pembuatan Sampel 27

3.5 Pengujian Sampel 28

3.5.1 Pengujian Penyerapan Air 28


(8)

3.5.4 Pengujian Kekerasan 31 BAB IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil 33

4.1.1 Pengujian Penyerapan Air 33

4.1.2 Pengujian Densitas 34

4.1.3 Pengujian Kuat Tekan 35

4.1.4 Pengujian Kekerasan 36

4.2 Pembahasan 37

4.1.1 Pengujian Penyerapan Air 37

4.1.2 Pengujian Densitas 38

4.1.3 Pengujian Kuat Tekan 39

4.1.4 Pengujian Kekerasan 40

BAB V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 42

Daftar Pustaka Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai

bahan bangunan dinding 8

Tabel 2.2 Jenis-jenis semen Portland 10

Tabel 2.3 Komposisi Kimiawi Jerami Padi 21 Tabel 2.4 Komposisi Kimia Abu Jerami Padi 23 Tabel 4.1 Data hasil pengujian penyerapan air sampel batako dengan

waktu pengeringan selama 28 hari 33

Tabel 4.2 Data hasil pengujian densitas sampel batako dengan waktu

pengeringan selama 28 hari 34

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan sampel batako dengan

waktu pengeringan selama 28 hari 35

Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan sampel batako dengan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang 7 Gambar 2.2 (a) Batang utama tanaman padi yang menunjukkan kondisi

fisik jerami, (b) Tanaman padi siap panen 20 Gambar 4.1 Grafik penyerapan air pada batako terhadap variasi

persentasi abu jerami padi 37

Gambar 4.2 Grafik densitas pada batako terhadap variasi persentasi abu

jerami padi 38

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan batako terhadap variasi persentasi abu

jerami padi 39

Gambar 4.4 Grafik kekerasan pada batako terhadap variasi persentasi


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan pemanfaatan limbah jerami padi dalam pembuatan batako. Variasi komposisi abu jerami padi terhadap pasir adalah : 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%, dan waktu pengerasan 28 hari. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi : kuat tekan, kuat pukul, kekerasan, penyerapan air dan densitas. Proses pencetakan sampel dilakukan dengan cara cetak tekan sebesar 150 kgf. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa batako dengan variasi komposisi terbaik adalah 10% abu jerami padi dari massa pasir. Pada komposisi tersebut, sampel yang dihasilkan memiliki karakteristik : kuat tekan 9,06 MPa, kuat pukul 1,47 x104 J/m2, kekerasan 88 HB, penyerapan air 13,32%, dan densitas 1,75 gr/cm3.


(12)

ABSTRACT

PHYSICAL CHARACTERIZATION OF THE CONCRETE BLOCK WITH THE USAGE OF RICE STRAW ASH

This research is done for the usage of rice straw waste for the concrete block manufacturing. The variation of rice straw ash composition of the sand are : 0%, 10%, 20%, 30%, 40% and 50%, with 28 days hardening time. The parameters test are: compressive strength, impact strength, hardness, water absorption and density. The sample are mold with the pressure of 150 kgf. From the test results showed that the concrete block with the best composition variation is 10% rice straw ash of sand mass. In these compositions, the resulting samples are characterized by : compressive strength of 9,06 MPa, impact strength of 1,47x104 J/m2, hardness of 88 HB, water absorption of 13,32%, and density of 1,75 gr/cm3.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan gedung dan perumahan menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan meningkat. Hal ini karena dalam pembangunan tersebut membutuhkan bahan bangunan seperti batu, pasir, tanah lempung, kapur, semen, dan lain-lain. Seperti tanah lempung untuk bata merah, kapur atau semen untuk batako dan beton (Vlack,V.,1981).

Adapun salah satu permasalahan utama dalam menyediakan rumah di Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi bangunan dan lahan. Selama ini berbagai penelitian sudah dilakukan tetapi masih belum ditemukan alternatif teknik konstruksi yang effisien serta penyediaan bahan bangunan dalam jumlah besar dan ekonomis. Hal tersebut dapat memberikan suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah industri yang dibiarkan begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran batako ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan. Bahan tambah tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash), pozolan, abu sekam padi (rice husk ash), abu ampas tebu (bagase furnace), dan jerami padi (batang padi pasca panen).

Salah satu alternatif yang akan digunakan untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan batako dengan bahan tambah jerami padi (batang padi setelah pasca panen). Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian yang berupa jerami padi ini diharapkan akan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian. Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh pembuatan batu bata dan kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan permintaan akan bahan bangunan juga semakin meningkat. Batako sebagai alternatif pengganti bata merah untuk bangunan dinding diharapkan mampu mengatasi


(14)

alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air.

Pertanaman padi tidak hanya menghasilkan padi (gabah) tetapi juga jerami. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton setiap hektar pada masa panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Bila produksi padi dilakukan tiga kali setiap tahun, berarti jumlah gabah maupun jerami yang dihasilkan menjadi tiga kali lipat. Ketersediaan jerami sebanyak ini biasanya digunakan untuk pakan ternak. Jerami padi juga diolah untuk pupuk fermentasi, tetapi hal ini jarang sekali dilakukan di jaman modern ini. Biasanya tumpukan padi yang melimpah jumlahnya oleh para petani hanya dibakar saja, karena mengingat lokasi persawahan harus segera dipersiapkan untuk segera diolah kembali.

Jerami juga merupakan salah satu tanaman yang mengandung serat dan telah digunakan produksi pulp dan kertas. Begitu juga pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan, semisal digunakan sebagai bahan penutup atap pada tempat peristirahatan atau cottage. Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan dapat mengurangi dua pertiga jumlah batu bata yang dipakai dalam membangun dinding eksterior.

Alasan lain penggunaan bahan jerami untuk bahan campuran beton ringan adalah menciptakan bangunan yang ramah lingkungan (Eco-Architecture) dengan sentuhan teknologi baru. Dibandingkan dengan batako biasa, batako dengan penambahan jerami padi ini dimungkinkan mempunyai berat yang lebih ringan, sehingga dapat digunakan pada daerah rawan gempa. Perlu diingat fakta menunjukkan bahwa bangunan adalah pengguna energi terbesar mulai dari konstruksi, bahan bangunan, saat bangunan beroperasi, perawatan hingga bangunan dihancurkan. Sehingga dengan meyakini Eco-Architecture ini akan menghemat biaya dalam jangka panjang (Wisnuwijanarko, 2008).

Dengan melihat permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini diharapkan ada peningkatan kualitas dengan penambahan abu jerami padi pada batako yang


(15)

digunakan sebagai konstruksi dinding. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Karakterisasi Fisis Batako dengan Pemanfaatan Abu Jerami Padi”.

1.2 Permasalahan

1. Kerusakan lahan pertanian yang semakin luas akibat pembuatan batu bata, sehingga dengan pembuatan batako sebagai alternatif pengganti batu bata dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian.

2. Jumlah jerami padi yang melimpah setelah pasca panen padi belum termanfaatkan sepenuhnya, sehingga jerami padi hanya dinilai sebagai limbah pertanian saja. Maka jerami padi dimanfaatkan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan batako dapat termanfaatkan sebagai bahan bangunan dinding. 3. Belum diketahui persentase yang tepat pada penggunaan abu jerami padi

sebagai bahan tambah batako.

4. Belum diketahui karakteristik fisis batako setelah ditambah dengan bahan tambah yaitu abu jerami padi.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada pengujian karakteristik fisis sampel batako, yang meliputi :

 Uji penyerapan air  Uji densitas  Uji kuat tekan  Uji kekerasan

dengan menggunakan komposisi pencampuran pasir dengan abu jerami padi yang bervariasi yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%, dengan benda uji masing-masing 3 buah untuk setiap komposisi abu jerami padi yang digunakan.


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk memanfaatkan abu jerami padi sebagai bahan alternatif dalam pembuatan batako.

b. Untuk mengetahui karakteristik fisis batako yang divariasikan persen komposisi pasir dengan abu jerami padi.

c. Untuk mengetahui optimasi penambahan abu jerami padi sampai 50% pada campuran bahan batako.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi tentang abu jerami padi sebagai bahan tambahan dalam pengembangan pembuatan batako dengan mutu yang baik dan lebih ekonomis.

b. Memberikan informasi tentang karakteristik fisis batako dengan penambahan abu jerami padi.

1.6 Tempat Penelitian

Balai Riset Dan Standarisasi Industri,Tanjung Morawa (MEDAN).

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini mancakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.


(17)

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan, pembuatan sampel uji, pengujian sampel.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(18)

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Zaman semakin maju dan berkembang, iptek memberikan pengaruh besar bagi seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah teknologi konstruksi yang sudah semakin maju. Dimana dapat kita lihat telah berdiri kokoh seperti gedung-gedung bertingkat, jalan, kereta api, jembatan, bandar udara, bangunan lepas pantai, stadion, terowongan, dan lain-lain termasuk pembuatan patung. Adapun elemen konstruksi tersebut berupa kayu, besi, baja, beton, batako, genting, kaca, dan sebagainya. Penggunaan bata dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan saat ini.

2.1 Batako

Batako merupakan beton tanpa agregat kasar yang disusun oleh semen dan agregat halus saja. Batako adalah batu-batuan atau batu cetak yang tidak dibakar dari tras dan kapur, kadang-kadang juga dengan sedikit semen portland, sudah banyak dipakai oleh masyarakat untuk pembuatan rumah dan gedung. Batako mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total yang lebih baik dari pada beton padat. Semakin banyak produksi batako semakin ramah lingkungan dari pada produksi bata tanah liat karena tidak harus dibakar.

Pemakaiannya bila dibandingkan dengan batu merah, terlihat penghematan dalam beberapa segi, misalnya : per m2 luas tembok lebih sedikit jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat penghematan. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75%. Beratnya tembok diperingan sampai 50%, dengan demikian juga fondasinya bisa berkurang. Bentuk batu batako yang bermacam-macam memungkinkan variasi-variasi yang cukup, dan jikalau kualitas batu batako mengizinkan, tembok ini tidak usah diplester dan sudah cukup menarik.


(19)

Batako pada umumnya dibuat dengan bahan baku yang terdiri dari pasir, semen dan air dengan perbandingan tertentu. Bahan-bahan tersebut dicampur pada tempat yang bersih dan mempunyai atap dan memakai alas agar tidak bercampur dengan tanah. Masa perawatan 3-5 hari, guna memperoleh pengeringan dan kemantapan bentuk. Untuk memperoleh proses pengerasan biarkan selama 3-4 minggu. Di samping itu diusahakan agar di tempat sekitarnya udara tetap lembab (Frick,H.,1996). Karena mencegah penguapan akibat suhu yang tinggi. Penguapan dapat menyebabkan suatu kehilangan air yang cukup berarti sehingga mengakibatkan terhentinya proses hidrasi, dengan konsekuensi berkurangnya peningkatan kekuatan. Penguapan juga dapat menyebabkan penyusutan kering yang terlalu awal dan cepat, sehingga berakibat timbulnya tegangan tarik yang mungkin menyebabkan retak (Murdock,L.J.,1991).

Berdasarkan bentuknya, batako digolongkan ke dalam dua kelompok utama:

(a) (b) Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang

Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah kedap panas dan suara (Muller,C, Fitriani,E, Halimah, & Febriana,I. 2006).


(20)

1. batako putih, dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air sehingga sering juga disebut batu cetak kapur tras.

2. batako semen pc / batako pres, dibuat dari campuran semen pc dan pasir atau abu batu. Ukuran dan model lebih beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya menggunakan 2 lubang atau 3 lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat. Nama lain dari batako semen adalah batako press, yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu press mesin dan press tangan. Secara kasat mata, perbedaan press mesin dan tangan dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya (Susanta,G.,2007).

Kelebihan dinding batako pres:

• Kedap air sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya rembesan air. • Pemasangan lebih cepat.

Kekurangan dinding batako pres:

• Harga relatif lebih mahal dibanding batako tras. • Mudah terjadi retak rambut pada dinding.

• Mudah dilubangi karena terdapat lubang pada bagian sisi dalamnya.

Berdasarkan SNI-3-0349-1989, persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding

Mutu Kuat tekan minimum (MPa)

I 9,7

II 6,7

III 3,7

IV 2


(21)

Kuat-hancur dari batako dipengaruhi oleh sejumlah faktor, selain oleh perbandingan air-semen dan tingkat pemadatannya. Faktor-faktor penting lainnya yaitu :

1. Jenis semen dan kualitasnya.

2. Jenis dan lekak-lekuk bidang permukaan agregat.

3. Effisiensi dari perawatan (curing). Kehilangan kekuatan sampai sekitar 40 persen dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya.

4. Suhu. Pada umumnya kecepatan pengerasan batako bertambah dengan bertambahnya suhu.

5. Umur. Pada keadaan yang normal kekuatan batako bertambah dengan umurnya. Pada awal dari hidrasi hanya berlangsung reaksi kimia pada bagian luar partikel semen. Maka partikel yang belum mengalami hidrasi terus menyerap air dari udara meskipun air pencampur telah kering. Proses kimia yang berkelanjutan ini secara berangsur-angsur meningkatkan kekuatan dan kepadatan batako, sebuah proses yang berkelanjutan sampai beberapa tahun. Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen. Misalnya semen dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan batako yang kuat hancurnya pada 24 jam sama dengan semen Portland biasa pada 28 hari (Murdock,L.J.,1991).

2.2 Semen

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

2.2.1 Semen non-hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Pengikatan kapur terjadi akibat kehilangan air atau akibat penguapan. Proses pengerasan berlangsung akibat reaksi karbondioksida dari udara dengan kapur mati. Dari reaksi tersebut akan terbentuk kembali kristal-kristal kalsium karbonat, yang


(22)

Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis di alam. Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih berbentuk kapur tohor (belum berhubungan dengan air) dan akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air (Mulyono,T.,2004).

2.2.2 Semen hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozollan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.

Semen yang umum dipakai pada pembuatan batako adalah semen Portland dan semen portland pozzolan. Semen Portland ini dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen (Mulyono,T.,2004).

Tabel 2.2 Jenis-jenis semen Portland

Jenis Penggunaan

I II

III IV V

Konstruksi biasa di mana sifat yang khusus tidak diperlukan

Konstruksi biasa di mana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang

Jika kekuatan permulaan yang tinggi diinginkan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan

Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Wang Salmon.,1993).

Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat.


(23)

Walaupun komposisi semen dalam batako hanya sekitar 20%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting.

Semen akan bereaksi dengan sangat cepat jika ditambah dengan air, sehingga menjadi pasta semen. Semen ini tidak mengeras karena pengeringan akan tetapi oleh karena reaksi hidrasi kimia. Oleh karena itu batako harus tetap basah untuk menjamin pengerasan yang baik. Reaksi hidrasi tersebut melepaskan panas, panas ini dinamakan panas-hidratasi. Jumlah panas yang dibentuk antara lain tergantung dari jenis semen yang dipakai, kehalusan penggilingan dan faktor air semen. Perkembangan panas ini dapat membentuk suatu masalah yakni retakan yang terjadi ketika pendinginan.

Adapun yang mempengaruhi waktu pengikatan adalah : - kehalusan semen

- faktor air-semen - temperatur

Faktor air semen (F.A.S) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen : F.A.S =

semen berat

air berat

Faktor air semen yang rendah (kadar air sedikit) menyebabkan air di antara bagian-bagian semen sedikit, sehingga jarak antara butiran-butiran semen pendek. Akibatnya massa semen menunjukkan lebih berkaitan, karenanya kekuatan awal lebih dipengaruhi dan akhirnya batuan-semen mencapai kepadatan tinggi (Sagel,R.,1997).

Perbandingan air semen menentukan kekuatan beton atau batako. Air yang berlebihan hanya akan mengambil tempat dan menghambat ikatan, karena air yang berlebihan tersebut tidak turut reaksi hidrasi. Bila air yang berlebihan tersebut menguap, retak halus akan tertinggal. Oleh karena itu perbandingan air semen dibuat serendah mungkin. Meskipun demikian air harus cukup, agar beton mudah dicor, dan dapat mengisi ruangan tanpa kekosongan. Getaran akan mempercepat proses pengisian. Kekosongan berbentuk bulat ini tidak akan melemahkan beton. Cacat yang terjadi setelah kelebihan air menguap yang dapat mengurangi kekuatan beton


(24)

Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin baik kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sekitar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.

Adapun komponen–komponen bahan baku Portland cement yang baik menurut Tjokrodimuljo, yaitu :

(1) Batu kapur (CaO) = 60 – 67% (2) Pasir Silika (SiO2) = 17 – 25% (3) Alumina (Al2O3) = 0,3 – 0,8% (4) Magnesia (MgO) = 0,3 – 0,8%

(5) Sulfur (SO3) = 0,3 – 0,8% (Wisnuwijanarko, 2008).

Menurut SNI 15-0302-2004, Semen portland pozolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan. Pozolan yaitu bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen.

Jenis dan penggunaan semen portland pozolan :

1. Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton.

2. Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi sedang.

3. Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.


(25)

4. Jenis P-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah.

2.3 Agregat

Agregat (yang tidak bereaksi) adalah bahan-bahan campuran batako yang saling diikat oleh perekat semen. Agregat yang banyak digunakan karena sifatnya yang ekonomis adalah pasir dan kerikil. Pasir dan kerikil alamiah timbul pada tempat yang dangkal (mengapung) atau terletak di dasar sungai-sungai maupun sebagai peninggalan ketika es mencair.

Sifat-sifat agregat mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dari batako yang sudah mengeras, karena agregat biasanya menempati sekitar 60%-80% dari isi total batako. Karena agregat merupakan bahan yang terbanyak di dalam batako, maka semakin banyak persen agregat dalam campuran akan semakin murah harga batako, dengan syarat campurannya masih cukup mudah dikerjakan untuk elemen struktur yang memakai batako tersebut.

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdock,L.J.,1991).

Kekuatan batako tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari batako yang akan dibuat maka agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran batako. Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak dipengaruhi oleh lekatan antara butir satu dengan lainnya. Butir-butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan batako yang dapat diandalkan.


(26)

Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal : (1). Karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan (interlocking). (2). Porositas yang besar. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan terhadap beban kejut (Mulyono,T.,2004).

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan teknik yang digunakan. Jika dikonsolidasikan, butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasta semennyapun akan lebih ekonomis. Bentuk-bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton segar (fresh concrete).

Agregat yang digunakan pada campuran batako dapat berupa agregat alam atau agregat buatan. Contoh agregat alam adalah pasir alami dan kerikil, sedangkan contoh agregat buatan adalah agregat yang berasal dari hasil residu terak tanur tinggi, pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu PLTU, extended shale, expended

slag dan lainnya.

Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu :

1. agregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan-pecahan dari blast-furnace) dan

2. agregat halus (pasir alami dan buatan).

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat yang digunakan dalam beton sama halnya pada batako. Biasanya agregat yang digunakan pada batako adalah agregat halus berupa pasir. Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan No. 100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. (Nawy,G.E.,1990).

Terdapat 4 jenis utama pasir, yaitu: 1. Pasir galian


(27)

3. Pasir sungai

4. Pasir yang dihancurkan

Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan batako. Dalam penelitian ini digunakan pasir sungai. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut asalkan pengotoran serta garam-garamnya (khlorida) dibersihkan dan kulit kerang disisihkan. Produksi penggalian pasir dan kerikil akan dipisah-pisahkan dengan ayakan dalam 3 kelompok yaitu :

1. kerikil kasar (lebih besar dari 30 mm) 2. kerikil beton (dari 5 mm sampai 30 mm) 3. pasir beton (lebih kecil dari 5 mm) (Sagel,R.,1997).

Agregat merupakan komponen penyusun beton yang digunakan untuk membuat volume stabil. Selain itu, sifat mekanik dan fisik dari agregat sangat berpengaruh tehadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, dll. Kegunaan agregat pada beton adalah:

 Menghasilkan beton yang murah  Menimbulkan volume beton yang stabil

 Mencegah abrasi jika beton digunakan pada bangunan laut  Penyusun serta pengisi volume yang terbesar.

Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23) agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:

(1) Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. (2) Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.

(3) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.


(28)

(4) Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Karena bahan organik dapat menghambat proses hidrasi semen, sehingga memperlama pengerasan dan mengurangi kekuatan.

(5) Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca. (6) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.

2.4 Air

Di dalam campuran batako, air mempunyai dua fungsi :

1. untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, dan

2. sebagai pelicin campuran pasir dan semen agar memudahkan percetakan.

Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran batako. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan-bahan kimia lain, bila dipakai untuk campuran batako akan sangat menurunkan kekuatannya dan dapat juga mengubah sifat-sifat semen. Selain itu, air yang demikian dapat mengurangi afinitas antara agregat dengan pasta semen dan mungkin pula mempengaruhi kemudahan pengerjaan.

Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Air laut umumnya mengandung 3,5% larutan garam (sekitar 78% adalah sodium klorida dan 15% adalah magnesium klorida). Garam-garam dalam air laut ini akan mengurangi kualitas batako hingga 20%. Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan batako pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan batako yang menggunakan air standar/suling (Mulyono,T.,2004).

Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:


(29)

a) Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada beton.

b) Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.

c) Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai akibatnya batako yang dihasilkan akan kurang kekuatannya.

Adapun hukum perbandingan air semen dari Abrams, sebagai berikut :

“Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran cukup plastis dan dapat dikerjakan” (Murdock,L.J.,1991).

Hukum ini memberikan arti, bahwa beton yang dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik dan pada kadar semen tertentu, kekuatannya tergantung pada perbandingan air semen. Maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total (semen + agregat halus) material yang menentukan, melainkan hanya perbandingan antara air dan semen pada campuran yang menentukan.

2.5 Bahan Campuran

Bahan campuran adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran batako selain semen, agregat dan air pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Bahan campuran digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari batako misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain


(30)

Di Indonesia bahan campuran telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan campuran ini perlu dibuktikan dengan menggunakan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan campuran harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI.

Secara umum bahan campuran yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan campuran yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan campuran yang bersifat mineral (additive). Bahan campuran kimia merupakan bahan campuran yang lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan, jadi dapat dikatakan bahwa bahan campuran kimia lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Sedangkan bahan campuran mineral merupakan bahan campuran yang lebih banyak bersifat penyemenan, jadi bahan campuran aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatannya.

Jenis bahan campuran kimia yang utama pada beton atau batako : 1. bahan campuran pengurang air (water-reducing admixture) 2. bahan campuran penghambat pengikatan (retarding admixture) 3. bahan campuran pemercepat pengikatan (accelerating admixture)

4. bahan campuran pengurang air dan pengontrol pengeringan (water reducing

and retarding admixture)

5. bahan campuran pengurang air dan pemercepat pengikatan (water reducing

and accelerating admixture)

6. bahan campuran pengurang air dengan kadar tinggi (water reducing, high

range admixture)

7. bahan campuran pengurang air dan penghambat ikatan dengan kadar tinggi (water reducing, high range retarding admixture).

(Mulyono,T.,2004).

Pada saat ini, bahan campuran mineral lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton atau batako. Beberapa bahan campuran mineral ini adalah pozzollan, fly ash, slag, silica fume, dan abu jerami padi.


(31)

Penambahan bahan campuran dalam campuran beton atau batako tidak mengubah komposisi yang besar dari bahan yang lainnya, karena penggunaan bahan campuran ini cenderung merupakan pengganti atau substitusi dari dalam campuran batako itu sendiri.

2.6 Padi

Menurut sejarahnya tanaman padi berasal dari Benggala, sebelah Utara. Padi termasuk dalam genus Oriza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropis dan daerah sub tropika seperti Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Padi yang sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oriza sativa f.spontanea. Kesuburan tanaman padi tergantung pada keadaan tanah. Pada tanah kering kurang baik ditanami padi, sebab pada jenis tanah ini akar padi kurang menyebar. Tanaman padi terdiri atas beberapa bagian antara lain : akar, batang, daun, dan buah. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras, beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan oleh tubuh antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu, dan vitamin. Di samping beras pertanian padi dapat menghasilkan jerami, merang, katul dan sekam yang juga dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tersebut memiliki manfaat dan kegunaan masing-masing antara lain :

2.6.1 Batang Padi (Jerami Padi)

Tanaman padi memiliki batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenisnya. Padi jenis unggul biasanya berbatang pendek atau lebih pendek daripada jenis lokal, sedangkan jenis padi yang tumbuh di tanah rawa dapat lebih panjang lagi, yaitu antara 2-6 meter. Biasanya setelah panen hasil, batang padi tidak dipergunakan lagi dan dibuang begitu saja sehingga menjadi kumpulan jerami padi yang tidak berguna lagi. Jerami tersebut kebanyakan terdiri dari batang padi, tetapi ada juga terdapat ujung daunnya.


(32)

Setelah padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi. Perbandingan yang dapat diperoleh antara gabah dan jerami tergantung dari varietas padi biasanya adalah 1 : 1 atau 1 : 1,25.

Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil bulirnya (gabahnya) sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian terbesar. Jerami sebagai limbah pertanian sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering dibakar untuk mengatasi masalah tersebut. Di beberapa daerah di Indonesia, jerami diangkut seluruhnya untuk pakan ternak, pembuatan kertas dan lain-lain.

Jerami padi merupakan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Limbah padat pada umumnya berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll.

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Batang utama tanaman padi yang menunjukkan kondisi fisik jerami,

(b) Tanaman padi siap panen

Adapun persyaratan jenis jerami yang baik untuk digunakan :

1. Memiliki tingkat kekeringan yang cukup (kandungan air hanya 14-16% saja). Idealnya digunakan jerami hasil panen saat musim kering dan langsung dijemur. Jangan sampai terkena hujan atau percikan air sekalipun. Jerami yang


(33)

mengandung terlalu banyak air potensial untuk tempat hidup jamur dan serangga kecil.

2. Nampak cemerlang pada kulitnya sebagai pertanda memiliki kekuatan yang cukup dan belum mengempis rongga udaranya. Memiliki warna kuning cerah, sebagai pertanda belum lama dipanen. Bila terlalu lama disimpan warnanya berubah menjadi pucat atau lebih tua, tergantung pada cara penyimpanan. Masa penyimpanan yang lama dapat menyebabkan rongga udara mengempis. Untuk mengetahui apakah jerami masih baru saja dipanen atau lama disimpan, selain dengan jalan menunggui proses pemanenan juga dapat diketahui melalui bau yang ditimbulkan jerami. Jerami baru panen tidak berbau dan bila telah lama disimpan menghasilkan bau yang kurang sedap. Cek kepadatan jerami dapat juga dilakukan dengan menumpuknya kemudian diinjak, bila segera mengempis berarti kualitasnya kurang baik. Namun bila mengempis sesaat kemudian kembali lagi, berarti kualitasnya baik.

3. Ketebalan (diameter rongga) jerami secara rata-rata adalah sama, oleh karenanya yang perlu dipilih adalah panjang batang utama. Diperkirakan dibutuhkan panjang batang utama sekitar 20 cm, setelah dibersihkan dari cabang-cabangnya.

4. Memiliki berat yang secara rata-rata sama. Pengujian dapat dilakukan dengan mengambil kira-kira 30 batang kemudian ditimbang, demikian ambil lagi 20-30 batang yang lain kemudian ditimbang.

(Mediastika,C.E, 2007)

Tabel 2.3 Komposisi Kimiawi Jerami Padi

Komponen Komposisi (%)

Menurut Suharno (1979) Kadar air

Protein kasar Lemak Serat kasar Abu

Karbohidrat kasar

9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 33,71


(34)

Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang) Hydrogen

Oksigen Silika (SiO2)

1,33 1,54 33,64 16,98 (Sumber : Manahu,L., 2008)

Dengan komposisi kandungan kimia seperti itu, maka jerami dapat dimanfaatkan untuk :

1. bahan baku industri kimia, terutama kandungan kimia furtural,

2. bahan baku industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen Portland, bahan isolasi dan campuran pada industri bata merah.

3. sumber energi panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

2.6.2 Abu Jerami Padi

Pembuatan jerami dan briket arang jerami menghasilkan abu. Abu jerami padi berasal dari jerami yang dibakar. Abu jerami padi dapat dimanfaatkan untuk abu gosok, bahan ameliorasi tanah asam dan bahan campuran dalam pembuatan semen hidrolik serta dapat dimanfaatkan untuk campuran batako, mortar, beton dan campuran batu bata press.

Teknologi produksi abu bervariasi, dari pembakaran tumpukan terbuka sampai pembakaran yang dirancang khusus. Karena gradien suhu yang tinggi menghasilkan pembentukan struktur kristal silika yang lebih tinggi. Penggunaan abu silika dalam campuran batako dan beton dimaksudkan untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi. Abu silika berkinerja tinggi sehingga dapat menghasilkan kekuatan sekitar 30-70 Mpa untuk umur 28 hari berkisar antara komposisi 0-30%.


(35)

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Abu Jerami Padi

Komponen Kadar (%)

SiO2 Al2O3 Fe2O3

CaO MgO

SO3 Dan lain-lain

65,92 1,78

0,2 2,4 3,11 0,69 25,9


(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu: 1. Ayakan 100 Mesh

Berfungsi untuk pembutiran pasir dan abu jerami padi. 2. Neraca analitik

Berfungsi untuk menimbang bahan. 3. Cetakan (Silinder berdiameter 50 mm)

Berfungsi sebagai tempat mencetak batako 4. Pengepresan (150 kgf)

Berfungsi menekan sampel batako yang berada dalam cetakan agar menjadi lebih padat.

5. Mixer

Berfungsi mengaduk semua bahan agar homogen. 6. Universal Testing Machine (UTM)

Berfungsi menguji kekuatan tekan sampel batako. 7. Jangka sorong

Berfungsi mengukur diameter, panjang, lebar dan tinggi sampel batako. 8. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915


(37)

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: 1. Semen portland pozollan

2. Pasir

3. Abu jerami padi 4. Air


(38)

3.2 Diagram Alir Penelitian

Pencetakan

Pengepresan

Pengeringan

Pengujian Sampel

Densitas

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Penyerapan air Pengadukan

Pencampuran

Penyediaan semen, pasir, air, dan abu jerami padi

Jerami padi dibakar, kemudian diayak dengan ukuran butir 100 mesh (150µ m) Penyediaan jerami padi yang sudah dikeringkan

Kuat tekan Kekerasan


(39)

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi : 1. Variabel bebas

Variasi penambahan abu jerami padi dan pengurangan pasir. 2. Variabel terikat

Uji penyerapan air, uji densitas, uji kuat tekan dan uji kekerasan.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Campuran

Pembuatan abu jerami padi dilakukan dengan cara pembakaran jerami padi yang telah dikeringkan sebelumnya. Kemudian abu jerami padi diayak dengan ayakan 100 mesh.

3.4.2 Prosedur Pembuatan Sampel

1. Disediakan semua bahan campuran batako yaitu semen, pasir dengan perbandingan 1 : 4 dan abu jerami padi dengan variasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari massa pasir serta air secukupnya.

2. Dicampurkan semua bahan sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan, kemudian diaduk dengan mixer sampai campuran merata.

3. Setelah campuran merata, kemudian campuran tersebut ditimbang untuk mendapatkan ukuran sampel yang sama.

4. Dimasukkan campuran ke dalam cetakan berbentuk silinder yang berdiameter 50 mm, kemudian dipadatkan dengan cara pengepresan.

5. Dikeluarkan sampel batako dari cetakan, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam ruangan pada suhu kamar (270C) selama 28 hari.


(40)

3.5 Pengujian Sampel

3.5.1 Pengujian Penyerapan air

Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi oleh pori-pori atau rongga yang terdapat pada batako tersebut. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam batako maka akan semakin besar pula penyerapan air sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya.

Pengujian penyerapan air dilakukan untuk mengetahui persentase penyerapan air dari benda uji setelah direndam pada periode tertentu. Pengujian penyerapan air (water absorbtion) menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian penyerapan air terhadap sampel batako ini dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu jerami padi (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu jerami padi dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu jerami padi dari massa pasir.

Persentase penyerapan air dari benda uji dapat diperoleh dengan rumus:

(%) x100%

m m m air

Penyerapan

k k

b

= (3.1)

Dimana ;

mb = Massa basah dari benda uji (gr) mk = Massa kering dari benda uji (gr)

Cara pengujiannya, yaitu:

1. Sampel yang akan diuji ditimbang beratnya (mk). 2. Sampel direndam dalam air selama 24 jam.


(41)

3. Sampel diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris kurang lebih 1 menit kemudian ditimbang beratnya (mb).

3.5.2 Pengujian Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Semakin besar densitas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah penyerapan airnya. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda.

Pengujian densitas dilakukan untuk mengetahui besarnya densitas yang terdapat pada benda uji. Pengujian densitas menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian densitas terhadap sampel batako ini dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu jerami padi (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu jerami padi dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu jerami padi dari massa pasir.

Densitas dari benda uji dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

V m

Densitas(ρ)= (3.2)

Dimana;

ρ = densitas benda uji (gr/cm2) m = massa benda uji (gr) V = volume benda uji (cm3)

Volume benda uji dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Volume (V) = ¼ πd2t (3.3) Dimana;


(42)

t = tebal benda uji (cm)

Cara Pengujiannya:

Sampel yang akan diuji diukur diameternya (d) dan tebalnya (t), kemudian ditimbang massanya (m).

3.5.3 Pengujian Kuat Tekan

Kuat tekan (Compressive strength) suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur benda uji. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian kuat tekan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu jerami padi (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu jerami padi dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu jerami padi dari massa pasir.

Kuat tekan sampel batako dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

A P

fc = (3.4)

Dimana ;

fc = Kuat tekan (MPa) P = Beban maksimum (N)

A = Luas bidang permukaan (m2)

Cara pengujiannya, yaitu:


(43)

2. Sampel diletakkan di atas bentangan penumpu dan tepat berada di tengah di bawah penekan.

3. Jarum penunjuk pada alat UTM tersebut diatur sehingga menunjukkan angka nol.

4. Alat dihidupkan, kemudian setelah sampel hancur, dicatat angka yang ditunjukkan pada alat sebagai nilai P.

3.5.4 Pengujian Kekerasan

Kekerasan adalah tahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan yang besar. Cara pengukuran kekerasan dapat ditetapkan dengan deformasi yang berbeda, yaitu kekerasan Brinell, Rockwell, dan Vickers.

Pengujian kekerasan yang dipakai pada penelitian ini adalah metode Brinnel. Pada metode Brinnel, sebuah peluru baja dikeraskan ditekankan pada permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu. Metode Brinnel tidak dapat dipakai untuk bahan-bahan yang sangat keras, oleh karena peluru baja yang dikeraskan itu terlalu banyak berubah bentuknya, yang memberikan hasil yang tidak dapat diandalkan (Van Vliet,G.L.J.,1984).

Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui ketahanan benda uji terhadap desakan ke dalam yang tetap. Pengujian kekerasan menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian kekerasan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu jerami padi dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu jerami padi dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu jerami padi dari massa pasir.


(44)

Pengukuran kekerasan sampel batako ini dilakukan menurut metode Brinell, yang dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

A F

HB= 0,102. (3.5)

Dimana ;

HB = Nilai kekerasan menurut metode Brinell F = Gaya desakan (N)

A = Luas segmen bola dari desakan dalam (m2)

0,102 = Faktor perhitungan yang diperlukan, oleh karena untuk satuan gaya kita beralih dari N ke kgf.

Cara pengujiannya, yaitu:

Pengukuran kekerasan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Brinell, dimana hasil pengujian langsung tertera dimonitor alat, dalam satuan BH (Brinell Hardness).


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengujian Penyerapan air

Tabel 4.1 Data hasil pengujian penyerapan air sampel batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari

No Variasi campuran

Massa kering (gr) Massa basah (gr) Penyerapan air (%) Penyerapan air rata-rata (%) 1 0%AJP+80%Pasir

+20%Semen

92,0 103,5 12,50%

12,50% 92,5 103,8 12,22%

91,5 103,2 12,79% 2 8%AJP+72%Pasir

+20%Semen

91,0 103,0 13,19%

13,32% 91,0 103,3 13,52%

90,5 102,5 13,26% 3 16%AJP+64%Pasir

+20%Semen

90,0 102,5 13,89%

13,70% 89,7 102,0 13,71%

90,3 102,5 13,51% 4 24%AJP+56%Pasir

+20%Semen

86,0 98,0 13,95%

14,24%

85,3 97,5 14,30%

85,0 97,3 14,47%

5 32%AJP+48%Pasir +20%Semen

85,5 97,5 14,04%

14,46%

84,5 97,0 14,79%

84,5 96,8 14,56%

6 40%AJP+40%Pasir +20%Semen

83,0 96,0 15,66%

15,25%

84,0 96,7 15,12%

83,5 96,0 14,97%

Keterangan :

AJP = Abu Jerami Padi

Perbandingan semen dan pasir adalah 1 : 4


(46)

4.1.2 Pengujian Densitas

Tabel 4.2 Data hasil pengujian densitas sampel batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari

No Variasi campuran Massa (gr) Diameter (mm) Tebal (mm) Volume (cm3)

Densitas (gr/cm3)

Densitas rata-rata (gr/cm3)

1 0%AJP+80%Pasir +20%Semen

92,0 51 25,0 51,0 1,80

1,80 92,5 51 25,3 51,7 1,79

91,5 51 25,0 51,0 1,79

2 8%AJP+72%Pasir +20%Semen

91,0 51 25,5 52,1 1,75

1,75 91,0 51 25,8 52,7 1,73

90,5 51 25,0 51,0 1,77

3 16%AJP+64%Pasir +20%Semen

90,0 51 26,5 54,1 1,66

1,67 89,7 51 26,3 53,7 1,67

90,3 51 26,5 54,1 1,67

4 24%AJP+56%Pasir +20%Semen

86,0 51 25,0 51,0 1,68

1,65 85,0 51 25,3 51,7 1,65

85,0 51 25,5 52,1 1,63

5 32%AJP+48%Pasir +20%Semen

86,0 51 25,5 52,1 1,65

1,62 84,8 51 26,0 53,1 1,60

84,5 51 25,7 52,5 1,61

6 40%AJP+40%Pasir +20%Semen

83,0 51 27,0 55,1 1,51

1,50 84,0 51 27,5 56,1 1,50

83,5 51 27,5 56,1 1,49


(47)

4.1.3 Pengujian Kuat Tekan

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan sampel batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari

No Variasi campuran Diameter (mm) Beban maksimum (Kg.f) Kuat tekan (Mpa) Kuat tekan rata-rata (Mpa) 1 0%AJP+80%Pasir

+20%Semen

51 1940 9,32

9,33

51 1945 9,34

51 1940 9,32

2 8%AJP+72%Pasir +20%Semen

51 1890 9,08

9,06

51 1885 9,06

51 1880 9,03

3 16%AJP+64%Pasir +20%Semen

51 1760 8,45

8,44

51 1760 8,45

51 1750 8,41

4 24%AJP+56%Pasir +20%Semen

51 1680 8,07

8,06

51 1685 8,09

51 1670 8,02

5 32%AJP+48%Pasir +20%Semen

51 1620 7,78

7,77

51 1610 7,73

51 1625 7,81

6 40%AJP+40%Pasir +20%Semen

51 1525 7,33

7,32

51 1520 7,30

51 1525 7,33

NB: Contoh perhitungan terlampir pada lampiran B.3.

Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding

Mutu Kuat tekan minimum (MPa)

I 9,7

II 6,7

III 3,7

IV 2


(48)

4.1.4 Pengujian Kekerasan

Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan sampel batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari

No Variasi campuran Kekerasan (HB)

Kekerasan rata-rata (HB)

1 0%AJP+80%Pasir+20%Semen

90

90,33 91

90

2 8%AJP+72%Pasir+20%Semen

87

88,00 89

88

3 16%AJP+64%Pasir+20%Semen

88

87,00 86

87

4 24%AJP+56%Pasir+20%Semen

86

85,67 86

85

5 32%AJP+48%Pasir+20%Semen

85

84,67 84

85

6 40%AJP+40%Pasir+20%Semen

82

83,33 83


(49)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengujian Penyerapan air

Dari hasil data pada tabel 4.1 diperoleh grafik seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.1 Grafik penyerapan air pada batako terhadap persentase abu jerami padi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase abu jerami padi berbanding lurus dengan penyerapan air batako, semakin bertambah persentase abu jerami padi maka penyerapan air dari batako semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan abu jerami padi memiliki massa yang lebih ringan dari pasir sehingga kerapatan akan semakin kecil dan pori-pori semakin meningkat. Maka air dapat dengan mudah terserap dan mengisi pori-pori tersebut. Pengujian penyerapan air ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Nilai serapan air batako untuk variasi komposisi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% abu jerami padi dari massa pasir, berturut-turut adalah 13,32%, 13,70%, 14,24%, 14,46%, dan 15,25%. Nilai persentase serapan air ini memenuhi syarat dari SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), dimana nilai serapan air lebih kecil dari syarat penyerapan air maksimum 25 % untuk batako mutu I.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 10 20 30 40 50

Abu Jeram i Padi (%)

P e n y e ra p a n a ir ( % )


(50)

Pengujian Densitas

Dari hasil data pada tabel 4.2 diperoleh grafik seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.2 Grafik densitas pada batako terhadap persentase abu jerami padi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase abu jerami padi berbanding terbalik dengan densitas batako, semakin bertambah persentase abu jerami padi maka densitas dari batako semakin menurun namun tidak berpengaruh secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan abu jerami padi memiliki massa yang lebih ringan dari pasir, sehingga massa batako semakin kecil dengan persentase abu jerami padi yang semakin besar. Pengujian densitas ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Densitas untuk batako normal (batako tanpa campuran abu jerami padi) adalah sebesar 1,75 gr/cm3 sedangkan batako dengan campuran abu jerami padi adalah 1,67 – 1,5 gr/cm3.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

0 10 20 30 40 50

Abu Jeram i Padi (%)

D

e

n

s

it

a

s

(

g

r/

c

m

3


(51)

4.2.3 Pengujian Kuat Tekan

Dari hasil data pada tabel 4.3 diperoleh grafik seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan batako terhadap persentase abu jerami padi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase abu jerami padi berbanding terbalik dengan kuat tekan batako, semakin bertambah persentase abu jerami padi maka kuat tekan dari batako semakin menurun. Hal tersebut disebabkan abu jerami padi memiliki massa yang lebih ringan dari pasir sehingga densitas menurun dan pori-pori dari batako akan semakin meningkat. Karena meningkatnya pori-pori-pori-pori, penyerapan air semakin besar. Maka gaya adhesi dalam batako tersebut semakin kecil sehingga kuat tekan batako menurun. Pengujian kuat tekan ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Kuat tekan untuk batako normal (batako tanpa campuran abu jerami padi) adalah sebesar 9,33 MPa sedangkan batako dengan campuran abu jerami padi adalah 7,32 – 9,06 MPa. Ditinjau menurut persyaratan kuat tekan minimum batako (SNI 03-0349-1989) sebagai bahan bangunan dinding, batako dengan campuran abu jerami padi memenuhi syarat kuat tekan minimum untuk batako mutu II.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 10 20 30 40 50

Abu Jeram i Padi (%)

K u a t te k a n ( M P a )


(52)

4.2.4 Pengujian Kekerasan

Dari hasil data pada tabel 4.4 diperoleh grafik seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.4 Grafik kekerasan pada batako terhadap persentase abu jerami padi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase abu jerami padi berbanding terbalik dengan kekerasan batako, semakin bertambah persentase abu jerami padi maka kekerasan dari batako semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan abu jerami padi memiliki massa yang lebih ringan dari pasir sehingga densitas menurun dan pori-pori dari batako akan semakin meningkat. Karena meningkatnya pori-pori-pori-pori, penyerapan air semakin besar sehingga kekerasan semakin menurun. Pengujian kekerasan ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 0% abu jerami padi (batako normal) sebesar 90,33 HB, sedangkan kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 10% abu jerami padi sebesar 88 HB, kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 20% abu jerami padi sebesar 87 HB, kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 30% abu jerami padi sebesar 85,67 HB, kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 40% abu jerami padi sebesar 84,67 HB dan kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 50% abu jerami padi sebesar 83,33 HB.

8,20 8,30 8,40 8,50 8,60 8,70 8,80 8,90 9,00 9,10

0 10 20 30 40 50

Abu Jeram i Padi (%)

K e k e ra s a n ( 1 0 H B )


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dan analisa data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Abu jerami padi dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat (pasir) dalam pembuatan batako, karena kuat tekan batako dengan menggunakan abu jerami padi hampir menyamai kekuatan tekan dari batako normal (batako dengan campuran semen dan pasir tanpa abu jerami padi). 2. Berdasarkan klasifikasi mutu dan kuat tekan minimum yang disyaratkan dari

SNI 03-0349-1989, batako dengan campuran abu jerami padi memenuhi syarat batako mutu II.

3. Nilai serapan air batako untuk variasi komposisi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% abu jerami padi dari massa pasir, berturut-turut adalah 13,32%, 13,70%, 14,24%, 14,46%, dan 15,25%. Nilai persentase serapan air ini memenuhi syarat dari SNI 03-0349-1989, dimana nilai serapan air lebih kecil dari syarat penyerapan air maksimum 25 % untuk batako mutu I.

4. Kekuatan batako cenderung menurun dikarenakan abu jerami padi memiliki massa yang lebih ringan dari pasir sehingga densitas semakin kecil dan pori-pori dari batako semakin meningkat. Karena meningkatnya pori-pori-pori-pori, penyerapan air semakin besar. Maka gaya adhesi dalam batako tersebut semakin kecil sehingga kekuatan batako menurun.


(54)

5.2 Saran

1. Perlu kiranya diteliti lebih lanjut penggunaan abu jerami padi sebagai bahan pembuatan batako dengan persentase yang berbeda untuk mendapatkan batako dengan karakterisasi yang lebih baik lagi.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan abu jerami padi sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan batako.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

El-Sayed,A,M & El-Samni,M,T. 2006. Physical and Chemical Properties of Rice

Straw Ash and Its Effect on the Cement Paste Produced from Different Cement Types. Diakses tanggal 14 Desember 2009.

http://digital.library.ksu.edu.sa/V43M347R2694.pdf

Frick,Heinz. 1996. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta. Kanisius.

Manahu,L. 2008. Analisis Sifat Mekanik Batako dengan Campuran Ampas Tebu dan

Abu Jerami Padi. Skripsi Jurusan Fisika. FMIPA UNIMED. Medan.

Mediastika,C,E. 2007. Potensi Jerami Padi sebagai Bahan Baku Panel Akustik. Diakses tanggal 04 November 2009.

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/viewFile/16749/1 6728

Muller,C, Fitriani,E, Halimah, & Febriana,I. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin

atau Paving Blok dan Batako. Diakses tanggal 11 Agustus 2009.

http://www.ilo.org/public/indonesia/region/asro/jakarta/download/manualblok. pdf

Mulyono,T. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta. ANDI.

Murdock,L.J.,L.M.Brock. 1991. Bahan dan Praktek Beton. Terjemahan oleh Stephanus Hendarko. Jakarta. Erlangga.

Nawy,Edward.G. 1990. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Terjemahan oleh Bambang Suryoatmono. Bandung. Penerbit PT.Eresco.

Sagel,R & H.Kesuma,Gideon. 1997. Pedoman Pengerjaan Beton. Cetakan Kelima. Jakarta. Erlangga.

SNI 15-0302-2004. Semen Portland Pozolan. BSN. Diakses tanggal 12 November 2009.

http://wancik.files.wordpress.com/2007/06/sni-15-0302-2004_semen-portland-pozolan.pdf

Sumaryanto,D, Satyarno,I, & Tjokrodimulyo,K. 2009. Batako Padi Komposit Mortar

Semen. Diakses tanggal 12 November 2009.

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/cef/article/viewFile/17499/17418 Surdia,T. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta. PT.Pradnya Paramita.

Susanta,G. 2007. Dinding. Cetakan pertama. Jakarta. Penebar swadaya.

Van Vliet,G.L.J & Both,W. 1984. Teknologi untuk Bangunan Mesin Bahan-bahan I. Terjemahan Haroen. Jakarta. Erlangga.

Vlack,V. 1981. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi kelima. Terjemahan Sriati Djaprie. Jakarta. Erlangga.

Wang,C.K & Salmon,C.G. 1993. Disain Beton Bertulang. Terjemahan oleh binsar Hariandja. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga.

Wisnuwijanarko. 2008. Konstruksi Bangunan. Diakses tanggal 10 Agustus 2009. 10.html


(56)

LAMPIRAN A

VARIASI CAMPURAN BAHAN

No. Komposisi Semen (gr) Pasir (gr) Abu Jerami Padi (gr) 1. 0%AJP+80%Pasir

+20%Semen 20 80 0

2. 8%AJP+72%Pasir

+20%Semen 20 72 8

3. 16%AJP+64%Pasir

+20%Semen 20 64 16

4. 24%AJP+56%Pasir

+20%Semen 20 56 24

5. 32%AJP+48%Pasir

+20%Semen 20 48 32

6. 40%AJP+40%Pasir

+20%Semen 20 40 40

Keterangan :

AJP = Abu Jerami Padi

Perbandingan semen dan pasir adalah 1 : 4


(57)

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN DATA HASIL PENELITIAN

B.1 Perhitungan Penyerapan Air (Water Absorption)

Contoh perhitungan pengujian penyerapan air sebagai berikut : • Penyerapan Air

Massa basah ( mb ) = 103,5 gr

Massa kering ( ma ) = 92,0 gr

Maka :

Penyerapan air (%) = x 100

m m m k k b − %

= 100

92 0 , 92 5 , 103 x%

= 12,50 %

Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata : Penyerapan air rata-rata (%) =

3 % 79 , 12 % 22 , 12 % 50 ,

12 + +

= 12,50 %

Hal yang sama dilakukan untuk variasi campuran 2 sampai 6, sehingga diperoleh tabel 4.1.


(58)

B.2 Perhitungan Densitas

Contoh perhitungan pengujian densitas sebagai berikut : • Densitas

Massa benda uji (m) = 92 gr Diameter (d) = 51 mm Tebal (t) = 25 mm Volume benda uji (V) = ¼.πd2t

= ¼.3,14.(51)2.25 mm3 = 51,0x103 mm3 = 51,0 cm3

Maka : Densitas V m = ) (ρ

= 3 0 , 51 92 cm gr

= 1,8 gr/cm3

Untuk perhitungan densitas rata-rata : Densitas rata-rata =

3 79 , 1 79 , 1 8 ,

1 + +

= 1,8 gr/cm3

Hal yang sama dilakukan untuk variasi campuran 2 sampai 6, sehingga diperoleh tabel 4.2.


(59)

B.3 Perhitungan Kuat Tekan (Compressive Test)

Contoh perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut : • Kuat Tekan

Beban maksimum (P) = 1940 kgf

= 1940 kg x 9,8 m/s2 = 19012 kg.m/s2 = 19012 N

Luas permukaan (A) = ¼ πd2

= ¼ (3,14)(51 mm)2 = 2,04x10-3 m2

Maka :

fc = A P

= 3

10 04 , 2 19012 −

x N/m

2

= 9,32x106 N/m2 = 9,32x106 Pa = 9,32 MPa

Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata : Kuat tekan rata-rata ( fc ) =

3 32 , 9 34 , 9 32 ,

9 + +

MPa

= 9,33 Mpa

Hal yang sama dilakukan untuk variasi campuran 2 sampai 6, sehingga diperoleh tabel 4.3


(60)

LAMPIRAN C

GAMBAR ALAT-ALAT PERCOBAAN 1. Ayakan 100 Mesh

2. Neraca analitik


(61)

4. Mixer

5. Pengepresan


(62)

7. Universal Testing Machine (UTM)


(63)

LAMPIRAN D

GAMBAR BAHAN-BAHAN PERCOBAAN

1. Abu Jerami Padi


(1)

B.2 Perhitungan Densitas

Contoh perhitungan pengujian densitas sebagai berikut :

• Densitas

Massa benda uji (m) = 92 gr Diameter (d) = 51 mm Tebal (t) = 25 mm Volume benda uji (V) = ¼.πd2t

= ¼.3,14.(51)2.25 mm3 = 51,0x103 mm3 = 51,0 cm3

Maka : Densitas V m = ) (ρ

= 3 0 , 51 92 cm gr

= 1,8 gr/cm3

Untuk perhitungan densitas rata-rata : Densitas rata-rata =

3 79 , 1 79 , 1 8 ,

1 + +

= 1,8 gr/cm3

Hal yang sama dilakukan untuk variasi campuran 2 sampai 6, sehingga diperoleh tabel 4.2.


(2)

B.3 Perhitungan Kuat Tekan (Compressive Test)

Contoh perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut :

• Kuat Tekan

Beban maksimum (P) = 1940 kgf

= 1940 kg x 9,8 m/s2 = 19012 kg.m/s2 = 19012 N

Luas permukaan (A) = ¼ πd2

= ¼ (3,14)(51 mm)2 = 2,04x10-3 m2

Maka :

fc =

A P

= 3

10 04 , 2 19012 −

x N/m 2

= 9,32x106 N/m2 = 9,32x106 Pa = 9,32 MPa

Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata : Kuat tekan rata-rata ( fc ) =

3 32 , 9 34 , 9 32 ,

9 + +

MPa = 9,33 Mpa

Hal yang sama dilakukan untuk variasi campuran 2 sampai 6, sehingga diperoleh tabel 4.3


(3)

LAMPIRAN C

GAMBAR ALAT-ALAT PERCOBAAN

1. Ayakan 100 Mesh

2. Neraca analitik


(4)

4. Mixer

5. Pengepresan


(5)

7. Universal Testing Machine (UTM)


(6)

LAMPIRAN D

GAMBAR BAHAN-BAHAN PERCOBAAN

1. Abu Jerami Padi