Perbandingan Tensile Bond Strength Antara Resin Komposit Berbasis Methacrylate Dan Silorane Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Yang Berbeda Pada Restorasi Klas I Insisivus

(1)

PERBANDINGAN TENSILE BOND STRENGTH ANTARA RESIN

KOMPOSIT BERBASIS METHACRYLATE DAN SILORANE

MENGGUNAKAN SISTEM ADHESIF YANG BERBEDA

PADA RESTORASI KLAS I INSISIVUS (IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MERRY YUNITA P.

070600054

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2011

Merry Yunita P.

Perbandingan Tensile Bond Strength Antara Resin Komposit Berbasis

Methacrylate Dan Silorane Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Yang Berbeda

Pada Restorasi Klas I Insisivus.

xii + 58 halaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength antara resin komposit yang berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.

Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium. Sampel berjumlah 32 buah gigi insisivus satu rahang atas disimpan dalam larutan saline sebelum waktu perlakuan, terdiri atas dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I yang menggunakan resin komposit silorane dan sistem adhesif silorane dan kelompok II yang menggunakan resin komposit methacrylate dan sistem adhesif self-etch primer methacrylate. Semua sampel ditanam dalam tabung plastik berdiameter 13 mm dan tinggi 15 mm berisi self curing acrylic. Sampel diuji tarik menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electron System Universal Testing dengan beban maksimal 200 kgf (kilogram force) dan kecepatan 1 mm/ menit.


(3)

Dari 32 sampel yang diuji terlihat 4 sampel restorasi resin komposit utuh, 11 sampel restorasi lepas sebagian (cohesive failure) dan 17 sampel restorasi lepas seluruhnya (adhesive failure). Dari dua kelompok perlakuan, kelompok I (Filtek P90 dengan Sistem Adhesif Silorane) memiliki tensile bond strength lebih besar dibandingkan dengan kelompok II (Filtek P60 dengan Adper SE Plus), yaitu sebesar 504,08 ± 76,24.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis secara statistik dengan uji-T tidak ada perbedaan bermakna nilai tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane dengan menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus. ( p > 0,05)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

PERBANDINGAN TENSILE BOND STRENGTH ANTARA RESIN KOMPOSIT BERBASIS METHACRYLATE DAN SILORANE MENGGUNAKAN SISTEM

ADHESIF YANG BERBEDA PADA RESTORASI KLAS I INSISIVUS (IN VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

NIM : 070600054 MERRY YUNITA P.

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 29 November 2011

dan dinyatakan telah memenui syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg., M.Kes

Anggota tim penguji lain

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)

NIP : 19410830 196509 1 001 NIP: 19631127199203 2 004 Nevi Yanti, drg., M.Kes

Medan, 29 November 2011 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg., M.Kes


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 29 NOVEMBER 2011

OLEH : Pembimbing

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg., M.Kes

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg.,M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang memberi izin dilaksanakannya penelitian.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU dan sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan serta dorongan semangat kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.

3. Siti Wahyuni, drg. selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani masa pendidikan di FKG USU.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.


(7)

5. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Ketua Bagian Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU, beserta Bapak Aman atas izin bantuan fasilitas, dan bimbingan untuk pelaksanaan penelitian ini.

6. Abdul Jalil Amri Arma, drs., M.Kes, selaku Pembantu Dekan III FKM USU, atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.

7. Rasa terimakasih yang tak terhingga khususnya penulis sampaikan kepada ayahanda Pandapotan Munthe dan ibunda Netty Purba serta saudara penulis Andriany Munthe, Evi Munthe, David Munthe atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta segala bantuan moril maupun material selama menempuh pendidikan.

8. Bona Anggi Pardede, dr. yang telah memberi motivasi, kasih sayang, doa dan dukungan.

9. Sahabat-sahabat penulis Sarinah, Fitri, Kesevan, Sandra, Bunga, Axel, Dessy, Tina, Tika, Iiyani, Dayuni, Rindu dan teman-teman stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas informasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

10. Senior-senior Dedy, Lusiana, Muktar, Fatimiarni, yang memberikan motivasi, petunjuk dan masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.


(8)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, 30 Oktober 2011

Penulis,

(Merry Yunita P.)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN………. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR……… x

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar belakang masalah………. 1

1.2 Rumusan masalah……….. 5

1.3 Tujuan penelitian………... 5

1.4 Manfaat penelitian………. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1 Resin Komposit.……….. 7

2.1.1 Resin Komposit Berbasis Methacrylate……… 11

2.1.2 Resin Komposit Berbasis Silorane……… 12

2.2 Sistem Adhesif………. 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN…….. 21

3.1 Kerangka konsep……….. 21

3.2 Hipotesis penelitian……….. 23

BAB 4 METODE PENELITIAN………... 24

4.1 Jenis penelitian………. 24

4.2 Tempat danwaktu………. 24

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……… 24

4.4 Besar sampel………. 25


(10)

4.6 Definisi operasional……….. 28

4.7 Alat dan Bahan Penelitian………. 29

4.8 Prosedur Penelitian……… 32

4.9 Analisa Data……….. 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN……… 40

5.1 Hasil Penelitian……… 40

5.2 Analisis Hasil Penelitian……….. 41

BAB 6 PEMBAHASAN……… 42

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN………... 48

7.1 Kesimpulan………... 48

7.2 Saran………. 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Resin Komposit Silorane (Filtek P90) dan

Methacrylate(Filtek P60)……… 15

2. Komposisi Sistem Adhesif Silorane dan Adper SE Plus………. 20 3. Kondisi Retorasi Setelah Uji Tarik Perlekatan……… 38 4. Data Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik Perlekatan……… 40 5. Data Hasil Analisis Uji-T (t-test) ……… 41


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikatan Matriks Resin Bis-GMA, TEGDMA, dan UDMA………. 11

2. Komposisi Resin Komposit Berbasis Silorane……….. 13

3. Ikatan Matriks Resin Silorane ……….. 14

4. Definisi Terminologi Sistem Adhesif ……….. 16

5. Mekanisme Perlekatan Self-Etch Primer ………. 18

6. Mekanisme Perlekatan Sistem Adhesif Silorane ………. 19

7. Bahan Penelitian ………... 30

8. Alat Penelitian I ……… 31

9. Alat Penelitian II ……… 31

10. Alat Uji Tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan) ……… 32

11. Penanaman Sampel pada Balok Gips………. 33

12. Preparasi Kavitas Klas I Insisivus ……… 33

13. Aplikasi Bahan Etsa Asam selama 20 detik ………. 35

14. Pengeringan Bahan Etsa selama 10 detik ………. 35

15. Aplikasi Resin Komposit ……….. 35

16. Proses Penyinaran ………. 35

17. Proses Thermocycling dalam Suhu 50 18. Proses Thermocycling dalam Suhu 55 c ………. 36

0 19. Sampel yang sudah ditanam dalam Akrilik ……….. 36


(13)

20. Sampel yang Dipasang pada Alat Uji Tarik ………. 38 21. Sampel setelah Uji Tarik ……….. 38


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Alur Pikir ……….. 54 Lampiran 2 Skema Alur Penelitian ……….. 56 Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik Perlekatan….. 57 Lampiran 4 Hasil Statistik Uji-T (t-test) ………... 58


(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2011

Merry Yunita P.

Perbandingan Tensile Bond Strength Antara Resin Komposit Berbasis

Methacrylate Dan Silorane Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Yang Berbeda

Pada Restorasi Klas I Insisivus.

xii + 58 halaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength antara resin komposit yang berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.

Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium. Sampel berjumlah 32 buah gigi insisivus satu rahang atas disimpan dalam larutan saline sebelum waktu perlakuan, terdiri atas dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I yang menggunakan resin komposit silorane dan sistem adhesif silorane dan kelompok II yang menggunakan resin komposit methacrylate dan sistem adhesif self-etch primer methacrylate. Semua sampel ditanam dalam tabung plastik berdiameter 13 mm dan tinggi 15 mm berisi self curing acrylic. Sampel diuji tarik menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electron System Universal Testing dengan beban maksimal 200 kgf (kilogram force) dan kecepatan 1 mm/ menit.


(16)

Dari 32 sampel yang diuji terlihat 4 sampel restorasi resin komposit utuh, 11 sampel restorasi lepas sebagian (cohesive failure) dan 17 sampel restorasi lepas seluruhnya (adhesive failure). Dari dua kelompok perlakuan, kelompok I (Filtek P90 dengan Sistem Adhesif Silorane) memiliki tensile bond strength lebih besar dibandingkan dengan kelompok II (Filtek P60 dengan Adper SE Plus), yaitu sebesar 504,08 ± 76,24.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis secara statistik dengan uji-T tidak ada perbedaan bermakna nilai tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane dengan menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus. ( p > 0,05)


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi yang masih sehat.1 Namun sejalan dengan kesadaran pasien akan pentingnya faktor estetika suatu restorasi gigi, penggunaan bahan restorasi estetik mengalami peningkatan. Resin komposit merupakan material restorasi yang paling pesat perkembangannya dibandingkan material restorasi sewarna gigi lainnya, seperti : silikat, resin akrilik, dan semen inonomer kaca.2,3 Hal ini dikarenakan karakteristik tertentu dari resin komposit seperti warnanya yang hampir menyerupai warna gigi, tidak larut dalam cairan mulut, dan kemampuannya berikatan dengan struktur gigi secara mikromekanis.

Para peneliti menemukan bahwa restorasi untuk gigi yang sudah dirawat endodontik harus dapat meningkatkan fungsi gigi dalam jangka waktu yang lama. Pada gigi anterior pasca perawatan endodontik apabila masih mempunyai marginal ridge, cingulum, dan insisal edges yang baik, maka resin komposit dapat digunakan untuk restorasinya. Hal ini disebabkan gigi anterior tekanan fungsionalnya kecil. Penelitian ini dilakukan pada gigi insisivus rahang atas karena restorasi akhir pasca perawatan endodontik pada gigi insisivus sering menggunakan bahan resin komposit.

3

Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap tekanan kunyah, kontraksi polimerisasi masih menjadi masalah utama


(18)

pada bahan restorasi resin komposit.4,5,6 Kontraksi polimerisasi pada resin komposit mengakibatkan terbentuk celah (gap) yang dapat mengurangi kerapatan tepi dan timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, terjadinya karies sekunder dan tidak didapatnya titik kontak.5 Tekanan pengerutan yang terjadi selama polimerisasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perlekatan bahan komposit ke gigi. Sensi et al. (2004) menyatakan bahwa tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.7 Dalam penelitiannya, Elizabeth et al (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara kekuatan perlekatan dengan celah mikro pada restorasi resin komposit. Hal ini terlihat dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa makin tinggi nilai tensile bond strength, makin sedikit celah mikro yang ada.

Dalam ilmu kedokteran gigi gaya kekuatan yang paling sering digunakan dalam metode pengukuran kekuatan perlekatan adalah tensile bond strength yaitu kekuatan daya tekan yang menimpa gigi yang datangnya sejajar dengan sumbu gigi dan shear bond strength yaitu daya yang menekan yang arahnya tegak lurus dengan sumbu gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan restorasi ke substrat (adherend), harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur atau lepasnya perlekatan. Oleh karena itu, kekuatan perlekatan didefinisikan sebagai beban mekanis inisial yang dapat mengakibatkan fraktur atau menghasilkan adhesive failure atau pun cohesive failure.

8

Pengerutan yang terjadi akibat polimerisasi pada resin komposit dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas. Untuk mengatasi masalah


(19)

pengerutan saat polimerisasi dan mengurangi akibat buruk yang terjadi, diperlukan pemahaman yang baik mengenai pemilihan kasus yang tepat, teknik preparasi, prinsip ikatan antara struktur gigi dengan bahan tumpat (bonding agent) serta teknik aplikasi (Gwinnett 1994 cit. Siswandi et al 1999).5 Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi telah mengembangkan suatu resin komposit dengan komposisi resin yang berbeda dengan methacrylate, yaitu resin komposit silorane.4,6,10 Weinman et al (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane merupakan resin komposit dengan monomer matriks siloxane dan oxirane, yang memiliki pengerutan polimerisasi < 1%.11 Duarte et al. (2009) menyatakan bahwa resin komposit berbasis methacrylate mengalami pengerutan polimerisasi sebesar 2,3 – 3%.

Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan molekul oxirane dan siloxane, yang mekanismenya dapat mengurangi stress dengan cara terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.

12

6, 10, 13

Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik sehingga memiliki daya serap air yang rendah dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia.14, Asmussen et al (2005) dalam penelitiannya mengemukakan alasan berkurangnya kontraksi polimerisasi yang terjadi pada silorane, dikarenakan adanya monomer oxirane yang membentuk seperti cincin terbuka selama polimerisasi.

Al-Boni dan Raja (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan antara celah mikro dengan pengerutan resin komposit methacrylate dan silorane. Al-Boni dan Raja melakukan penelitian untuk membandingkan celah mikro


(20)

pada resin komposit berbasis methacrylate dan silorane pada restorasi klas I premolar. Hasilnya, meskipun semua mengalami kebocoran mikro, tetapi resin komposit silorane mengalami kebocoran mikro yang lebih sedikit dibandingkan resin komposit methacrylate.16 Klautau et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan celah mikro dan adaptasi marginal antara resin komposit methacrylate dan silorane. Suatu faktor yang berperan terhadap kebocoran marginal pada restorasi resin komposit yaitu kontraksi bahan selama terjadi polimerisasi.

Lien et al.(2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki pengerutan polimerisasi yang paling rendah, flexural strength/modulus yang lebih tinggi, tetapi memiliki compressive strength yang lebih rendah dibandingkan dengan ke lima jenis resin komposit berbasis methacrylate yaitu compomer, giomer, nanocomposite, hybrid dan micro-hybrid.

17

18

Ilie et al (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane lebih sedikit menyerap air dan memiliki solubilitas yang tinggi sehingga menghasilkan kestabilan hidrolitik dan juga kestabilan warna yang lebih baik dibanding resin methacrylate.19 Garcia et al. (2011) dalam penelitiannya mengevaluasi kekuatan perlekatan resin komposit methacrylate pada enamel lebih tinggi dibanding pada dentin, sedangkan kekuatan perlekatan resin komposit silorane menunjukkan hasil yang sama baik pada enamel maupun dentin.20

Ada dua sistem adhesif yang dikenal pada saat ini yaitu total etch adhesive system dan self etch adhesive system. Penelitian ini menggunakan sistem adhesif berupa two step self etching generasi ke-6 yang juga dikenal sebagai “self-etching primers”. Self etching adhesive system tidak menghilangkan seluruh smear layer dan juga tidak membuka tubulus dentin secara keseluruhan. Menurut Pashley cit Oliveira,


(21)

smear layer dapat mengurangi permeabilitas dentin. Dengan menghilangkan seluruh smear layer dapat meningkatkan permeabilitas dentin yang akan menyebabkan pergerakan cairan tubulus dentin dari arah pulpa yang dapat menimbulkan sensitivitas dan mengganggu perlekatan restorasi serta melarutkan bahan adhesif.

Dari uraian di atas diketahui bahwa, terdapat perbedaan pengerutan selama polimerisasi antara resin komposit methacrylate dengan silorane. Belum ada penelitian untuk melihat perbandingan tensile bond strength antara resin komposit berbasis silorane dan methacrylate, maka dirasakan perlu untuk mengamati dan membandingkan tensile bond strength pada restorasi klas I insisivus yang menggunakan resin komposit berbasis methacrylate dan silorane dengan sistem adhesif yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada perbedaan tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength antara resin komposit yang berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pertimbangan dalam memilih bahan tambalan resin komposit yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang baik.

2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai kekuatan perlekatan pada restorasi gigi dengan menggunakan resin komposit dengan jenis yang berbeda.

3. Sebagai dasar dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat terutama di bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin di rongga mulut.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dewasa ini, material restorasi resin komposit telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi untuk merestorasi lesi karies pada gigi anterior sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut berikatan dengan struktur gigi. Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap tekanan kunyah, kontraksi polimerisasi masih menjadi masalah terbesar pada bahan restorasi resin komposit.4,5,6 Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi mengembangkan suatu resin komposit dengan komponen matriks resin baru.

2.1. Resin Komposit

6,10

Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia berbeda dengan sifat-sifat unggul atau lebih baik dari pada bahan itu sendiri.3 Resin komposit terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler yang disebut coupling agent. Oleh sebab itu, resin komposit dapat didefinisikan pula sebagai material yang tersusun dari matriks organik dan partikel bahan pengisi anorganik yang dihubungkan oleh coupling agent.21 Selain mengandung tiga komponen utama tersebut, resin komposit juga mengandung pigmen warna agar resin


(24)

komposit dapat menyerupai warna struktur gigi dan inisiator serta aktivator untuk mengaktifkan mekanisme pengerasan.

Suksesnya restorasi komposit secara klinis bergantung pada polimerisasi yang sempurna. Polimerisasi merupakan proses pembentukan polimer dari gabungan beberapa monomer. Polimerisasi pada komposit menggunakan gugus radikal yang diperoleh melalui aktivasi dengan cahaya (light-cured composite) atau senyawa kimia (self-cured composite). Pada resin komposit dengan aktivasi cahaya, harus diperhatikan kedalaman dan warna (keopakan) resin komposit, serta jarak, kualitas, dan arah sinar. Penetrasi sinar efektif sampai kedalaman 2 mm, sehingga dianjurkan teknik aplikasi berlapis (layer by layer) dengan ketebalan resin komposit maksimal 2 mm. Warna resin komposit yang lebih gelap, memerlukan penyinaran yang lebih lama. Resin komposit yang diaktivasi sinar akan mengalami pengerutan polimerisasi ke arah sumber sinar. Pengerutan polimerisasi berhubungan dengan faktor konfigurasi (C-factor). C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan bebas. Semakin tinggi C-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya stress pengerutan polimerisasi.

3

Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler dan distribusinya, yaitu:

2

a. Resin komposit makrofil

3, 21-23

Resin komposit makrofil

mempunyai ukuran filler 1-5 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang baik terhadap fraktur, dapat dipolish tetapi hasilnya tidak begitu baik (semipolishable). Bahan ini diindikasikan untuk gigi posterior dan pembuatan core.


(25)

b. Resin komposit mikrofil

Resin komposit mikrofil mempunyai ukuran filler 0,04 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang rendah terhadap fraktur, dapat dipolish dengan sangat baik serta mengkilat dan warnanya stabil. Bahan ini diindikasikan untuk restorasi kavitas klas III, kavitas klas V, kavitas klas IV yang kecil dan untuk labial veneers.

c. Resin komposit hybrid

Resin komposit hybrid mempunyai ukuran filler 0,04-5 µm. resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap fraktur, dapat dipolish dengan baik dan warnanya stabil. Resin komposit hybrid mengandung dua macam filler yaitu partikel makrofil dengan penambahan partikel mikrofil.

Kategori terbaru dari resin komposit adalah resin komposit tipe Nanofilled Composite. Resin komposit ini mengandung dua jenis partikel filler yaitu nanomer dan nanocluster. Partikel nanomer mengandung silika dengan ukuran yang sangat kecil yaitu 25 – 70 nm dengan penambahan silane dan secara sempurna dapat berikatan dengan matriks resin, dan partikel nanocluster berukuran 0,4 – 1 µm. Kombinasi kedua partikel dapat mengurangi celah interstitial dari partikel filler sehingga dapat meningkatkan muatan filler, sehingga memiliki sifat fisik yang lebih baik dan dapat dipolish lebih baik.


(26)

Pembagian resin komposit berdasarkan perbandingan banyaknya volume matriks resin dan bahan pengisi yang mempengaruhi daya alirnya (viskositas):

1. Resin komposit flowable

22

Bahan resin komposit flowable diperkenalkan pertama kali pada pertengahan tahun 1990 dengan indikasi sebagai bahan tumpatan dalam prosedur restorasi adhesif. Bahan restorasi ini diformulasikan dengan ukuran partikel yang hampir sama dengan ukuran partikel resin komposit hybrid. Resin ini mempunyai volume filler lebih sedikit dari pada resin komposit biasa. Karena itu bahan ini mempunyai viskositas yang lebih rendah dan kemampuan flow yang tinggi sehingga merupakan pilihan yang baik untuk restorasi pit dan fisur, dan juga dapat dengan mudah mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil dan dapat beradaptasi lebih baik sehingga menghasilkan perbaikan ketahanan penyatuan gigi dengan restorasi, namun bahan ini juga mengalami pengerutan yang lebih besar dan mudah aus karena kurangnya kekuatan.

2. Resin komposit packable

21,24

Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin komposit condensable. Memilki filler yang tinggi yang dapat menyebabkan viskositas atau kekentalan bahan ini meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah kavitas yang kecil, tetapi dengan semakin besarnya komposisi filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi, memiliki koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.25


(27)

UDMA 2.1.1 Resin Komposit Berbasis Methacrylate

Resin komposit berbasis methacrylate diperkenalkan sebagai tumpatan sewarna gigi dalam profesi kedokteran gigi oleh R.L. Bowen pada tahun 1960. Bahan dasar matriks resin (Gambar 1) yang umum digunakan adalah bisfenol A-glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate (UDMA), dan trietilen glikol dimetachrylate (TEGDMA). Resin komposit mengandung 15% sampai 25% bahan resin dari keseluruhan bahan. Kedua resin Bis-GMA dan UDMA digunakan sebagai basis resin sementara TEGDMA digunakan sebagai pengencer untuk mengurangi kekentalan resin basis, khususnya Bis-GMA. Penambahan TEGDMA atau dimetakrilat dengan molekul rendah lainnya meningkatkan pengerutan polimerisasi, suatu faktor yang membatasi jumlah dimetakrilat berat molekul rendah yang dapat digunakan dalam komposit.


(28)

Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan ke dalam matriks resin methacrylate akan meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks resin. Bila tidak, partikel bahan pengisi dapat melemahkan bahan. Filler juga berguna untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan air,. Bahan pengisi (filler) yang biasa digunakan adalah crystalline quartz, lithium glass ceramic, borosilicate glass atau lithium alumunium silicate. Ikatan antara kedua fase komposit inilah yang dibentuk oleh coupling agent. Aplikasi coupling agent yang tepat (silane), dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis serta memberikan stabilitas hidrolitik untuk mencegah air berpenetrasi di antara permukaan resin dan filler.

Resin komposit dengan monomer metachrylate dapat mengeras melalui mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas yang dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu diaktivasi kimiawi dan diaktivasi sinar.

3

2.1.2 Resin Komposit Berbasis Silorane

Penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit terus berkembang, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang mendukung perlekatan yang baik. Silorane diperkenalkan pada kedokteran gigi pada tahun 2007 oleh Weinman.26 Silorane merupakan resin komposit yang telah terbukti mampu mengurangi pengerutan.11 Resin komposit silorane melibatkan mekanisme resin kimia yang berbeda dari resin komposit metachrylate. Komponen lainnya terdiri dari komponen yang sama dengan resin komposit methacrylate. 8,14


(29)

Gambar 2. Komposisi resin komposit berbasis

silorane

Komposisi resin komposit berbasis silorane terdiri dari partikel filler (76%) yaitu fine quartz particle dan yttrium fluoride, matriks resin (23%) yaitu siloxane dan oxirane, komponen initiator (0,9%) yaitu camphorquinone yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya, komponen stabilizer (0,13%) pada silorane berupa iodonium salt, dan komponen pigmen warna (0,005%) pada resin komposit silorane yang dapat menyerupai warna struktur gigi(Gambar2).

6

Matriks resin silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer siloxane dan oxirane. Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia.

6

6,10,13

Weinmann et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin berbasis sistem monomer baru yang sangat menjanjikan. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi (Gambar 3).11


(30)

Gambar 3. Ikatan matriks resin silorane

Berdasarkan ukuran partikel filler, silorane termasuk ke dalam kategori resin komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar berukuran partikel 0,1-1 µm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat. Keuntungan dari penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin, mengurangi penyusutan saat polimerisasi, mengurangi thermal ekspansi dan kontraksi, meningkatkan viskositas, mengurangi reasorbsi air serta meningkatkan radiopacity (Tabel1).

8

Silorane dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen light curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400 mW/cm

3, 21

2

selama 40 detik. Proses polimerisasi menggunakan light-emitting diode (LED) light curing unit dengan panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas 500-1000 mW/cm2


(31)

Tabel1. KOMPOSISI RESIN KOMPOSIT SILORANE DAN METHACRYLATE 34

Resin Komposit Silorane

(Filtek P90)

Microhybride (0.1-2 μm, 55 vol %)

Matriks Resin : Siloxane, Oxirane Filler : Quartz, Yttrium fluoride

Initiator : Camphorquinone, Iodonium salt

Resin Komposit Methacrylate (Filtek P60)

Packable

(0.01–3.5 μm, 61 vol%)

Matriks Resin : Bis-GMA,UDMA, TEGDMA

Filler : Zirconia/silica Initiator : Camphorquinone

2.2 Sistem Adhesif

Sehubungan dengan karakteristik resin komposit yaitu adanya pengerutan selama polimerisasi, maka keberhasilan restorasi resin komposit pada dasarnya juga tergantung pada adhesif atau perlekatan yang efektif dan tahan lama pada struktur enamel dan dentin.27 Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend. Bahan perekat atau adhesif, atau bonding agent/ adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan beban melalui perlekatannya.27,28


(32)

Gambar 4. Definisi terminologi sistem adhesif

Sejak Buonocore (1955) memperkenalkan teknik etsa asam, banyak penelitian telah mencoba metode-metode untuk mempertahankan adhesi antara resin dan struktur gigi. Etsa asam mengubah permukaan enamel yang licin menjadi permukaan yang sangat tidak beraturan dan juga meningkatkan energi permukaannya. Ketika suatu bahan berbasis resin diaplikasikan ke permukaan yang teretsa, resin berpenetrasi ke dalam permukaan tersebut. Monomer-monomer dalam bahan tersebut berpolimerisasi dan menyatu dengan permukaan enamel merupakan mekanisme adhesi dari resin ke enamel (Gambar 4).

28

Dewasa ini, sistem adhesif self-etch telah mendapatkan peningkatan popularitas di kalangan dokter gigi. Sistem adhesif ini menjadi terkenal karena mudah digunakan dan menjanjikan kekuatan perlekatan yang konsisten.

29

Pada sistem ini, smear layer tidak disingkirkan, kemungkinan untuk terjadi sensitivitas post operative yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin dapat


(33)

dikurangi.32 Selain itu, air merupakan komponen paling penting dari sistem ini untuk mengadakan ionisasi dari monomer asam untuk demineralisasi jaringan keras gigi dan sensitivitas teknik dalam tahap hidrasi matriks kolagen yang terdemineralisasi dapat dieliminasi.

Berdasarkan jumlah tahapan dalam aplikasi klinisnya, sistem adhesif self-etch dibagi atas dua kategori yaitu:

2

a. Two-step self-etch adhesive

9

Sistem adhesif generasi ke-6 self-etching primer atau two-step self-etch adhesive merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitifitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen.

b. One-step self-etch adhesive (all in one)

Semua unsur bahan bonding dikombinasikan dalam satu botol, sehingga hanya terdiri dari satu tahap aplikasi (single application).

Pada sistem adhesif total-etch, seluruh smear layer akan disingkirkan dan serat kolagen akan terpapar akibat etsa asam sehingga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk retensi mikromekanis melalui infiltrasi monomer resin, tetapi penyingkiran seluruh smear layer dari permukaan dentin menyebabkan jaringan kolagen yang terpapar menjadi kolaps.

Sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk memodifikasi smear layer, mendemineralisasikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Aplikasi bahan adhesif akan berikatan dengan kolagen yang terekspos dan

Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan sistem adhesif self-etch.


(34)

membentuk lapisan hybrid. Selain itu, asam primer akan menginfiltrasi smear plug dan mempersiapkan jalur bagi penetrasi bahan adhesif ke dalam smear plug dan kemudian berpolimerisasi membentuk resin tag (Gambar 5). Oleh karena terhalang oleh smear layer, maka asam primer tidak dapat merembes lebih dalam sehingga lapisan hybrid yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total-etch.32

Gambar 5. Mekanisme perlekatan self-etching primer A. smear layer yang melekat pada permukaan dentin B. Aplikasi bahan primer (biru) dan akan berpenetrasi ke dalam smear layer dan smear plug C. Aplikasi bahan adhesif

Sistem adhesif yang digunakan untuk resin komposit silorane adalah sistem adhesif generasi ke-6 yaitu two-step self-etch adhesive. Sistem adhesif ini terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama adalah bahan etsa dan primer dengan pH ±2,7 dan bagian kedua adalah resin adhesif. Pada prinsipnya, monomer asam yang melekat pada jaringan gigi akan menciptakan pola retensi untuk kemudian menghasilkan perlekatan mikromekanis pada gigi. Bahan primer dan etsa silorane terdiri dari fosforilasi metachrylate. monomer lain seperti Bis-GMA dan HEMA, sistem pelarut terdiri dari air dan ethanol untuk melembabkan dan penetrasi ke jaringan gigi, dan


(35)

champorquinone untuk menginduksi mekanisme pengerasan. Partikel filler dalam sistem adhesif silorane adalah lithium alumunium silicate yang ukuran partikelnya ±7 nm. Bahan filler ini berguna untuk menambah kekuatan mekanis (Tabel 2).

Bagian yang kedua adalah resin bonding yang bersifat hydrophobic. Resin bonding memiliki monomer hydrophobic guna menyesuaikan dengan resin komposit silorane yang bersifat hydrophobic juga (gambar6). Komponen lainnya, monomer asam yang memulai pembukaan cincin dari resin komposit silorane sehingga menghasilkan ikatan kimia. Resin bonding memiliki partikel filler yaitu lithium aluminium silicate yang berguna untuk menambah kekuatan mekanis dan mempertahankan viskositas bahan bonding.

6,14

Gambar 6. Mekanisme perlekatan sistem adhesif silorane

Dalam penelitian ini, akan diuji tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60) dan silorane (Filtek P90) dalam bentuk packabel atau condensable dengan menggunakan sistem adhesif Silorane dan Adper SE Plus. Kedua sistem adhesif tersebut termasuk dalam kategori two-step


(36)

step self-etching telah dirancang khusus untuk menyediakan ikatan yang tahan lama dan kuat dari resin komposit ke email dan dentin, serta menyediakan basis yang baik guna mencegah adanya kebocoran marginal dari restorasi serta masalah penyusutan dan stress polimerisasi dari restorasi.

Tabel 2. KOMPOSISI SISTEM ADHESIF SILORANE DAN METHACRYLATE 35

Silorane System Adhesive Adper SE Plus 3M ESPE 3M ESPE Self-etching, prime, bond Self-etching, prime, bond Primer: phosphorylated methacrylates, Vitrebond copolymer, bis-GMA, HEMA, water, ethanol, silane-treated silica filler, initiators, stabilizers. Bond:

hydrophobic dimethacrylate,

phosphorylated methacrylates, TEG-DMA, silane-treated silica filler, initiators, stabilizers

Liquid A:

water, HEMA, rose bengal dye, surfactant

Liquid B:

methacrylate resins (UDMA/ TEG-DMA), HEMA phosphate dan MHP, bonded zirconia nanofiller,


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

RESIN KOMPOSIT

Resin Komposit Berbasis Methacrylate

Bahan dasar matriks resin yang digunakan adalah monomer dimethacrylate. Monomer membentuk linear yang menyatu dengan cara terhubung dengan monomer lainnya. Hasilnya terjadi perubahan volume/ kontraksi pengerutan.

Resin Komposit Berbasis Silorane

Bahan dasar matriks resin yang digunakan adalah monomer siloxane dan oxirane. Monomer saling terhubung dengan cara oxirane yang bentuknya seperti cincin membuka, meluruskan dan memperluas monomer. Hasilnya volume hanya sedikit berkurang.

Tensile Bond Strength ?

Tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas. (Sensi et al. 2004)


(38)

Penelitian ini dilakukan pada restorasi kavitas klas I insisivus. Bahan restorasi yang digunakan adalah resin komposit berbasis methacrylate dan silorane. Tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.7 Pada resin komposit berbasis methacrylate, bahan dasar matriks resin yang digunakan adalah monomer dimethacrylate yang diperoleh dari reaksi bisfenol A-glisidil metakrilat (BIS-GMA), urethan dimetakrilat (UDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA). Monomer membentuk linear yang menyatu dengan cara terhubung dengan monomer lainnya. Hasilnya terjadi penyusutan/ kontraksi pengerutan. Sedangkan pada resin komposit berbasis silorane, bahan dasar matriks resin yang digunakan merupakan gabungan monomer siloxane dan oxirane. Monomer saling terhubung dengan cara oxirane yang bentuknya seperti cincin membuka, meluruskan dan memperluas monomer. Hasilnya penyusutan yang terjadi kecil/ pengerutan berkurang.14

Sehubungan dengan karakteristik resin komposit yaitu adanya pengerutan selama polimerisasi, maka keberhasilan restorasi resin komposit pada dasarnya juga tergantung pada adhesif atau perlekatan yang efektif dan tahan lama pada struktur enamel dan dentin. Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit pada jaringan gigi adalah penggunaan tehnik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk memodifikasi smear layer, mendemineralisasikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Aplikasi bahan adhesif akan berikatan dengan kolagen yang terekspos dan membentuk lapisan


(39)

hybrid. Selain itu, asam primer akan menginfiltrasi smear plug dan mempersiapkan jalur bagi penetrasi bahan adhesif ke dalam smear plug dan kemudian berpolimerisasi membentuk resin tag.25,26 Oleh karena terhalang oleh smear layer, maka asam primer tidak dapat merembes lebih dalam sehingga lapisan hybrid yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total-etch.

Sistem adhesif yang digunakan untuk resin komposit silorane adalah sistem adhesif generasi ke-6 yaitu two-step self-etch adhesive. Sistem adhesif ini terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama adalah bahan etsa dan primer dengan pH ±2,7 dan bagian kedua adalah resin adhesif. Pada prinsipnya, monomer asam yang melekat pada jaringan gigi akan menciptakan pola retensi untuk kemudian menghasilkan perlekatan mikromekanis pada gigi. Sistem adhesif silorane terdiri dari fosforilasi metachrylate, monomer lain seperti BisGMA dan HEMA, air dan ethanol, dan champorquinone. Partikel filler dalam sistem adhesif silorane adalah lithium alumunium silicate dengan ukuran partikelnya ±7 nm.

25

3.2. Hipotesis Penelitian

Dari uraian di atas, maka dapat diambil hipotesis penelitian bahwa ada perbedaan tensile bond strength dari resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.


(40)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorium Komparatif

4.2 Tempat dan Waktu

Tempat : 1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU

2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU

Waktu : Juli 2011 – Oktober 2011

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi : gigi-gigi insisivus manusia yang telah diekstrasi

4.3.2 Sampel : gigi-gigi insisivus manusia yang telah diekstrasi dengan permukaan palatal dipreparasi klas I insisivus (kedalaman = 1,5mm dan θ = 3mm).

4.3.3 Kriteria Penerimaan Sampel

Gigi insisivus manusia yang sudah dicabut dengan kriteria sebagai berikut: a. Gigi insisivus satu rahang atas,

b. Gigi insisivus dengan foramen apikal yang sudah tertutup sempurna dan akar telah terbentuk sempurna,

c. Tidak ada fraktur dan belum pernah direstorasi, d. Mahkota masih utuh dan tidak karies.


(41)

4.4 Besar Sampel

Sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus rancangan eksperimental (Rumus Federer) sebagai berikut :

(n-1) (r-1) ≥ 15 → r = ∑ perlakuan = 2 (n-1) (2-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15 maka n ≥ 16

Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 16. Jumlah keseluruhan sampel gigi insisivus adalah 32 yang dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu :

Kelompok I : Restorasi kavitas klas I insisivus dengan resin komposit berbasis silorane (Filtek P90 (3M ESPE)) dan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE)).

Kelompok II : Restorasi kavitas klas I insisivus dengan resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60 (3M ESPE)) dan sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE)).


(42)

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel bebas Variabel bebas

• Resin Komposit :

- Berbasis metachrylate - Berbasis silorane • Sistem Adhesif

- self-etch Adper SE Plus - self-etch Silorane

Variabel tergantung

Tensile bond strength

Variabel terkendali

• Perendaman gigi dalam saline setelah ekstrasi

• Teknik insersi : bulk system

• Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I insisivus (d=3cm, kedalaman=1,5cm) • Jenis dan bentuk mata bur: diamond

berbentuk pear

• Ketajaman mata bur (1 bur untuk 5 gigi) • Lama waktu penyinaran light cure • Jarak penyinaran light cure 2 mm

• Arah penyinaran light cure : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi • Ketebalan resin komposit

• Suhu dan proses thermocycling

Variabel tak terkendali

• Variasi struktur anatomi gigi (enamel dan dentin)

• Keberadaan smear layer • Besar gigi dan variasi ukuran

internal dari masing-masing gigi • Masa / jangka waktu pencabutan gigi insisivus sampai perlakuan


(43)

4.5.1 Variabel bebas

- Resin komposit berbasis methacrylate : Filtek P60 (3M ESPE) - Resin komposit berbasis silorane : FiltekP90 (3M ESPE) - Sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE))

- Sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE)).

4.5.2 Variabel tergantung

- Tensile bond strength

4.5.3 Variabel terkendali

- Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I insisivus (kedalaman = 1,5mm dan θ = 3mm)

- Jenis dan bentuk mata bur : diamond berbentuk pear. - Ketajaman mata bur (1 bur untuk 5 gigi)

- Lama waktu penyinaran light cured

- Perendaman gigi dalam saline setelah ekstrasi - Teknik insersi : bulk system

- Jarak penyinaran light cure 2 mm

- Arah penyinaran light cure : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi - Ketebalan resin komposit

- Suhu dan proses thermocycling

4.5.4 Variabel tak terkendali - Variasi struktur anatomi gigi


(44)

- Besar gigi dan variasi ukuran internal dari masing-masing gigi - Masa/ jangka waktu pencabutan gigi I atas sampai perlakuan

4.6 Definisi Operasional

- Restorasi klas I insisivus adalah restorasi yang dibentuk pada gigi insisivus di daerah palatal dengan diameter 3 cm dan kedalaman 1,5 cm.

- Resin komposit berbasis methacrylate adalah resin komposit yang bahan dasar matriks resinnya adalah monomer dimethacrylate dari reaksi Bis-GMA, UDMA, TEGDMA yang dapat menimbulkan tekanan kontraksi sehingga mudah terjadi pengerutan pada saat polimerisasi.

- Resin komposit berbasis silorane adalah resin komposit yang bahan dasar matriks resinnya adalah monomer siloxane dan oxirane. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.

- Tensile bond strength adalah besar beban tarik yang dapat diterima jaringan gigi dan tumpatan dihitung dengan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200kgf, dengan kecepatan tarik 1 mm/detik. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit, disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit, disebut cohesive failure.


(45)

4.7 Alat dan Bahan Penelitian

4.7.1 Alat Penelitian :

- Tabung plastik d=13mm dan tinggi 17mm - Pot akrilik

- Spuit 5 ml untuk irigasi

- Pus-pus untuk mengeringkan kavitas

- Pinset, spatula semen, instrumen plastis, sonde lurus, semen stopper - Cotton pellet, wadah plastik

- Mikromotor (Strong, Korea) - Diamond bur

- Mata bur polish

- Halogen light curing unit (SLC-III, DenTech, China panjang gelombang 380-510 nm)

- Alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine - Tabung baja sebagai alat bantu uji tarik

- Disc bur (Jota)

- Paku beton ukuran 2 inchi untuk retensi - Penggaris

- Jangka - Stop watch

4.7.2 Bahan Penelitian


(46)

- Resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60 (3M ESPE)) - Resin komposit berbasis silorane (FiltekP90 (3M ESPE)) - Self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE)).

- Self-etch two-step (Silorane system adhesive (3M ESPE)) - Self Curing acrylic (Meliodent)

- Saline untuk penyimpanan sampel penelitian - Vaseline

- Aquadest

Gambar 7. Bahan penelitian : A. Bonding (Silorane Bond), B. Bahan etsa (Silorane Etch), C. self curing acrylic(Meliodent),

D. Bonding (Adper SE Plus), E. Bahan etsa (Adper SE Plus), F. Resin komposit silorane (P90), G. Resin komposit methacrylate (P60)


(47)

Gambar 8. Alat Penelitian I : Halogen Light Curing Unit (SLC-III, DenTech)

Gambar 9. Alat Penelitian II : A. Spatula Semen, B. Sonde, C. Pinset, D. Instrumen Plastis, E. Pus-pus, F. Spuit 5 ml, G. Cawan Porselin, H. Wadah Plastik, I. Cotton Pellet, J. Disc Bur, K. Bur Diamond, L. Bur Polish, M. Brush, N. Paku, O. Semen Stoper, P. Tabung Plastik


(48)

Gambar10. Alat Uji Tarik Torsee’s Electronic

System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan)

4.8 Prosedur Penelitian

a. Pembuatan sampel

Sampel sebanyak 32 buah gigi insisivus satu rahang atas yang dikumpulkan dari gigi yang telah diekstrasi, dimasukkan ke dalam larutan saline. Kemudian sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, masing masing kelompok berjumlah 16 sampel.


(49)

Gambar11. Penanaman sampel pada balok gips

b. Perlakuan sampel penelitian 1. Preparasi sampel

Outline form desain restorasi klas I digambar pada permukaan palatal seluruh sampel dengan bantuan jangka dan mistar untuk mendapatkan ukuran yang akurat, dengan ukuran d=3mm. Preparasi dilakukan dengan menggunakan diamond bur berkecepatan tinggi berbentuk pear. Mata bur ditandai terlebih dahulu untuk mendapatkan kedalaman preparasi sebesar 1,5 mm.

Gambar 12. Preparasi kavitas klas I insisivus

d = 3mm


(50)

2. Restorasi sampel

Permukaan palatal yang telah dipreparasi, dicuci dan dikeringkan. Kelompok I dilakukan pengetsaan dengan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane system adhesive (3M ESPE)), aplikasikan bahan acidic primer pada margin email dan selanjutnya diperluas dari arah superfisial ke dentin yang lebih dalam dengan menggunakan kuas selama 15 detik, dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, light cure selama 10 detik, selanjutnya aplikasikan bahan bonding menggunakan kuas, dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, lalu light cure selama 10 detik. Kelompok II dilakukan pengetsaan dengan sistem adhesif self-etch two-step ((Adper SE Plus (3M ESPE)), acidic primer diaplikasikan selama 20 detik, lalu dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, aplikasi resin bonding lalu dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik dan light cure kembali selama 10 detik .

Pada kelompok I diaplikasikan resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P90 (3M ESPE)) ke dalam kavitas, dan disinari selama 40 detik. Pada kelompok II diaplikasikan resin komposit berbasis silorane (Filtek P60 (3M ESPE)) ke dalam kavitas, dan disinari selama 20 detik. Penumpatan kavitas dengan resin komposit dibuat meninggi dari permukaan gigi ±1,5 mm kemudian pemolisan pada restorasi dilakukan dengan menggunakan bur polish.


(51)

Gambar 13. Aplikasi bahan acidic primer selama 20 detik

Gambar 14. Pengeringan bahan acidic primer selama 10 detik


(52)

3. Proses Thermocycling

Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan ke dalam larutan saline selama 24 jam. Setelah itu, dilakukan proses thermocycling sebanyak 20 putaran dengan waktu 30 detik pada setiap temperatur 5oC dan 550C dan waktu 10 detik untuk memindahkan sampel dari suhu 50C ke 550C dan 10 detik untuk memindahkan sampel 550C ke 50

C.

Gambar 17. Proses Thermocycling Gambar 18. Proses Thermocycling dalam dalam suhu 50 C waterbath 550 C

4. Pemotongan akar sampel

Setelah seluruh sampel dipolis, sampel dipotong sampai 1/3 batas servikal dengan disc bur sehingga tinggal bagian mahkota sampai 1/3 akar.

5. Pembuatan cetakan sampel

Cetakan sampel dibuat dari tabung syringe plastik 5 ml yang dipotong dengan panjang 1,5 cm menggunakan disc bur. Cetakan tersebut dilubangi pada 1/3 panjang dengan paku yang dipanasi untuk tempat paku yang berfungsi sebagai retensi uji tarik.


(53)

6. Penanaman sampel ke dalam cetakan

Ambil cetakan sampel yang telah dibuat, kemudian ambil paku ukuran 2 inchi, paku tersebut diolesi vaseline. Kemudian bubuk self curing acrylic dan liquid diaduk dengan perbandingan 2 : 1, dimasukkan ke dalam cetakan syringe. Sampel kemudian ditanam ke dalam cetakan syringe dengan permukaan palatal menghadap ke atas. Paku digerakkan keluar masuk lubang hingga akrilik mengeras agar paku dapat dilepas setelah akrilik mengeras. Setelah akrilik mengeras, permukaan akrilik diolesi dengan vaseline tanpa mengenai permukaan gigi.

7. Pembuatan sampel antagonis

Setelah sampel ditanam, maka dibuat sampel antagonis. Dibutuhkan cetakan yang sama seperti membuat cetakan sebelumnya (tabung syringe plastik 5 ml). Paku diolesi vaseline dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuat pada cetakan syringe. Cetakan antagonis ini disatukan dengan cetakan gigi yang sudah jadi sebelumnya. Kemudian diisi akrilik dengan perbandingan antara liquid dan powder 1;2 sesuai petunjuk pabrik, sambil paku digerakkan keluar masuk lubang agar paku dapat dilepas setelah akrilik mengeras. Sampel dimasukkan dalam air selama 3 menit hingga akrilik mengeras. Sampel dimasukkan dalam air selama 3 menit hingga akrilik mengeras. Setelah akrilik mengeras, paku dicabut dari lubang.


(54)

Gambar 19. Sampel yang sudah ditanam dalam akrilik

8. Pengukuran tensile bond strength

Pengukuran tensile bond strength dilakukan pada Laboratorium Uji Mekanis Fakultas MIPA USU. Sampel dipasangkan pada tabung baja pembantu sedemikian rupa sehingga sampel dapat dipegang oleh grip alat uji tarik. Uji tarik menggunakan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200kgf, dengan kecepatan tarik 1 mm/detik. Data yang diperoleh dipindahkan ke dalam satuan Newton.

Gambar 20. Sampel yang dipasang pada alat uji tarik


(55)

4.9 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan tensile bond strength di antara kelompok I dan II pada restorasi kelas I insisivus dengan menggunakan resin komposit dan sistem adhesif yang berbeda yaitu resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60) dengan self-etch primers methacrylate dan silorane (Filtek P90) dengan self-etch primers silorane.


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh adalah berupa load atau kekuatan tarik pada saat putus dalam satuan kgf (kilogram force), yang dikonversikan ke dalam satuan Newton, dan stroke atau kecepatan regangan pada saat putus dalam satuan mm/menit. Beban tarik diberikan hingga acrylic terlepas (cetakan terlepas). Kondisi sampel restorasi resin komposit setelah uji tarik dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. KONDISI RESTORASI SETELAH UJI TARIK

Kondisi restorasi Kelompok I Kelompok II Jumlah

Restorasi Utuh 3 1 4

Restorasi Lepas Sebagian ( cohesive failure )

5 6 11

Restorasi Lepas Seluruhnya ( adhesive failure )

8 9 17

Keterangan: Kelompok I :Resin komposit Silorane (P90)+ Silorane System Adhesive Kelompok II: Resin komposit Methacrylate (P60)+ Adper SE Plus

Gambar 21. A. Restorasi utuh, B. Restorasi lepas sebagian (cohesive failure), C. Restorasi lepas seluruhnya (adhesive failure)


(57)

Tabel 3. Menunjukkan kondisi restorasi setelah uji tarik. Dari 32 sampel yang diuji terlihat 4 sampel restorasi resin komposit utuh, 11 sampel restorasi lepas sebagian (cohesive failure) dan 17 sampel restorasi lepas seluruhnya (adhesive failure).

5.2. Analisis Hasil Penelitian

Data pengukuran kekuatan tarik perlekatan antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane dianalisis secara statistik menggunakan uji-t independen dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05). Hasil uji statistik ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 4. DATA HASIL ANALISIS UJI-T

Kelompok

Kekuatan Tarik Perlekatan (Newton)

p

N x ± SD

I 16 504,08 ± 76,24

0,424 II 16 476.40 ± 113.51

Tabel 5 di atas memperlihatkan nilai rerata dari kekuatan tarik perlekatan dan standar deviasi dari masing-masing kelompok. Terlihat bahwa kelompok I (Filtek P90 dengan Sistem Adhesif Silorane) memiliki tensile bond strength lebih besar dibandingkan dengan kelompok II (Filtek P60 dengan Adper SE Plus), yaitu sebesar 504,08 ± 76,24.

Hasil statistik uji-t yang dilakukan untuk melihat perbedaan kekuatan tarik perlekatan antara resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60) dan silorane


(58)

(Filtek P90) diperoleh hasil p = 0,424 dengan taraf uji α = 0,05. Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang menolak hipotesa awal (Ho) dari data penelitian sedangkan α adalah batas toleransi peluang salah dalam menolak hipotesa nol atau dengan kata lain nilai batas maksimal kesalahan menolak hipotesa awal (Ho). Dari hasil uji penelitian ini dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kekuatan terik perlekatan antara resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60) dan silorane (Filtek P90).


(59)

BAB 6 PEMBAHASAN

Kekuatan perlekatan suatu bahan tumpatan terhadap jaringan keras gigi dapat diukur dengan uji tarik (tensile bond strength) yaitu dengan cara menarik bahan tersebut terhadap permukaan jaringan gigi. Nilai yang diperoleh akan memberikan gambaran bagaimana tensile bond strength bahan itu terhadap jaringan keras gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan, harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur/ patah atau lepasnya perlekatan. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit, disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit, disebut cohesive failure.

Pada penelitian ini, digunakan 32 sampel gigi insisivus satu atas yang telah diekstrasi. Gigi-gigi ini direndam dalam larutan saline sampai diberikan perlakuan, kemudian sampel dibagi ke dalam dua kelompok secara random. Masing-masing kelompok terdiri dari 16 sampel. Kelompok I diberi bahan adhesif Adper SE Plus dengan resin komposit Filtek P60. Kelompok II diberi bahan adhesif Silorane dengan resin komposit Filtek P90. Daerah uji dilakukan pada bagian palatal gigi yang bebas dari karies dan tidak ada tumpatan.

Pengukuran tensile bond strength dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan) yang dijalankan dengan kecepatan 1 mm/menit. Dan beban tarik maksimal sebesar 200 kgf. Pengujian dilakukan dengan menarik cetakan sampel yang


(60)

terbuat dari self curing acrylic sampai restorasi terpisah. Besar beban yang didapat berupa satuan kilogramforce (kgf) yang dikonversikan ke dalam satuan Newton.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok, jumlah restorasi resin komposit yang lepas seluruhnya (adhesive failure) lebih banyak dari pada yang lepas sebagian (cohesive failure) pada kelompok II yang menggunakan resin komposit methacrylate (Filtek P60) dan Adper SE Plus. Jadi secara keseluruhan jumlah sampel yang mengalami adhesive failure lebih banyak bila dibandingkan dengan sampel yang mengalami cohesive failure. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada gigi insisivus di daerah cingulum. Terdapat perbedaan prisma-prisma enamel di daerah cingulum palatal. Pada restorasi di daerah cingulum, sebagian dari restorasi menutupi email dan sebagian lagi menutupi dentin. Email dan dentin memiliki karakteristik komposisi yang berbeda, yaitu dentin mengandung air yang lebih banyak sehingga dentin menjadi lembab. Adanya air di dalam dentin akan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu retensi mekanis yang baik. Sistem adhesif yang digunakan berbeda sehingga pengaruh terhadap tensile bond strength dari restorasi resin komposit juga berbeda. Kemungkinan yang lain adalah ketelitian sewaktu mengeringkan bahan adhesif, alat semprotan udara yang digunakan menghasilkan kondisi kelembaban dentin yang berbeda-beda.

Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan molekul siloxane dan oxirane, yang dapat mengurangi stress atau tekanan pengerutan dengan mekanisme terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.8,11,13 Tekanan pengerutan yang terjadi selama polimerisasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perlekatan bahan komposit ke gigi. Sensi et al. (2004) menyatakan bahwa tekanan pengerutan resin


(61)

komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.7 Bahan dasar matriks resin yang digunakan resin komposit methacrylate (Filtek P60) adalah bisfenol A-glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate (UDMA), dan trietilen glikol dimetachrylate (TEGDMA). Suksesnya restorasi komposit secara klinis bergantung pada polimerisasi yang sempurna. Duarte et al. (2009) menyatakan bahwa resin komposit berbasis methacrylate mengalami pengerutan polimerisasi sebesar 2,3 – 3%.

Dari penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan restorasi resin komposit berbasis methacrylate dan silorane yang menggunakan sistem adhesif self-etching memiliki kekuatan tarik perlekatan yang tidak berbeda (sama). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Garcia et al. (2011). Dalam penelitiannya dievaluasi pengaruh dari perbedaan jenis resin komposit yang dihubungkan terhadap kekuatan tarik perlekatan. Dari penelitiannya, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane dan methacrylate memiliki tensile bond strength yang secara signifikan tidak berbeda (sama), walaupun dalam hal pengerutan resin komposit berbasis silorane lebih rendah.

12

20

Klautau et al. (2011) membandingkan tingkat pengerutan antara resin komposit berbasis silorane yang menggunakan sistem adhesif silorane dan empat jenis resin komposit methacrylate yang menggunakan sistem adhesif yang sama yaitu Acid & Adper Single Bond pada restorasi klas I insisivus. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane memiliki tingkat pengerutan yang paling rendah. Klautau et al. (2011) menyimpulkan bahwa kekuatan perlekatan resin komposit silorane tergantung


(62)

pada bahan adhesif yang digunakan dan kurang berpengaruh pada pengerutan yang terjadi pada resin komposit.

Dengan self-etch adhesif, resiko hibridisasi yang tidak sempurna dapat dicegah, karena pengetsaan yang menghasilkan kedalaman demineralisasi priming dentin yang menghasilkan kedalaman infiltrasi resin, terjadi secara bersamaan, sehingga tidak ada perbedaan antara kedalaman demineralisasi dan kedalaman infiltrasi resin. Resin berpenetrasi ke dalam dentin yang ditutupi smear layer. Namun, walaupun seluruh daerah yang terdekalsifikasi terisi oleh resin, polimerisasi yang inadekuat atau kecacatan di dalam lapisan hibrid dapat terjadi dikarenakan gradien difusi yang dihasilkan oleh jaringan dentin, kandungan air, sisa pelarut, atau tahap penguraian monomer. Kemampuan bahan adhesif untuk mencegah pembentukan celah antara bahan restorasi dengan dinding kavitas bergantung pada berbagai faktor, seperti sifat-sifat resin komposit dan kesesuaian dari bahan yang dikombinasikan.

17

Dari tabel 4 terlihat bahwa kelompok I yang memakai resin komposit berbasis silorane memiliki nilai rerata tensile bond strength sebesar 504,08 ± 76,24 N. Nilai ini lebih besar dibandingkan kelompok II yang memakai resin komposit berbasis methacrylate, yaitu sebesar 476.40 ± 113.51. Hal ini sejalan dengan tingkat pengerutan resin komposit silorane yang lebih rendah (< 1%) dibanding resin komposit methacrylate (2,3-3%). Resin komposit silorane yang memiliki tingkat pengerutan yang lebih rendah, menunjukkan nilai rata-rata tensile bond strength yang lebih tinggi.

Ada berbagai kemungkinan yang menyebabkan hasil tensile bond strength antara gigi yang direstorasi dengan resin komposit silorane dan methacrylate sama.


(63)

Ini mungkin berhubungan dengan alat uji tarik pada penelitian ini kurang sensitif sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda. Sampel yang sedikit mungkin menyebabkan data yang diperoleh kurang akurat sehingga tensile bond strength tidak nyata berbeda. Ketelitian peneliti yang kurang dalam teknik aplikasi bahan adhesif yang benar-benar sesuai dengan petunjuk pemakaian dari pabrik juga memungkinkan terjadinya perbedaan ini. Teknik aplikasi yang tidak benar akan menghasilkan perlekatan yang kurang baik, tidak sesuai dengan yang diharapkan.


(64)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini digunakan uji tarik untuk mengukur tensile bond strength antara resin komposit dan gigi pada restorasi klas I insisivus dengan menggunakan resin komposit berbasis methacrylate dan silorane.

Kondisi sampel setelah dilakukan uji menunjukkan bahwa dari 32 sampel yang diuji terlihat 4 sampel restorasi resin komposit utuh, 11 sampel restorasi lepas sebagian (cohesive failure) dan 17 sampel restorasi lepas seluruhnya. Dari dua kelompok perlakuan, kelompok I (Filtek P90 dengan Sistem Adhesif Silorane) memiliki kekuatan tarik perlekatan lebih besar dibandingkan dengan kelompok II (Filtek P60 dengan Adper SE Plus), yaitu sebesar 504,08 ± 76,24.

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji-t menunjukkan p = 0,424 (p > 0,05). Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak dan tidak ada perbedaan tensile bond strength secara signifikan antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane terhadap gigi.

7.2 Saran

7.2.1 Diharapkan penelitian lanjutan untuk mengetahui perbandingan kekerasan dari resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan alat Vickers Hardness Test.


(65)

7.2.2. Diharapkan penelitan lanjutan menggunakan Scanning Electrone Microscopy (SEM) untuk menentukan tipe kegagalan perlekatan yang lebih akurat.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. Eccles JD, Green RM. Konservasi gigi. Ed 2. Alih Bahasa. Yuwono L. Jakarta: Widya Medika, 1994:74-5.

2. Fitriyani S, Herda E. Polimerisasi material komposit kedokteran gigi ditinjau dari derajat konversi. Dentika dent J 2006; 11(2);282-8.

3. Anusavice KJ. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Ed 10. Alih Bahasa. Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC, 2004:227.

4. Chan KHS, Mai Y, Kim H, et al. Review: Resin Composite Filling. J Materials 2010; 3:1228-43.

5. Siswandi YLS, Iskandar B. Aplikasi tumpatan resin komposit dengan tepat. M. I. ked Gigi FKG Usakti 1999; 14(38): 95-103.

6. Joshi P, Chitnis R. Silorane composite system. J scientific 2008; vol. 2.

7. Sensi LG, Marson FC, Monteiro JS, Baratieri LN, Andrada MAC. Flowable Composites as “Filled Adhesives:” A Microleakage Study. J of Contemp Dent Practice 2004;5(4):1-5.

8. Elisabeth KS, Manjunath MK. Association between microtensile bond strength and microleakage at the resin based composite/dentine interface – an in vitro study. J of conservative dentistry 2007; 10(4): 134-140.

9. Purnama DT. Pengaruh kondisi permukaan dentin terhadap kekuatan perlekatan bahan bonding. JKGM 2003; 1(3);95-101.

10. Terry DA, Leinfelder KF, Blatz MB. A Comparison of advanced resin monomer technologies. <www.dentistrytoday.com/dental-materials> (20 November 2010).


(67)

11. Weinmann W, Thalacker C, Guggenberger R. Siloranes in dental composites. J Dent Material 2005; 21: 68-74.

12. Duarte S, Botta A C, Phark J, Sadan A. Selected mechanical and physical properties and clinical application of a new low-shrinkage composite restoration.Quintessence International 2009; 8(40): 631-8.

13. Schweikl H, Schmalz G, Weinmann W. The induction of gene mutations and micronuclei by oxiranes and siloranes in mammalian cells in vitro. J dent res 2004; 83:17-21.

14. 3M ESPE. Filtek silorane. <http://multimedia3m.com> (20 November 2010).

15. Asmussen E, Peutzfeldt. Polimerization contraction of a silorane-based resin composite and four methacrylate-based composites. European cell and materials 2005: Vol 10.

16. Al-Boni R, Raja OM. Microleakage evaluation of silorane based composite versus methacrylate based composite. J of conservative dentistry 2010; 13(3):152-5.

17. Klautau EB, Carneiro KK, Lobato MF, Machado SMM, Junior MHS. Low Shrinkage composite resins: influence on sealing ability in unfavorable C-factor cavities. J Braz Dent 2010; 25(1): 5-12.

18. W Lien, KS Vandewalle. Physical properties of a new silorane-based restorative system. J dent materials 2010;26(4):337-44.

19. Ilie N, Hickel R. Silorane-based dental composite: and abilities. J dent materials 2006; 25(3):445-454.

20. Garcia RN, Alvarez AEG, Dias CE, dkk. Bond strength of contemporary restorative systems to enamel and dentin. RSBO. 2011 Jan-Mar;8(1):54-60.


(68)

21. Sularsih, sarianoferni. Penggunaan resin komposit untuk mengurangi resiko barodontalgia. Denta jurnal kedokteran gigi 2007; 1(2): 102-4.

22. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives : principles and techniques. 9th

23. Bryant RW. Composite resin. In: Mount GJ, Hume WR. Preservation and restoration of tooth structure. London: Mosby, 1998: 93-100.

ed. Hamilton: BC Decker INC, 2002: 111-56.

24. Nugrohowati, Wianto D. Penggunaan bahan flowable untuk restorasi. JITEKGI 2003;1(2):146-7.

25. Irawan B. Komposit berbasis resin untuk restorasi gigi posterior. Dentika dental 2005; 10:126-31.

26. Ivanovas S, Hickel R, Illie N. How to repair fillings made by silorane-based composites. Clin oral invest 2010.

27. Perdigao J, Swift JE. Fundamental concept of enamel and dentin adhesion. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift Jr EJ eds. Sturdevant”s Art & Science of Operative Dentitry. 4th

28. Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Dental Materials. In: Roberson TM, Heyman HO, Swift EJ, eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4

ed. St Louis: Mosby, 2002:237-68.

th

29. Nakabayashi N, Pashley DH. Hybridization of dental hard tissues. Tokyo:Quintessence publishing co.,ltd,1998:37-44.

ed. Missouri: Mosby, Inc.,2002: 177-91.

30. Dwiyanti S, Basar A, Sutrisno G. Perbedaan shear bond strength dua macam komposit resin pada dentin dengan dua macam bahan bonding yang berbeda. JKGUI (ed khusus) 2003; 10:51-6.


(69)

31. Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Dental Materials. In: Roberson TM, Heyman HO, Swift EJ, eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4th

32. Irie M, Suzuki K, Watts DC. Immediate performance of self-etching versus system adhesives with multiple light-activated restorative. Elsevier 2004;20:873-80.

ed. Missouri: Mosby, Inc.,2002: 237-61.

33. Pashley DH. The evolution of dentin bonding from no-etc to total-etch to self-etch. New york: Kuraray America Inc; 2002:1-7.

34. Yesilyurt C, Yoldaz O, Altintas SH, Kusgoz A. Effects of food-simulating liquids on the mechanical properties of a siloranebased dental composite. Dent Mater J 2009; 28(3): 362–7.

35. Hahnel S, Leyer A, Rosentritt M, Handel G, Burgers R. Surface Properties and In Vitro Streptococcus Mutans Adhesion to Self-etching Adhesives. J Adhes Dent 2009; 11: 263-9.


(70)

Lampiran 1. Alur Pikir

Bowen (1960) memperkenalkan suatu jenis material resin komposit yang mempunyai warna yang hampir menyerupai gigi asli. Bahan ini terdiri dari resin (methacrylate), filler, coupling agent, sistem inisiator, stabilisator (inhibitor), dan pigmen. • Christensen 1995 cit. Siswadi et al.

(1999) Kontraksi polimerisasi pada resin komposit mengakibatkan terbentuk celah (gap) yang dapat mengurangi kerapatan tepi dan timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, terjadinya karies sekunder dan tidak didapatnya titik kontak.

Sensi et al. (2004), tekanan

pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu pengikatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakaan salah satu penyebab utama terjadinya celah mikro.

Weinmann et al. (2005) Menyatakan bahwa silorane memiliki tekanan pengerutan polimerisasi yang lebih rendah dibanding komposit methacrylate

Amussen et al (2005) mengemukakan bahwa rendahnya kontraksi polimerisasi yang terjadi pada silorane dikarenakan adanya monomer oxirane dan silorane yang saling berikatan kuat.

(2007) Silorane diperkenalkan pada kedokteran gigi. Resin komposit yang terbukti dapat mengurangi kontraksi polimerisasi.

Elizabeth et al. (2007) menyatakan bahwa ada korelasi antara tensile bond strength dan celah mikro pada restorasi resin komposit. Hal ini terbukti dalam penelitiannya, makin tinggi angka tensile bond strength maka makin sedikit celah mikro yang ada.

Al-Boni dan Raja (2010) melakukan penelitian in vitro terhadap kebocoran mikro dengan menggunakan resin komposit berbasis silorane dan resin komposit berbasis methacrylate. Tingkat kebocoran mikro pada resin komposit berbasis silorane relatif lebih rendah dibanding resin komposit berbasis methacrylate.

Lien et al. (2010) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki pengerutan polimerisasi yang paling rendah, dan daya tahan yang lebih tinggi terhadap fraktur dibandingkan dengan ke lima jenis resin komposit berbasis methacrylate.

Klautau et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan adaptasi marginal antara resin komposit methacrylate dan silorane.


(71)

Permasalahan :

Dari uraian di atas timbul permasalahan : Apakah ada perbedaan tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus?

Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.

JUDUL PENELITIAN

Perbandingan Tensile Bond Strength antara Resin Komposit Berbasis Methacrylate dan Silorane Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda

Pada Restorasi Klas I Insisivus (PENELITIAN INVITRO)

Oleh karena, kekuatan perlekatan antara resin komposit yang optimal terhadap gigi diperlukan agar dapat bertahan dari gaya-gaya intra oral yang dapat menyebabkan terlepasnya bahan tumpatan dari kavitas


(72)

Lampiran 2. Skema Alur Penelitian

32 buah gigi insisivus satu rahang atas dipreparasi klas I pada permukaan palatal daerah Cingulum

16 gigi kelompok I 16 gigi kelompok II

Silorane system adhesive Acid + Adper Single Bond + +

Filtek P90 Filtek P60

Polish Proses Thermocycling

Pemotongan akar gigi sampai batas servikal

Pembuatan cetakan sampel dari syringe plastik 5ml dengan panjang 1,5 cm Penanaman sampel ke dalam cetakan dengan permukaan komposit menghadap ke atas

Pembuatan cetakan antagonis

Pengukuran tensile bond strength dengan menggunakan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200kgf, serta kecepatan 1 mm/detik

DATA

Analisa Data dengan uji-t Hasil dan Kesimpulan


(73)

Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Tensile Bond Strength

Kelompok No Sampel Hasil

(Kgf) (Newton)

Filtek P90 + Sistem Adhesif Silorane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 48,7 47,9 52,7 66,5 51,2 55,3 44,7 46,5 45,1 55,3 58,7 38,1 42,4 56,6 64,6 48,7 477,26 469,42 516,46 651,7 501,76 541,94 438,06 455,7 441,98 581,94 477,26 575,26 353,38 415,52 554,68 633,08 Filtek P60 +

Adper SE Plus

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 65,9 59,8 30,7 52,4 40,7 36,6 46,5 44,4 58,5 60,9 58,9 37,3 64,2 42,9 32,6 45,5 645,82 586,04 300,86 513,52 398,86 358,68 455,7 365,54 435,12 573,3 596,82 577,22 629,16 420,42 319,48 445,9


(74)

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Pengukuran Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Methacrylate dan Silorane Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda Pada Restorasi Klas I Insisivus

T-Test Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Load (Newton) Silorane 16 504.0875 76.24784 19.06196

Methacrylate 16 476.4025 113.51591 28.37898

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Load (Newton)

Equal variances

assumed 5.098 .031 .810 30 .424 27.68500 34.18662 -42.13339

97.50 339

Equal variances

not assumed .810 26.246 .425 27.68500 34.18662 -42.55456

97.92 456


(1)

31. Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Dental Materials. In: Roberson TM, Heyman HO, Swift EJ, eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4th

32. Irie M, Suzuki K, Watts DC. Immediate performance of self-etching versus system adhesives with multiple light-activated restorative. Elsevier 2004;20:873-80.

ed. Missouri: Mosby, Inc.,2002: 237-61.

33. Pashley DH. The evolution of dentin bonding from no-etc to total-etch to self-etch. New york: Kuraray America Inc; 2002:1-7.

34. Yesilyurt C, Yoldaz O, Altintas SH, Kusgoz A. Effects of food-simulating liquids on the mechanical properties of a siloranebased dental composite. Dent Mater J 2009; 28(3): 362–7.

35. Hahnel S, Leyer A, Rosentritt M, Handel G, Burgers R. Surface Properties and In Vitro Streptococcus Mutans Adhesion to Self-etching Adhesives. J Adhes Dent 2009; 11: 263-9.


(2)

Lampiran 1. Alur Pikir

Bowen (1960) memperkenalkan suatu jenis material resin komposit yang mempunyai warna yang hampir menyerupai gigi asli. Bahan ini terdiri dari resin (methacrylate), filler, coupling agent, sistem inisiator, stabilisator (inhibitor), dan pigmen.

Christensen 1995 cit. Siswadi et al. (1999) Kontraksi polimerisasi pada resin komposit mengakibatkan terbentuk celah (gap) yang dapat mengurangi kerapatan tepi dan timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, terjadinya karies sekunder dan tidak didapatnya titik kontak.

Sensi et al. (2004), tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu pengikatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakaan salah satu penyebab utama terjadinya celah mikro.

Weinmann et al. (2005) Menyatakan bahwa silorane memiliki tekanan pengerutan polimerisasi yang lebih rendah dibanding komposit methacrylate

Amussen et al (2005) mengemukakan bahwa rendahnya kontraksi polimerisasi yang terjadi pada silorane dikarenakan adanya monomer oxirane dan silorane yang saling berikatan kuat.

(2007) Silorane diperkenalkan pada kedokteran gigi. Resin komposit yang terbukti dapat mengurangi kontraksi polimerisasi.

Elizabeth et al. (2007) menyatakan bahwa ada korelasi antara tensile bond strength dan celah mikro pada restorasi resin komposit. Hal ini terbukti dalam penelitiannya, makin tinggi angka tensile bond strength maka makin sedikit celah mikro yang ada.

Al-Boni dan Raja (2010) melakukan penelitian in vitro terhadap kebocoran mikro dengan menggunakan resin komposit berbasis silorane dan resin komposit berbasis methacrylate. Tingkat kebocoran mikro pada resin komposit berbasis silorane relatif lebih rendah dibanding resin komposit berbasis methacrylate.

Lien et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki pengerutan polimerisasi yang paling rendah, dan daya tahan yang lebih tinggi terhadap fraktur dibandingkan dengan ke lima jenis resin komposit berbasis methacrylate.

Klautau et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan adaptasi marginal antara resin komposit methacrylate dan silorane.


(3)

Permasalahan :

Dari uraian di atas timbul permasalahan : Apakah ada perbedaan tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus?

Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.

JUDUL PENELITIAN

Perbandingan Tensile Bond Strength antara Resin Komposit Berbasis Methacrylate dan Silorane Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda

Pada Restorasi Klas I Insisivus (PENELITIAN IN VITRO)

Oleh karena, kekuatan perlekatan antara resin komposit yang optimal terhadap gigi diperlukan agar dapat bertahan dari gaya-gaya intra oral yang dapat menyebabkan terlepasnya bahan tumpatan dari kavitas


(4)

Lampiran 2. Skema Alur Penelitian

32 buah gigi insisivus satu rahang atas dipreparasi klas I pada permukaan palatal daerah Cingulum

16 gigi kelompok I 16 gigi kelompok II

Silorane system adhesive Acid + Adper Single Bond + +

Filtek P90 Filtek P60

Polish Proses Thermocycling

Pemotongan akar gigi sampai batas servikal

Pembuatan cetakan sampel dari syringe plastik 5ml dengan panjang 1,5 cm Penanaman sampel ke dalam cetakan dengan permukaan komposit menghadap ke atas

Pembuatan cetakan antagonis

Pengukuran tensile bond strength dengan menggunakan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200kgf, serta kecepatan 1 mm/detik

DATA

Analisa Data dengan uji-t Hasil dan Kesimpulan


(5)

Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Tensile Bond Strength

Kelompok No Sampel Hasil

(Kgf) (Newton)

Filtek P90 + Sistem Adhesif Silorane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 48,7 47,9 52,7 66,5 51,2 55,3 44,7 46,5 45,1 55,3 58,7 38,1 42,4 56,6 64,6 48,7 477,26 469,42 516,46 651,7 501,76 541,94 438,06 455,7 441,98 581,94 477,26 575,26 353,38 415,52 554,68 633,08 Filtek P60 +

Adper SE Plus

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 65,9 59,8 30,7 52,4 40,7 36,6 46,5 44,4 58,5 60,9 58,9 37,3 64,2 42,9 32,6 45,5 645,82 586,04 300,86 513,52 398,86 358,68 455,7 365,54 435,12 573,3 596,82 577,22 629,16 420,42 319,48 445,9


(6)

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Pengukuran Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Methacrylate dan Silorane Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda Pada Restorasi Klas I Insisivus

T-Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Load (Newton) Silorane 16 504.0875 76.24784 19.06196

Methacrylate 16 476.4025 113.51591 28.37898

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Load (Newton)

Equal variances

assumed 5.098 .031 .810 30 .424 27.68500 34.18662 -42.13339

97.50 339 Equal variances

not assumed .810 26.246 .425 27.68500 34.18662 -42.55456

97.92 456