Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

(1)

PERBEDAAN TENSILE BOND STRENGTH PADA RESIN

KOMPOSIT NANOHYBRID MENGGUNAKAN SISTEM

ADHESIF TOTAL-ETCH DAN SELF-ETCH PADA

RESTORASI KLAS I (PENELITIAN IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

DINA NAULITA M NIM: 110600047

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Dina Naulita M

Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro).

xi + 51 halaman

Resin komposit yang sedang berkembang saat ini adalah resin komposit nanohybrid. Namun, penyusutan selama polimerisasi yang dapat menyebabkan terbentuknya gap masih menjadi masalah. Pemilihan sistem adhesif juga harus menjadi perhatian utama untuk melihat kekuatan perlekatan suatu bahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength resin komposit nanohybrid dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-etch pada restorasi klas I.

Sampel berjumlah 32 buah gigi premolar rahang atas yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi dua kelompok lalu dilakukan preparasi kavitas klas I. Kelompok I dilakukan aplikasi sistem adhesif total-etch dan resin komposit nanohybrid, sedangkan kelompok II dilakukan aplikasi sistem adhesif self-etch dan resin komposit nanohybrid. Setelah itu dilakukan proses finishing dan polishing. Sampel kemudian disimpan pada larutan saline selama 24 jam kemudian dilakukan proses thermocycling. Kemudian dilakukan pemotongan akar sampel hingga 1/3 batas servikal akar. Sampel kemudian ditanam ke dalam cetakan sampel. Sampel dilakukan uji tarik menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 kgf dan kecepatan 0.1 mm/detik. Setelah dilakukan uji tarik, data yang diperoleh dikonversikan ke dalam satuan Newton.

Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji-t tidak berpasangan menunjukkan p=0.002, sehingga terdapat perbedaan signifikan nilai kekuatan perlekatan di antara kedua kelompok (p<0.05). Kelompok I memiliki kekuatan perlekatan sebesar 112.53


(3)

+ 38.06 N, lebih besar dibandingkan kelompok II yang memiliki kekuatan perlekatan sebesar 67.72 + 36.28 N. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem adhesif total-etch memiliki kekuatan tarik perlekatan yang lebih baik dibandingkan sistem adhesif self-etch pada restorasi klas I dengan menggunakan resin komposit nanohybrid.

Kata kunci : tensile bond strength, restorasi klas I, total-etch, self-etch, resin komposit nanohybrid.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 April 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Darwis Aswal, drg ………

NIP: 19560516 198303 1 003

2. Fitri Yunita B, drg., MDSc ………


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 29 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Darwis Aswal, drg.

ANGGOTA : 1. Fitri Yunita B, drg., MDSc

2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes, Sp.KG (K) 3. Nevi Yanti, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, P. Manurung dan Lely Tobing atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada saudara-saudara penulis, Thomson, Christine Paulina, dan Bernard Oktavianus.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp. Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg.,M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Darwis Aswal, drg. selaku dosen pembimbing I dan Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.

4. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) dan Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan bantuan sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar

5. Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.


(7)

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU yang telah memberikan saran, masukan, dan bantuan kepada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill. selaku Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU, serta bapak Sukirman atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

9. dr. Sri Amelia, M.Kes selaku Kepala Laboratorium Infeksi Fakultas Kedokteran USU, serta ibu Mardiah dan ibu Winda atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

10. Maya Fitria, SKM., M.Kes yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat penulis Arta, Vina, Jessica, Frischa, Agnes, Khaera, Lulu, Elisabeth S, serta Ayesha atas semangat dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.

12.Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi Elisabeth M, Cyntia, Eldora, Margareth, Ingrid, Deasy, Feny, Sri, serta teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.Kak Natrya, Bang Sondi, Kak Jessica dan Kak Ajeng yang telah memberikan bantuan, motivasi, saran, dan arahan kepada penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 29 April 2015 Penulis,


(8)

(Dina Naulita M) NIM : 110600047 DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN TIM PENGUJI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Rumusan Masalah ... 4

1.3 ... Tujuan Penelitian ... 4

1.4 ... Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 ... Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 ... Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Resin Komposit Nanohybrid ... 6

2.1.1 Komposisi Resin Komposit Nanohybrid ... 7

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit Nanohybrid... 8

2.2 Polimerisasi Resin Komposit ... 9

2.3 Klasifikasi Sistem Adhesif... 11


(9)

2.3.2 Perlekatan terhadap Enamel ... 16

2.3.3 Perlekatan terhadap Dentin ... 17

2.3.4 Smear Layer ... 17

2.3.5 Hybrid Layer... 18

2.4 Kekuatan Perlekatan pada Restorasi Klas I ... 20

2.5 Tensile Bond Strength ... 21

2.6 Kerangka Teori ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 23

3.1 Kerangka Konsep ... 23

3.2 Hipotesis Penelitian ... 23

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

4.1 Jenis dan Desain Penelitian... 24

4.1.1 Jenis Penelitian ... 24

4.1.2 Desain Penelitian ... 24

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 24

4.2.2 Waktu Penelitian ... 24

4.3 Sampel ... 24

4.3.1 Kriteria Penerimaan Sampel ... 24

4.3.2 Besar Sampel ... 25

4.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 25

4.4.1 Variabel Penelitian ... 25

4.4.1.1 Variabel Bebas ... 25

4.4.1.2 Variabel Tergantung ... 25

4.4.1.3 Variabel Terkendali... 25

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 26

4.4.1.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 27

4.4.2 Definisi Operasional... 28

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 29

4.5.1 Alat Penelitian ... 29

4.5.2 Bahan Penelitian ... 31

4.5.3 Prosedur Penelitian ... 32

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 40

5.1 Hasil Penelitian ... 40

5.2 Analisis Hasil Penelitian ... 41

BAB 6 PEMBAHASAN... 42


(10)

7.1 Kesimpulan ... 46 7.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halama n 1. ... Definisi

operasional ... 28 2. ... Data hasil


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. ... B

entuk partikel nano ... 7 2. ... K

ondisi gigi sebelum dan setelah direstorasi... 10 3. ... T

wo-step total-etch adhesive ... 14 4. ... S

istem adhesif self-etching primer ... 16 5. ... P

ermukaan enamel dilihat dengan Scanning Electron Microscopy ... 17 6. ... H

ybrid layer membentuk adhesive interface ... 18 7. ... H

ybrid layer pada sistem adhesif total-etch dan self-etch ... 19 8. ... F

aktor C pada berbagai preparasi klas restorasi gigi ... 20 9. ... A

lat penelitian ... 30 10. ... A

lat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine ... 30 11. ... B

ahan penelitian ... 31 12. ... S


(12)

13. ... D

esain preparasi klas I ... 33 14. ... P

reparasi menggunakan diamond bur berbentuk bulat dan silindris ... 33 15. ... P

engaplikasian sistem adhesif dan resin komposit ... 35 16. ... P

emolisan dengan enhance bur dan brush bur ... 36 17. ... W

ater storage dan thermocycling ... 36 18. ... P

emotongan akar sampel ... 37 19. ... C

etakan sampel... 37 20. ... P

enanaman sampel dalam akrilik ………... ... 38 21. ... S

ampel dipasang pada alat uji tarik ... 39 22. ...


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Pikir Lampiran 2 Alur Penelitian

Lampiran 3 Data hasil pengukuran tensile bond strength Lampiran 4 Hasil uji statistik

Lampiran 5 Ethical clearance

Lampiran 6 Surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran USU Lampiran 7 Surat izin penelitian dari FMIPA USU


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Dina Naulita M

Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro).

xi + 51 halaman

Resin komposit yang sedang berkembang saat ini adalah resin komposit nanohybrid. Namun, penyusutan selama polimerisasi yang dapat menyebabkan terbentuknya gap masih menjadi masalah. Pemilihan sistem adhesif juga harus menjadi perhatian utama untuk melihat kekuatan perlekatan suatu bahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength resin komposit nanohybrid dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-etch pada restorasi klas I.

Sampel berjumlah 32 buah gigi premolar rahang atas yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi dua kelompok lalu dilakukan preparasi kavitas klas I. Kelompok I dilakukan aplikasi sistem adhesif total-etch dan resin komposit nanohybrid, sedangkan kelompok II dilakukan aplikasi sistem adhesif self-etch dan resin komposit nanohybrid. Setelah itu dilakukan proses finishing dan polishing. Sampel kemudian disimpan pada larutan saline selama 24 jam kemudian dilakukan proses thermocycling. Kemudian dilakukan pemotongan akar sampel hingga 1/3 batas servikal akar. Sampel kemudian ditanam ke dalam cetakan sampel. Sampel dilakukan uji tarik menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 kgf dan kecepatan 0.1 mm/detik. Setelah dilakukan uji tarik, data yang diperoleh dikonversikan ke dalam satuan Newton.

Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji-t tidak berpasangan menunjukkan p=0.002, sehingga terdapat perbedaan signifikan nilai kekuatan perlekatan di antara kedua kelompok (p<0.05). Kelompok I memiliki kekuatan perlekatan sebesar 112.53


(15)

+ 38.06 N, lebih besar dibandingkan kelompok II yang memiliki kekuatan perlekatan sebesar 67.72 + 36.28 N. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem adhesif total-etch memiliki kekuatan tarik perlekatan yang lebih baik dibandingkan sistem adhesif self-etch pada restorasi klas I dengan menggunakan resin komposit nanohybrid.

Kata kunci : tensile bond strength, restorasi klas I, total-etch, self-etch, resin komposit nanohybrid.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan restorasi berbasis resin semakin banyak digunakan di bidang kedokteran gigi. Hal ini disebabkan karena kualitas estetis dan karakteristik fisik yang baik dari bahan tersebut. Berbagai jenis resin komposit yang dapat digunakan pada gigi anterior maupun posterior, menunjukkan bahwa resin komposit mengandung komponen organik dan anorganik yang beragam.Hal iniakan mempengaruhi teknik manipulasi dan aplikasinya secara klinis. Bahan pengisi yang digunakan, secara langsung mempengaruhi sifat radiopak bahan, ketahanan terhadap beban, dan modulus elastisitas bahan. Oleh karena itu, resin komposit dapat diklasifikasikan menurut sifat dari partikel bahan pengisi, seperti jenis, distribusi, dan ukuran partikelnya.1

Bila dilihat dari ukuran partikelnya, resin komposit yang sedang berkembang saat ini adalah resin komposit dengan partikel berukuran nanometer.Pengurangan ukuran partikel bahan pengisi dapat meningkatkan sifat fisis bahan tersebut.Salah satu jenis resin komposit dengan partikel bahan pengisi berukuran nano adalah adalah resin komposit nanohybrid. Bahan ini memiliki partikel berukuran nano yang dikombinasikan dengan bahan pengisi yang lebih konvensional. Resin komposit nanohybrid merupakan bahan restorasi yang memadukan daya tahan dan nilai estetis yang baik di dalam rongga mulut. Penambahan partikel berukuran nano menyebabkan bahan ini dapat digunakan secara universal, sehingga sesuai untuk semua aplikasi klinis resin komposit, memaksimalkan daya tahan bahan restorasi, serta dapat dipolis dengan baik.2

Namun, seperti resin komposit pada umumnya, resin komposit nanohybrid memiliki kelemahan yaitu terjadinya penyusutan selama polimerisasi. Penyusutan selama polimerisasi dapat menyebabkan kurangnya kerapatan pada bagian tepi,


(17)

marginal staining, dan karies kambuhan.3Pada tahun 2004, Sensidkk menyatakan bahwa tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.4 Beberapa faktor dapat mempengaruhi terjadinya pengerutan selama polimerisasi yaitu kadar bahan pengisi, modulus elastisitas, derajat konversi, dan faktor C.5

Restorasi klas I memiliki faktor C tertinggi, yaitu sebesar 5 (5 permukaan dinding kavitas yang berikatan, 1 permukaan tidak berikatan).C-factor (configuration factor) atau faktor C adalah perbandingan antara permukaan dinding kavitas yang berikatan dengan yang tidak berikatan.Semakin tinggi faktor C, semakin tinggi terjadinya masalah perlekatan akibat efek dari polimerisasi. Misalnya, pada restorasi klas IV dengan faktor C sebesar 0.25 memiliki risiko yang kecil terhadap efek penyusutan selama polimerisasi. Hal ini berbeda pada restorasi klas I, karena faktor C yang tinggiakan menghasilkan stres polimerisasi yang lebih besar pada ikatan adhesif, sehingga akan mengganggu perlekatan.6 Ketika dilakukan restorasi pada kavitas klas I, stres polimerisasi yang dihasilkan menyebabkan permukaan resin-gigi berada pada tegangan permukaan yang tinggi sehingga menyebabkan sulitnya terjadi relaksasi.7

Keberhasilan pada restorasi resin komposit juga dipengaruhi oleh sistem adhesif yang digunakan pada permukaan gigi.8Sistem adhesif yang berkembang saat ini adalah sistem adhesif total-etch dan self-etch.Sistem adhesif total-etch dapat berupa three-step system maupun two-step system, tergantung apakah bahan primer dan bonding terpisah atau tersedia dalam satu botol. Di sisi lain, sistem adhesif self-etch tersedia dalam two-step system atau one-step system.9

Sistem adhesif total-etch memerlukan pengaplikasian etsa dan bahan bonding secara simultan pada enamel dan dentin. Meskipun aplikasi etsa dengan asam fosfor bertujuan untuk membuka tubulus dentin supaya bahan adhesif dapat berpenetrasi, etsa asam tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan pada perlekatan, hal ini mungkin dikarenakan sifat resin yang hidrofobik.Sebagai tambahan, pada pertengahan tahun 1970, para peneliti memiliki hipotesis bahwa aplikasi asam dapat


(18)

memicu respon inflamasi pulpa. Berdasarkan pertimbangan tersebut, asam menjadi kontraindikasi untuk diaplikasikan secara langsung pada dentin.6

Self-etching primer merupakan perkembangan dari sistem adhesif dimana senyawa tersebut memiliki fungsi sebagai bahan etsa dan primer.Sistem ini juga tidak memerlukan pencucian, yang nantinya akan membentuk smear plug pada resin tag. Perkembangan selanjutnya, untuk menyederhanakan teknik bonding, maka berkembang all-in-one adhesive, dimana bahan etsa, primer, serta bahan bonding berada pada satu kemasan.6Sistem ini memiliki pH lebih rendah (pH < 1) dari generasi sebelumnya sehingga dapat melarutkan smear layer dengan sempurna dan membentuk lapisan transisi yang lebih tebal.10

Pada sistem adhesif total-etch maupun self-etch, asam dan/atau bahan primer yang mengandung asam, tidak hanya membuang dan/atau mengganggu smear layer, melainkan menghasilkan zona demineralisasi yang tipis, yang kemudian diikuti oleh infiltrasi bahan primer dan resin. Pada dentin, pemaparan dengan asam dapat membuang atau memodifikasi smear layer , meningkatkan energi permukaan, serta memaparkan tubulus dentin dengan berbagai derajat, yang pada akhirnya menyebabkan larutnya matriks organik hidroksiapatit. Ketika hidroksiapatit larut, jaringan kolagen menjadi terpapar dan tidak lagi mampu menyokong dentin. Jaringan kolagen yang rapuh akan diinfiltrasi oleh bahan primer maupun resin untuk menghasilkan perlekatan yang baik.11

Lamanya suatu bahan restorasi bertahan di dalam rongga mulut, tergantung dari kemampuan adhesif bahan tersebut yang dapat diukur melalui uji kekuatan perlekatan. Uji kekuatan perlekatan yang umum dilakukan pada kedokteran gigi adalah uji kekuatan tarik (tensile bond strength test) dan uji kekuatan geser (shear bond strength test).12Uji kekuatan tarikmengukur daya tekan yang menimpa gigi yang datangnya sejajar dengan sumbu gigi yang dapat mengakibatkan fraktur, sedangkan uji kekuatan geser mengukur daya tekan yang menimpa gigi yang arahnya tegak lurus dengan sumbu gigi.13

Pada tahun 2010, Ali dkkmelakukan penelitian terhadap microtensile bond strength dengan menggunakan sistem adhesif yang berbeda. Hasil penelitian tersebut


(19)

menunjukkan bahwa kekuatan perlekatan pada sistem adhesif total-etch lebih besar (41.3+ 6.21 MPa)dari kekuatan perlekatan pada sistem adhesif self-etch(37.5 + 5.5 MPa).12 Pada tahun 2013, Victoria dkk melakukan penelitianmengenaimicrotensile bond strength semen resin yang digunakan sebagai bahan luting pada restorasi indirek komposit, dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-etch, juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana microtensile bond strength pada sistem adhesif total-etch lebih besar dari sistem adhesif self-etch.14 Sebaliknya, padatahun 2005 Stalin dkk menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan tensile bond strength yang signifikan antara kelompok yang menggunakan sistem adhesif total-etch dengan sistem adhesif self-total-etch.15

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa masih terdapat perbedaan antara sistem adhesif yang menghasilkan tensile bond strength lebih besar.Selain itu, belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan tensile bond strength pada resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan tensile bond strength pada resin komposit nanohybrid dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-total-etch pada restorasi klas I.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah ada perbedaan tensile bond strengthresin komposit nanohybrid dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-etch pada restorasi klas I?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength resin komposit nanohybriddengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan self-etch pada restorasi klas I.


(20)

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1Manfaat Teoritis

 Sebagai bahan informasi bagi dokter gigi dalam pemilihan sistem adhesif yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih baik.

 Sebagai dasar dalam pemilihan sistem adhesif yang memiliki tensile bond strength lebih baik pada bahan restorasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

 Sebagai dasar dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat untuk restorasi resin komposit klas I terutama di bidang konservasi gigi.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit pertama kali diperkenalkan di bidang kedokteran gigi untuk meminimalisasi kekurangan resin akrilik yang digunakan sebagai pengganti semen silikat (satu-satunya bahan estetik yang tersedia) pada tahun 1940. Pada tahun 1955, Buonocore menggunakan orthophosporic acid untuk meningkatkan adhesi antara resin akrilik dengan permukaan enamel.Pada tahun 1962, Bowen mengembangkan monomer Bis-GMA untukmeningkatkan sifat fisis resin akrilik. Resin ini diaktivasi secara kimia dan membutuhkan pasta yang harus dicampur dengan katalis. Pada tahun 1970 resin komposit yang diaktivasi oleh radiasi elektromagnetik dikembangkan.Pada awalnya cahaya yang digunakan berasal dari sinar ultraviolet (365 nm), tetapi polimerisasi yang dihasilkan kurang baik dan dapat menimbulkan efek samping iatrogenik. Hal ini menyebabkan penggunaan sumber cahaya visible light (427-491 nm) masih terus dikembangkan hingga saat ini.16

2.1 Resin Komposit Nanohybrid

Salah satu jenis bahan restorasi berukuran nano yang tersedia saat ini adalah resin komposit nanohybrid.17,18 Resin komposit nanohybrid memadukan partikel berukuran nano dengan partikel bahan pengisi yang lebih konvensional. Teknologi bahan pengisi dengan partikel nano telah banyak meningkatkan sifat fisis, mekanis, dan estetis dari resin komposit.17,18Compressive strength dan diametral strength resin komposit nanohybrid setara atau lebih tinggi bila dibandingkan komposit lain (hybrid, microhybrid, dan microfilled).Partikel nano terdiri dari dua bentuk: single nanomer dan nanocluster (Gambar 1).17


(22)

Gambar 1. Bentuk partikel nano17

Single nanomer adalah partikel individu yang pada umumnya berbentuk bulat. Ukuran bahan pengisi berukuran nano ini berkisar antara 5-75 nm dibandingkan dengan ukuran partikel bahan pengisi yang umumnya sebesar 1 µ m. Nanocluster merupakan kumpulan dari single nanomer yang memiliki ukuran berkisar antara 2-20 nm.19

Pengenalan akan partikel berukuran nano ini meningkatkan beban dari bahan pengisi yang pada akhirnya dapat meningkatkan aplikasi klinis yang lebih baik meliputi: meningkatkan kemampuan polis, meningkatkan resistensi terhadap pemakaian, serta meningkatkan resistensi terhadap fraktur. Konsentrasi dari partikel tergantung dari viskositas. Partikel bahan pengisi dapat mencapai 69% volume dan 84% berat, menyebabkan penyusutan selama polimerisasi berkurang. Bahan coupling yang paling banyak digunakan adalah organosilane.19

Farid dkk, pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara immediate bond strength dan delayed bond strength pada resin komposit nanohybrid.20Menurut penelitian Bulem dkk, pada tahun 2006, bahwa nilai compressive strength dan diametral tensile strength resin komposit nanohybrid, resin komposit packable, organically-modified ceramic, lebih besar daripada bahan lainnya (amalgam, dual-cure adhesive core, dan silver-reinforced glass ionomer cement).21

2.1.1 Komposisi Resin Komposit Nanohybrid

Resin komposit nanohybrid terdiri dari ukuran partikel bahan pengisi yang berbeda-beda. Ukuran partikel yang bervariasi menyebabkan distribusi bahan pengisi


(23)

yang homogen di dalam matriks, karena bahan pengisi berukuran nano mampu mengisi jarak antara partikel-partikel yang besar dengan sempurna dan dapat membantu menghasilkan resin komposit dengan muatan bahan pengisi yang dapat dibandingkan dengan komposit hibrid konvensional. Resin komposit nanohybrid memadukan sifat baik dari resin komposit makrofil (seperti sifat fisik dan mekanis yang sangat baik) dengan resin komposit mikrofil (kualitas finishing dan polishing yang memuaskan). Dengan demikian, komposit ini dapat direkomendasikan sebagai bahan restorasi universal untuk gigi anterior dan posterior.Jenis matriks dari komposit ini masih terdiri dari monomer Bis-GMA konvensional yang dikembangkan oleh Bowen, meskipun jenis monomer yang baru telah diperkenalkan belakangan ini, misalnya dimer acid based dimethacrylate monomer dan urethane monomer yang khusus.Struktur inti dari monomer yang berbasis dimer acid ini disusun oleh struktur alifatik linear dan siklik.Dimer acid memiliki arti golongan dari asam karboksilat sikloalifatik yang merupakan dibasic acid dengan berat molekul yang tinggi, berupa cairan, dan dapat dipolimerisasi secara langsung dengan alkohol dan polyol untuk membentuk polyester.22

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit Nanohybrid

Kelebihan dari resin komposit nanohybrid yaitu:

1. Preparasi gigi yang dibutuhkan minimal, mengingat sifat adhesif yang mengijinkan adanya penambahan bahan pada area yang mengalami defek tanpa perlu preparasi tambahan.

2. Bahan restorasi yangdiproses di laboratorium berpotensi menghasilkan restorasi yang tahan lama.

3. Mengingat restorasi resin komposit nanohybrid dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan, pasien hanya membutuhkan satu kali anestesi. Hal ini dapat mempersingkat waktu dan mengurangi ketidaknyamanan bila harus dilakukan sementasi pada hari yang berbeda.

4. Resin komposit nanohybrid dapat dipolis dengan sangat baik dan dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hal ini akan menjamin estetis yang optimum yang


(24)

menyerupai gigi asli dengan akumulasi plak minimal. Kilau dari bahan ini dapat ditingkatkan dengan menyikat gigi, disebut juga “self-polishing effect.”

5. Penyesuaian warna mudah karena tampilan resin komposit nanohybrid yang alami memaksimalkan nilai estetis bahan. Komposit ini dapat menyatu dengan baik pada gigi yang direstorasi.2

Sampai saat ini resin komposit nanohybrid merupakan bahan tambalan yang baik bila dilihat dari segi estetis, sifat fisis, sifat mekanis, maupun ketahanannya. Hanya saja, bila dibandingkan dengan resin komposit nanofilled yang semua partikel bahan pengisinya berukuran sama, sifat fisis resin komposit nanohybrid masih berada di bawah resin komposit nanofilled.1

2.2Polimerisasi Resin Komposit

Sejak diperkenalkan pertama kali pada sekitar tahun 1960, resin komposit terus mengalami perkembangan pada tiap aspek, termasuk estetik, ketahanan pemakaian, dan teknik manipulasi.Namun, pengerutan selama polimerisasi tetap menjadi masalah utama.23Polimerisasi komposit dapat dibagi menjadi fase pre gel dan post gel.Pada fase pre gel, spesimen yang reaktif mampu untuk kompensasi volume pengerutan tanpa menghasilkan stres internal dan stres interfasial dengan jumah yang signifikan.Setelah proses gelation (post gel), pembentukkan jaringan polimer semi rigid menghalangi deformasi plastis.Ketika derajat konversi mencapai 10-20%, sudah cukup untuk membentuk gel. Sebagai konsekuensinya, pengerutan polimerisasi terus berlanjut dihubungkan dengan perkembangan modulus elastisitas, sehingga menghasilkan stres pada bahan restorasi.3

Polimerisasi resin komposit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Resin Komposit Aktivasi Kimia

Pada awalnya, polimerisasi resin komposit terjadi dengan mencampurkan dua pasta. Salah satu pasta mengandung aktivator, misalnya amina tersier, yang digunakan untuk memisahkan inisiator, biasanya benzoyl peroxide, yang merupakan kandungan dari pasta yang lainnya.24 Resin komposit aktivasi kimia didasarkan pada polimerisasi radikal yang diinisiasi oleh proses dekomposisi benzoyl peroxide.25


(25)

2. Resin Komposit Aktivasi Sinar

Resin komposit aktivasi sinar merupakan bahan restorasi yang paling dominan baik untuk gigi anterior maupun posterior. Pada resin komposit ini menggunakan camphorquinone sebagai inisiator.24 Komposit aktivasi sinar ini mengijinkan dokter gigi untuk secara aktif menginisiasi polimerisasi sehingga lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan resin komposit aktivasi kimia. Lebih jauh lagi, teknik inkremental yang dilakukan untuk mengurangi pengerutan selama polimerisasi menjadi dapat dilakukan pada kavitas yang besar.26

Penyusutan selama polimerisasi dapat mempengaruhi kerapatan bagian tepi Hal ini dapat dilihat pada gambar 2, dimana setelah polimerisasi akan terbentuk gap yang dapat menyebabkan kurangnya kerapatan bagian tepi.Besarnya kontraksi yang terjadi bergantung pada ketebalan bahan yang digunakan, ukuran kavitas, serta teknik aplikasinya secara klinis.Sistem inkremental, yang umumnya digunakan pada resin komposit aktivasi kimia, bisa digunakan untuk membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh penyusutan. Masalah lain yang dapat ditimbulkan oleh penyusutan adalah stres pada permukaan gigi.19

Gambar 2.A. Gigi yang baru direstorasi, sebelum polimerisasi,

B. Pembentukkan marginal gap setelah restorasi.19

Akibat adanya kontraksi polimerisasi, perbedaan koefisien termal, dan perlekatan yang inadekuat antara bahan restorasi dan permukaan gigi, dapat terjadi


(26)

celah mikro antara resin komposit dan permukaan gigi yg pada akhirnya menyebabkan kebocoran mikro.Kebocoran mikro adalah penetrasi mikroorganisme dan cairan rongga mulut ke dalam pulpa. Manifestasi klinis dari kebocoran mikro adalah diskolorisasi marginal, nyeri, berkembangnya karies sekunder, dan rusaknya kompleks dentin-pulpa.27

2.3Sistem Adhesif

2.3.1 Klasifikasi Sistem Adhesif 1. Sistem Adhesif Total-Etch

Sistem adhesif yang berkembang sekarang ini umumnya terdiri dari monomer fungsional, monomer berbasis resin, inisiator, pelarut, inhibitor, dan bahan pengisi anorganik. Monomer resin adalah penting karena polimerisasinya menghasilkan cross-linked matrix yang menghasilkan kekuatan mekanis pada adhesif. Pertimbangan pemilihan monomer resin mempengaruhi sifat dan daya tahan lapisan adhesif di dalam rongga mulut.10

Monomer hidrofilik 2-hydroxy-ethyl methacrylate (HEMA) paling umum digunakan dalam adhesif.Adhesif yang mengandung HEMA dapat meningkatkan kekuatan perlekatan pada dentin yang mengalami demineralisasi.HEMA berfungsi sebagai agen yang dapat membasahi dan sebagai pelarut.Sifat ini dapat meningkatkan stabilitas bahan adhesif yang mengandung komponen hidrofilik dan hidrofobik dan mempertahankan bahan-bahan di dalam larutan tanpa harus mengalami fase separasi. Sifat hidrofilik HEMA menyebabkan penyerapan air dan pada akhirnya akan menyebabkan degradasi bahan adhesif di waktu yang akan datang. Ketika konsentrasi HEMA menurun di bawah level kritis, akan terjadi fase separasi/pemisahan antara air dan monomer adhesif, dan dibutuhkan udara yang cukup kuat untuk menghilangkan droplet yang mengandung air di dalam bahan adhesif. Konsentrasi HEMA yang optimal untuk mendapat perlekatan yang kuat di dalam bahan primer/adhesif adalah antara 30-40%, meskipun kegunaan HEMA masih kontroversial.10

Peningkatan konsentrasi komponen hidrofilik dibutuhkan dalam adhesif untuk meningkatkan kemampuan penetrasi pada bahan yang porus, terutama pada jaringan


(27)

kolagen dari dentin yang mengalami demineralisasi.Air, etanol, dan aseton adalah pelarut yang umum digunakan dan harus terevaporasi dari bahan adhesif; jika tetap berada dalam bahan adhesif, permeabilitas lapisan adhesif mungkin dapat meningkat. Jumlah pelarut yang terevaporasi dalam campuran resin adhesif sudah diteliti, dan hasilnya mengindikasikan bahwa waktu yang ditetapkan pabrik terlalu singkat untuk menghilangkan setengah dari pelarut. Setelah polimerisasi dari adhesif, sisa -sisa pelarut digantikan oleh air. Untuk mengoptimalkan eliminasi pelarut organik dan air, dibutuhkan pengeringan yang lebih lama dan sebaiknya waktu pengaplikasian juga lebih lama.10

Air adalah pelarut senyawa organik yang buruk, sehingga pelarut sekunder seperti etanol atau aseton sebaiknya ditambahkan pada bahan adhesif. Karena tekanan uap air dari adhesif berbasis air lebih rendah, aplikasi sebaiknya dilakukan dengan cara digosok untuk membantu difusi monomer dan mendapatkan hasil yang baik secara klinis. Bahan yang berbasis aseton dapat bekerja dengan baik pada dentin yang lembab tapi dapat menjadi buruk apabila dilakukan pengeringan yang berlebihan pada permukaan dentin.Sebaliknya, bahan yang berbasis air tidak terlalu sensitif pada suasana lembab dari dentin tetapi membutuhkan waktu evaporasi pelarut yang lebih lama karena air memiliki tekanan uap air yang rendah.Aseton memadukan komponen hidrofobik dan hidrofilik untuk mencegah fase separasi. Bagaimanapun, penguapan yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya usia penyimpanan adhesif berbasis aseton akibat evaporasi aseton selama pemakaian ulang di dalam botol. Namum beberapa penelitian (meskipun masih sedikit) telah mempelajari alternatif pelarut sepertitert-butanol (2-methyl-2-propanol).10

Sistem adhesif total-etch dapat diklasifikasikan menjadi:

Three-step total-etch adhesive

Ciri dari sistem ini adalah aplikasi bahan etsa, primer, dan bonding yang berada dalam larutan terpisah. Gel asam diaplikasikan pada enamel dan dentin untuk membuang smear layer dan mendemineralisasi kristal hidroksiapatit di permukaan.Hal ini menyebabkan terpaparnya serabut-serabut kolagen. Pembentukkan


(28)

lapisan hibrid yang tebal terjadi akibat keterlibatan mikromekanis monomer resin dengan dentin yang sudah dietsa.28

Two-step total-etch adhesive

Ciri dari sistem ini adalah kombinasi bahan primer dan bonding dalam satu botol. Untuk menghasilkan perlekatan yang optimal, etsa pada permukaan enamel dan dentin sangat diperlukan.28

Pada dentin, air dibutuhkan untuk mencegah runtuhnya serabut kolagen untuk pembentukkan lapisan hibrid yang sesuai. Terdapat dua teknik yang dapat dilakukan untuk memperoleh hibridisasi yang adekuat; teknikdry-bonding dan wet-bonding, dimana yang membedakan kedua teknik ini adalah pelarut yang digunakan pada bahan primer/adhesif. Dengan sistem total-etch, monomer primer hidrofilik dilarutkan pada suatu pelarut yang mudah menguap, seperti aseton dan etanol, kemudian pelarut primer dievaporasi dengan gentle air-drying, menyisakan monomer primer yang aktif.28

Saat mengaplikasikan teknik dry-bonding, substrat dikeringkan dengan udara.Jaringan kolagen pada dentin yang terdemineralisasi runtuh bersamaan dengan hilangnya jarak interfibrillar antara serabut kolagen yang terpapar. Sistem adhesif yang mengandung primer berbasis air terhidrasi kembali dan, oleh karena itu, menambah jaringan kolagen dentin yang runtuh.28

Sebagai alternatif, permukaan dentin yang telah dietsa dapat dijaga kelembabannya dengan teknik wet-bonding, diperkenalkan oleh Kanca dan Gwinnett pada 1992. Teknik ini cocok untuk sistem adhesif total-etch yang menggunakan bahan adhesif berbahan aseton. Hal ini dapat meningkatkan perlekatan resin dengan dentin dan mengurangi terjadinya sensitivitas pasca perawatan. Bagaimanapun, besarnya tingkat kebasahan pemukaan gigi yang dibutuhkan untuk mempertahankan integritas kolagen tanpa mempengaruhi kekuatan perlekatan sulit dilakukan.28


(29)

Gambar 3.Two-step total-etch adhesive. A. Etsa asam untuk membuang smearlayer/smearplug, B. Aplikasi

bahanadhesif28

2. Sistem Adhesif Self-Etch

Sistem ini merupakan sistem adhesif terbaru, memerlukan langkah yang sederhana, serta waktu yang dibutuhkan saat aplikasi klinis juga lebih singkat. Sistem self-etch tidak membutuhkan etsa yang terpisah, karena adhesif ini berisi monomer fungsional asam yang bekerja sebagai etsa dan primer sekaligus untuk perlekatan ke struktur gigi. Sistem self-etch lebih mudah digunakan dan aplikasinya tidak rumit, dengan demikian akan menghasilkan hasil yang memuaskan saat digunakan secara klinis. Monomer fungsional asam dalam sistem adhesif self-etch melarutkan smear layer dan mendemineralisasi substrat gigi di bawahnya untuk membentuk zona interdifusi yang tipis. Sistem adhesif self-etch mendemineralisasi sebagian dentin dan menyebabkan interaksi kimia dengan kristal hidroksiapatit, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perlekatan dalam jangka waktu yang lama. Karena tidak ada korelasi antara ketebalan lapisan hibrid dengan kekuatan perlekatan, keberadaan lapisan hibrid yang tipis tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan ketika monomer fungsional asam menyebabkan demineralisasi dentin.10


(30)

Sistem adhesif self-etch telah terbukti tidak membutuhkan teknik yang rumit dan menghasilkan aplikasi klinis yang baik. Keuntungan lain yang penting adalah rendahnya insidensi pasien mengalami sensitivitas pasca perawatan.10

Sistem adhesif self-etch dapat diklasifikasikan menurut pH nya, yaitu, strong (pH <1), intermediate (pH=1.5), dan mild (pH>2). Gambaran morfologi zona interaksi antara dentin dengan resin yang dihasilkan oleh sistem adhesif self-etch, tergantung pada kemampuan monomer fungsional asam untuk mendemineralisasi dentin. Strong self-etch adhesive (pH<1) melarutkan smear layer dengan sempurna dan membentuk lapisan transisi yang tebal. Gambaran morfologi interfasial yang dihasilkan sistem adhesif ini menyerupai yang dihasilkan oleh sistem adhesif total-etch.Mild self-etch adhesive (pH sekitar 2) mendemineralisasi dentin di permukaan sampai kedalaman <1 µ m dan menghasilkan lapisan transisi yang lebih tipis. Mild self-etch adhesive hanya mendemineralisasi sebagian dentin, meninggalkan kristal hidroksiapatit di sekitar serat-serat kolagen.10

Sistem adhesif self-etch dapat diklasifikasikan menjadi:

Two-step self-etch adhesive

Sistem ini membutuhkan aplikasi bahan primer sistem adhesif self-etch pada enamel dan dentin, diikuti dengan aplikasi bahan bonding yang hidrofobik. Efek dari sistem adhesif self-etch berasal dari monomer dimana asam karboksilat atau asam fosfat ditambahkan.28

One-step self-etch adhesive

Bahan etsa, primer, dan bonding tersedia dalam satu botol. Sistem ini tidak memerlukan pencampuran, disebut juga all-in-one adhesives.28


(31)

Gambar 4.Sistem adhesif self-etching primer. A. Smear layer sebagai substrat. B. Aplikasi bahan primer (biru) akan berpenetrasi ke dalam smear layer dan smear plug. C. Aplikasi bahan adhesif dan penyinaran.29

2.3.2 Perlekatan terhadap Enamel

Perlekatan resin komposit terhadap enamel tergantung retensi mekanis resin tag pada enamel yang termineralisasi. Tag ini akan menutup pori-pori yang berada di dalam dan di sekitar prisma enamel dengan mekanisme etsa asam, umumnya menggunakan asam fosfor. Viskositas yang rendah, resin tanpa bahan pengisi secara efektif akan masuk ke dalam pori-pori tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan etsa asam ini bervariasi, antara 15-30 detik, tergantung dari kondisi giginya. Misalnya, gigi dengan enamel yang mengalami fluorosis akan membutuhkan waktu lama dalam pengetsaannya. Hal penting lainnya adalah ketika membersihkan asam fosfor setelah pengetsaan, umumnya memerlukan waktu 10-20 detik.30

Karena komposit berbasis resin lebih kental dibandingkan resin akrilik tanpa bahan pengisi, bahan bonding enamel dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan membasahi enamel yang teretsa. Umumnya, kekentalan bahan ini berasal dari matriks resin yang dilarutkan dengan monomer lain untuk meningkatkan kemampuan membasahi. Bahan ini tidak mempunyai potensi perlekatan tetapi cenderung meningkatkan ikatan mekanis dengan membentuk resin tag yang optimum pada enamel.31

Gambar 5 merupakan tampilan dari ujung prisma enamel yang memiliki diameter 5 µm. Permukaan ini sangat sesuai untuk membentuk suatu perlekatan mikromekanis dengan bahan adhesif . Hal ini dikarenakan terdapat banyak undercut yang menjadi jalan masuk untuk resin untuk membentuk suatu mechanical lock.19


(32)

Gambar 5.Permukaan enameldilihat dengan scanning electron microscop(SEM) setelah pengetsaan dengan asam fosfor 37%, proses pencucian, dan pengeringan(200x pembesaran)19

2.3.3Perlekatan terhadap Dentin

Perlekatan terhadap dentin lebih sulit dibandingkan perlekatan terhadap enamel. Hal ini dikarenakan dentin merupakan jaringan yang hidup, memiliki kandungan air yang tinggi, dan berisi jaringan termineralisasi yang lebih sedikit dibandingkan enamel.31,20Dentin bersifat heterogen dan terdiri atas bahan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan organik (khususnya kolagen tipe I) 30% volume, dan cairan 20% volume. Tubulus dengan saluran-saluran cabangnya juga dapat digunakan untuk meningkatkan retensi mekanis. Tantangan lain terhadap perlekatan termasuk adanya lapisan pada permukaan dentin yang terpotong serta kemungkinan efek samping biologi yang disebabkan oleh berbagai bahan kimia terhadap pulpa.Untuk alasan-alasan tersebut perkembangan bahan bonding dentin menjadi terhambat dibandingkan dengan perkembangan bahan bonding enamel.30

2.3.4Smear Layer

Smear layer adalah lapisan adheren, yang merupakan debris dari hasil preparasi gigi menggunakan hand instrument atau rotary instrument. Smear layer memiliki ukuran 1-2 µ m dan menutupi seluruh dentin bila dilihat menggunakan SEM.Pada orifisi tubulus dentin ditutup oleh debris tag, yang disebut juga smear


(33)

plug, dimana smear plug ini dapat masuk ke tubulus dentin hingga kedalaman 1-10 µm.32

Komposisi smear layer hingga saat ini belum dapat diuraikan dengan baik. Namun, komposisismear layer diperkirakan sama dengan komposisi dentin yang berada dibawahnya. Smear layer dipercaya terdiri dari hidroksiapatit yang telah rusak/hancur serta kolagen yang sudah mengalami fragmentasi dan denaturasi.Smear layer dapat mengakibatkan perlekatan yang lemah terhadap dentin.32

Terdapat dua cara untuk mengatasi perlekatan yang kurang baik yang disebabkan oleh smear layer.Pertama, dengan membuang smear layer terlebih dahulu sebelum mengaplikasikan bahan bonding. Kedua, dengan menggunakan bahan bonding yang dapat berpenetrasi menembus smear layer.32

2.3.5Hybrid Layer

Untuk memperoleh perlekatan yang baik, diperlukan infiltrasi bahan primer dan/atau resin ke dalam dentin yang sudah didemineralisasi dengan asam sebelumnya.Selanjutnya diaktivasi baik secara kimiawi ataupun dengan cahaya, supaya dapat berpolimerisasi.Lapisan tipis ini, yang merupakan resin-infiltrated dentin, pertama kali diperkenalkan oleh Nakabayashi et al, pada tahun 1982, yang disebut hybrid layer. Lapisan ini merupakan gabungan dari dentin dan resin.11

Gambar 6.Hybrid layer membentuk adhesive interface, lapisan ini membentuk ikatan yang menghubungkan jaringan gigi dan bahan restorasi11


(34)

Hybrid layer yang terbentuk pada sistem adhesif total-etch lebih tebal dibandingkan pada sistem adhesif self-etch.6 Hal ini disebabkan karena pengetsaan dengan asam fosfor pada sistem adhesif total-etch menyebabkan demineralisasi yang lebih besar, sehingga penetrasi bahan adhesif ke tubulus dentin semakin baik. Selanjutnya, bahan primer dan/atau resin akan berpenetrasi ke dalam tubulus dentin dan membentuk suatu hybrid layer(gambar 7).

Resin komposit

Gambar 7. A. Hybrid layer pada total-etch system, B.Hybrid layer pada self-etch system6

Banyak yang berasumsi bahwa semakin tebal hybrid layer, semakin baik. Faktanya, hybrid layer yang dihasilkan oleh sistem adhesif total-etch, hanya memiliki sedikit keuntungan bila dihubungkan dengan kekuatan perlekatan. Pembentukkan hybrid layer yang baik dilihat dari infiltrasi resin pada zona demineralisasi yang dihasilkan oleh pengetsaan. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa proses hibridisasi yang efektif dinilai dari penetrasi hybrid layer secara sempurna ke dalam dentin yang telah terdemineralisasi, berapapun ketebalannya.11

Resin komposit

Bahan adhesif

Hybrid layer

Resin menembus smear plug


(35)

2.4Kekuatan Perlekatan pada Kavitas Klas I

Faktor-faktor yang mempengaruhi perlekatan bahan restorasi secara umum adalah tingkat kebasahan substrat, contact-angle yang rendah, dan kondisi substrat yang bersih.Tegangan permukaan bahan bonding harus lebih rendah dari permukaan enamel maupun dentin. Adanya kontaminasi dengan saliva maupun substansi lainnya dapat mempengaruhi energi permukaan substrat dan mengganggu proses pembasahan oleh bahan adhesif.30

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa tingginya nilai faktor C berhubungan dengan rendahnya kekuatan perlekatan. Pada restorasi klas I memiliki faktor C tertinggi yaitu 5:1 (gambar 8). Ketika merestorasi kavitas dengan faktor C yang tinggi maka strespolimerisasi yang dihasilkan juga tinggi.Hal ini menyebabkan kekuatan perlekatan terhadap kavitas semakin lemah. Stres polimerisasi dipengaruhi oleh karakteristik resin komposit (misalnya jenis kandungan matriks), kandungan bahan pengisi, kecepatan polimerisasi, derajat konversi, serta modulus elastisitas.7

Gambar 8. Faktor C pada berbagai preparasi klas restorasigigi3

Selama proses polimerisasi, aliran resin tidak mampu menyesuaikan tekanan penyusutan yang terjadi pada kavitas dengan faktor C yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan degradasi bahanbonding pada satu atau lebih dinding kavitas. Dengan menggunakan sistem adhesif yang berbeda, diketahui bahwa kavitas dengan faktor C yang tinggi berpengaruh terhadap microtensile bond strength pada dentin.33


(36)

2.5Tensile Bond Strength

Pemilihan sistem adhesif didasarkan pada kekuatan perlekatan yang dimilikinya, ketika dilakukan uji di laboratorium. Meskipun validitas suatu uji kekuatan perlekatan untuk menggambarkan keberhasilan klinis dari sistem adhesif masih dipertanyakan, bukti yang sudah ada menunjukkan bahwa keberhasilan klinis dapat diprediksi melalui uji laboratorium yang tepat.12 Uji kekuatan perlekatan dilakukan sebagai alat skrining yang membantu untuk memperkirakan bagaimana keberhasilan suatu sistem adhesif bila digunakan secara klinis.34

Salah satu uji yang dapat dilakukan adalah uji kekuatan tarik perlekatan (tensile bond strength test).Pada uji ini, beban diberikan pada setiap sisi spesimen.Spesimen tersebut ditahan pada tempatnya oleh suatu activeorpassive gripping methods.Active gripping method menggunakan lem atau penjepit untuk menahan spesimen, sedangkan pada passive gripping method, spesimen ditempatkan pada alat uji tanpa alat bantu seperti lem atau penjepit lainnya.13


(37)

2.6Kerangka Teori

Efek penyusutan selama polimerisasi tinggi

Mengganggu perlekatan

Sistem adhesif yang stabil

Total-etch adhesive system Self-etch adhesive system

Tensile bond strength Upaya penanganan?

Resin komposit nanohybrid Restorasi klas I

Stres polimerisasi Faktor C tertinggi


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep

33

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian yang telah disebutkan di atas maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:

Terdapat perbedaan tensile bond strength antara resin komposit nanohybrid yang menggunakan sistem adhesif total-etch dengan resin komposit nanohybrid yang menggunakan sistem self-etch.

Resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif total-etch

Resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif self-etch

Tensile bond strength antara resin komposit nanohybrid dengan gigi


(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian 4.1.1 Jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorium 4.1.2 Desain Penelitian

Posttest Only Control Group Design 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Infeksi FK-USU

3. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU 4.2.2 Waktu Penelitian

September 2014 – April2015 4.3 Sampel

Gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti 4.3.1 Kriteria Penerimaan Sampel

a. Gigi premolar satu dan dua rahang atas

b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah dipreparasi c. Mahkota masih utuh dan tidak karies


(40)

4.3.2 Besar Sampel

Sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus rancangan eksperimental murni sebagai berikut:

(n-1) (r-1) >15  r = jumlah perlakuan = 2 (n-1) (2-1) > 15

(n-1) > 15 maka n > 16

Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 16.Jumlah keseluruhan sampel gigi premolar adalah 32 gigi yang dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu:

Kelompok I: Restorasi kavitas klas I dengan sistem adhesif total-etch dan resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram, Ivoclar Vivadent)

Kelompok II: Restorasi kavitas klas I dengan sistem adhesif self-etch dan resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram, Ivoclar Vivadent).

4.4 Variabel dan Definisi Operasional 4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1Variabel Bebas

1. Restorasi resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif total-etch 2. Restorasi resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif self-etch 4.4.1.2Variabel Tergantung

Tensile bond strength antara resin komposit nanohybrid dengan dinding kavitas.

4.4.1.3Variabel Terkendali


(41)

 Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I gigi premolar rahang atas (panjang 4 mm, lebar 2.5 mm, dan kedalaman 3 mm)

 Teknik insersi : inkremental (layer by layer)

 Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur berbentuk silindris, bulat, dan fisur

 Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi)

 Sumber sinar (LED)

 Lama waktu penyinaran light cure(20 detik)

 Jarak penyinaran dengan bahan resin komposit (1 mm)

 Suhu dan waktu proses thermocycling(5°C dan 55°C masing-masing selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik)

 Panjang gelombang (460-480 nm)

 Intensitas cahaya light cure(1000-2000 mW/cm2)

 Arah penyinaran light cure (tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi)

 Metode penyinaran: continuous polymerization

4.4.1.4Variabel Tidak Terkendali

1. Masa atau jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang atas sampai perlakuan

2. Keberadaan smear layer

3. Kontraksi polimerisasi resin komposit 4. Ketebalan layer resin komposit

5. Kekuatan pin sebagai alat bantu uji tarik

6. Pengurangan volume resin komposit nanohybrid akibat penanaman pin 7. Mempertahankan suhu tetap konstan 5°C saat dilakukan thermocycling secara manual


(42)

4.4.1.5Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas

 Restorasi resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif total-etch

 Restorasi resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif self-etch

Variabel Terkendali

 Perendaman gigi dalam larutan saline

 Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I gigi premolar rahang atas (panjang 4 mm, lebar 2.5 mm, dan kedalaman 3 mm)

 Teknik insersi: inkremental (layer by layer)

 Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur berbentuk silindris, bulat, dan fisur

 Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi)

 Sumber sinar (LED)

 Lama waktu penyinaran light cure (20 detik)

 Jarak penyinaran dengan bahan restorasi (1 mm)

 Suhu dan waktu proses thermocycling (5°C dan 55°C masing-masing selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik)

 Panjang gelombang (460-480 nm)

 Intensitas cahaya light cure (1000-2000 mW/cm2)

 Arah penyinaran light cure (tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi)

 Metode penyinaran (continuous polymerization)

Variabel Tergantung Tensile bond strength antara resin komposit nanohybrid dengan dinding kavitas.

Variabel Tidak Terkendali

 Masa atau jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang atas sampai perlakuan

 Keberadaan smear layer

 Kontraksi polimerisasi resin komposit

 Ketebalan layer resin komposit

 Kekuatan pin sebagai alat bantu uji tarik

 Pengurangan volume resin komposit nanohybrid akibat penanaman pin

 Mempertahankan suhu tetap konstan 5°C saat dilakukan thermocycling secara manual


(43)

4.4.2 Definisi Operasional Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur Alat Ukur

Variabel Bebas

1. Restorasi klas I

resin komposit

nanohybrid

dengan sistem

adhesif

total-etch

Restorasi yang

dibentuk pada gigi

premolar atas pada

bagian oklusal dengan ukuran panjang = 4 mm, lebar = 2.5 mm, dan kedalaman = 3

mm; serta sistem

adhesif yang dirancang khusus untuk dipakai dengan resin komposit

nanohybrid, dimana

bahan etsa terpisah dari primer dan adhesifnya.

Memberikan tanda pada gigi

premolar atas

yang akan

dipreparasi dengan menggunakan

kaliper dan

kedalaman kavitas menggunakan mata bur, serta

aplikasi resin

komposit

nanohybrid dan

sistem adhesif

total-etch sesuai

petunjuk pabrik.

Nominal Kaliper,

sesuai dengan petunjuk pabrik

2. Restorasi klas I

resin komposit

nanohybrid

dengan sistem

adhesif self-etch

Restorasi yang

dibentuk pada gigi

premolar atas pada

bagian oklusal dengan ukuran panjang = 4 mm, lebar = 2.5 mm, dan kedalaman = 3

mm; serta sistem

adhesif yang dirancang khusus untuk dipakai dengan resin komposit

nanohybrid, dimana

bahan etsa dan primer

berada dalam satu

botol.

Memberikan tanda pada gigi

premolar atas

yang akan

dipreparasi dengan menggunakan

kaliper dan

kedalaman kavitas menggunakan mata bur, serta

aplikasi resin

komposit

nanohybrid dan

sistem adhesif

self-etch sesuai

petunjuk pabrik.

Nominal Kaliper,

sesuai dengan petunjuk pabrik

Variabel Tergantung

1. Tensile bond

strength antara

resin komposit

nanohybrid

dengan dinding kavitas.

Besarnya kekuatan

tarik perlekatan yang dapat diterima bahan restorasi terhadap gigi hingga bahan restorasi tersebut terlepas dari

permukaan gigi,

dengan melihat pola

fraktur (adhesive

failure dan cohesive

Secara visual Rasio Torsee’s

Electronic System Universal Testing Machine


(44)

failure)

4.5 Metode Pengumpulan Data 4.5.1 Alat Penelitian

1. Masker (SunMed, Indonesia) 2. Handscoon(HandSeal, Indonesia) 3. Kaliper (Vernier, China)

4. Pot akrilik dengan tinggi 3 cm dan diameter 2,5 cm 5. Spuit 5 ml untuk irigasi (OneMed)

6. Pinset, spatula semen, instrumen plastis, sonde lurus, semen stopper (Dentica)

7. Cotton pellet

8. Mikromotor (Strong, Korea)

9. Diamond bur berbentuk bulat dan silindris (Meisinger, USA) 10.Mata bur polish (enhance bur, brush bur)

11.Paku beton berukuran 2 inchi untuk retensi 12.LED light curing unit (LY – A180, China)

13.Alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine 14.Tabung baja sebagai alat bantu uji tarik

15.Beaker glass (Pyreex, Germany) 16.Termometer (Fisher, Germany) 17.Waterbath (Precision)

18.Disc bur(Meisinger, USA)

19.Penggaris (Faber-Castell, Germany) 20.Stopwatch (Uniker, China)


(45)

Gambar 9.A. Visible light cure, B. Diamond bur,C. Enhance bur, D. Brush bur kaliper,E.Kaliper, F. Disc bur, G. Termometer, H. Beaker glass

A B C D


(46)

Gambar 10. Alatuji tarikTorsee’s

Electronic SystemUniversal Testing Machine

4.5.2 Bahan Penelitian

1. Gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti sebanyak 32 buah

2. Resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram®(Ivoclar Vivadent)) 3. Sistem adhesif total-etch (N-Etch dan Tetric-N Bond (Ivoclar Vivadent)) 4. Sistem adhesif self-etch (Tetric N-Bond Self Etch (Ivoclar Vivadent)) 5. Self-cured acrylic (Vertex)

6. Saline untuk penyimpanan sampel penelitian 7. Vaseline

8. Akuades

9. Gips untuk penanaman gigi

Gambar 11. A. Resin komposit nanohybrid, B. Sistem adhesif total-etch, C. Sistem adhesif self-etch

A

C


(47)

4.5.3 Prosedur Penelitian a. Pembuatan sampel

Sampel sebanyak 32 gigi premolar satu dan dua rahang atas yang dikumpulkan dari gigi yang telah diekstraksi, dimasukkan ke dalam larutan saline.Kemudian sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 16 sampel. Sampel ditanam pada balok gips untuk

mempermudah preparasi.

Gambar 12. Sampel yang telah ditanam pada balok gips

b. Perlakuan sampel penelitian 1. Preparasi sampel

Bagian tonjol dibuang/dipotong untuk mendapatkan permukaan dentin yang rata dengan menggunakan diamond bur. Outline form desain restorasi klas I digambar pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan bantuan kaliper untuk mendapatkan ukuran yang akurat (panjang mesiodistal 4 mm, lebar bukolingual 2.5 mm, serta kedalaman kavitas 3 mm). Preparasi dilakukan dengan menggunakan diamond burberbentuk silindris. Mata bur ditandai terlebih dahulu untuk mendapatkan kedalaman preparasi sebesar 3 mm. Preparasi yang dihasilkan berbentuk box.


(48)

Gambar 13. Desain preparasi klas I

Gambar 14. A. Preparasi menggunakan diamond bur berbentuk bulat B. Preparasi menggunakan diamond bur berbentuk silindris


(49)

2. Restorasi sampel

Permukaan oklusal yang telah dipreparasi, dicuci dan dikeringkan.Kelompok I dilakukan pengetsaan dengan sistem adhesif total-etch (N-Etch dan Tetric N-Bond (Ivoclar Vivadent)),diaplikasikanbahan etsa dengan menggunakan kuas selama 15-30 detik, lalu dicuci dengan air selama 5 detik, dan dikeringkan dengan semprotan udara. Bahan adhesif diaplikasikan, dibiarkan selama 10 detik,dikeringkan dengan semprotan udara dengan kekuatan ringan, laludisinari selama 20 detik.Kelompok II dilakukan aplikasi sistem adhesif self-etch (Tetric N-Bond(Ivoclar Vivadent)).Bahanbondingdiaplikasikan pada permukaan enamel dan dentin menggunakanmicrobrush selama 30 detik, kemudiandisinari selama 20 detik.

Pada kelompok I dan II diaplikasikan resin komposit nanohybrid ke dalam kavitas.Setelah lapisan pertama resin komposit nanohybrid, dilakukan penanaman pin sebagai alat bantu uji tarik, kemudian disinari selama 20 detik. Kemudian dilakukan aplikasi lapisan kedua dan disinari selama 20 detik.


(50)

Ga mb ar 15.

A. Aplik

asi bahan etsa (N-Etch),

B. Pencucian dengan air, C. Aplikasi bahan bonding(Tetric N-Bond), D. Polimerisasi denganlight cure,E. Aplikasi sistem adhesif self-etch(Tetric N-Bond Self-Etch), F. Polimerisasi denganlight cure, G. Pengaplikasian lapisan pertama resin komposit, H. Penanaman pin sebagai alat bantu uji tarik, I. Polimerisasi dengan light cure, J. Pengaplikasian lapisan kedua resin komposit, K. Polimerisasi dengan light cure

3. Finishing dan polishing

Tahap finishing restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk membuang resin komposit yang berlebihan.Pemolisan restorasi dilakukan dengan menggunakan enhance bur, setelah itu menggunakan silicone brush bur pada seluruh permukaan restorasi untuk pemolisan akhir.

Gambar 16. A. Pemolisan dengan enhance bur, B. Pemolisan dengan brush bur


(51)

4. Water storage dan thermocycling

Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan ke dalamlarutan saline selama 24 jam. Setelah itu, dilakukan proses thermocyclingdengan memasukkan sampel ke dalam beaker glass yang berisi air esselama 30 detik dengan temperatur 5°C lalu dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik ke wadah yang berisi larutanbersuhu 55°C, diamkan selama 30 detik, dan dilakukan berulang sebanyak 200

kali.

Gambar 17. A. Sampel disimpan di dalam larutan saline selama 24 jam, B. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air es dengan suhu 5°C selama 30 detik, C. Sampel dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 55°C selama 30 detik 5. Pemotongan akar sampel

Setelah proses thermocycling, seluruh sampel dipotong sampai 1/3 batas servikal akar dengan disc bur sehingga tertinggal bagian mahkota sampai 1/3 akar.

A


(52)

Gambar 18. Pemotongan akar sampel

6. Pembuatan cetakan sampel

Cetakan sampel dibuat dari tabung syringe plastik 5 ml yang dipotong dengan panjang 1.5 cm menggunakandisc bur. Cetakan tersebut dilubangi pada 1/3 panjang syringe dengan paku yang dipanasi untuk tempat paku yang berfungsi sebagai retensi uji tarik perlekatan.

Gambar 19. Cetakan sampel

7. Penanaman sampel ke dalam cetakan

Paku berukuran 2 inchi diolesi vaseline. Kemudian bubuk self-cured acrylic dan liquid diaduk dengan perbandingan 2 : 1, dimasukkan ke dalam cetakan syringe.Paku tersebut dimasukkan ke dalam cetakan.Sampel kemudian ditanam ke dalam cetakan syringe dengan permukaan oklusal menghadap ke atas. Paku digerakkan hingga akrilik mengeras agar paku dapat dilepas setelah akrilik mengeras.


(53)

Gambar 20. Penanaman sampeldalam

akrilik

8. Pengukuran tensile bond strength

Pengukuran tensile bond strength dilakukan pada Laboratorium Uji Mekanis Fakultas MIPA USU. Sampel dipasangkan pada tabung baja pembantu sedemikian rupa sehingga sampel dapat dipegang oleh grip alat uji tarik. Uji tarik menggunakan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 kgf, dengan kecepatan tarik 0.1 mm/detik. Data yang diperoleh dikonversikan ke dalam satuan Newton.

Gambar 21. Sampel dipasang pada alat uji tarikTorsee’s Universal Testing Machine


(54)

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis secara statistik, dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk.Kemudian data yang diperoleh dari dua kelompok tersebut dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji-t tidak berpasangan (independent t-test) dengan derajat kemaknaan (α=0.05).


(55)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1Hasil Penelitian

Pengamatan tensile bond strength dilakukan terhadap sampel dengan memasangkan sampel pada grip alat uji tarik. Uji tarik dilakukan dengan menggunakan Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine.Uji-t tidak berpasangan (independent t-test) dilakukan untuk melihat perbedaan kekuatan tarik perlekatan (tensile bond strength) antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya (p<0.05).

Hasil yang diperoleh adalah berupa load atau kekuatan tarik pada saat putus dalam satuan kgf (kilogram force), yang dikonversikan ke dalam satuan Newton, dan stroke atau kecepatan regangan pada saat putus dalam satuan mm/detik.

Tabel 2. Data Hasil Analisis Uji-T

Kelompok

Kekuatan Tarik Perlekatan (Newton)

p

N X + SD

I 16 112.53 + 38.06

0.002


(56)

Gambar 22.Kondisi restorasi setelah uji tarik 5.2 Analisis Hasil Penelitian

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran kedua kelompok telah terdistribusi normal dimana diperoleh hasil p>0.05.Hal ini menunjukkan data yang diperoleh memenuhi syarat sehingga uji-t tidak berpasangan dapat dilakukan.Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 memperlihatkan nilai rerata dari kekuatan tarik perlekatan dan standar deviasi dari masing-masing kelompok. Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa kelompok I (resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif total-etch) memiliki tensile bond strength lebih besar dibandingkan dengan kelompok II (resin komposit nanohybrid dengan sistem adhesif self-etch), yaitu sebesar 112.53 + 38.06 N.

Hasil statistik uji-t dilakukan untuk melihat perbedaan kekuatan tarik perlekatan antara resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram) menggunkan sistem adhesif total-etch (N-Etch dan Tetric N-Bond) dengan resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram) menggunkan sistem adhesif self-etch (Tetric N-Bond Self Etch) diperoleh hasil p=0.002. Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang menolak hipotesa awal (Ho) dari data penelitian, sedangkan α adalah batas toleransi peluang salah dalam menolak hipotesa awal (Ho). Dari hasil uji penelitian ini dapat dikatakan terdapat perbedaan bermakna pada kekuatan tarik perlekatan resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif total-etch (N-Etch dan Tetric N-Bond) dan self-etch (Tetric N- Bond Self etch).


(57)

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 32 gigi premolar rahang atas yang telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran USU Medan melalui Ethical Clearance. Gigi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok I dengan menggunakan sistem adhesif total-etch dan aplikasi resin komposit nanohybrid, serta kelompok II dengan menggunakan sistem adhesif self-etch dan aplikasi resin komposit nanohybrid.Gigi premolar maksila digunakan karena relatif mudah diperoleh.Beberapa kriteria telah ditentukan untuk mengontrol keadaan seluruh sampel yaitu, tidak terdapat fraktur mahkota, belum pernah dipreparasi, mahkota masih utuh, apeks tertutup, dan tidak terdapat karies.

Penelitian dilakukan dengan melihat kekuatan tarik perlekatan (tensile bond strength) yang dihitung dengan menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine.Beban tarik maksimal yang digunakan sebesar 200 kgf dengan kecepatan 0.1 mm/detik. Pengujian dilakukan dengan menarik cetakan sampel yang terbuat dari self-cured acrylic sampai restorasi terpisah. Besar beban yang didapat berupa satuan kilogram force (kgf) yang dikonversikan dalam satuan Newton. .

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan tarik perlekatan antara resin komposit nanohybrid baik yang menggunakan sistem adhesif total-etch maupun sistem adhesif self-etch. Tabel 2 menunjukkan data pengukuran kekuatan perlekatan restorasi ke dentin secara deskriptif. Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa kelompok I yang menggunakan sistem adhesif total-etch memiliki nilai rerata kekuatan perlekatan tertinggi yaitu sebesar 112.53 + 38.06 N. Sementara nilai rerata kekuatan perlekatan pada kelompok II yang menggunakan sistem adhesif self-etch sebesar 67.72 + 36.28 N. Pada uji-t tidak berpasangan (independent t-test)


(58)

menunjukkan secara statistik bahwa terdapat perbedaan signifikan pada kedua kelompok perlakuan dengan nilai p <0,05.

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa standar deviasi yang dihasilkan cukup besar, yaitu 38.06 N pada kelompok I, serta 36.28 N pada kelompok II. Hal ini dikarenakan nilai yang dihasilkan pada masing-masing spesimen cukup bervariasi.Variasi tersebut bisa terjadi apabila kurangnya pengendalian pada metode yang digunakan, sehingga menghasilkan nilai kekuatan perlekatan yang kurang seragam.Selain itu kondisi dentin juga mempengaruhi nilai kekuatan perlekatan. Kondisi permukaan dentin yang kurang bersih atau pembuangan smear layer yang kurang maksimal menyebabkan adhesi yang buruk antara dinding kavitas dan bahan restorasi.

Bila dilihat dari tabel 2, kelompok I yang menggunakan sistem adhesif total-etch memiliki kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok II. Pada penelitian ini menggunakan sistem adhesif total-etch generasi ke 5 yang disebut juga “one-bottle systems.”Setelah pengetsaan, dilakukan aplikasi “one-bottle systems”, yang merupakan kombinasi bahan primer dan adhesif. Sistem adhesif ini menghasilkan suatu mechanical interlocking dengan adanya suatu resin tag, dan pembentukan lapisan hibrid yang menunjukkan nilai kekuatan perlekatan yang tinggi baik pada enamel maupun pada dentin.35 Pengetsaan dengan asam fosfor dapat meningkatkan kemampuan perlekatan sebagai retensi mikromekanis. Beberapa peneliti mengatakan bahwa retensi yang baik dan kerapatan tepi disebabkan oleh adanya pengetsaan dengan asam fosfor.36 Pengetsaan dengan asam fosfor akan membuang atau memodifikasi smear layer, meningkatkan energi permukaan, membuka tubulus dentin, serta menyebabkan larutnya hidroksiapatit. Selanjutnya, benang-benang kolagen akan terpapar dan membentuk jaringan kolagen yang rapuh. Jaringan tersebut merupakan jalan untuk infiltrasi bahan primer dan bonding untuk membentuk suatu ikatan yang baik.11

Penelitian yang dilakukan oleh Laura dkk pada tahun 2003 menyatakan bahwa sistem adhesif total-etch menghasilkan microtensile bond strength lebih tinggi, baik pada dentin yang normal maupun pada dentin yang mengalami karies, jika dibandingkan dengan sistem adhesif self-etch. Menurut Laura, hal ini disebabkan


(59)

karena sistem adhesif total-etch yang digunakan pada penelitian tersebut (Prime & Bond NT) mengandung nanoparticle yang mampu menghasilkan ketebalan lapisan resin yang seragam, sehingga menstabilkan lapisan hibrid yang terbentuk.37 Penggunaan sistem adhesif total-etch menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibandingkan sistem adhesif self-etch.35

Penelitian ini menggunakan sistem adhesif self-etch generasi ke 7 atau disebut juga “all-in-one adhesive”. Sistem adhesif ini memiliki nilai pH yang lebih rendah (pH < 1) bila dibandingkan self-etching primer, sehingga demineralisasi yang dihasilkan lebih besar.Selain itu, all-in-one adhesivememiliki sifat lebih hidrofilik sehingga menyebabkan sistem ini lebih rentan terhadap penyerapan air dalam jangka waktu tertentu yang dapat berkontribusi pada hidrolisis dan degradasi pada permukaan adhesif, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan ikatan mekanis ketika bahan restorasi ditempatkan.11,29 All-in-one adhesive cenderung menghasilkan lapisan bahan adhesif yang sangat tipis (10-15 mm). Oksigen dalam udara dapat berdifusi ke dalam cairan monomer hingga kedalaman 10-15 mm. Ketika dipolimerisasi dengan sinar, radikal bebas yang terbentuk akanterlarut dengan oksigen yang terdapat dalam monomer, menyebabkan polimerisasi yang tidak sempurna.29

Bila dilihat dari rerata beban yang dihasilkan oleh kedua kelompok, baik pada kelompokI (112.53 + 38.06 N), maupun pada kelompok II (67.72 + 36.28 N), dapat dilihat bahwa rerata beban yang dihasilkan cukup rendah.Hal ini disebabkan adanya kekurangan dan keterbatasan pada metode yang digunakan.Penelitian ini menggunakan pin sebagai alat bantu uji tarik, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sundari dkk pada tahun 2008.38Penggunaan pin tersebut dapat mengurangi volume resin komposit, sehingga hasil yang diperoleh kurang mencerminkan kekuatan tarik perlekatan yang sebenarnya. Selain itu, Stamatacos dan Hottel pada tahun 2005 menyatakan bahwa adanya perbedaan hasil kekuatan perlekatan dapat disebabkan karena kualitas dentin yang digunakan.39 Dentin yang mengalami kontaminasi akan menghasilkan perlekatan yang buruk. Variasi dari besarnya kekuatan perlekatan pada umumnya dihubungkan dengan perbedaan sistem


(60)

adhesif yang digunakan, kondisi pengujian yang dilakukan, serta ukuran dari spesimen yang digunakan.37,39Penyebab lain dari rendahnya kekuatan perlekatan yang dihasilkan adalah adanyasmear layer yang dapat mengganggu perlekatan. Smear layerdapat mengganggu penetrasi bahan adhesif sehingga akan menghasilkan perlekatan yang kurang baik. Sanodkk mengatakan bahwa hasil uji tarik yang lebih tinggi berbanding terbalik dengan permukaan area yang berikatan.Sano melaporkan bahwa hasil pengujian microtensile yang lebih tinggi merupakan hasil dari penggunaan metode yang dilakukan dengan sampel yang berukuran lebih kecil. Fenomena ini mungkin disebabkan adanya peningkatan defek dan/atau stres pada interface maupun pada substrat. Spesimen yang lebih besar memiliki lebih banyak defek bila dibandingkan dengan spesimen yang lebih kecil.39


(61)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini dilakukan uji tarik dengan menggunakan Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine untuk melihat perbedaan kekuatan perlekatan antara resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif total-etch dengan resin komposit nanohybrid menggunakan sistem adhesif self-etch.

Kelompok I yang menggunakan sistem adhesif total-etch (N-Etch dan Tetric N-Bond) dan aplikasi resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram) memiliki nilai rerata kekuatan tarik perlekatan lebih tinggi yaitu 112.53 + 38.06 N. Sedangkan kelompok II yang menggunakan sistem adhesif self-etch (Tetric N-Bond Self-Etch) dan aplikasi resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram) memiliki nilai rerata kekuatan tarik perlekatan lebih rendah yaitu sebesar 67.72 + 36.28 N.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t tidak berpasangan (independent t-test) menunjukkan p = 0.002 (p < 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu terdapat perbedaan tensile bond strength antara resin komposit nanohybrid yang menggunakan sistem adhesif total-etch dengan resin komposit nanohybrid yang menggunakan sistem adhesif self-etch. Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sistem adhesif total-etchmemiliki kekuatan perlekatan yang lebih baik dibandingkan sistem adhesif self-etch pada restorasi klas I dengan menggunakan resin komposit nanohybrid.

7.2 Saran


(62)

1. Menggunakan metode lain yang lebih akurat sebagai pengganti pin sehingga kekuatan tarik perlekatan yang dihasilkan mencerminkan kekuatan perlekatan sebenarnya.

2. Penggunaan sampel yang lebih banyak sehingga hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat memberikan gambaran terhadap situasi sebenarnya.

3. Penggunakan cetakan yang lebih akurat untuk menggantikan spuit 5 ml yang dipotong agar tercapai kesejajaran saat proses penanaman gigi.

4. Adanya penelitian lanjutan menggunakan Scanning Electron Microscopy untuk menentukan tipe kegagalan perlekatan yang lebih akurat.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Moraes RR, Goncalves LS, Lancellotti AC, Consani S, Correr-Sobrinho L, Sinhoreti MA. Nanohybrid resin composites: nanofiller loaded materials or traditional microhybrid resins. Op Dent 2009; 34 (5): 551-57.

2. LeBlanc BJ. Nanohybrid composite restorations: dentistry’s most versatile solution. May 2009. www.dentaleconomics.com/articles/print/volume-99/issue-

5/features/nanohybrid-composite-restorations-dentistry39s-most-versatile-solution.html (6 September 2014).

3. Karthick K, Sivakumar K, Geetha PPR, Shankar S. Polymerization shrinkage of composites-a review. JIADS 2011: 2(2): 32-6.

4. Sensi LG, Marson FC, Monteiro S Jr., Baratieri LN, de Andrada MAC. Flowable composites as “filled adhesives:” a microleakage study. J Contemp Dent Pract 2004; 5(4): 1-5.

5. Han B, Dong Y, Gao X, Wang X, Tian F. Effect of filler content on the microtensile bond strength of composite resin and dentin in class 1 cavities. Quintessence Int 2012; 43 (2): 16-22.

6. Roberson TM, Heymann HO, Ritter AV. Introduction to composite restoration. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ. Sturdevant’s art & science of operative dentistry, 4th ed. Missouri: Mosby Inc, 2002: 195, 237-55, 479-80.

7. El-Sahn NA, El-Kassas DW, El-Damanhoury, Fahmy OM, Gomaa H, Platt JA. Effect of c-factor on microtensile bond strengths of low-shrinkage composites. Op Dent 2011; 36 (3): 281-92.

8. Souza-Zaroni WC, Seixas LC, Ciccone-Nogueira JC, Chimello DT, Palma-Dibb RG. Tensile bond strength of different adhesive systems to enamel and dentin. Braz Dent J 2007; 18 (2): 124-28.

9. Tay F. An update on adhesive dentistry. New York: Kuraray America Inc, 2014: 286.


(1)

Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Tensile Bond Strength

Kelompok

No Sampel

Hasil

Kgf

Newton

1.

Resin komposit

nanohybrid (Tetric

N-Ceram) dengan

sistem

adhesif

total-etch

(N-Etch

dan

Tetric N-Bond)

1

5.9

57.86

2

18.7

183.38

3

15.1

148.08

4

8.4

82.38

5

14.2

139.25

6

13.4

131.41

7

18.1

177.50

8

11.2

109.83

9

7.4

72.57

10

6.6

64.72

11

8.7

85.32

12

9.6

94.14

13

14.5

142.20

14

10.3

101.01

15

9.8

96.11

16

11.7

114.74

2.

Resin komposit

nanohybrid (Tetric

N-Ceram) dengan

sistem

adhesif

self-etch (Tetric

N-Bond Self-Etch)

1

3.1

30.40

2

4.1

40.21

3

9.8

96.11

4

8.8

86.3

5

1.7

16.67

6

8.7

8.83

7

7.1

85.32

8

7.6

74.53

9

6.0

58.84

10

17.0

166.71

11

7.2

70.61

12

6.5

63.74

13

6.8

66.69

14

7.9

77.47


(2)

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik

NORMALITAS DATA

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Load (Newton) Total etch .119 16 .200* .955 16 .571

Self etch .179 16 .179 .894 16 .065

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

UJI T

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Load (Newton) Total etch 16 112.5313 38.06035 9.51509

Self etch 16 67.7281 36.28395 9.07099

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed ) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Load (Newton ) Equal variance s assumed .79 3 .38 0 3.40 8

30 .002 44.80313 13.14609 17.9552

3

71.6510 2


(3)

Equal variance s not assumed

3.40 8

29.93 2

.002 44.80313 13.14609 17.9526

6

71.6535 9


(4)

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran USU


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) Sebagai Basis Restorasi Klas II dengan Sistem Adhesif Self-Etch One-Step Terhadap Tensile Bond Strength

2 58 76

Pengaruh Bahan Pemutih Gigi Hidrogen Peroksida 35% Terhadap Shear Bond Strength Resin Komposit dengan Bahan Adhesif Total Etch ( Penelitian In Vitro)

4 86 71

Perbandingan Tensile Bond Strength Antara Resin Komposit Berbasis Methacrylate Dan Silorane Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Yang Berbeda Pada Restorasi Klas I Insisivus

4 53 74

Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I

1 52 74

Perbedaan Kebocoran Mikro Resin Komposit Flowable dan Packable dengan Meggunakan Sistem Adhesif Total-Etch Two-Step dan Self-Etch One-Step pada Restorasi Klas V (PENELITIAN IN VITRO)

5 137 95

Penggunaan Bahan Tumpatan Resin Komposit Dengan Prosedur Etsa Asam

3 27 38

Kekuatan Tarik Perlekatan (Tensile Bond Strength) Antara Dentin Dan Komposit Resin Dengan Memakai Bahan Adhesif Yang Berbeda

0 38 76

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 30 96

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

0 0 17

Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

1 1 13