Perbedaan Pengaruh Waktu Pengeringan Bahan Adhesif Terhadap Shear Bond Strength Restorasi Klas I Resin Komposit
PERBEDAAN PENGARUH WAKTU PENGERINGAN
BAHAN ADHESIF TERHADAP SHEAR BOND
STRENGTH RESTORASI KLAS I
RESIN KOMPOSIT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh : LIUS AMANDA NIM : 060600128
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2010
Lius Amanda
Perbedaan pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif terhadap shear bond strength restorasi klas I resin komposit
xiii + 62 halaman
Pengeringan udara pada bahan adhesif dapat menghilangkan air, solvent atau bahan primer yang terdapat dalam bahan adhesif dan dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit, maka dirasakan perlu membandingkan kekuatan perlekatan resin komposit terhadap gigi dengan waktu pengeringan bahan adhesif yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan shear bond strength pada restorasi resin komposit terhadap gigi antara waktu pengeringan bahan adhesif antara 5 detik, 10 detik dan 15 detik.
Sampel berjumlah 30 buah gigi premolar rahang atas disimpan dalam larutan saline segera setelah diekstraksi untuk ortodonti. Sampel dibagi dalam tiga kelompok kemudian dilakukan preparasi klas I, yaitu kelompok I dengan waktu pengeringan 5 detik terhadap bahan adhesif, kelompok II dengan waktu pengeringan 10 detik terhadap bahan adhesif, kelompok III dengan waktu pengeringan 15 detik terhadap bahan adhesif.
Semua sampel dipotong menjadi ukuran 2x2x5 mm, kemudian ditanam dalam tabung plastik (syringe) berdiameter 13 mm dan tinggi 15 mm berisi self curing
(3)
acrylic. Sampel diuji geser menggunakan alat uji Torse’s Electron System Universal Testing dengan beban maksimal 100 kgf (kilogram force) dan kecepatan regangan 10 mm/menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata shear bond strength
tertinggi ditunjukkan pada waktu pengeringan 15 detik (53.08 + 31.03) dan nilai rata-rata shear bond strength terendah ditunjukkan pada waktu pengeringan 5 detik (46.76 + 27.83). Setelah dilakukan analisis secara statistik dengan ANOVA dan LSD, tidak ada perbedaan nilai shear bond strength antara resin komposit dan gigi dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik terhadap bahan adhesif (p > 0.05).
(4)
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 3 MEI 2010
OLEH : Pembimbing
Cut Nurliza, drg., M.Kes. NIP : 19560105 198203 2 002
Mengetahui
Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) NIP : 19500828 197902 2 001
(5)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul
PERBEDAAN PENGARUH WAKTU PENGERINGAN BAHAN ADHESIF TERHADAP SHEAR BOND STRENGTH RESTORASI KLAS I
RESIN KOMPOSIT
Yang dipersiapkan dan disusun oleh : LIUS AMANDA
NIM : 060600128
Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 3 Mei 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi
Ketua Penguji
Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP : 19560105 198203 2 002
Anggota tim penguji lain
Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) Nevi Yanti, drg., M.Kes NIP : 19500828 197902 2 001 NIP : 19631127 199203 2 004
Medan, 3 Mei 2010 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Ketua,
Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) NIP : 19500828 197902 2 001
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Lim Eng Hoa dan ibunda Lo Sie Kiaw atas segala kasih sayang, doa, dukungan, serta segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada abang ( Fernando ) yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. H. Ismet Danial Nasution, drg., Sp.Pros(K), Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
(7)
3. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi perhatian dan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi pengarahan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Lisna Unita, drg., M.Kes selaku penasehat akademik yang telah memberikan nasehat serta arahan selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan.
7. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Kepala Bagian Laboratorium Pusat Penelitian FIMPA USU, beserta Bapak Aman atas izin, bantuan fasilitas, dan bimbingan untuk pelaksanaan penelitian ini.
8. Dr. Surya Dharma, MPH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya dalam pelaksanaan analisa statistik hasil penelitian.
9. Dokter gigi di kota Medan yang telah membantu dalam pengumpulan sampel penelitian ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis Andrew, Yumira, Jupita, Steffie, Nelly, Lenny, Dorinda, Willi, Tari, Icha, Ingrid, Helly, Trisna, serta semua teman penulis di
(8)
Fakultas Kedokteran Gigi USU yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.
11. Senior-senior Wydiavei, Steven, Yose, Edward, Septriani, Sri Wahyuni, Fenny yang memberikan motivasi, petunjuk dan masukan-masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
12. Sahabat-sahabat SMA penulis Susiani, Shelly, Shelvi, Joni, Irianto, Fidel, Jimmy, Hardianto, Gery yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.
Medan, Maret 2010 Penulis,
( Lius Amanda ) NIM : 060600128
(9)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN...
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Adhesif ... 6
2.2 Resin Komposit ... 15
2.3 Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 22
(10)
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian... 25
4.2 Desain Penelitian... 25
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
4.4 Sampel Penelitian... 25
4.5 Besar Sampel... 26
4.6 Identifikasi Variabel Penelitian... 28
4.7 Definisi Operasional... 30
4.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 31
4.9 Prosedur Penelitian... 34
4.10 Analisis Data ... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN... 42
BAB 6 PEMBAHASAN ... 45
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Keuntungan dan kerugian primer dengan bermacam solvent... 10
2. Kondisi restorasi setelah uji ... 42
3. Data hasil pengukuran shear bond strength... 43
4. Hasil uji analisis varians satu arah ( ANOVA ) ... 43
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema adhesi dan adhesive joint dental... 7
2. Bonding resin pada dentin dengan teknik self-etch... 11
3. Alat uji Torse’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2DE, Tokyo-Japan)... 32
4. Visible Light Curing Unit (Litex 680A, Dentamerica)... 32
5. Mikromotor (Strong, Japan) ... 33
6. Alat penelitian ... 33
7. Bahan penelitian... 34
8. Sampel pada balok gips... 34
9. Diagram preparasi klas I ... 35
10.Preparasi klas I ... 35
11.Aplikasi bahan adhesif ... 36
12.Pengeringan bahan adhesif... 36
13.Penyinaran bahan adhesif... 36
14.Aplikasi resin komposit... 36
15.Penyinaran resin komposit ... 36
(13)
17.Penjepitan gigi pada bais... 37
18.Pemotongan bagian mesial... 37
19.Pemotongan bagian distal ... 38
20.Pemotongan bagian palatal ... 38
21.Diagram pemotongan akar sampel... 38
22.Diagram penanaman sampel ... 39
23.Diagram penanaman sampel antagonis... 40
24.Sampel yang telah ditanam ... 40
25.Sampel dipasang pada alat uji ... 41
26.Sampel setelah diuji ... 41
27.3D self-reinforcing technology... 46
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Alur pikir ... 57
2. Skema alur penelitian... 59 3. Data hasil pengukuran shear bond strength... 60 4. Hasil uji statistik pengukuran shear bond strength antara resin komposit
(15)
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2010
Lius Amanda
Perbedaan pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif terhadap shear bond strength restorasi klas I resin komposit
xiii + 62 halaman
Pengeringan udara pada bahan adhesif dapat menghilangkan air, solvent atau bahan primer yang terdapat dalam bahan adhesif dan dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit, maka dirasakan perlu membandingkan kekuatan perlekatan resin komposit terhadap gigi dengan waktu pengeringan bahan adhesif yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan shear bond strength pada restorasi resin komposit terhadap gigi antara waktu pengeringan bahan adhesif antara 5 detik, 10 detik dan 15 detik.
Sampel berjumlah 30 buah gigi premolar rahang atas disimpan dalam larutan saline segera setelah diekstraksi untuk ortodonti. Sampel dibagi dalam tiga kelompok kemudian dilakukan preparasi klas I, yaitu kelompok I dengan waktu pengeringan 5 detik terhadap bahan adhesif, kelompok II dengan waktu pengeringan 10 detik terhadap bahan adhesif, kelompok III dengan waktu pengeringan 15 detik terhadap bahan adhesif.
Semua sampel dipotong menjadi ukuran 2x2x5 mm, kemudian ditanam dalam tabung plastik (syringe) berdiameter 13 mm dan tinggi 15 mm berisi self curing
(16)
acrylic. Sampel diuji geser menggunakan alat uji Torse’s Electron System Universal Testing dengan beban maksimal 100 kgf (kilogram force) dan kecepatan regangan 10 mm/menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata shear bond strength
tertinggi ditunjukkan pada waktu pengeringan 15 detik (53.08 + 31.03) dan nilai rata-rata shear bond strength terendah ditunjukkan pada waktu pengeringan 5 detik (46.76 + 27.83). Setelah dilakukan analisis secara statistik dengan ANOVA dan LSD, tidak ada perbedaan nilai shear bond strength antara resin komposit dan gigi dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik terhadap bahan adhesif (p > 0.05).
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Bahan resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada awal tahun 1960.1 Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang serta memodifikasi warna dan kontur gigi, serta menambah estetis.2 Bahan resin komposit sudah sangat luas digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai bahan tumpatan yang mementingkan estetik (restorative esthetic material).3 Pada umumnya resin komposit yang dipasarkan adalah bahan universal yang berarti dapat digunakan untuk restorasi gigi anterior maupun posterior. Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin komposit condensable.4 Resin komposit packable
merupakan resin komposit dengan viskositasyang tinggi.5,6 Resin komposit packable
direkomendasikan untuk restorasi klas I, II dan MOD.7,8
Salah satu cara untuk mengevaluasi kekuatan perlekatan bahan kedokteran gigi adalah dengan uji kekuatan perlekatan. Meskipun nilai yang diperoleh dari uji kekuatan perlekatan tidak bersifat absolut, namun hasil uji tersebut bisa digunakan untuk membantu membandingkan efektivitas adhesi suatu bahan adhesif. Kekuatan perlekatan didefinisikan sebagai beban mekanis inisial yang dapat mengakibatkan fraktur. Hampir semua uji kekuatan dikategorikan menjadi tensile bond strength dan
(18)
Secara terminologi adhesi atau bonding adalah suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan ini disebut
adherent, sedangkan adhesif adalah bahannya.2 Dentin mengandung kadar air yang
tinggi. Tubulus dentin berisi cairan dentin yang menjadikan dentin suatu substrat yang dinamik sehingga merupakan suatu substrat yang sangat sulit untuk melekat pada bahan adhesif.9 Pada saat dietsa, tubulus dentinalis terbuka dan mengakibatkan cairan tubulus dentin menguap. Pengeringan yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan matriks kolagen sehingga pada akhirnya dapat mengurangi kekuatan perlekatan bahan adhesif ke struktur dentin. Oleh karena itu, dalam pemilihan bahan adhesif yang akan digunakan harus diperhatikan tingkat kebasahan permukaan dentin. Kerusakan kolagen pada teknik dry-bonding dapat dihindari dengan memilih bahan adhesif yang primernya menggunakan pelarut air, sedangkan pada teknik wet-bonding dipilih bahan adhesif dengan primer bebas air.10
Salah satu sistem adhesif yang banyak digunakan sekarang adalah one-step self-etching, pada sistem ini pemberian bahan etsa dan primer digabung menjadi satu, tidak ada tahap pencucian dan pembuangan smear layer. Asam primer akan memodifikasi smear layer sehingga memungkinkan asam primer mengadakan penetrasi ke dentin di bawahnya dan mengekpos kolagen. Kemudian aplikasi bahan adhesif akan membentuk lapisan hybrid dan resin tag.10,11
Prati et al melakukan penelitian terhadap shear bond strength pada restorasi klas I. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sistem self etching primer menunjukkan kekuatan perlekatan paling tinggi dibandingkan dengan sistem total etching.12 Shirai
(19)
kekuatan perlekatan yang lebih rendah, namun, sistem self-etching ternyata mempunyai kekuatan perlekatan yang sama jika dibandingkan dengan sistem total-etching three step dalam beberapa kasus. Coutinho et al menyatakan bahwa tidak ada penurunan kekuatan perlekatan yang signifikan dari sistem self-etching.11
Karakteristik utama dari sistem adhesif self-etch adalah lebih hidrofilik dan mengandung konsentrasi solvent yang lebih tinggi. Umumnya, solvent harus diuapkan dari matriks dentin yang diinfiltrasi oleh resin. Solvent yang tertinggal dapat mengakibatkan sifat polimer yang lemah, efek yang merugikan pada polimerisasi adhesif, dan akibat pada kualitas serta daya tahan perlekatan.Efek terhadap kekuatan perlekatan ini tergantung pada jenis solvent, jarak semprotan udara, langkah semprotan udara, dan suhu yang digunakan untuk menguapkannya dari permukaan. Kekuatan perlekatan dapat dipengaruhi secara langsung oleh solvent dari bahan adhesif yang tertinggal, menyebabkan nanoleakage, dan mempengaruhi polimerisasi monomer yang terinfiltrasi. Oleh karena itu, penting untuk menghilangkan solvent
sebanyak mungkin dari permukaan gigi sebelum curing.13
Pengeringan udara terhadap gigi yang telah dilakukan bonding dianjurkan untuk menghilangkan air yang berlebihan.14 Pengeringan udara pada bahan adhesif juga dianjurkan untuk polimerisasi bahan adhesif, yang dapat dihalangi oleh air dan asam yang tertinggal.13 Hashimoto et al menyatakan bahwa pada bahan adhesif
one-step self-etching, kekuatan perlekatan paling rendah didapatkan pada dentin yang
basah, sedangkan kekuatan perlekatan tertinggi didapatkan ketika dentin dikeringkan dengan desikator sebelum dan sesudah bonding.15
(20)
Waktu pengeringan untuk menguapkan solvent memiliki efek yang signifikan terhadap kekuatan perlekatan.13 Waktu pengeringan dapat bervariasi dan kekuatan perlekatan dapat berubah oleh waktu pengeringan yang berbeda.16 Umumnya waktu pengeringan udara yang lebih lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi. Waktu pengeringan yang lebih singkat menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih rendah disebabkan oleh solvent yang tertinggal seperti air dan etanol dapat berperan sebagai penghambat penetrasi monomer dan polimerisasi.13
Chiba et al menemukan bahwa dengan waktu pengeringan 10 detik diperoleh adaptasi yang baik antara adhesif dan dentin, dan celah muncul ketika tidak dilakukan pengeringan udara.16 Sadr et al menyimpulkan bahwa pengeringan udara pada solvent
yang terkandung dalam bahan adhesif penting untuk mendapatkan hasil yang baik.17 Garcia et al menyatakan bahwa pada suhu yang lebih tinggi ada kecenderungan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi jika dilakukan pengeringan udara dengan waktu yang lebih lama.13
Oleh karena kandungan bahan adhesif seperti air dan etanol mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit ke gigi, maka timbul pemikiran bila setelah pemberian bahan adhesif ke permukaan dentin perlu dilakukan pengeringan bahan adhesif dalam waktu yang berbeda. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilihat pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif one-step self-etching yang berbeda ( 5 detik, 10 detik, dan 15 detik ) terhadap kekuatan perlekatan resin komposit ke gigi. Dengan demikian, penulis melakukan penelitian guna mengevaluasi kekuatan perlekatan resin komposit ke gigi dengan menggunakan ketiga waktu pengeringan tersebut.
(21)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah ada perbedaan shear bond strength bahan adhesif one-step
self-etching pada waktu pengeringan 5 detik, 10 detik dan 15 detik terhadap bahan
adhesif ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan shear bond strength bahan adhesif one-step self-etching pada waktu pengeringan udara 5 detik, 10 detik dan 15 detik terhadap bahan adhesif.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai waktu pengeringan yang lebih baik untuk bahan adhesif one-step self-etching.
2. Sebagai pedoman dalam pemilihan waktu pengeringan udara yang tepat untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang baik untuk bahan adhesif one-step self-etching.
3. Sebagai pedoman dalam mempertahankan gigi selama mungkin di rongga mulut dalam usaha meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat diandalkan dan bertahan lebih lama.18 Sistem adhesif yang lebih baru menghasilkan kekuatan perlekatan yang tinggi pada dentin yang lembab dan kering, dengan pembuangan smear layer secara keseluruhan ataupun sebagian. Akan tetapi, kekuatan perlekatan dapat bervariasi tergantung pada kelembaban intrinsik dentin, daerah yang dietsa, dan bahan adhesifnya.19
1. Sistem Adhesif
Kata adhesif berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti melekatkan. Secara terminologi, adhesi adalah suatu proses interaksi zat padat maupun cair dari suatu bahan (adhesive atau adherent) dengan bahan yang lain (adherend) pada sebuah
interface.Dental adhesion biasanya disebut juga dengan dental bonding. Kebanyakan keadaan yang berhubungan dengan dental adhesion akan melibatkan adhesive joint.
Adhesive joint adalah hasil interaksi lapisan bahan intermediet (adhesive atau
adherent) dengan dua permukaan (adherend) menghasilkan dua buah adhesive
interface. Enamel bonding agent yang melekat di antara enamel yang dietsa dan
(23)
Gambar 1. Skema adhesi dan adhesive joint dental2
Perlekatan yang kuat bahan tumpatan pada dentin sulit didapatkan bila dibandingkan ke permukaan enamel meskipun telah dilakukan pengetsaan asam. Hal ini disebabkan adanya komponen tertentu yang dimiliki dentin seperti struktur tubulus dentin, kelembaban intrinsik dentin dan bersifat lebih hidrofilik dibanding enamel.20 Beberapa faktor yang memberikan pengaruh pada perlekatan dentin antara lain komposisi dari dentin (dentin mengandung air lebih banyak 12%, kolagen 18% dan hidroksiapatit 70%), adanya cairan di dalam tubulus dentin, prosesus odontoblast
yang terdapat pada tubulus dentin, jumlah dan lokasi dari tubulus dentin, serta keberadaan smear layer. Smear layer tersebut dapat menutup tubulus dentin dan berperan sebagai barrier difusi sehingga mengurangi permeabilitas dentin.18
(24)
Permukaan dentin yang telah dietsa dapat dikeringkan dengan dua cara yaitu teknik wet-bonding dan dry-bonding. Teknik wet-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan cara blotting sehingga permukaan dentin dalam kondisi lembab. Teknik dry-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan semprotan udara yang menghasilkan permukaan dentin yang benar-benar kering.10
Teknik ”wet-bonding” mencegah perubahan yang timbul (kolapsnya kolagen) saat pengeringan dentin yang terdemineralisasi. Penggunaan bahan adhesif pada dentin yang lembab dimungkinkan oleh penggabungan solvent organik aseton atau etanol dalam primer atau adhesif. Karena solvent dapat menggantikan air dari permukaan dentin dan kolagen yang lembab, hal tersebut mendukung infiltrasi monomer resin ke dalam kolagen. Teknik ”wet-bonding” meningkatkan kekuatan perlekatan karena air mempertahankan porositas kolagen untuk difusi monomer.9 Penelitian in vitro yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kondisi dentin yang basah dapat memberi pengaruh buruk dan dapat mengurangi kekuatan perlekatan bahan adhesif pada dentin, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kanca menunjukkan kekuatan perlekatan bahan adhesif dengan pelarut aseton secara signifikan lebih tinggi pada permukaan dentin yang basah daripada permukaan dentin yang kering. Tay et al menyebutkan bahwa bahan adhesif yang menggunakan primer
berpelarut air pada permukaan dentin yang basah akan menimbulkan fenomena ”over-wet”.10
Banyak praktisi masih mengeringkan gigi yang telah dietsa untuk memeriksa enamel yang teretsa. Karena tidak mungkin mengeringkan enamel tanpa
(25)
mengeringkan dentin, kolagen dentin kolaps selama pengeringan udara, menyebabkan penutupan celah mikro dalam kolagen.9 Jika dilakukan pengeringan udara pada dentin yang demineralisasi maka dapat mengakibatkan kolapsnya kolagen dan mencegah infiltrasi resin.14 Adanya air dalam komposisi beberapa bahan adhesif dapat membasahkan serat kolagen sehingga membuka celah untuk infiltrasi resin
primer. Oleh karena itu, adanya solvent organik dan air dapat menjadi dasar untuk infiltrasi beberapa adhesif ke dalam dentin yang terdemineralisasi.9
Kanca cit. Yesilyurt membagi sistem adhesif menjadi dua jenis ditinjau dari tekniknya, yaitu sistem total-etching dan sistem self-etching.19 Van Merbeek B et al.
cit. Purnama Dewi membagi bahan adhesif berdasarkan jumlah tahap-tahap dalam aplikasi klinisnya yaitu total-etching three-step adhesive (generasi keempat), total-etching two-step adhesive (generasi kelima), self-etching two-step adhesive (generasi keenam) dan self-etching one-step adhesive (generasi ketujuh).10 Perbedaan dari generasi-generasi bahan adhesif yang telah ada terletak pada perlakuan yang diberikan terhadap smear layer.21
Self-etching telah diperkenalkan untuk mengurangi sensitivitas teknik dengan menyederhanakan langkah bonding22, yaitu menggabungkan langkah conditioning
dengan langkah infiltrasi monomer hidrofilik (priming). Demineralisasi jaringan keras gigi terbatas pada daerah infiltrasi monomer. Monomer self-etching yang lemah dengan pH 2 atau self-etching yang kuat dengan pH 0.8 sudah tersedia saat ini. Beberapa produk mengandung semua substansi yang digunakan untuk adhesi dalam satu kemasan (one-bottle system).23 Keuntungan dan kerugian primer dengan bermacam solvent dapat dilihat pada tabel 1.7
(26)
Tabel 1. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PRIMER DENGAN BERMACAM
SOLVENT
Solvent Keuntungan Kerugian
Aseton Cepat kering Menguap dengan cepat setelah dikeluarkan, dapat menguap dari kemasan; sensitif pada kelembaban dentin; diperlukan lapisan yang multipel; menimbulkan bau Etanol/air Lebih lama menguap,
kurang sensitif pada kelembaban dentin
Diperlukan waktu pengeringan yang lebih lama
Air Lambat menguap, tidak
sensitif pada kelembaban dentin
Diperlukan waktu pengeringan yang lama; air dapat menghalangi adhesif jika tidak dihilangkan
Tanpa solvent Tidak diperlukan pengeringan, diperlukan satu lapisan
Ketebalan lebih tinggi
Sistem adhesif generasi ke-7 menggunakan sistem self-etching sebagai karakteristik utamanya, yaitu sistem one-step self-etching. Sistem adhesif ini disebut juga dengan all-in-one adhesive system,10 ketiga langkah etsa, priming, dan bonding
resin telah digabung,16,22 dalam satu kemasan dengan air, etanol atau aseton.16 Aplikasi dari asam primer menyebabkan demineralisasi dentin dan penetrasi adhesif.22 Air dan monomer hidrofilik merupakan komponen penting yang akan menghasilkan ion hidrogen yang diperlukan untuk melarutkan dan mendemineralisasi gigi.16 Etanol dan/atau aseton juga mendukung kelarutan monomer resin.22
Untuk mendapatkan perlekatan ke dentin yang stabil, sistem adhesif self-etch
harus berpenetrasi melewati smear layer ke dalam dentin. Sistem adhesif one-step
self-etching mengandalkan demineralisasi sebagian dari permukaan dentin oleh
(27)
untuk penetrasi monomer resin. Efek pengetsaan sistem adhesif one-step self-etching
berhubungan dengan interaksi monomer fungsional asam dengan komponen mineral substrat gigi, dan membentuk kesatuan antara permukaan gigi dan adhesif oleh demineralisasi yang simultan dan penetrasi resin. Sistem adhesif one-step self-etching
harus mengandung air serta monomer hidrofilik yang larut terhadap air seperti 2-hidroksietil metakrilat (HEMA), sehingga monomer asam dapat penetrasi ke dalam dentin yang hidrofilik. Kedalaman demineralisasi selama aplikasi adhesif tergantung pada tipe monomer asam, konsentrasinya, dan lamanya aplikasi serta komposisi dentin.24
Gambar 2 : Bonding resin pada dentin dengan teknik self-etch9
Sistem adhesif one-step self-etching adalah alternatif sistem adhesif yang menguntungkan untuk restorasi karena dapat digunakan dengan mudah dan dirancang untuk digunakan pada dentin yang kering25,26 Walaupun tidak bisa mendapatkan dentin yang kering, permukaan dentin dapat dikeringkan setelah preparasi kavitas.25
(28)
Tujuan aplikasi bahan adhesif one-step self-etching adalah untuk memudahkan prosedur restorasi dengan mengurangi langkah-langkah yang dibutuhkan dalam prosedur bahan adhesif.26 Keuntungan lain dari sistem adhesif one-step self-etching
yaitu sistem adhesif ini tidak teretsa terlalu jauh ke dalam dentin di bawah smear layer.25 Pada sistem ini, smear layer tidak disingkirkan sehingga sensitivitas post-operative, yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin, dapat dikurangi.25,26 Secara klinis, sistem one-step self-etching ini tidak hanya mengurangi jumlah tahap aplikasi, tetapi juga menghilangkan beberapa sensitivitas teknik dari sistem total-etching.26 Meskipun lapisan hybrid dangkal, kekuatan perlekatan resin ke dentin sangat tinggi.25
Pada umumnya sistem adhesif one-step self-etching atau sistem all-in-one
memiliki kemampuan perlekatan yang lebih lemah dibandingkan sistem adhesif lain. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, asam, monomer hidrofilik dan hidrofobik, solvent organik, dan air digabung bersama dalam satu atau dua botol ini mempengaruhi fungsi dan efisiensi komponen ini menjadi buruk. Kedua, konsentrasi
solvent yang tinggi. Ketiga, kadar air yang tinggi dan viskositas yang rendah
menyebabkan lapisan adhesif yang tebal selama light cured. Keempat, kemungkinan beberapa solvent yang tersisa (air), mengganggu polimerisasi resin. Kelima, sifat hidrofilik yang tinggi setelah polimerisasi, membuatnya berperan seperti membran yang permeabel. 22
Pada sistem adhesif one-step self-etching, solvent dan monomer fungsional biasanya 50% dari adhesif. Maka konsentrasi monomer hidrofobik cross-linking
(29)
polimerisasi monomer cross-linking, monomer hidrofobik yang lebih sedikit terdapat pada permukaan gigi setelah aplikasi bahan adhesif ini mengganggu kekuatan perlekatan.22
Tokuyama Bond Force memiliki pH sebesar 2,3 sehingga dikelompokkan
sebagai self-etch yang ringan. Kemampuan self-etch yang lebih ringan untuk bereaksi secara kimia dengan kristal hidroksiapatit di dalam smear layer yang terdemineralisasi sebagian dapat dipertimbangkan. Di samping itu, monomer self-reinforcing Bond Force diperlukan untuk memberikan lapisan adhesif yang lebih kuat yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi.27
Reis et al cit. Shafiei et al melaporkan bahwa pengurangan kekuatan perlekatan secara signifikan pada dentin terjadi dengan pembuangan solvent organik (etanol atau aseton) pada dua macam sistem adhesif. Berkurangnya kekuatan perlekatan ini ditandai dengan penetrasi monomer yang tidak sempurna ke dalam dentin yang terdemineralisasi dan penggantian air mungkin mengakibatkan pengenceran komponen resin, yang mengurangi derajat polimerisasi serta kekuatan perlekatan.22
Pengetsaan pada ujung enamel rod menghasilkan keuntungan yang besar. Desain margin enamel dengan bevel 45 derajat merupakan desain yang paling umum digunakan. Desain ini melindungi struktur gigi yang banyak dan mengekspos ujung
enamel rod. Jika dibandingkan dengan desain 90 derajat, desain dengan bevel 45
derajat memberikan penutupan yang lebih baik untuk enamel.6
Penelitian terdahulu pernah mengevaluasi efek dari aplikasi multipel dari self-etching atau self-priming adhesives. Meskipun dianjurkan teknik aplikasi double dari
(30)
bahan adhesif untuk menambah kemampuan perlekatannya, tidak ada keuntungan signifikan yang dilaporkan dari teknik aplikasi ini. Efek dari ketebalan lapisan adhesif terhadap kekuatan perlekatan tergantung pada bahan adhesif itu sendiri.26 Meskipun ketebalan lapisan adhesif mempengaruhi kekuatan perlekatan, namun hal ini dapat ditanggulangi dengan memperpanjang waktu pengeringan udara pada bahan adhesif.17
Agitasi yang lemah dari bahan adhesif dapat meningkatkan difusi ke dentin yang terdemineralisasi, terutama bahan adhesif dengan viskositas yang lebih tinggi. Agitasi yang kuat harus dihindari karena solvent yang tersisa akan berperan sebagai penghambat dan memberi efek buruk pada perlekatan.28 IIjima et al menyatakan bahwa bertambahnya waktu aplikasi dan agitasi tidak menambah shear bond strength
secara signifikan. Miyazaki et al cit IIjima et al meneliti shear bond strength pada enamel jika self-etching bonding diaplikasikan dengan dan tanpa agitasi, dan melaporkan bahwa kekuatan perlekatan ke enamel bertambah dengan agitasi pada
Imperva Fluorobond, MacBond II dan Unifil Bond. Tetapi, tidak ditemukan adanya
perbedaan signifikan untuk Clearfil SE Bond.29 Shah et al menyatakan bahwa agitasi tidak menambah shear bond strength secara signifikan pada enamel yang kering tapi memberikan pengaruh pada dentin yang basah.30 Bianco et al menyatakan bahwa pada dentin yang kering kekuatan perlekatan paling tinggi didapatkan ketika dilakukan agitasi yang kuat pada dentin. Ketika dentin dalam keadaan lembab, agitasi yang lemah dan kuat menghasilkan kekuatan perlekatan yang tinggi.31
Ostby et al cit. IIjima et al melaporkan bahwa bertambahnya waktu aplikasi dari Transbond Plus self-etching primer dari 3 detik menjadi 16 detik tidak
(31)
menambah shear bond strength secara signifikan. Velasquez et al cit IIjima et al
menyatakan bahwa shear bond strength dengan waktu aplikasi self-etching primer
untuk 30 detik secara signifikan lebih tinggi dari 10 detik.29
Di samping pentingnya metode aplikasi yang berpengaruh pada kekuatan perlekatan adhesif, faktor yang membedakan kekuatan perlekatan antara bahan adhesif self-etching yang berbeda-beda seperti penggunaan monomer yang berbeda dengan sifat yang berbeda, keasaman, stabilitas hidrolitik dan kapasitas interaksi secara kimia. Faktanya, varian utama di antara bahan adhesif yang menentukan tingkat penguapan air dan solvent seperti konsentrasi air/HEMA, adanya campuran fotoinisiator dalam primer dan adanya etanol. Kekuatan perlekatan yang berkurang dengan waktu pengeringan yang singkat disebabkan oleh solvent yang tersisa seperti air dan etanol, yang berperan sebagai inhibitor penetrasi monomer dan polimerisasi. Penemuan yang baru menunjukkan bahwa dengan penambahan 30% etanol pada bahan adhesif yang diteliti dapat menghasilkan perubahan kekuatan perlekatan. Pada penelitian yang sama, penambahan 50% etanol mengganggu polimerisasi resin.13
Dalam penelitian ini, akan diuji shear bond strength bahan adhesif one-step
self-etching dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik pada bahan
adhesif.
2.2. Resin Komposit
Resin komposit didefinisikan sebagai bahan tumpatan sewarna gigi yang mempunyai kombinasi dari tiga dimensi dari sekurang-kurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan suatu komponen pemisah yang berada di antara keduanya.1,32
(32)
Bahan resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada awal tahun 1960.1 Bahan ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh R. Bowen.32 Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang dan memodifikasi warna dan kontur gigi, serta menambah estetik.7
Resin komposit yang pertama kali diciptakan adalah bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swa-polimer), sedangkan berikutnya adalah bahan yang polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin ini berbahan dasar BIS-GMA, yang saat ini banyak digunakan, merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat.34
Resin komposit adalah monomer dimetakrilat, bahan ini mengeras melalui mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas ini dapat diperoleh melalui aktivasi kimia atau energi dari luar (panas dan penyinaran).32 Pada resin komposit aktivasi sinar, pengkerutan terjadi ke arah sumber sinar. Pada resin komposit aktivasi kimiawi, pengkerutan terjadi ke arah tengah dari massa resin. Pengkerutan polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan polimerisasi.33 Hal ini dapat menyebabkan stress pada struktur gigi sehingga menimbulkan sensitivitas post operative, fraktur gigi, kebocoran mikro dan resiko terjadinya karies sekunder.33
Dengan memperkecil tekanan interfasial selama peletakan restorasi penting untuk mendapatkan perlekatan interfasial. Tekanan yang dihasilkan oleh pengerutan polimerisasi menjadi perhatian utama. Peletakan resin komposit secara incremental
(33)
telah menjadi strategi yang efektif untuk hal ini.28 Pada teknik insersi incremental, lapisan pertama resin komposit diletakkan pada gingival floor, lapisan kedua serta ketiga ditempatkan secara diagonal, dan lapisan terakhir digunakan untuk menyelesaikan tumpatan di bagian oklusal.35 Seperti yang dikatakan oleh beberapa peneliti, salah satu keuntungan dari teknik incremental adalah pengurangan volume dari setiap lapisan dapat diimbangi dengan lapisan berikutnya. Penelitian saat ini mengindikasikan bahwa penggunaan teknik incremental mungkin efektif pada ukuran kavitas yang besar. Teknik incremental dianjurkan pada kavitas klas I untuk mengurangi c-factor sehingga memperkecil efek dari tekanan yang merugikan pada perlekatan adhesif. Beberapa studi menunjukkan bahwa teknik incremental dapat menambah kekuatan perlekatan pada kavitas klas I dan klas II.36
Resin komposit yang beredar sekarang ini, polimerisasinya dibantu dengan sinar tampak yang mengandung fotoinisiator champoroquinone yang peka dengan panjang gelombang 460-470nm, sumber sinar harus diperiksa secara teratur dengan intensitas 400 mW/cm2 dan membutuhkan sistem bonding untuk meningkatkan kekuatan perlekatan (adhesi) pada struktur gigi.1,33
Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan viskositasnya, yaitu: 1. Resin komposit flowable
Resin komposit ini memiliki ukuran filler yang berkisar antara 0.04-1 μm dan persentase komposisi atau muatan fillernya berkurang hingga 44-54%.1 Resin komposit flowable memiliki modulus elastisitas yang rendah, sehingga dapat digunakan pada bagian servikal. Oleh karena kandungan filler yang rendah, resin komposit ini menunjukkan tingginya pengerutan selama polimerisasi, daya tahan
(34)
pemakaian yang rendah, dan viskositas yang rendah.2,5,7,8 Kelebihannya yaitu mudah diadaptasikan, lebih fleksibel, radiopak, dan tersedia dalam warna yang berbeda.5,6 Resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih rendah dapat digunakan untuk pit dan fisur sealant atau restorasi anterior yang kecil, sedangkan resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih tinggi dapat digunakan untuk restorasi klas I, II, III, IV, dan V.2
2. Resin komposit packable
Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin komposit condensable.4 Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler
yang tinggi,5,6 berkisar antara 0.7-2 μm dan persentase komposisi atau muatan
fillernya berkisar antara 48-65% volume.1 Komposisi filler yang tinggi dapat
menyebabkan kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi
filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi, memiliki koefisien thermal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal. Resin komposit ini juga diharapkan dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik karena memiliki kandungan filler yang tinggi.4 Kelebihan dari resin komposit packable yaitu mudah dirapikan, mudah mendapatkan kontak yang bagus, dan mudah membentuk anatomi oklusal, sedangkan kekurangannya yaitu sulit beradaptasi antara satu lapisan dengan lapisan lainnya, sulitnya penanganan, dan estetis yang kurang.5,6 Resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dengan luas kavitas yang kecil, klas V, dan MOD.2,4,7
(35)
Pada penelitian ini akan dilakukan penumpatan pada klas I restorasi resin komposit. Resin komposit jenis packable memiliki viskositas yang tinggi sehingga memiliki kekuatan fisik dan mekanis yang tinggi. Resin komposit jenis packable juga diindikasikan pada restorasi klas I. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipakai resin komposit jenis packable untuk penumpatan klas I.
2.3. Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching Sistem adhesif one-step self-etching menggabungkan self-etching primer dan
bonding dalam satu aplikasi.16,17 Fase pencucian, yang diperlukan untuk
menghilangkan hidroksiapatit yang terlarut dan smear plug pada substrat yang teretsa, dihilangkan pada sistem adhesif self-etching.14 Dentin primer mengandung monomer hidrofilik untuk menambah kelembaban dan infiltrasi monomer resin yang hidrofobik ke dalam matriks demineralisasi pada permukaan dentin yang teretsa.17 Sistem adhesif one-step self-etching mengandung konsentrasi solvent yang lebih tinggi dan lebih hidrofilik.13,14 Sifat hidrofilik tersebut mengakibatkan sistem adhesif ini sangat permeabel dan mengurangi kemampuannya untuk menutup dentin secara hermetis.14
Sejak diperkenalkan sistem self-etching, pengeringan udara yang lemah umumnya dianjurkan untuk menghilangkan solvent yang tersisa. Umumnya pengeringan udara yang lemah harus dilakukan untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi. Dengan pengeringan udara yang kuat, air pada permukaan interfasial dapat dihilangkan sehingga menambah efektivitas bonding.13
(36)
Chiba et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan terhadap bahan adhesif self-etching selama 0, 5 dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh waktu pengeringan yang optimal adalah 5 detik. Pada penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa ketika pengeringan tidak digunakan (0 detik), solvent seperti air dan etanol menghambat polimerisasi komponen resin dalam bahan adhesif. Kemungkinan waktu pengeringan yang lebih lama dapat juga memberikan efek yang kurang baik pada kekuatan perlekatan.16
Sadr et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan solvent
terhadap bahan adhesif one-step self-etching dan two-step self-etching selama 2, 5 dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh micro-shear bond strength paling rendah dengan waktu pengeringan 2 detik. Dengan waktu pengeringan 10 detik, bahan adhesif two-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik daripada bahan adhesif one-step self-etching. Pada bahan adhesif two-step
self-etching, waktu pengeringan 10 detik telah dapat menghilangkan bahan primer yang
berlebihan dari permukaan dentin, sedangkan pada bahan adhesif one-step self-etching, waktu pengeringan yang baik adalah 5 detik karena telah tercapai konsentrasi
filler yang optimal. Penelitian terdahulu menunjukkan konsentrasi filler yang lebih tinggi dari level optimal tidak menambah sifat-sifat dari resin.17
Garcia et al melakukan penelitian tentang pengaruh waktu dan temperatur pengeringan terhadap kekuatan perlekatan bahan adhesif ke dentin. Pada penelitian ini digunakan waktu pengeringan selama 5, 20, 30 atau 40 detik dengan temperatur 21oC atau 38oC. Hasil penelitian diperoleh bahan adhesif two-step self-etching
(37)
dan temperatur 38oC. Bahan adhesif one-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik pada waktu pengeringan 30 detik dan 40 detik dengan temperatur 38oC.13
Mathews et al melakukan penelitian yang membandingkan cara untuk menghilangkan air pada bahan adhesif self-etching dengan radiasi panas dan pengeringan udara dan menyatakan bahwa pengeringan dengan udara pada gigi yang telah dilakukan bonding direkomendasikan untuk menghilangkan air yang berlebihan.14
Ikeda et al melakukan penelitian tentang efek pengeringan udara dan penguapan solvent pada kekuatan bahan adhesif one-step yang kaya HEMA dengan yang tanpa HEMA. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa waktu pengeringan udara yang lebih lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi secara signifikan untuk bahan adhesif yang kaya HEMA, tetapi tidak ada perbedaan signifikan pada bahan adhesif yang tanpa HEMA.37
Instruksi yang diberikan pada saat dilakukan pengeringan udara di mulut pasien terlihat sulit dikarenakan variabel yang membatasi seperti bentuk atau konfigurasi kavitas, posisi gigi di mulut, sensitivitas dentin terhadap tekanan udara yang besar pada gigi vital, dan tekanan udara yang bervariasi dari semprotan udara yang berbeda.17
(38)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Mencegah kolapsnya kolagen
Mendukung infiltrasi monomer resin ke kolagen Meningkatkan kekuatan perlekatan
Permukaan Dentin
Dikeringkan Permukaan Dentin yang moist
Pengeringan Udara
5 detik 15 detik
Menghilangkan air dan etanol yang berlebihan Mengionisasi monomer asam
Melarutkan ion kalsium dan fosfat Membantu polimerisasi
Kolapsnya kolagen Mencegah infiltrasi resin
Mempengaruhi kekuatan perlekatan
Waktu pengeringan udara
10 detik Lebih hidrofilik
Menggunakan asam primer
Demineralisasi gigi Mengekspos kolagen Lapisan hybrid dangkal Mengandung konsentrasi air
dan etanol yang lebih tinggi Bahan adhesif One-step Self-etching
(39)
Waktu pengeringan terhadap sistem adhesif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit pada struktur gigi. Pada penelitian ini akan digunakan tiga waktu pengeringan yang berbeda terhadap bahan adhesif one-step self-etching, yaitu 5 detik, 10 detik dan 15 detik.
Permukaan dentin dikeringkan sehingga didapatkan permukaan yang moist. Permukaan dentin yang moist ini mencegah kolagen menjadi kolaps dan dapat mendukung infiltrasi monomer resin ke dalam kolagen karena air mempertahankan porositas kolagen untuk difusi monomer sehingga meningkatkan kekuatan perlekatan. Kemudian bahan adhesif one-step self-etching diaplikasikan pada permukaan dentin tersebut. Bahan adhesif self-etching menggunakan asam primer untuk melepaskan atau melarutkan smear layer dan mendemineralisasi permukaan dentin untuk mengekspos dan menghibridisasi serat kolagen secara simultan, kemudian dihasilkan lapisan hybrid yang dangkal.
Bahan adhesif ini mengandung konsentrasi air atau solvent yang lebih tinggi dan lebih hidrofilik. Kandungan solvent seperti air dan etanol dapat mengakibatkan sifat polimer yang lemah, efek kurang baik pada polimerisasi serta mengurangi kualitas serta daya tahan perlekatan bahan adhesif. Oleh karena itu, dilakukan pengeringan udara terhadap gigi yang telah dilakukan bonding untuk menghilangkan air atau solvent yang berlebihan. Pengeringan udara pada bahan adhesif juga dianjurkan untuk polimerisasi bahan adhesif yang dihalangi oleh air dan etanol. Pengeringan udara akan mengionisasi monomer asam dan melarutkan ion kalsium serta fosfat dari smear layer dan struktur gigi. Tetapi pengeringan udara pada dentin
(40)
yang demineralisasi dapat mengakibatkan kolapsnya kolagen dan mencegah infiltrasi resin.
Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit terhadap dentin dan waktu pengeringan yang digunakan untuk menguapkan solvent dapat memberikan efek yang signifikan terhadap kekuatan perlekatan. Pada ketiga waktu pengeringan yang berbeda tersebut akan dibandingkan
shear bond strength (kekuatan perlekatan geser). Oleh karena penelitian ini
digunakan tiga waktu pengeringan yang berbeda terhadap bahan adhesif, maka yang menjadi permasalahan apakah ketiga waktu pengeringan terhadap bahan adhesif yang berbeda tersebut menghasilkan shear bond strength resin komposit terhadap gigi yang berbeda.
3.2 Hipotesis Penelitian
Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diambil yaitu ada perbedaan shear bond strength dari resin komposit sebagai bahan restorasi terhadap gigi antara waktu pengeringan bahan adhesif 5 detik, 10 detik dan 15 detik.
(41)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian
Eksperimental laboratorium komparatif
4.2 Desain penelitian
Posttest only control group design
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat :
1. Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU Medan 2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU Medan Waktu :
6 bulan
4.4 Sampel Penelitian
Gigi premolar atas manusia yang telah diekstraksi dengan kriteria sebagai berikut :
Mahkota masih utuh dan tidak ada karies Tidak ada fraktur
Belum pernah direstorasi Apeks gigi tertutup rapat
(42)
Gigi yang telah dicabut tersebut direndam dalam larutan saline ( NaCl 0.9% ) sampai diberi perlakuan.
4.5 Besar sampel
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Steel & Torrie (1995), menurut penelitian Rizka Vila Putri ( 2008 ) :
n = (Zα + Zβ )2 2δ2 = ( 1.96 + 1.64 )2 2(3.35)2 = 8.83
d2 ( 6.28 )2
Keterangan : n = besar sampel
Zα = harga standard normal dari α = 0.005 Zβ = harga standard normal dari β = 0.10 d = penyimpangan yang ditolerir
δ = simpangan baku dari kelompok kontrol
Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 8.83. Namun, untuk meningkatkan validitas penelitian dan mengurangi terjadinya bias, maka jumlah sampel yang dipakai untuk setiap kelompok perlakuan adalah 10. Jadi, jumlah keseluruhan sampel adalah 30 sampel yang dibagi dalam 3 kelompok perlakuan.
Kelompok I
Restorasi klas I resin komposit dengan waktu pengeringan 5 detik terhadap bahan adhesif one-step self-etching (10 gigi).
(43)
Kelompok II
Restorasi klas I resin komposit dengan waktu pengeringan 10 detik terhadap bahan adhesif one-step self-etching (10 gigi).
Kelompok III
Restorasi klas I resin komposit dengan waktu pengeringan 15 detik terhadap bahan adhesif one-step self-etching (10 gigi).
(44)
4.6 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel bebas
4.6.1 Variabel bebas
Waktu pengeringan terhadap
one-step self-etch adhesive : 5 detik
10 detik 15 detik
Variabel tergantung
Shear bond strength
antara resin komposit dan gigi
Variabel terkendali
Pemilihan sampel gigi Restorasi klas I
Bentuk dan kedalaman kavitas klas I
Jenis dan bentuk mata bur Ketajaman bur
Jenis bahan adhesif Teknik pemakaian bahan
adhesif
Lama waktu aplikasi bahan adhesif
Variabel tidak terkendali
Besar gigi dan variasi ukuran internal masing-masing gigi
Kontraksi polimerisasi Pengeringan gigi sebelum
diletakkan bahan adhesif
Jarak alat semprotan udara terhadap gigi
Tekanan udara pada alat semprotan udara
Temperatur udara pada alat semprotan udara
Agitasi bahan adhesif Jenis resin komposit Teknik pemakaian resin
komposit
Lama waktu penyinaran light cured
Temperatur ruangan penelitian Jangka waktu perendaman gigi
dalam saline
Masa/jangka waktu preparasi sampai pengujian kekuatan perlekatan geser
(45)
Waktu pengeringan terhadap one-step self-etch adhesive : 5 detik
10 detik 15 detik
4.6.2 Variabel tergantung
Shear bond strength antara resin komposit dan gigi
4.6.3 Variabel terkendali
Pemilihan sampel gigi premolar atas Restorasi klas I
Bentuk dan kedalaman kavitas klas I Jenis dan bentuk mata bur : diamond
Ketajaman bur diamond : 1 mata bur untuk 5 gigi
Jenis bahan adhesif : Tokuyama Bond Force merupakan one-step self-etch adhesive
Teknik pemakaian bahan adhesif ( sesuai petunjuk pabrik ) Lama waktu aplikasi bahan adhesif ( sesuai petunjuk pabrik ) Jarak alat semprotan udara terhadap gigi : 5 cm
Tekanan udara pada alat semprotan udara Temperatur udara pada alat semprotan udara
Agitasi bahan adhesif ( sesuai petunjuk pabrik : 20 detik )
Jenis resin komposit : Filtek P60 ( 3M, ESPE ) merupakan resin komposit tipe micro hybrid
(46)
Teknik pemakaian resin komposit ( sesuai petunjuk pabrik : teknik
incremental )
Lama waktu penyinaran light cured ( sesuai petunjuk pabrik : 20 detik ) Temperatur ruangan penelitian
Jangka waktu perendaman gigi dalam saline
Masa/jangka waktu preparasi sampai pengujian kekuatan perlekatan geser
4.6.4 Variabel tidak terkendali
Besar gigi dan variasi ukuran internal masing-masing gigi Kontraksi polimerisasi
Pengeringan gigi sebelum diletakkan bahan adhesif
4.7 Definisi operasional
Kekuatan perlekatan geser ( shear bond strength ) adalah besar beban geser yang dapat diterima suatu substansi dan substansi lainnya hingga kedua substansi terlepas. Besar beban dihitung dengan satuan Newton.
Sistem adhesif one-step self-etch adhesive ( all-in-one ) adalah sistem adhesif yang tiga unsur utamanya terdapat dalam satu kemasan.
Resin komposit packable adalah resin komposit yang memiliki viskositas yang tinggi sehingga memiliki kekuatan fisik dan mekanis yang tinggi.
Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif adalah waktu yang digunakan untuk menghilangkan kandungan air dan solvent dari bahan adhesif di permukaan gigi.
(47)
4.8 Alat dan bahan penelitian 4.8.1. Alat penelitian
Bur high speed
Mata bur diamond ( Diabur ) : bur bulat dan bur silindris Pinset, instrumen plastis
Visible light curing ( Litex 680A, Dentamerica )
Cotton pellet
Spuit 5 ml sebagai tempat pembuatan sampel Mikromotor ( Strong, Japan )
Disc bur ( Jota )
Paku beton ( 1,5 inchi )
Tabung baja sebagai alat bantu uji geser
Alat uji geser Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine
4.8.2 Bahan Penelitian
30 gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi Larutan saline ( Natrium Klorida 0,9%, Indonesia ) Gips putih
One-step self-etching ( Tokuyama, Japan ) Resin Komposit ( Filtek P60, 3M, ESPE ) Self curing acrylic ( Pigeon, Shanghai ) Lem Alteco ( Alteco, Japan )
(48)
Gambar 3 : Alat uji Torse’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2DE, Tokyo-Japan)
Gambar 4 : Visible Light Curing Unit (Litex 680A, Dentamerica)
(49)
Gambar 5 : Mikromotor (Strong, Japan)
D A
B C
Gambar 6 : Alat penelitian. A. Mata bur diamond; B. Instrumen plastis; C. Spuilt; D. Diamond disc
(50)
C
B
A
D
Gambar 7 : Bahan penelitian. A. Lem alteco; B. Bahan adhesif; C. Self-curing acrylic; D. Resin komposit
4.9 Prosedur penelitian 4.9.1 Pembuatan sampel
Sampel sebanyak 30 buah gigi premolar atas yang telah dicabut direndam dalam larutan saline, kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok sebanyak 10 sampel yang diambil secara acak dan ditanam dalam balok gips untuk memudahkan preparasi sampel.
(51)
4.9.2 Perlakuan sampel 4.9.2.1 Preparasi sampel
Bagian mahkota gigi dipreparasi untuk restorasi klas I, dengan ukuran kavitas sebesar 2x3 mm dan kedalaman 5 mm. Preparasi dilakukan dengan menggunakan
diamond bur berkecepatan tinggi berbentuk bulat dan silindris.
2 mm
3 mm
Gambar 9 : Diagram preparasi Gambar 10 : Preparasi klas I klas I
4.9.2.2 Aplikasi bahan adhesif dan penumpatan resin komposit
Pada kelompok I, dilakukan pengetsaan dengan bahan adhesif one-step
self-etching, pengeringan udara selama 5 detik dan light-cured selama 10 detik. Pada
kelompok II, dilakukan pengetsaan dengan bahan adhesif one-step self-etching, pengeringan udara selama 10 detik dan di light-cured selama 10 detik. Pada kelompok III, dilakukan pengetsaan dengan bahan adhesif one-step self-etching, pengeringan udara selama 15 detik dan di light-cured selama 10 detik. Kemudian, resin komposit diaplikasikan ke dentin secara incremental, dan dilight-cured.
(52)
Gambar 11 : Aplikasi bahan adhesif Gambar 12 : Pengeringan bahan adhesif
Gambar 13 : Penyinaran bahan adhesif Gambar 14 : Aplikasi resin komposit
(53)
4.9.2.3 Pembelahan mahkota sampel
Cups mahkota dipotong ± 5 mm dari batas sementoenamel sehingga dentin terekspos. Kemudian mahkota bagian mesial, distal dan lingual yang berbatasan dengan resin komposit dibuang sehingga hanya tersisa mahkota bagian bukal saja yang berikatan dengan resin komposit.
Gambar 16 : Diagram pemotongan mahkota sampel
Gambar 17 : Penjepitan gigi pada bais Gambar 18 : Pemotongan bagian mesial
(54)
Gambar 19 : Pemotongan bagian distal Gambar 20 : Pemotongan bagian palatal
4.9.2.4 Pemotongan akar sampel
Setelah pembelahan mahkota, akar sampel dibuang dengan menggunakan disc bur.
5 mm
2 mm
Gambar 21 : Diagram pemotongan akar sampel
4.9.3 Penanaman sampel ke dalam cetakan
Cetakan sampel dibuat dari tabung plastik ( syringe ) 5 ml yang dipotong dengan panjang ± 1,5 cm. Cetakan tersebut kemudian dilubangi sedemikian rupa agar paku dapat dimasukkan sebagai retensi uji geser. Paku diolesi dengan vaseline agar tidak menempel pada akrilik. Sampel kemudian ditanam ke dalam cetakan syringe
(55)
dengan permukaan resin komposit menghadap ke atas. Pada keseluruhan dari sampel dilapisi dengan lem Alteco sehingga dapat memberikan retensi pada sampel. Paku digerakkan keluar masuk lubang hingga akrilik mengeras agar paku dapat dilepas setelah akrilik mengeras. Setelah akrilik mengeras, permukaan akrilik diolesi dengan
vaseline tanpa mengenai permukaan resin komposit dan retensinya.
Gambar 22 : Diagram penanaman sampel
4.9.4 Pembuatan sampel antagonis
Setelah sampel gigi selesai ditanam, maka dibuat sampel antagonis. Cetakan yang dibutuhkan sama dengan cetakan sebelumnya ( tabung syringe plastik 5 ml ). Paku diolesi vaseline dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuat pada cetakan syringe. Cetakan antagonis ini disatukan dengan cetakan gigi yang sudah jadi sebelumnya, kemudian diisi dengan akrilik. Paku digerakkan keluar masuk lubang. Sampel dimasukkan dalam air selama 3 menit hingga akrilik mengeras. Setelah akrilik mengeras, paku ditarik keluar.
(56)
Gambar 23 : Diagram penanaman sampel antagonis
Gambar 24 : Sampel yang telah ditanam
4.9.5 Uji shear bond strength
Uji shear bond strength dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA
USU. Sampel dimasukkan pada tabung baja kemudian dipasang pada grip alat uji
shear bond strength. Alat uji shear bond strength yang digunakan adalah Torsee’s
Electronic System Universal Testing Machine. Dalam penelitian ini beban maksimal
yang digunakan adalah 100 kg dengan kecepatan geser 1 mm/menit. Data yang diperoleh berupa load atau gaya dengan satuan kgf yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan Newton.
(57)
A B
Gambar 25 : Sampel dipasang pada alat uji. A. Tampak samping. B. Tampak depan
4.9.6 Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA untuk melihat perbedaan besarnya shear bond strength antara waktu pengeringan 5 detik, 10 detik dan 15 detik. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk melihat perbedaan
shear bond strength pada setiap kelompok.
(58)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap 30 buah sampel yaitu gigi premolar rahang atas yang dibagi secara random ke dalam 3 kelompok dengan perlakuan yang berbeda. Dari hasil penelitian ini diperoleh load atau kekuatan geser saat putus dalam satuan
kgf (kilogram force), yang dikonversikan ke dalam satuan Newton, dan stroke atau kecepatan regangan pada saat putus dalam mm/menit. Beban geser diberikan hingga akrilik terlepas (cetakan terlepas). Kondisi sampel restorasi resin komposit setelah diuji dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. KONDISI RESTORASI SETELAH UJI Kondisi restorasi Kelompok
I
Kelompok II
Kelompok III
Jumlah Patah pada perlekatan RK-
gigi ( adhesive failure )
10 10 10 30 Patah pada perlekatan RK
( cohesive failure )
- - - - Keterangan : Kelompok I : one-step self-etching + waktu pengeringan 5 detik + resin komposit
Kelompok II : one-step self-etching + waktu pengeringan 10 detik + resin komposit Kelompok III : one-step self-etching + waktu pengeringan 15 detik + resin komposit
Dari 30 sampel yang diuji terlihat seluruh sampel restorasi resin komposit patah pada perlekatan RK – gigi adhesive failure).
Hasil pengukuran shear bond strength pada gigi yang dilakukan pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik terhadap bahan adhesif one-step self-etching terlihat pada Tabel 3.
(59)
Tabel 3. DATA HASIL PENGUKURAN SHEAR BOND STRENGTH Kelompok I Load (Newton) Kelompok II Load (Newton) Kelompok III Load (Newton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 22.95 30.99 72.67 29.71 85.22 78.26 31.77 77.67 16.08 22.26 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 67.18 44.33 44.42 42.66 19.91 60.80 61.49 38.93 27.16 91.20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 91.01 35.50 41.87 78.75 37.95 27.56 81.30 12.45 98.56 25.89 Keterangan : Kelompok I : one-step self-etching + waktu pengeringan 5 detik + resin komposit Kelompok II : one-step self-etching + waktu pengeringan 10 detik + resin komposit Kelompok III : one-step self-etching + waktu pengeringan 15 detik + resin komposit
5.2 Analisis Hasil Penelitian
Data pengukuran shear bond strength pada gigi yang dilakukan pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik terhadap bahan adhesif one-step self-etching dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05). Hasil uji analisis varians satu arah (ANOVA) dapat dilihat pada tabel 3 dan uji post hoc
pada tabel 4.
Tabel 4. HASIL UJI ANALISIS VARIANS SATU ARAH ( ANOVA ) Kekuatan Tarik Perlekatan
Kelompok
N x ± SD
P
I 10 46.76 + 27.83
II 10 49.81 + 20.84
III 10 53.08 + 31.03
0.872
Keterangan : Kelompok I : one-step self-etching + waktu pengeringan 5 detik + resin komposit Kelompok II : one-step self-etching + waktu pengeringan 10 detik + resin komposit Kelompok III : one-step self-etching + waktu pengeringan 15 detik + resin komposit
(60)
Dari hasil analisis ANOVA di atas terbukti bahwa pada α = 0,05 tidak ada perbedaan shear bond strength resin komposit terhadap gigi dengan menggunakan waktu pengeringan bahan adhesif yang berbeda (p > 0.05).
Pada tabel 4 dapat dilihat rata-rata shear bond strength dan standar deviasi dari masing-masing kelompok. Terlihat bahwa kelompok III memiliki rata-rata shear bond strength tertinggi dibandingkan kelompok I dan II yaitu 53.08. Rata-rata shear
bond strength terendah ditemukan pada kelompok I yaitu 46.76, walaupun
sebenarnya perbedaan nilai rata-rata shear bond strength tersebut tidak nyata berbeda.
Tabel 5. HASIL UJI POST HOC (LSD) ANTARA KELOMPOK PERLAKUAN
Kelompok I II III
I - 0.802 0.603
II 0.802 - 0.788
III 0.603 0.788 -
Keterangan : Kelompok I : one-step self-etching + waktu pengeringan 5 detik + resin komposit Kelompok II : one-step self-etching + waktu pengeringan 10 detik + resin komposit Kelompok III : one-step self-etching + waktu pengeringan 15 detik + resin komposit
Dari tabel 5 di atas terbukti bahwa pada α = 0,05 kekuatan perlekatan antara waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p > 0.05).
(61)
BAB 6 PEMBAHASAN
Shear bond strength suatu bahan tumpatan terhadap jaringan keras gigi dapat diukur dengan uji shear bond strength yaitu dengan cara menggeser bahan tersebut terhadap permukaan jaringan gigi. Nilai yang diperoleh akan memberikan gambaran bagaimana kekuatan geser perlekatan itu terhadap jaringan keras gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan adhesif, harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur/patah atau lepasnya perlekatan. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit, disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit, disebut cohesive failure.2
Pada penelitian ini, digunakan 30 sampel gigi premolar atas yang telah diekstraksi. Gigi-gigi ini direndam dalam larutan saline sampai diberikan perlakuan, kemudian sampel ini dibagi ke dalam 3 kelompok secara random. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel. Pada kelompok I, digunakan waktu pengeringan 5 detik terhadap bahan adhesif. Pada kelompok II, digunakan waktu pengeringan 10 detik terhadap bahan adhesif. Pada kelompok III, digunakan waktu pengeringan 15 detik terhadap bahan adhesif. Bahan adhesif yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan adhesif one-step self-etching (Tokuyama Bond Force, Japan) dan bahan restorasi resin komposit yang digunakan adalah resin komposit packable (Filtek P60,
3M, ESPE).
Bond Force (Tokuyama Dental Product) merupakan bahan primer adhesif,
(62)
Dengan monomer SR (self-reinforcing), Bond Force membentuk ikatan 3-D pada gigi dan menghasilkan perlekatan yang sangat kuat pada enamel dan dentin (Gambar 25). Monomer SR merupakan kelompok asam fosfat ganda yang dapat berpolimerisasi yang akan bereaksi silang dengan apatit dari permukaan gigi dan ion kalsium yang berasal dari substrat gigi sebelum disinar, kemudian berpolimerisasi bersama-sama membentuk lapisan bonding yang kuat ketika disinar.38
Gambar 27 : 3D self-reinforcing technology38
Sewaktu pengaplikasian, bahan primer tersebut masuk ke dalam tubulus dentin yang terbuka dan ke sekitar serabut kolagen yang terekspos, resin akan berpenetrasi ke dalam jaringan kolagen menghasilkan psikokimia interlocking dengan
(63)
dentin untuk membentuk hybrid layer yang penting untuk membentuk ikatan yang kuat antara resin dan dentin (Gambar 26).18
Gambar 28 : Permukaan dentin setelah pengaplikasian Tokuyama Bond Force38
Pada tabel 2 terlihat bahwa keseluruhan sampel mengalami patah pada perlekatan antara resin komposit dan gigi (adhesive failure) dan tidak ada yang mengalami cohesive failure. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi.
Pertama, pengeringan permukaan dentin sebelum aplikasi bahan adhesif yang tidak terkontrol sehingga kemungkinan ada permukaan dentin yang terlalu kering. Pada permukaan dentin yang kering, kolagen yang terdapat dalam tubulus dentin menjadi kolaps sehingga mikroporositas tidak terbentuk dan resin tidak dapat berpenetrasi ke dalam kolagen. Hal ini menyebabkan perlekatan bahan adhesif ke permukaan dentin menjadi kurang baik.
(64)
Kedua, resin komposit yang digunakan merupakan resin komposit jenis
packable yang memiliki daya alir yang lebih rendah sehingga pada saat diaplikasikan ke gigi, resin komposit tersebut kurang melekat pada dinding kavitas.
Ketiga, arah penyinaran resin komposit yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan arah penyinaran dari oklusal. Pada saat penyinaran, pengkerutan polimerisasi terjadi ke arah sumber sinar sehingga terjadi celah antara resin komposit dan gigi. Arah penyinaran yang benar adalah dari semua arah. Selain itu, resin komposit pada bagian dalam seharusnya disinar lebih lama agar didapatkan polimerisasi resin komposit bagian dalam lebih sempurna.
Keempat, tekanan pengeringan udara yang digunakan untuk menghilangkan
solvent pada bahan adhesif terlalu kuat sehingga kemungkinan komponen resin juga
dihilangkan. Solvent harus diuapkan sepenuhnya dengan pengeringan udara yang lemah. Bahan adhesif yang mengandung aseton dan etanol dapat segera kering, sedangkan pengeringan pada bahan adhesif yang mengandung air membutuhkan beberapa detik.28
Kelima, penyimpanan bahan adhesif one-step self-etching yang lama atau pada suhu yang terlalu tinggi bisa menurunkan sifat mekanis bahan adhesif itu. Terdapat bukti bahwa bahan adhesif ini memiliki shelf-life yang buruk. Okazaki cit.
Nishiyama et al menyatakan bahwa perubahan komposisi dari bahan adhesif one-step
self-etching pada temperatur penyimpanan yang tinggi atau pada waktu penyimpanan
yang lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang berkurang. Nishiyama et al
menyatakan bahwa karena bahan adhesif one-step self-etching memiliki pH antara 1 dan 2, air harus dipisahkan dari monomer asam dan metakrilat hidrofilik, karena air
(65)
yang asam mengganggu ikatan ester pada monomer ini, menyebabkan hidrolisis selama penyimpanan. Kazantsev et al cit. Nishiyama et al menyatakan bahwa tingkat hidrolisis 2-hidroksil metakrilat (HEMA) dalam larutan asam meningkat dengan meningkatnya suhu.39
Tabel 3 menunjukkan data hasil pengukuran shear bond strength dari tiap kelompok. Dari hasil yang diperoleh terlihat beberapa hasil uji berbeda jauh dengan yang lainnya. Pada kelompok I sampel nomor 9 didapatkan nilai yang rendah bila dibandingkan dengan sampel yang lain pada kelompok I, yaitu 16.08. Pada kelompok II sampel nomor 5 didapatkan nilai terendah dalam kelompok II, yaitu 19.91. Dan pada kelompok III sampel nomor 8 (12.45) merupakan sampel dengan nilai terendah. Oleh sebab itu, penulis mengelompokkan hasil penelitian dengan nilai yang berdekatan menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan nilai yang tinggi dan kelompok dengan nilai yang rendah, kemudian dilakukan uji analisis statistik pada kedua kelompok tersebut untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan antara ketiga waktu pengeringan setelah dikelompokkan. Setelah penulis melakukan uji analisis ulang, ternyata tidak ada perbedaan signifikan pada ketiga waktu pengeringan tersebut. Maka, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif yang berbeda terhadap shear bond strength resin komposit terhadap gigi.
Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan. Faktor pertama yaitu pada saat pemotongan gigi dimana bais yang menjepit gigi tidak terfiksasi dengan sempurna sehingga
(66)
menimbulkan getaran yang tidak dapat dikendalikan antara satu gigi dengan lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan yang dihasilkan.
Faktor kedua yaitu kurangnya ketelitian dalam pengaplikasian bahan adhesif. Bahan adhesif yang terlalu lama dibiarkan di udara terbuka ketika aplikasi memungkinkan struktur bahan adhesif berubah, tebalnya bahan adhesif dan tekanan kuas aplikator saat mengaplikasikan bahan adhesif ke gigi yang tidak dapat dikendalikan antara satu gigi dengan lainnya menyebabkan kekuatan perlekatan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Faktor lainnya yaitu kurangnya pengolesan vaseline pada permukaan akrilik di cetakan sampel bawah sehingga cetakan sampel antagonis lebih melekat pada cetakan sampel bawah. Oleh sebab itu, yang terukur bukan perlekatan resin komposit dengan gigi melainkan perlekatan antara akrilik sampel bawah dan sampel antagonis.
Pada tabel 4 terlihat nilai rata-rata kelompok dengan waktu pengeringan 15 detik (53.08) paling tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan waktu pengeringan 5 detik (46.76) dan 10 detik (49.81). Walaupun secara uji statistik didapatkan nilai p = 0.872 (p > 0.05), yang berarti secara signifikan tidak ada perbedaan (sama) pada seluruh kelompok perlakuan.
Pada tabel 5 terlihat nilai uji statistik LSD dengan p > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara masing-masing waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik. Hal ini kemungkinan disebabkan interval waktu pengeringan antara satu kelompok dengan lainnya yang singkat sehingga tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti. Kemungkinan lain adalah sampel yang terlalu sedikit menyebabkan data yang diperoleh kurang akurat sehingga nilai shear bond strength tidak nyata berbeda.
(67)
Selain itu, alat uji Torse’s Electronic System Universal Testing Machine yang dipakai pada penelitian ini mungkin kurang sensitif bagi bahan kedokteran gigi yang ukuran sampelnya lebih kecil daripada sampel yang biasa diuji dengan alat tersebut, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda.
Secara keseluruhan, waktu pengeringan 15 detik yang digunakan untuk menguapkan solvent yang terkandung dalam bahan adhesif memiliki nilai shear bond
strength yang paling besar. Hal ini kemungkinan disebabkan makin lama waktu
pengeringan terhadap bahan adhesif, makin banyak solvent yang diuapkan sehingga tidak mengganggu polimerisasi resin dan dihasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi.
Chiba et al dalam penelitiannya mengevaluasi pengaruh waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching dan menyatakan bahwa pengeringan penting untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang adekuat, tetapi bertambahnya waktu pengeringan tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan secara signifikan. Dengan demikian, perlekatan yang adekuat tergantung pada sifat mekanis bahan adhesif serta penetrasi bahan.14
(68)
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini digunakan uji geser untuk mengukur shear bond strength
antara resin komposit dan gigi pada restorasi klas I dengan menggunakan waktu pengeringan yang berbeda ( 5 detik, 10 detik, dan 15 detik ) terhadap bahan adhesif.
Kondisi sampel setelah dilakukan uji menunjukkan bahwa keseluruhan sampel mengalami patah pada perlekatan antara resin komposit dan gigi ( adhesive
failure ). Dari semua kelompok perlakuan, nilai rata-rata shear bond strength
tertinggi ditunjukkan pada kelompok III ( sampel yang dilakukan pengeringan selama 15 detik ), yaitu 53.08, dan nilai rata-rata shear bond strength terendah ditunjukkan pada kelompok I ( sampel yang dilakukan pengeringan selama 5 detik ), yaitu 46.76.
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji analisa statistik varians satu arah ( ANOVA ) menunjukkan p = 0.872 ( p > 0.05 ). Hal ini berarti hipotesis penelitian ditolak dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I, II, dan III. Pada uji post hoc dengan LSD juga menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada masing-masing kelompok, sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu pengeringan terhadap bahan adhesif tidak mempengaruhi shear bond strength resin komposit ke gigi. Waktu pengeringan sebesar 15 detik terhadap bahan adhesif menghasilkan kekuatan perlekatan paling tinggi.
(69)
7.2 Saran
Diharapkan penelitian lanjutan menggunakan sampel gigi-gigi yang karies sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan kondisi klinis.
Disarankan penelitian lanjutan membandingkan waktu pengeringan dentin yang berbeda sebelum aplikasi bahan adhesif untuk mengetahui waktu pengeringan yang tepat agar didapatkan kekuatan perlekatan yang baik.
Diharapkan penelitian lanjutan menggunakan Scanning Electrone Microscopy
( SEM ) untuk menentukan tipe kegagalan perlekatan yang lebih akurat. Disarankan penelitian lanjutan menggunakan alat Universal Testing Machine
(70)
DAFTAR PUSTAKA
1. Neo JCL, Yap AUJ. Composite Resins. In: Mount GJ, Hume WR, eds.
Preservation and Restoration of Tooth Structure. Australia: Knowledge Books
and Software., 2005 : 200-18.
2. Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Dental materials. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ, eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4th ed. Missouri: Mosby, Inc., 2002 : 177-91.
3. Noerdin A, Novinka N, Nursasongko B, Sutrisno G. Pengaruh penggunaan beberapa bahan bonding adhesif terhadap kebocoran tepi tumpatan resin komposit. Dentika Dent J 2006; 11 (suppl) : 256-60.
4. Irawan B. Komposit berbasis resin untuk restorasi gigi posterior. J Dentika Dent 2005; 10(2) : 126-31.
5. Garcia AH, Martinez MA, Vila JC, et al. Composite resins. A review of the
materials and clinical indications. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11 :
E215-20.
6. Albers HF. Tooth-colored restoratives : Principles and techniques. 9th ed. Hamilton : BC Decker INC., 2002 : 111-56.
7. Craig RG, Powers JM. Restorative dental materials. 11th ed. Missouri: Mosby, Inc., 2002 : 231-285.
8. Powers JM, Wataha JC. Dental materials : Properties and manipulation. 9th ed. Missouri: Mosby Inc., 2008 : 67-88.
9. Perdigao J, Swift EJ. Fundamental concepts of enamel and dentin adhesion. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ, eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4th ed. Missouri: Mosby, Inc., 2002 : 235-68.
10.Purnami Dewi T. Pengaruh kondisi permukaan dentin terhadap kekuatan perlekatan bahan bonding. J Ked Gigi 2003; 1(3) : 95-101.
11.Coutinho E, Van Landuyt K, De Munck J, et al. Development of a self-etch adhesive for resin-modified glass ionomers. J Dent Res 2006; 85(4) : 349-53. 12.Prati C, Chersoni S, Mongiorgi R, Pashley DH. Resin-infiltrated dentin layer
(1)
Lampiran 1. Alur Pikir
Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang mempunyai tiga kombinasi dimensional dari paling sedikit dua senyawa kimia (silica dan metaakrilat) dengan penghubung (silane) di antara kedua senyawa kimia tersebut.
Kekuatan perlekatan didefinisikan sebagai beban mekanis awal yang dapat menyebabkan fraktur dan hampir semua uji perlekatan dikategorikan sebagai shear bond strength.
Penelitian in vitro yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kondisi dentin yang basah (dentinal wetness) dapat memberi pengaruh buruk dan dapat mengurangi kekuatan perlekatan sistem bonding dentin.
Buonocore (1963) menyimpulkan bahwa permukaan gigi yang kering penting untuk mendapatkan perlekatan yang baik karena gigi yang telah dietsa dan mengabsorbsi saliva akan mengurangi kekuatan perlekatan.
Kanca (1992) menunjukkan kekuatan perlekatan yang secara signifikan lebih tinggi pada permukaan dentin yang basah daripada permukaan dentin yang kering dengan menggunakan pelarut aseton.
Tay et al. (1996) menyebutkan
Prati et al. (1998) melakukan penelitian terhadap shear bond strength pada restorasi klas I. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sistem self etching primer menunjukkan kekuatan perlekatan paling tinggi dibandingkan dengan sistem total etching.
Chiba et al. (2006) menyatakan bahwa pengeringan terhadap bahan adhesif dianjurkan untuk membantu polimerisasi, karena polimerisasi dapat dihambat oleh adanya air dan asam yang tersisa.
Sadr et al. (2007) menyatakan bahwa air, solvent atau bahan primer yang dicampur dalam bahan adhesif menyebabkan berkurangnya sifat mekanis dan perlekatan yang lemah.
Mathews et al. (2008) menyatakan bahwa pengeringan dengan udara pada gigi yang telah dilakukan bonding telah direkomendasikan untuk menghilangkan air yang berlebihan. Air yang terperangkap antara permukaan adhesif dan komposit dapat menyebabkan ketidakmampuan adhesif melekat pada restorasi tersebut. Dan juga dispekulasikan bahwa pengeringan dengan udara tidak dapat menghilangkan air yang terperangkap secara keseluruhan dari permukaan adhesif.
(2)
Masalah
Tujuan Oleh karena pengeringan udara dapat menghilangkan air, solvent atau bahan primer yang terdapat dalam bahan adhesif dan dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan resin komposit, serta waktu pengeringan yang biasa digunakan sudah ditetapkan, maka dirasakan perlu membandingkan kekuatan perlekatan resin komposit terhadap gigi dengan waktu pengeringan yang berbeda.
Apakah ada perbedaan shear bond strength pada restorasi resin komposit terhadap dentin dengan waktu pengeringan yang berbeda?
Untuk mengetahui perbedaan shear bond strength pada restorasi resin komposit terhadap dentin dengan waktu pengeringan yang berbeda
JUDUL
Perbedaan pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif terhadap shear bond strength
(3)
Lampiran 2. Skema alur penelitian Alur uji shear bond strength
Preparasi kelas I 30 buah gigi premolar atas
Pengaplikasian resin komposit
Pembelahan mahkota
Pemotongan akar gigi
Pembuatan cetakan sample dari syringe plastik 5ml dengan panjang 1.5cm
Penanaman sampel ke dalam cetakan dengan permukaan komposit menghadap ke atas
Pembuatan antagonis sampel cetakan
Uji shear bond strength Aplikasi sistem adhesif one-step self-etching
Pengeringan udara
Waktu pengeringan 5 detik (10 gigi)
Waktu pengeringan 10 detik (10 gigi)
Waktu pengeringan 15 detik (10 gigi)
(4)
Lampiran 3. Data hasil pengukuran shear bond strength
Load Kelompok No
Sampel ( kgf ) ( Newton )
Stroke ( mm/menit)
1 2.34 22.95 6.28
2 3.16 30.99 11.18
3 7.41 72.67 16.08
4 3.03 29.71 7.96
5 8.69 85.22 11.11
6 7.98 78.26 6.36
7 3.24 31.77 4.48
8 7.92 77.67 4.01
9 1.64 16.08 3.76
I ( 5 detik )
10 2.27 22.26 6.03
1 6.85 67.18 19.27
2 4.52 44.33 4.29
3 4.53 44.42 6.63
4 4.35 42.66 6.19
5 2.03 19.91 5.26
6 6.2 60.80 12.43
7 6.27 61.49 4.84
8 3.97 38.93 7.06
9 2.77 27.16 10.41
II ( 10 detik )
10 9.3 91.20 15.27
1 9.28 91.01 7.01
2 3.62 35.50 5.85
3 4.27 41.87 4.39
4 8.03 78.75 9.3
5 3.87 37.95 6.1
6 2.81 27.56 4.19
7 8.29 81.30 7.43
8 1.27 12.45 3.56
9 10.05 98.56 14.7
III ( 15 detik )
(5)
Lampiran 4. Hasil uji statistik pengukuran shear bond strength antara resin komposit dan gigi dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik
Oneway
Descriptives
Load
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
5 detik 10 46.7581 27.82875 8.80022 26.8506 66.6656 16.08 85.22
10 detik 10 49.8080 20.83679 6.58917 34.9022 64.7137 19.91 91.20
15 detik 10 53.0834 31.03081 9.81280 30.8853 75.2815 12.45 98.56
Total 30 49.8832 26.09256 4.76383 40.1400 59.6263 12.45 98.56
Test of Homogeneity of Variances
Load Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.253 2 27 .054
ANOVA
Load
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
(6)
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Load LSD
95% Confidence Interval (I) Waktu pengeringan
(J) Waktu pengeringan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
5 detik 10 detik -3.0499 12.03196 .802 -27.7374 21.6377
15 detik -6.3253 12.03196 .603 -31.0128 18.3623
10 detik 5 detik 3.0499 12.03196 .802 -21.6377 27.7374
15 detik -3.2754 12.03196 .788 -27.9630 21.4121
15 detik 5 detik 6.3253 12.03196 .603 -18.3623 31.0128