sesuai pengamatan dengan waktu inkubasi 96 jam pada suhu 30
o
C, dengan kelembaban 50. Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Hosamani dan Kaliwal
2011 bahwa hasil maksimum L-Asparaginase dicapai sesuai parameter optimasi fermentasi dengan masa inkubasi 48 jam, kelembaban 70 vw, volume inokulum
20 vw, ditambah glukosa 0.5 wv, amonium sulfat 0.5 wv, dan yeast ekstrak 0.5 wv.
L-Asparaginase merupakan agen anti tumor untuk pengobatan Acute Lymphoblastic Leukimia
ALL Ahmad et al., 2013 dan membantu mengurangi pembentukan akrilamid penyebab kanker pada makanan Shukla and Mandal, 2013.
Saat ini L-Asparaginase terdapat dalam berbagai macam varian yang sangat penting untuk mengatur pengobatan pada pasien ALL dewasa maupun anak-anak Rytting,
2012. Pada penderita leukimia, L-Asparaginase berperan sebagai penghalang. Ketika enzim L-Asparaginase disuntikkan, substrat L-Asparagin yang esensial untuk
pertumbuhan sel tumor dapat dikurangi dan proliferasi tumor terhalang Dhanam and Kannan, 2013.
L-asparaginase termasuk enzim yang penting dalam dunia pengobatan, menghidrolisis L-asparagin asam amino essensial menjadi asam aspartat dan
amonia. Beberapa tipe sel tumor membutuhkan L-asparagin untuk sintesis protein, maka L-asparagin bersifat esensial pada pertumbuhan sel tumor ketika terdapat L-
asparaginase, sehingga, menyebabkan sitotoksisitas terhadap sel leukimia Jain et al., 2012.
2.2 Fermentasi Padat
Metode solid state fermentation SSF atau fermentasi padat dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan mikroorganisme terutama fungi dalam material
padat basah tanpa air bebas mengalir. Pada fermentasi padat, substrat dicampur
dengan cairan air dengan kandungan mineral tertentu hingga diperoleh substrat semi-padat Suhartono, 1989.
Fermentasi padat memiliki potensi yang luar biasa dalam produksi enzim. Faktor utama yang mempengaruhi mikroba mensintesis enzim dalam fermentasi
padat yaitu pemilihan substrat dan mikroorganisme yang sesuai, pre-treatment substrat, ukuran substrat ruang inter partikel dan area permukaan dari substrat,
kandungan air dan a
w
substrat, tipe dan ukuran inokulum, kontrol temperatur saat proses fermentasi Pandey et al., 1999.
Residu agro-industrial secara umum menjadi substrat terbaik untuk proses fermentasi padat dan produksi enzim. Fermentasi padat menghasilkan produk dengan
konsentrasi tinggi yang membutuhkan energi relatif rendah Soniyamby et al., 2011. Fermentasi padat tampil sebagai teknologi potensial untuk produksi produk dari
mikrob dengan menggunakan material murah meriah Hosamani and Kaliwal, 2011. Hosamani and Kaliwal 2011 menyatakan bahwa produksi L-asparaginase dengan
fermentasi padat memiliki hasil yang optimal.
2.3 Kedelai dan Produk Olahannya
Kedelai Glycine max merupakan kelompok tanaman Legume yang komponen utamanya berupa lipid dan protein. Kedelai yang mempunyai kandungan
nutrisi tinggi sering dijadikan berbagai produk olahan makanan. Produk olahan fermentasi seperti tempe, miso, kecap, dan natto. Tempe dibuat dengan metode
konvensional 5 10
7
CFUmL dari R. oligosporus pada suhu ruang selama 48 jam untuk membiarkan kapang dalam kedelai. Miselia menyebar ke seluruh kedelai dan
menjadi padat disebut tempe. Tempe merupakan makanan fermentasi yang banyak dikonsumsi karena rasa
yang unik, tekstur yang berbeda, dan baik untuk pencernaan Nout and Kiers, 2005.
Kedelai yang difermentasi diketahui memiliki kandungan nutrisi yaitu protein 25, 5 lemak, 4 karbohidrat, mineral dan vitamin B12 Dewi dan Aziz, 2011.
Secara kuantitatif, kandungan nutrisi kedelai yang difermentasi lebih rendah daripada kandungan kedelai yang tidak difermentasi. Namun, secara kualitatif kedelai
yang difermentasi memiliki daya cerna yang lebih tinggi karena nutrisi mudah diserap tubuh. Berdasarkan tabel 2.1 menunjukkan bahwa komposisi protein, karbohidrat,
dan lemak pada tempe lebih rendah daripada kedelai. Namun, kadar air dan berat tempe lebih besar daripada kedelai. Hal itu karena terdapat pertambahan massa
disebabkan pertumbuhan kapang.
Tabel 2.1 Perbandingan Kadar Protein Kedelai dan Tempe
No Jenis Unsur
Kedelai Tempe
1 Protein
35-40 15
2 Karbohidrat
2 5
3 Lemak
20 5
4 Kadar Air
9.25 62.50
5 Berat
1000 g 1500 g
Sumber: Suprapti, 2003. Rahman et al., 2006 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kelembaban
tempe meningkat 50.3 hingga 57.5 selama proses fermentasi. Aktivitas air Aw tempe 0.96 pada 0-6 jam dan menurun 0.94 setelah 25 jam. pH tempe meningkat
selama proses fermentasi dari 6.87 hingga 7.35. Total protein protein diketahui sekitar 45 hingga 47 dari 0 hingga 48 jam.
Kandungan protein dan lemak kedelai berkisar 31-35 dan 15.5-24 Zanetta et al, 2013. Protein dalam kedelai kaya asam amino esensial dan sumber
vitamin E Jooyandeh, 2011. Protein dalam kedelai mengandung berbagai macam asam amino. Asam amino yang dominan pada kedelai yaitu asparagin. Asparagin
merupakan asam amino non-esensial yang terdapat pada kedelai yang tidak
difermentasi dan yang terfermentasi. Namun, sebagian besar jumlah asam amino akan dinaikkan ketika kedelai terfermentasi Popoola and Akueshi, 1986.
Terdapat asam amino yang dominan yaitu 38 Asparagin dari 22 asam amino yang ditemukan pada pelindung biji kedelai. Kedelai sebagai sumber asparagin juga
telah dibuktikan oleh Hernandez-Sebastia et al., 2005 bahwa asparagin merupakan asam amino yang banyak terdapat di dalam kotiledon dengan rata-rata 72 dari
sumber asam amino yang ditemukan dengan jumlah 75 nmol mg
-1
. Selain sebagai produk oalahan makanan, kedelai juga dimanfaatkan sebagai
media produksi enzim L-asparaginase karena murah dan mudah didapat. Kedelai terbukti sebagai substrat terbaik untuk produksi L-asparaginase Hosamani and
Kaliwal, 2011. Baskar and Renganathan 2011 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa substrat tepung kedelai sebagai substrat yang murah untuk produksi L-
asparaginase.
2.4 Rhizopus oligosporus