16 perkembangan farmasi veteriner, perkembangan medical devices alat
kesehatan, pereaksi diagnostik.
2.6 Aplikasi Asuhan Kefarmasian
Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk
didalamnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. Dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah diantaranya menyediakan sarana
‐sarana pelayanan kesehatan salah satunya adalah apotek Atmini, 2011. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker Presiden, RI., 2009. Tenaga kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya asuhan kefarmasian.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali
berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka perlu mengatur pekerjaan kefarmasian dalam suatu peraturan pemerintah Presiden, RI., 2009.
Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat menjadi hal yang harus mendapatkan perhatian pemerintah sebagai salah satu upaya dalam
pembangunan di bidang kesehatan. Instalasi farmasi rumah sakit berperan besar dalam tercapainya pelayanan kesehatan yang maksimal. Rumah sakit sebagai
17 salah satu sub-sistem dalam sistem pelayanan kesehatan, bertujuan untuk
mengusahakan pelayanan kesehatan yang luas bagi setiap warga negara agar mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dan merupakan salah satu
perwujudan dalam usaha untuk mencapai keadilan sosial Kusumawida, 2009. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia Menkes, RI., 2014.
Menurut Pudjaningsih 2006, obat merupakan barang yang penting di rumah sakit karena obat dapat meningkatkan derajat kesehatan, meninggikan
kepercayaan dan keterlibatan penuh dengan pelayanan kesehatan serta merupakan komoditas khusus yang mahal. Obat mempunyai dua sisi yang berbeda seperti
mata uang, disatu sisi obat memberkahi tetapi disisi lain obat membebani dan mempunyai efek samping.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi asuhan kefarmasian dari
pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif pharmaceutical care Winanto, 2013.
Asuhan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu oleh apoteker pendamping danatau Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja Menkes, RI., 2014.
18 Usaha peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan oleh apoteker di
apotek dengan mengaplikasikan konsep asuhan kefarmasian pharmaceutical care. Pelaksanaan asuhan kefarmasian di Swedia sudah meliputi kegiatan untuk
menganalisis Drug Related problems DRPs serta proses penyelesaian masalah tersebut. Di Indonesia, konsep ini meliputi tanggung jawab apoteker terhadap
outcome dari penggunaan obat pada pasien, misalnya dengan melakukan skrining resep, pemberian informasi obat yang lengkap, monitoring penggunaan obat dan
kegiatan lain.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Setiawan, 2010.
Drug Related Problems DRPs merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat, dan
secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap outcomes pasien. Drug Related Problems yang terjadi meliputi indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi,
dosis salah dosis subterapi atau dosis lebih, interaksi obat, pemilihan obat yang salah, reaksi obat yang merugikan, dan ketidakpatuhan pasien Cipolle, 2012.
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal Menkes, RI., 2014. Asuhan kefarmasian adalah pelayanan yang berorientasi langsung dalam
proses penggunaan obat, bertujuan menjamin keamanan, efektivitas dan kerasionalan penggunaan obat dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan fungsi
dalam perawatan pasien. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan
19 mengharuskan adanya perubahan paradigma pelayanan dari paradigma lama yang
berorientasi pada produk obat, menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien Bertawati, 2013.
Tujuan asuhan kefarmasian ialah agar diperoleh pelayanan obat yang paripurna sehingga obat dapat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian,
tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga serta pasien mendapat pelayanan penyuluhan yang dianggap perlu oleh apoteker yang pada akhirnya didapat
pengobatan pasien yang efektif, efisien, aman, rasional, bermutu dan terjangkau Harianto, 2005.
Menurut sebuah penelitian terbaru, lebih dari 2 juta pasien yang dirawat di rumah sakit setiap tahun dengan reaksi obat yang merugikan, yang berhubungan
dengan sekitar 100.000 kematian per tahun. Kesalahan pengobatan meningkatkan biaya perawatan kesehatan; account untuk pemanfaatan yang lebih tinggi di
rumah sakit, panti jompo, dan kunjungan dokter, dan menciptakan resiko kesehatan bagi pasien. Pasien dengan kondisi kronis dan rejimen yang kompleks
sangat rentan terhadap masalah terkait obat. Salah satu pendekatan untuk mencegah efek samping obat adalah untuk meningkatkan peran apoteker dalam
pemantauan terapi obat. Filosofi asuhan kefarmasian membutuhkan apoteker untuk memberikan nasihat dan mendidik pasien tentang obat mereka dan
memberikan pemantauan berkala. Beberapa studi terbaru melaporkan bahwa pelayanan farmasi dikaitkan dengan penurunan penggunaan obat resep, biaya
yang lebih rendah, dan meningkatkan pengetahuan pasien tentang obat-obatan Fischer, 2000.
20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental dengan metode surveiyang bersifatcross sectionalNotoatmodjo, 2012.
3.2 Sumber Data Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi penelitian adalah semua mahasiswa program studi Sarjana Farmasi USU semester 6, 8, dan 10 Farmasi Klinis dan Komunitas FKK.
Berdasarkan informasi dari bagian akademik diperoleh populasi untuk penelitian sebanyak 225 orang.Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari
populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi Notoatmodjo, 2012. Subjek yang
dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Menurut Menkes RI 2012, kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian.
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a.
mahasiswa program studi Sarjana Farmasi USU semester 6, 8, dan 10 Farmasi Klinis dan Komunitas FKK.
b. mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah asuhan kefarmasian.
c. mahasiswa yang bersedia dijadikan responden.