Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”(Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV)

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP TAYANGAN “STAND UP COMEDY” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan

“Stand Up Comedy” di Metro TV)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh : IDHAM SYAFUTRA

100922004

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : IDHAM SYAFUTRA

NIM : 100922004

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”

(Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV)

Medan, Mei 2012

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Yovita Sabarani Sitepu, M.Si

NIP. NIP. 19620828 198601 2 001

Drs. Fatma Wardy Lubis, M.A

Dekan Dekan FISIP USU

NIP. 19680525 199203 1 002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh :

Nama : IDHAM SYAFUTRA

NIM : 100922004

Judul Skripsi : Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”

(Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV)

Yang dilaksanakan pada : Hari/ Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji I : ( )


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up Comedy” dan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy”.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi massa dan teori retorika dan public speaking yang menjelaskan bagaimana cara berbicara didepan audiens dan bagaimana cara penyampaian pesan kepada audiens, sehingga audiens menerima pesan dengan baik dan memberikan respon yang positif terhadap komunikator yang dalam hal ini kepada “comic” (sebutan bagi komunikator dalam acara “Stand Up Comedy”) terhadap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU. Dengan demikian dapat menimbulkan respon berupa persepsi bahwa tayangan ini memperoleh penilaian yang positif dari mahasisa Fakultas Ilmu Budaya USU. Responden menilai tayangan ini memberikan hiburan yang mereka butuhkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 482 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taroyamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 83 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku, serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisis tabel tunggal dan analisis tabel silang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden dalam hal ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU memberikan pernyataan positif terhadap tayangan “Stand Up Comedy”. Cara penyampaian joke atau lelucon dan kata-kata serta gesture oleh para masing comic yang membuat audiens merasa terhibur dengan materi lawakan yang disampaikan oleh comic terhadap berbagai fenomena-fenomena sosial yang aktual dan faktual yang sedang terjadi dilingkungan masyarakat . Dan juga acara “Stand Up Comedy” merupakan bentuk acara hiburan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan dan merupakan acara hiburan yang cerdas yang banyak disukai oleh kalangan berpendidikan, khususnya kalangan mahasiswa. Sehingga acara “Stand Up Comedy “ membuat responden antusias terhadap tayangan tersebut dan mendapat perhatian khusus bagi penggemar acara tersebut.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”, yang merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat terbatasnya waktu, pengetahuan, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca yang nantinya berguna dalam penggunaannya.

Dalam menyelesaikan skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pertama sekali penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, walaupun salah satu diantaranya sudah meninggal dunia, yaitu ayah saya (Alm) Muchlis dan Ibunda saya Melli yang selalu memberikan dukungan moril dan materil dan yang tak kalah pentingnya adalah doa restu mereka agar penulis kelak menjadi orang yang sukses dan berguna bagi Agama dan Bangsa. Dan tak lupa pula ucapan terima kasih yang sebesarnya juga kepada Om Selamat, M dan Tante saya Tetty yang membantu saya baik dalam hal moril dan juga materil, sehingga penulis dapat menjadi saat sekarang ini dan dapat menjadi pribadi yang tegar.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi dan Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Rusni, M.A selaku dosen wali. Terima kasih atas segala masukkan, motivasinya dan dukungannya.

4. Kak Yovita Sabarani Sitepu, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang lebih kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya dua kata yang bisa penulis ucapkan sebagai mewakili betapa hebatnya kak yovita sebagai dosen pembimbing penulis, yaitu “Luar Biasa”.

5. Kak Maya, Kak Icut, dan Kak Ros, yang telah membantu segala sesuatu yang berhubungan dengan proses administrasi perkuliahan penulis.

6. Kak Hanim dan Kak Puan, yang telah memberikan ilmu-ilmunya dalam bidang praktek audio-visual.

7. Kepada adik penulis Reza dan Dina, yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.

8. Kepada sahabat penulis indra dan rudi, terima kasih atas dukungan dan spiritnya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi.

9. Kepada semua sahabat penulis, baik teman di lingkungan rumah, kampus, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu namanya. Yang jelas penulis sangat beruntung mempunyai sahabat seperti kalian semua.

10.Kepada bang Udin, bang Ujang, atas bantuan pinjaman buku-buku pendukungnya. 11.Kepada kak Fitriyani yang telah membantu penulis dalam mengurus surat izin

penelitian.

12.Terima kasih juga untuk orang terdekat saya Sarah Annisa atas beribu dukungannya, sukses untuk kita berdua, amiin


(7)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besaranya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini selesai. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Penulis memohon maaf serta menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun.

Medan, April 2012 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 6

I.3. Pembatasan Masalah ... 6

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

I.4.1 Tujuan Penelitian ... 7

I.4.2 Manfaat Penelitian ... 7

I.5. Kerangka Teori ... 8

I.5.1 Komunikasi ... 8

I.5.2 Komunikasi Massa ... 9

I.5.3 Model Teori S-M-C-R ... 10

I.5.4 Televisi ... 10

I.5.5 Hiburan ... 11

I.5.6 Retorika dan Public Speaking ... 12

I.5.7 Persepsi ... 13

I.6. Kerangka Konsep ... 16

I.7. Model Teoritis ... 16

I.8. Operasional Variabel ... 17

I.9. Definisi Operasional... 18

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi ... 20

II.1.1 Proses Komunikasi ... 22

II.2 Komunikasi Massa ... 24

II.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa ... 25

II.2.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 26

II.3 Model Teori S-M-C-R ... 28

II.4 Televisi ... 29

II.4.1 Sejarah Televisi ... 29

II.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia ... 30

II.4.3 Daya Tarik Televisi ... 30

II.4.4 Keunggulan Televisi ... 31

II.5 Hiburan ... 33

II.5.1 Pengertian Hiburan ... 33

II.5.2 Fungsi Hiburan ... 34

II.6 Retorika dan Public Speaking ... 35

II.6.1 Latar Belakang dan Asal Mula Retorika Dan Public Speaking ... 35

II.6.2 Public Speaking Sebagai Sarana Komunikasi ... 40


(9)

II.6.3 Kredibilitas komunikator dalam menyampaikan pesan... 42

II.7 Persepsi ... 44

II.7.1 Definisi Persepsi ... 44

II.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 45

II.7.3 Proses Persepsi ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian ... 50

III.1.1 Metode Penelitian ... 50

III.1.2 Lokasi Penelitian ... 50

III.1.3 Waktu Penelitian ... 50

III.1.4 Populasi dan Sampel ... 50

III.1.5 Teknik Penarikan Sampel ... 52

III.1.6 Teknik Pengumpulan Data ... 53

III.1.7 Teknik Pengolahan Data ... 53

III.1.8 Teknik Analisis Data ... 54

III.2 Deskripsi Isi Tayangan ... 55

III.3.3 Waktu Penelitian ... 58

III.3.4 Populasi dan Sampel ... 58

III.3.5 Teknik Penarikan Sampel ... 60

III.3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 61

III.3.7 Teknik Pengolahan Data ... 61

III.3.8 Teknik Analisis Data ... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

IV.1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 58

IV.1.2 Universitas Sumatera Utara ... 58

IV.1.3 Visi-Misi Universitas Sumatera Utara ... 59

IV.1.4 Fakultas Ilmu Budaya USU ... 59

IV.1.5 Visi-Misi Fakultas Ilmu Budaya USU ... 63

IV.2 Teknik Pengumpulan Data ... 65

IV.3 Teknik Pengolahan Data ... 66

IV.4 Teknik Analisis Data... 66

IV.5 Analisis Tabel Tunggal ... 67

IV.5.1 Karakteristik Responden... 68

IV.5.2 Persepsi Mahasiswa ... 72

IV.5.3 Tayangan “Stand Up Comedy” ... 83

IV.6 Analisis Tabel Silang ... 92

IV.7 Pembahasan ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 99

V.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Model Teoritis ... 16 Gambar 2 Variabel Psikologis ... 47


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Operasional Variabel ... 17

Tabel 2 Aktivitas Hiburan ... 34

Tabel 3 Data Jumlah Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU ... 51

Tabel 4 Jenis Kelamin Responden ... 68

Tabel 5 Usia Responden... 69

Tabel 6 Jenis Acara yang Paling Disenangi Responden ... 70

Tabel 7 Durasi Menonton Responden... 71

Tabel 8 Selalu Menonton Setiap Episode Tayangan “Stand Up Comedy” ... 72

Tabel 9 Tayangan “Stand Up Comedy” Merupakan Jenis Acara Hiburan ... 73

Tabel 10 Pernah Menonton Sebelumnya Tayangan seperti “Stand Up Comedy” ... 74

Tabel 11 Tayangan “Stand Up Comedy” Membuat Tertawa dan Terhibur ... 75

Tabel 12 Tayangan “Stand Up Comedy” Memberikan Informasi Mengenai Fenomena Sosial Yang Terjadi di Lingku ngan Sekitar ... 76

Tabel 13 Tayangan “Stand Up Comedy” Memberikan Pengetahuan dan Menambah Wawasan ... 77

Tabel 14 Mempelajari Apa yang Baik/Buruk Dalam Kehidupan Sosial Melalui Tayangan “Stand Up Comedy” ... 78

Tabel 15 Menyukai Tayangan “Stand Up Comedy” ... 79

Tabel 16 Jam Tayang Acara “Stand Up Comedy” ... 80

Tabel 17 Hari Penayangan Acara “Stand Up Comedy” ... 81

Tabel 18 Durasi Jam Tayang “Stand Up Comedy” ... 82

Tabel 19 Penayangan Acara “Stand Up Comedy” Seminggu Sekali ... 83

Tabel 20 Mengetahui Nama-Nama Comic yang Tampil ... 84

Tabel 21 Kredibilitas Comic yang Tampil ... 85

Tabel 22 Keahlian Comic Dalam Menyampaikan Lawakannya ... 86

Tabel 23 Body Language Para Comic yang Tampil ... 87

Tabel 24 Penggunaan Kata-Kata yang Disampaikan Comic ... 88

Tabel 25 Ucapan Comic Ketika Menyampaikan Joke Lawakannya ... 89

Tabel 26 Tema yang Disampaikan Merupakan Fenomena Sosial Yang Aktual ... 90

Tabel 27 Tema yang Disampaikan Merupakan Fenomena Sosial Yang Faktual... 91

Tabel 28 Settingan Studio “Stand Up Comedy” ... 92

Tabel 29 Hubungan Antara Tayangan “Stand Up Comedy” Membuat Responden Tertawa dan Terhibur Terhadap Keahlian Para comic Dalam Menyampaikan Lawakannya ... 93

Tabel 30 Hubungan Antara Tayangan “Stand Up Comedy” Dapat Memberikan Pengetahuan dan Menambah Wawasan Terhadap Tema yang Disampaikan Oleh Para Comic MerupakanFenomena Sosial Yang Faktual di Masyarakat ... 94

Tabel 30 Hubungan Antara Menyukai Tayangan “Stand Up Comedy” Terhadap Body Language para Comic Yang Menarik dan Lucu Dalam Menyampaikan Joke Lawakannya ... 95


(12)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up Comedy” dan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy”.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi massa dan teori retorika dan public speaking yang menjelaskan bagaimana cara berbicara didepan audiens dan bagaimana cara penyampaian pesan kepada audiens, sehingga audiens menerima pesan dengan baik dan memberikan respon yang positif terhadap komunikator yang dalam hal ini kepada “comic” (sebutan bagi komunikator dalam acara “Stand Up Comedy”) terhadap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU. Dengan demikian dapat menimbulkan respon berupa persepsi bahwa tayangan ini memperoleh penilaian yang positif dari mahasisa Fakultas Ilmu Budaya USU. Responden menilai tayangan ini memberikan hiburan yang mereka butuhkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 482 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taroyamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 83 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku, serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisis tabel tunggal dan analisis tabel silang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden dalam hal ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU memberikan pernyataan positif terhadap tayangan “Stand Up Comedy”. Cara penyampaian joke atau lelucon dan kata-kata serta gesture oleh para masing comic yang membuat audiens merasa terhibur dengan materi lawakan yang disampaikan oleh comic terhadap berbagai fenomena-fenomena sosial yang aktual dan faktual yang sedang terjadi dilingkungan masyarakat . Dan juga acara “Stand Up Comedy” merupakan bentuk acara hiburan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan dan merupakan acara hiburan yang cerdas yang banyak disukai oleh kalangan berpendidikan, khususnya kalangan mahasiswa. Sehingga acara “Stand Up Comedy “ membuat responden antusias terhadap tayangan tersebut dan mendapat perhatian khusus bagi penggemar acara tersebut.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Televisi sebagai media massa memiliki fungsi sebagai penyampai informasi. Program televisi seperti news, entertainment, bahkan acara komedi mampu memberikan informasi yang sekiranya diperlukan oleh khalayak. Fungsi lain dari televisi adalah sebagai hiburan. Kehadiran program-program televisi yang menghibur sangat diperlukan untuk melepas stres dan kejenuhan sejenak setelah seharian beraktivitas. Setidaknya hiburan itu dapat menyegarkan pikiran dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya fungsi televisi sama seperti dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar, dan radio siaran), yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi pada kenyataannya fungsi menghiburlah yang lebih dominan pada media televisi, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, dan selebihnya memperoleh informasi (Ardianto, 2004 :128).

Televisi saat ini merupakan media massa yang sangat dominan pengunaannya di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang mengenal dan memanfaatkan televisi sebagai sarana hiburan, informasi, edukasi, dan lain sebagainya. Televisi tidak membatasi diri hanya untuk konsumsi kalangan tertentu saja namun telah menjangkau konsumen dari semua kalangan masyarakat tak terkecuali remaja dan anak-anak.

Semakin tertarik khalayak terhadap tayangan televisi, semakin produktif pula televisi dalam menyiarkan program-program unggulannya. Semua itu menyebabkan khalayak makin


(14)

dimanjakan sehingga makin betah menonton televisi berjam-jam dalam sehari. Jika dulu kebanyakan orang hanya menonton satu jam acara saja, tetapi sekarang program-program unggulan televisi ditayangkan secara berkelanjutan sehingga khalayak mampu menghabiskan waktu lima sampai enam jam bahkan ada yang sepuluh jam nonstop hanya untuk menonton televisi saja.

Dunia komunikasi massa melalui media massa seperti televisi telah mengantarkan khalayak pada perubahan peradaban yang cepat. Televisi saat ini seakan-akan menjadi alat pemenuhan kebutuhan dan keinginan khalayak yang dapat memberikan serta menciptakan budaya massa baru.

Tayangan program televisi seperti talk show, reality show, entertainment, sinetron dan acara komedi pun turut serta mengatur dan mengubah life style khalayak luas. Informasi yang diberikan televisi seperti program berita tentang politik, budaya, ekonomi dan sosial khalayak dianggap hanya sebagai hiburan dan permainan publik belaka. Kenyataan didalamnya yang telah diubah dengan “sesuatu” yang bersifat maya. Namun tidak sedikit juga pemerhati acara-acara di televisi yang “sehat” menemukan dampak yang positif dari tayangan televisi tersebut. Televisi sebagai sarana edukasi dan informasi mampu membuka wawasan berpikir khalayak untuk menerima dan mengetahui kejadian yang berada di lingkungan masyarkat (Kuswandi, 1996 :94).

Televisi cenderung persuasif dengan segala program tayangan yang makin bervariatif. Ini tidak mengherankan mengingat televisi menjalankan perannya sebagai komunikator. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa feedback khalayak sebagai komunikan juga penting bagi perkembangan informasi dan pemaketan program televisi itu sendiri. Ini terbukti dengan maraknya saluran interaktif dalam acara-acara televisi seperti program acara entertainment atau hiburan seperti komedi. Hal ini menandakan antara televisi dan khalayak terdapat suatu benang merah antara keduanya.


(15)

Entertainment atau acara hiburan merupakan bagian dari fungsi televisi sebagai media hiburan dalam merealisasikan program acara hiburan, seperti komedi. Hiburan yang disajikan bertujuan untuk menghibur khalayak melalui sifatnya yang dapat mengalihkan perhatian dan meredakan khalayak dari ketegangan-ketegangan sosial sehingga menjadi sarana relaksasi.

Saat ini, stasiun televisi banyak yang menyajikan acara hiburan berupa komedi yang bertujuan untuk menghibur pemirsa televisi yang menonton acara tersebut. Komedi adalah program acara hiburan seperti halnya program acara humor. Sebagian besar acara televisi di Indonesia diisi dengan tayangan humor seperti baru-baru ini tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.

Tayangan “Stand Up Comedy” yang akhir-akhir ini menjadi ramai di perbincangkan oleh pemirsa, khususnya bagi kalangan mahasiswa. Tayangan “Stand Up Comedy” merupakan tayangan komedi dalam bentuk dan penampilan yang berbeda dari acara komedi-komedi lainya yang pernah ada, dan menjadi salah acara komedi-komedi yang digemari.

Tayangan “Stand Up Comedy” di tayangkan di Metro TV setiap hari rabu pukul 22.30 – 23.00 WIB. Dalam acara tersebut menampilkan tiga orang “comic” (sebutan bagi orang yang ber stand up comedy) setiap minggunya.

Acara “Stand Up Comedy” menampilkan suatu bentuk komedi dalam bentuk stand up (berdiri) yang menceritakan sebuah cerita humor kepada audiensnya. Lelucon pendek yang disebut “bit”, yang merupakan apa yang biasanya disebut monolog, rutin, dan bertindak. Beberapa stand up comedian menggunakan alat peraga, musik, dan yang lainnya untuk meningkatkan aksi mereka.

Dalam sejarahnya, “Stand Up Comedy” muncul pada abad ke 18 di Eropa dan di Amerika. Di sana pelaku komedian ini biasa disebut dengan "stand up comic" atau secara singkat disebut dengan comic. Para comic ini biasanya memberikan beragam cerita humor, lelucon pendek atau kritik-kritik berupa sindiran terhadap sesuatu hal yang sifatnya


(16)

cenderung umum dengan berbagai macam sajian gerakan dan gaya. Beberapa comic pun bahkan menggunakan alat peraga untuk meningkatkan performa mereka di atas panggung. “Stand Up Comedy” biasanya dilakukan di kafe, bar, universitas dan teater.

Dalam “Stand Up Comedy”, seorang comic seharusnya memiliki konsep atau materi sebagai bahan lelucon. Dan tak mustahil jika terdapat lelucon yang berbau cabul, rasis dan vulgar di “Stand Up Comedy”. Mereka biasanya membuat script dan catatan-catatan kecil dalam rangka untuk mempermudah mereka dalam berkomedi.

Stand up comedy” sendiri merupakan sebuah bentuk seni yang terbuka yang di tujukan untuk mendapatkan tertawa langsung dari penonton (audiens). Tidak seperti bentuk komedi lainnya dalam komedi yang berstruktur, terorganisir, dan dikendalikan dalam suatu naskah. Dalam “Stand Up Comedy”, umpan balik dari audiens sangat penting untuk menangkap aksi dan respon dari “comic” tersebut.

Stand Up Comedy” ini juga merupakan salah satu acara yang cukup menarik dan cukup memberikan pengaruh pada audiensnya untuk berpikir lebih kritis. Acara “Stand Up Comedy” kerap memberikan audiensnya info sekaligus membuat audiensnya tertawa di setiap lelucon kritikan yang diucapkan. Isi dari lawakkan “Stand Up Comedy” ini lebih bermutu dan cerdas karena berupa kritikan-kritikan terhadap hal apa saja yang menjadi materi joke lawakan seorang comic. Hanya saja terkadang cara penyampaiannya sedikit kasar, bebas dan agak sedikit vulgar, tapi justru dengan seperti itu audiens dapat menangkap pesan yang disampaikan dari sang comic dan dapat membuat audiensnya tertawa. Durasi yang dibutuhkan oleh masing-masing comic dalam menyampaikan “joke” dan lawakannya adalah ± 6 (enam) menit, dan dalam setiap episode tersebut diisi oleh 3 orang comic.

Berikut nama para comic yang sering tampil di stand up komedi seperti Radhitya Dika, Ryan Adriandhy, Soleh Solihun,


(17)

End,

dan Ramon P,

Dengan hadirnya tayangan “Stand Up Comedy” ini di tengah-tengah masyarakat, dapat membuat variasi dari sebuah paradigma komedi yang bersifat konseptual menjadi dan komedi yang dinamis dan cerdas. Sehingga audiens yang menonton “Stand Up Comedy” ini dapat menambah pengetahuan dan memiliki wawasan baru yang didapat audiens.

Tommy beans.

Tayangan entertainmentStand Up Comedy” merupakan suatu acara komedi yang cerdas dan menghibur yang diharapkan dari tayangan tersebut dapat menambah wawasan dan menjadi alternatif sarana menghibur diri bagi audiensnya, khususnya para mahasiswa yang merupakan kalangan yang cerdas (smart) dan intelektual yang selalu ingin menambah wawasannya dan sekaligus sebagai cara menenangkan diri (relaxasi) dalam aktivitas kesehariannya melalui tayangan hiburan yang smart pula seperti tayangan “Stand Up Comedy”.

Mahasiswa adalah kalangan intelektual yang penuh bakat dan potensi yang sedang belajar di perguruan tinggi, mahasiswa tidak hanya mempunyai status, tetapi ia juga berjuang keras untuk menyelesaikan studinya (Bertens, 2004:11). Mahasiswa merupakan khalayak yang membutuhkan segala yang berhubungan dengan penambahan informasi dan juga hiburan sebagai pemenuhan kebutuhannya. Mahasiswa akan mencari sumber hiburan yang seperti apa yang di inginkan yang dapat menghibur dan sekaligus menambah wawasan pengetahuannya.

Dalam penelitian ini peneliti tertarik meneliti Tayangan entertainmentStand Up Comedy” terhadap persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU, karena tayangan “Stand Up Comedy” tersebut merupakan suatu seni atau teknik berbicara dengan beretorika, dan ini


(18)

sangat berkaitan dengan apa yang dipraktekkan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU dalam melakukan kegiatan-kegiatan kampus seperti : berteater, baca puisi, berpidato, dan banyak lagi kegiatan-kegiatan kampus yang berhubungan dengan seni berbicara didepan umum dan beretorika. Atas dasar ini lah peneliti memilih mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU sebagai objek penelitian peneliti untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV?”

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan masalah yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang hanya memaparkan suatu situasi atau peristiwa secara sistematis.

2. Penelitian ini menganalisis persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan entertainment “Stand Up Comedy” di Metro TV.

3. Objek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu

Budaya USU stambuk 2009 yang masih aktif kuliah dan yang pernah menonton tayangan “Stand Up Comedy”.


(19)

4. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan maret 2012, dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up Comedy” di Metro TV.

2. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap tayangan entertainment “Stand Up Comedy” di Metro TV.

I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan FISIP USU khususnya bagi Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan penulis dan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

I.5 Kerangka Teori

Teori merupakan faktor yang sangat penting dalam proses penelitian. Teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat-alat analisis data. Karena itu sangat penting teori dibicarakan dalam setiap pembahasan penelitian. Melihat pentingnya kedudukan teori dalam dalam suatu penelitian, maka


(20)

merupakan suatu keharusan setiap peneliti untuk memahami teori dan mengerti kedudukannya dalam teori (Bungin, 2005:25).

Kerlinger juga menyebutkan bahwa teori merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Teori merupakan asumsi,konstruk,definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya kerangka teori akan mudah mempermudah peneliti dalam menganalisis masalah.

I.5.1 Komunikasi

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Para ahli mendefinisikan menurut sudut pandang mereka masing-masing. Diantaranya adalah menurut Gode (Arifin 1988) memberi penjelasan tentang komunikasi sebagai berikut; komunikasi adalah suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli oleh satu atau beberapa orang (Arifin, 1998:15).

Shannon dan Weaver (Wiryanto, 2004:7) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Wiryanto, 2004:7). Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell komunikasi adalah : “who says what in which channel to whom with what effect”. Jadi, jika dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen didalam komunikasi (Mulyana, 2002:62) yaitu :


(21)

• Siapa yang mengatakan komunikator (communicator)

• Apa yang dikatakan pesan

(message)

• Media apa yang digunakan

media (channel)

• Kepada siapa pesan disampaikan komunikan

(communicant/receiver)

• Akibat yang terjadi efek

(effect)

I.5.2 Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar yang dilembagakan, yang ditujukan kepada kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonym, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, selintas, khususnya media elektronik (Mulyana, 2002:75). Ciri komunikasi massa ditentukan oleh sifat unsur-unsur yang dicakupnya, yakni sifat komunikator dan sifat efek. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Alexis S Tan (Nurudin, 2004:63) adalah :

1. To inform (memberi informasi)

2. To educate (mendidik)

3. To persuade (mempersuasi)


(22)

Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media massa sebagai media utama dalam proses komunikasi itu sendiri.

I.5.3 Model Teori S-M-C-R

Model teori S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah S singkatan dari source yang berarti sumber atau komunikator, M singkatan dari message yang berarti pesan, C singkatan dari channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari receiver yang berarti penerima atau komunikan.

Komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambing, misalnya bahasa, kial (gesture), gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dipergunakan khusus dalam komunikasi tatap muka (face to face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa misalnya, surat kabar, radio, televisi, maupun media massa lainnya seperti surat, telepon, atau poster.

Jadi komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bermedia seorang komunikasi bermedia adalah seorang komunikator seperti wartawan, penyiar, atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarankan yang ia operasikan. Secara sederhana, teori ini mengemukakan bahwa proses komunikasi akan terjadi apabila seseorang menyampaikan pesan melalui saluran kepada komunikan.

I.5.4 Televisi

Televisi sebagai media komunikasi massa, berasal dari dua suku kata, yaitu “tele” yang berarti "jarak” dalam bahasa yunani dan “visi” yang berarti “citra atau gambar” dalam


(23)

bahasa latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya yaitu memberi informasi, mendidik, membujuk, dan menghibur. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada mdia televisi. Umumnya tujuan khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh informasi dan hiburan (J.B Wahyudi, 1985:28).

I.5.5 Hiburan

Hiburan merupakan sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hiburan diartikan sebagai semua macam atau jenis keramaian, pertunjukan atau permainan atau segala bentuk usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana untuk menonton atau mempergunakan fasilitas yang ada. Dengan demikian dimaksudkan disini adalah pengertian hiburan yang luas, yang dapat menimbulkan perasaan senang, terhibur atau hal-hal yang menyenangkan bagi diri manusia dalam bentuk :

1. Keramaian, antara lain pasar malam, pesta dansa, taman rekreasi, tempat tempat wisata dan yang sejenis.

2. Pertunjukan, antara lain bioskop, wayang kabaret, sirkus, sandiwara, pertunjukan pertunjukan di Rumah Makan, Rumah Minum, Bar, Kelab Malam, varrete, lawak, sulap, pertunjukan ketangkasan mengemudi, ketangkasan berkuda, menonton acara hiburan di televisi dan yang sejenis.

3. Permainan, antara lain menembak, melempar, sepeda air, pusat hiburan (bola sodok permainan mesin keping), kereta pesiar, selancar, bola gelinding (bowling), komedi putar dan yang sejenis.

4. Bentuk usaha yang dapat dinikmati serta dapat menimbulkan rasa terhibur bagi setiap orang, antara lain tempat usaha seperti usaha kesegaran jasmani yang semata-mata untuk


(24)

olah raga, penjagaan dan peningkatan kesehatan, usaha pemandian umum, atau bentuk

usaha lain

Hiburan juga tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Selama ini hiburan seringkali diartikan secara sempit, seperti nonton film atau nonton konser. Tetapi sebenarnya, perlu dipahami bahwa arti hiburan itu sendiri sebetulnya luas. Misalnya, datang ke bioskop untuk menonton film, itu juga sudah termasuk hiburan, mendengar musik di radio tape di rumah, pergi ke restoran dan makan bersama teman-teman, juga menonton acara hiburan di televisi, asalkan sifatnya bisa menghibur dan dapat dikatakan sebagai hiburan.

Hiburan juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas yang bisa kita lakukan. Artinya, hiburan juga bisa membantu kita memberi semangat sebelum kita mengerjakan kembali aktivitas kita sehari-hari. Hiburan tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari. Menonton acara komedi dapat dikatakan sebagai aktivitas hiburan yang paling banyak penggemarnya. Dunia hiburan pada saat ini masih didominasi oleh acara-acara komedi, Menonton acara-acara komedi adalah salah satu sarana hiburan yang dapat melepas lelah setelah beraktifitas.

I.5.6 Retorika dan Public Speaking

Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagi the art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit: mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang yang menartikan retorika sebagai Public speaking atau pidato di depan umum, banyak juga


(25)

yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti pidato didepan umum, tetapi juga termasuk seni menulis.

Kedua pengertian atau anggapan tersebut benar sebab kedua-duanya berkisar pada penggunaan bahasa. Misalnya ialah bagaimana menggunakan bahasa sebagai lambang komunikasi itu, apakah komunikasi tatap muka atau komunikasi media. Pada akhirnya, apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang dalam proses komunikasi itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan komponen-komponen komuniksi lainnya: komunikator yang menggunakan bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, yang akan meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju oleh bahasa itu, dan efek yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.

Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai seni bicara yang dipelajari dimulai pada abad ke 5 SM. Ketika kaum Sofis di Yunani mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.

1.5.7 Persepsi

Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terdiri dalam pengamatan seseorang terhadap sesuatu informasi yang disamapaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan, atau bekerjasama, jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi. Persepsi dianggap lebih mendalam jika dibandingkan dengan opini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Le Bouef yang mengatakan bahwa “Persepsi adalah pemahaman kita terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar yang dipengaruhi oleh kombinasi antara pengalaman masa lalu,


(26)

keadaan, serta psikologi yang benar-benar sama. Bagi setiap orang, apa yang di persepsikannya itulah kenyataannya”.

Menurut Mc Mahon (Adi, 1994:55), persepsi diartikan sebagai proses menginterpretasikan ransangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensory information). Mergen, King & Robinson (Adi, 1994:55), persepsi menunjuk pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia sekitar kita. Dengan kata lain, persepsi dapat pula didefinisikan sebagai sesuatu yang dialami oleh manusia.

William James (Adi, 1994:55), menambahkan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh atau pengolahan ingatan (memory) kita diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Menurut Hindle & Thomas (dikutip dari Adi, 1994:58) memberikan definisi bahwa persepsi diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang menerima, memilih atau menafsirkan informasi.

Kimbal Young mengatakan, “Persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek baik fisik maupun sosial” (Walgito, 1986:89). Definisi ini menekankan bahwa persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakan tersebut.

Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu. Secara umum terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhu persepsi seseorang, yaitu:

1. Diri orang yang bersangkutan

sendiri. Apabila seorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi


(27)

tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut mempengaruhi seperti sikap, motif,kepentingan, minat pengalaman dan harapannya.

2. Sasaran persepsi tersebut.

Sasaran itu mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindak-tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan cara pandang orang melihatnya.

3. Faktor situasi. Persepsi harus

dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang (Siagian,1989:101).

Jalaluddin rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi (2005), mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu dan faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Dala Sobur (2003:446), dijelaskan bahwa dalam persespi terdapat tiga komponen utama, yaitu :

1. Seleksi, adalah proses

penyaringan oleh indera terhadap ransangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses

mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Sejalan dengan pendapat Renan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi


(28)

kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Reaksi, yaitu persepsi yang

kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai. Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai berbagai fenomena yang sama. Kerangka konsep dari suatu gejala sosial yang memadai diperlukan untuk menyelesaikan masalah penelitian dengan cara yang jelas dan dapat diuji, karena itu variabel-variabel yang penting harus didefinisikan dengan jelas, setidaknya beberapa variabel yang harus didefinisikan secara operasional untuk memungkinkan dalil-dalil yang dapat diuji. Adapun konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini yaitu persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan Stand Up Comedy di Metro TV.

I.7 Model Teoritis

Gambar 1

Tayangan Stand Up Comedy

 Waktu Penayangan

 Frekuensi Menonton

 Kredibilitas Comic

 Tema Pilihan

 Setting Acara

Persepsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU

 Seleksi

 Interpretasi

 Reaksi


(29)

I.8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini, yaitu :

No

Tabel 1

Variabel Penelitian Indikator


(30)

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU

- Intensitas

- Jenis acara

2. Interpretasi

-. Pengalaman masa lalu - Motivasi

a. Hiburan b. Informasi c. Pendidikan

- Sistem nilai yang dianut

3. Reaksi

- Positif - Negatif 2 Variabel Tayangan

Stand Up Comedy

1. Waktu

Penayangan

2. Frekuensi

Menonton

3. Kredibilitas Comic

- Keterpercayaan

- Keahlian

4. Tema

5. Setting acara

3 Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin

2. Usia

3. Jurusan

4. Stambuk

I.9 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah :


(31)

1. Variabel Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU

a. Seleksi : Yaitu proses penyaringan pemenuhan hiburan yang diterima oleh mahasiswa setelah menonton tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.

b. Interpretasi : Yaitu proses pengorganisasian acara hiburan yang disukai oleh mahasiswa. Dalam hal ini tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV. c. Reaksi : Yaitu tingkah laku atau perubahan sikap setelah menonton

tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.

2. Variabel Tayangan Stand Up Comedy

a. Waktu penayangan, jadwal penayangan suatu program

acara. Waktu penayangan Stand Up Comedy yaitu setiap hari Rabu pukul 22.30-23.00 WIB.

b. Frekuensi Menonton, tingkat keseringan audiens menonton acara Stand Up Comedy.

c. Kredibitas Comic, yaitu seberapa piawainya seorang comic dalam berstand up comedy hingga audiens terpukau dengan penampilan comic tersebut.

d. Tema Pilihan, merupakan materi yang di bawakan oleh

seorang comic mengenai tema fenomena sosial yang terjadi di sekitar.

e. Setting acara, merupakan lokasi, bentuk panggung dan tempat diselenggarakannya acara “Stand Up Comedy”.


(32)

3. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin : Jenis kelamin dari responden (pria/wanita).

b. Usia : Usia responden

c. Jurusan : jurusan bidang akademis mahasiswa

d. Stambuk : angkatan mahasiswa periode tahun 2009


(33)

BAB II

URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003:9), jadi, kalau ada dua orang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbicarakan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan.

Pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah (memiliki makna yang sama), dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima paham atau keyakinan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain (Effendy, 2003:9).

Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness); kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audiens/receiver). Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audiens menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti apa yang dikehendaki oleh si pengirim pesan.


(34)

Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success in communication”, (Effendy, 2003) yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Effendy, 2003:36) :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Harold D. Laswell menyebutkan hal yang menyebabkan manusia berkomunikasi, yaitu : (Werner J. Severin & James, 2005:146)

1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya

2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya 3. Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosial

Jika dilihat dari definisi komunikasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada dasarnya komunikasi dapat dilihat dari berbagai dimensi yakni sebagai proses, sebagai simbolik, sebagai sistem dan sebagai multi-dimensional. Maka tidak heran bila komunikasi juga mempunyai tujuan yang sangat universal. Tujuan dari sebuah proses komunikasi yaitu :

1. Untuk mengubah sikap (to change the attitude)

2. Untuk mengubah persepsi, pendapat dan pandangan (to change the perception) 3. Untuk mengubah prilaku ( to change the behaviour)


(35)

4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Harold D Laswell dalam karyanya “The Structure and Fuction of Communication in Society” mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? (Darwanto, 2007:10). Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai pertanyaan yang diajukan itu, yaitu :

1. Komunikator 2. Pesan

3. Media 4. Komunikan 5. Efek

Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

II.1.1 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran (gagasan, persepsi, informasi) atau perasaan (keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kemarahan, dan lain sebagainya) oleh seorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan sekunder (Effendy,2003:11).

a. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahasa adalah yang paling banyak digunakan


(36)

dalam komunikasi karena hanya bahasa lah yang mampu “menerjemahkan”pikiran seseorang kepada orang lain, apakah itu berbentuk ide, informasi, atau persepsi.

Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi dalam karyanya “Communication Research in United States” mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang akan disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh komunikan (Effendy, 2003:13).

b. Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media utama.

Pentingnya peranan media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, atau televisi misalnya merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang cukup banyak. Karena proses komunikasi sekunder ini adalah sambungan dari komunikasi primer untuk menembus ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi. Komunikator harus mempertimbangkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Hal ini didasari oleh pertimbangan mengenai siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi dan film. Dengan demikian proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat dikalsifikasikan sebagai media massa (mass media) dan media nirmasa atau media non massa (non-mass media).


(37)

II.2 Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku dan film. Dengan demikian media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat, kepada audiens yang luas dan heterogen. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan pada waktu yang serempak (Ardianto, 2004:2).

Definisi komunikasi masssa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yaitu : Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa (Ardianto, 2004:3).

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, 2004:4). Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C, disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massa/ tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen (Nurudin, 2004:12). Luas disini berarti lebih besar dari pada sekedar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan yang dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam


(38)

penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.

II.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, kita dapat mengetahui cirri-ciri komunikasi massa. Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2006:19-32), ciri-ciri dari komunikasi massa adalah :

1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja sama satu sama lain dalam sebuah lembaga.

Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut : (1) kumpulan individu, (2) dalam komunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

2. Komunikasi dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/ beragam. Herbert Blumer pernah memberikan cirri tentang karakteristik audiens/ komunikan sebagai berikut : (Nurudin, 2006:38).

a. Audiens dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya Audiens mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan.

b. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.

3. Pesannya Bersifat Umum

Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakan pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.

4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Pada media massa, komunikasi hanya berjalan satu arah. Hal ini dikarenakan media massa adalah lembaga dan komunikasi dalam media massa adalah sebuah proses.

5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Salah satu ciri komunikasi massa selanjutnya adalah keserempakan dalam proses penyebaran pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut secara bersamaan.

6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak terlepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini telah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronik seperti televisi. Bahkan saat ini sudah sering televisi melakukan siaran langsung (live) dan bukan siaran yang direkam (recorded).

7. Komunikasi Massa dikontrol oleh Gatekeeper


(39)

Gatekeeper adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

Gatekeeper sangat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang disebarkan pun tergantung pada fungsi penapisan informasi atau pemalangan pintu ini.

II.2.2 Fungsi Komunikasi Massa

Disamping memiliki ciri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto dkk dalam bukunya “Komunikasi Massa dan Pengantar Komunikasi Massa” (2004:16-17) adalah sebagai berikut :

a. Surveillance (Pengawasan)

Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk (1) pengawasan peringatan; (2) pengawasan instrumental. Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dapat serta merta menjadi ancaman. Sebuah stasiun televisi mengelola program untuk menayangkan sebuah peringatan. Sebuah surat kabar secara berkala memuat bahaya polusi udara dan pengangguran. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan dan ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman tersebut.

Sedangkan fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep makanan dan sebagainya adalah contoh-contoh pengawasan instrumental.


(40)

b. Interpretation (Penafsiran)

Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok.

c. Lingkage (Pertalian)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

d. Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)

Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.

Televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama anak-anak yang telah melampaui usia 16 tahun, yang banyak menghabiskan banyak waktunya menonton televisi dibandingkan kegiatan lainnya, kecuali tidur. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama untuk sosialisasi (penyebaran nilai-nilai). Sebagai contoh, marakanya tayangan kekerasan di stasiun televisi dapat


(41)

membentuk sosialisasi bagi anak muda yang menontonnya, yang membuat anak muda berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup. e. Entertainment (Hiburan)

Penyiaran drama, tarian, kesenian, sastra, music, olah raga, permainan, melalui isyarat-isyarat, lambing-lambang, suara, dan gambar, bertujuan untuk menciptakan kesenangan yang bersifat hiburan. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

II.3 Model Teori S-M-C-R

Model teori S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah S singkatan dari source yang berarti sumber atau komunikator, M singkatan dari message yang berarti pesan, C singkatan dari channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari receiver yang berarti penerima atau komunikan.

Komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambing, misalnya bahasa, kial (gesture), gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dipergunakan khusus dalam komunikasi tatap muka (face to face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa misalnya, surat kabar, radio, televisi, maupun media massa lainnya seperti surat, telepon, atau poster.

Jadi komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bermedia seorang komunikasi bermedia adalah seorang


(42)

komunikator seperti wartawan, penyiar, atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarankan yang ia operasikan. Secara sederhana, teori ini mengemukakan bahwa proses komunikasi akan terjadi apabila seseorang menyampaikan pesan melalui saluran kepada komunikan.

II.4 TELEVISI

II.4.1 Sejarah Televisi

Pada hakikatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya electrische teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, menemukan sistem penyaluran sinyal gambar, untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sistem ini dianggap praktis, sehingga diadakan percobaan pemancaran serta penerimaan sinyal televisi tersebut. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya Nipkov diakui sebagai ‘Bapak’ televisi (Werner J. Severin & James, 2005:420).

Televisi sudah mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat pada tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya World’s Fair di New York Amerika Serikat, tetapi Perang Dunia II telah menyebabkan kegiatan dalam bidang televisi itu terhenti. Baru setelah itu, tahun 1946 kegiatan dalam bidang televisi dimulai lagi. Pada waktu itu diseluruh Amerika Serikat hanya terdapat beberapa buah pemancar saja, tetapi kemudian teknologi berkembang dengan pesat, jumlah pemancar TV meningkat dengan hebatnya. Tahun 1948 merupakan tahun penting dalam dunia pertelevisian, karena pada tahun tersebut ada perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di Amerika.

Seperti halnya dengan media massa lain, televisi pun tidak dapat dimonopili oleh Amerika Serikat saja. Sewaktu Amerika giat mengembangkan media massa itu, Negara-negara Eropa lain pun tidak mau ketinggalan. Perkembangan televisi sangat cepat, sehingga


(43)

dari waktu ke waktu media ini memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. Menurut Skormis dalam bukunya “Television and Society :An Incuest and Agenda”, dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya). Televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual (Kuswandi, 1996:8).

II.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia

Media televisi di Indonesia bukan lagi sebagai barang mewah. Kini media layar kaca tersebut sudah menjadi salah satu barang kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat untuk mendpatkan informasi. Dengan kata lain, informasi sudah merupakan bagian dari hak manusia untuk aktualisasi diri. Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olah raga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.

TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan, kini siarannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan dari stasiun TV lainnya, yakni (RCTI) Rajawali Citra Televisi Indonesia yang bersifat komersial. Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun televisi (SCTV) Surya Citra Televisi Indonesia, (TPI) Televisi Pendidikan Indonesia dan (ANTV) Andalas Televisi (Ardianto, 2004:127). Dengan kehadiran RCTI, SCTV, dan TPI yang sekarang sudah mengganti nama menjadi MNC TV maka dunia pertelevisian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan,


(44)

baik dalam hal mutu siarannya maupun waktu penayangannya. Untuk lebih meningkatkan mutu siarannya pada pertengahan tahun 1993, RCTI telah mengudara secara nasional dan membangun beberapa stasiun transmisi di berbagai kota besar di Indonesia, seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, dan daerah-daerah lain. Kemudian stasiun televisi swasta bertambah lagi dengan kehadiran Indosiar, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro TV, dan TV One.

II.4.3 Daya Tarik Televisi

Televisi mempunyai daya tarik yang kuat. Jika radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur kata-kata, music, dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar, dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan mendalam pada pemirsa. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman. Selain itu, TV juga dapat menyajikan berbagai program lainnya yang cukup variatif dan menarik untuk dinikmati masyarakat (Effendy, 2002:177).

II.4.4 Keunggulan Televisi.

Menurut dr. A Alatas Fahmi dalam bukunya ”Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa” (1997: 30-31), televisi sebagai media komunikasi modern memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :

a. Keunggulan pragmatis.

Keunggulan ini lebih menyangkut aspek isi yang disajikan oleh televisi yakni meliputi :

• Menyangkut isi dan bentuk, media televisi meskipun direkayasa mampu membedakan fakta dan fiksi, realistis dan tidak terbatas.


(45)

• Menyangkut hubungan dengan khalayaknya, media televisi mempunyai khalayak yang tetap, memerlukan keterlibatan tanpa perhatian sepenuhnya dan intim.

• Media televisi memiliki tokoh berwatak sedang media lain memiliki bintang yang direkayasa.

b. Keunggulan teknologis.

Keunggulan ini menyangkut aspek kemampuan teknologi komunikasi meliputi :

• Mampu menjangkau wilayah yang sangat luas dalam waktu bersamaan, sehingga dapat menghantarkan secara langsung suatu peristiwa di suatu tempat ke berbagai tempat lain yang berjarak sangat jauh.

• Mampu menciptakan suasana yang bersamaan di berbagai wilayah jangkauannya dan mendorong khalayaknya memperoleh informasi dan melakukan interaksi secara langsung.

Televisi juga mempunyai keunggulan untuk menghidupkan imajinasi khalayak keluar ke dunia nyata. Melalui program-program siaran yang ditayangkan, media televisi mampu memunculkan fantasi dari angan-angan khalayak secara nyata dan kontekstual. Ini membuktikan bahwa sebagai salah satu bentuk media massa, televisi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemirsanya (Bungin, 2001:53).

II.5 Hiburan

II.5.1 Pengertian hiburan

Hiburan disini diartikan sebagai pemenuhan hiburan di masyarakat. Hiburan diartikan sebagai semua macam atau jenis keramaian, pertunjukan atau permainan atau segala bentuk usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana untuk menonton atau mempergunakan fasilitas yang ada.


(46)

Pengertian hiburan mencakup hal luas, yang dapat menimbulkan perasaan senang, terhibur atau hal-hal yang menyenangkan bagi diri manusia dalam bentuk :keramaian, pertunjukan, permainan, bentuk usaha yang dapat dinikmati serta dapat menimbulkan rasa terhibur bagi setiap orang (http://jakarta.go.id).

Tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Selama ini hiburan seringkali diartikan secara sempit, seperti nonton film atau nonton konser, asalkan sifatnya bisa menghibur dan dapat dikatakan sebagai hiburan.

Hiburan juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas yang bisa kita lalukan. Artinya, hiburan juga bisa membantu kita member semangat sebelum kita mengerjakan kembali aktivitas sehari-hari.

Saat ini dunia hiburan di televisi lebih banyak didominasi oleh hiburan yang bersifat komedi. Acara komedi merupakan salah satu sarana hiburan yang dapat melepas rasa jenuh khalayak dalam aktivitasnya sehari-hari. Seperti halnya tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV merupakan tayangan komedi yang bersifat menghibur sekaligus memberikan penambahan pengetahuan wawasan kepada audiensnya.

II.5.2 Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan pada zaman ini untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Masalahnya, masyarakat kita masih menjadikan televisi sebagai media hiburan sekaligus sarana untuk berkumpul bersama keluarga.

Dalam sebuah keluarga, televisi bisa sebagai perekat keintiman keluarga itu sendiri, karena masing-masing anggota keluarga mempunyai kesibukan sendiri-sendiri, misalnya suami dan istri kerja seharian, sedangkan anak-anak sekolah. Setelah kelelahan dengan aktivitasnya masing-masing, ketika malam hari berada dirumah, kemungkinan besar mereka


(47)

menjadikan televisi sebagai media hiburan dan sekaligus alternatif untuk berkumpul bersama keluarga (untuk melepas lelah). Acara hiburan itu juga dianggap perekat keluarga karena dapat ditonton bersama-sama. Pentingnya aspek hiburan dalam komunikasi juga diakui Charles R. Wright sehingga ia perlu membuat tabel untuk memperjelasnya (Nuruddi, 2004:71).

Tabel 2 Pengertian Hiburan

Tabel Aktivitas Komunikasi Massa : Hiburan

Masyarakat Individu

Subkelompok Tertentu Kebudayaan Fungsi Pelepasan lelah bagi kelompok-kelompok massa Pelepasan Lelah Memperluas kekuasaan, mengendalikan bidang kehidupan - Disfungsi Mengalihkan publik menghindarkan aksi sosial Meningkatkan kepastian, memperendah cita rasa, memungkinkan pelarian atau pengasingan diri Memperlemah astetik “budaya pop”


(48)

II.6. Retorika dan Public Speaking

II.6.1 Latar belakang dan asal mula retorika public speaking

Sebelum ada istilah public speaking, maka lahirlah istilah retorika, sebelum masehi-SM di Yunani, yang artinya “keakhlian berbicara atau berpidato”. Dalam perkembangan retorika mengenal tiga bentuk yaitu:

a. Demi penemuan kebenaran (Socrates, disebut Bapak Retorika).

b. Demi kekuasaan ataupun kemenangan saja (sesuai dengan filsafat Sophisme).

c. Sebagai alat persuasi yang banyak menggunakan penemuan-penemuan terakhir bidang ilmu Jiwa dan karenanya mulai menggunakan nama “Scientific rhetoric”. Retorika bertitik tolak pada pemikiran, bahwa manusia dapat menggunakan perasaan atau pendapat yang umumnya benar.

Para ahli politik berpendapat retorika berkembang subur di Negara-negara pra demokrasi ataupun Negara-negara “demokrasi langsung”, karena sesuai dengan taraf kehidupan bermasyarakat tingkat tertentu, yang masih mungkin menerima beberapa hal begitu saja, terutama disodorkan oleh tokoh retorika atau demagogi (penggerak yang pintar berpidato). Retorika menghindari perumusan per definisi dan hanya menginginkan “penerimaan berdasarkan perasaan saja” Pengajuan pertanyaan misalnya, jawabanya harus yang diinginkan. Maka dalam retorika persoalan-persoalan yang akan dibahas, telah dikatagorikan terlebih dahulu oleh yang bertanya, sehingga jawabannya mudah diketahui, karena sebelumnya sudah diatur.

Contoh:

Pada jaman orde baru, jika Presiden berkunjung ke daerah-daerah, kesempatan kunjungan ini, dimanfaatkan oleh aparat daerah, mempertemukan Kepala Negara dengan para petani untuk berdialog. Pertanyaan ditentukan oleh aparat pemerintah. Pertanyaan sudah ditentukan, dengan jawaban yang diinginkan mudah diketahui. Sebelum tampil para peserta menghafalkan pertanyaan. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok, ada pengusaha kecil, pengrajin, membuat alat-alat pertanian, guru, kelompok Pembina, PKK dan lain sebagainya. Mereka yang ditunjuk duduk bertebaran. Selesai Kepala Negara menanggapi pertanyaan, maka kadang Presiden


(49)

memberi kesempatan lagi, siapa yang akan bertanya. Yang akan bertanya, memberi tahu -nama, statusnya dan baru pertanyaannya.

Walaupun retorika kebenaran, menganggap dengan tercapainya perumusan melalui “perasaan” akan tercapailah kebenaran, tetapi suatu unsur yang tidak terdapat dalam retorika dalam proses mencari kebenaran ialah verifikasi yang bertentangan dengan logika. Dengan demikian yang dicapai oleh retorika kebenaran ialah pengertian terhadap persoalan dan bukan menemukan kenyataan ataupun kebenarannya. Akan tetapi ilmu pengetahuan dalam perkembangannya berusaha mendekati, maka retorika masih dianggap suatu ajaran pra ilmu karena hasil retorika masih merupakan hipotesa.

Dilihat dari sejarah, manusia mempunyai hasrat dan kebutuhan untuk menyampaikan segala perasaan, pengalaman dan pendapat-pendapatnya kepada sebanyak mungkin orang disamping menceritakan kepada orang tertentu. Dalam penyebaran agama pada abad ke 5, ke Mesir, Babylonia dan Persia, yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai bakat retorika, karena tanpa bakat berbicara pada waktu itu, maka pesan yang akan disampaikan belum tentu dapat diterima dan dimengerti. Sekarang peranan media massa yang membantu penyampaian pesan kepada pendengar, penonton dan pembaca.

Kita kenal aliran Sophisme, yang berpendapat, manusia ialah “mahluk yang berpengetahuan dan kemauan” dan masing-masing manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai nilai-nilai etika sendiri, maka kebenaran suatu pendapat hanya dapat dicapai dengan memenangkan pendapatnya. Hal ini bisa tercapai kalau memiliki keahlian berbicara. Jadi aliran ini mengemukakan kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan bila mencapai kemenangan dalam pembicaraa.

Penganut aliran retorika Sokrates (469-399) dan Georgias, retorika digunakan demi kebenaran, melalui dialog dengan teknik ini kebenaran akan timbul dengan sendirinya.


(50)

Plato sebagai seorang pendidik, mengatakan retorika penting sebagai :

• Metode pendidikan

• Alat untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan

• Alat mempengaruhi rakyat

Aristoteles (384-322) mengajarkan dalam retorika orang harus mengatakan dengan :

• Jelas

• Singkat dan

• Meyakinkan

Pada waktu itu, bagaimana meyakinkan pengadilan, sehubungan dengan pengembalian tanah, milik rakyat yang diambil oleh para Tirani yang berkuasa ketika itu. Kalau tidak mampu untuk menyatakan secara jelas dan lancar, anda termasuk orang gagal mempertahankan milik anda, karena dahulu belum ada “pengacara” yang membantu, mempertahankan milik anda didepan pengadilan. Para ahli menganggap retorika kalau dilihat dari tinjauan komunikasi maka disebut“speech of communication” atau “public speaking”.

Para ahli menganjurkan pentingnya mempelajari “public speaking”, apalagi anda berada yang bergerak dibidang usaha, serta kehidupan sosial lainnya, bahkan kemampuan anda yang mempelajari dan mengetahui public speaking dapat bertindak pada waktu tertentu untuk memutuskan sesuatu dengan segera dan dapat diterima. Setiap kesempatan secara bertahap bahkan seumur hidup dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara didepan khalayak.

Istilah public speaking berawal dari para ahli retorika, yang mengartikan sama ialah seni (keahlian) berbicara atau berpidato yang sudah berkembang sejak abad sebelum Masehi. Mengapa kita berpikiran negatif menggunakan kata “retorika”? Apa yang diungkapkan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Retorika Modern”(cetakan ke-enam 2000), bahwa kemajuan Negara Barat bukan saja bertumpu pada pengetahuan matematika,


(51)

fisika atau kimia. Kalau mendalam lagi keinginan tahuan kita mengapa mereka memiliki kemampuan luar biasa dalam ilmu-ilmu alam, dan bagaimana mereka menyajikannya dengan ucapan yang jelas sehinggakhalayaknya paham dan mengerti hasil presentasinya. Karena mereka berpijak pada kultur berabad-abad pentingnya pendidikan bahasa, yang berakar pada filsafat Yunani yang bertumpu pada retorika. Kemudian ada anggapan negatif apabila menggunakan kata retorika, kita sedang berhadapan dengan seni propaganda, menggunakan kata-kata yang indah dan bagus disangsikan kebenarannya. Pengertian sebenarnya “retorika” yakni pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan berkomunikasi dalam media pikiran. Dengan retorika, para pemimpin dapat menaklukan hati dan jiwa, atau kemampuan mengotak-atik otak, sehingga keputusannya dapat diterima oleh karyawan atau audiens.

Pada abad ke 20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika mulai digeser oleh speech communication, atau oral communication atau public speaking. Tokoh-tokoh retorika mutakhir antara lain :

1. James A.Winans

Bukunya “Public Speaking” (1917) menggunakan psikologi dari William James dan E.B Tichener, Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans mendefinisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan perhatian. Pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motifpsikologi seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).


(52)

2. Charles Henry Woolbert.

Juga pendiri Speech Communication Association of America. Psikologi yang harus diperhatikan hal-hal sebagai mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B.Watson. Woolbert memandang Speech Communication sebagai ilmu tingkah laku. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam menyusun persiapan pidatoberikut :

1. Teliti tujuannya,

2. Ketahui khalayak dan situasinya,

3. Tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut,

4. Pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya, The Fundamental of Speech.

3. William Noorwood Brigance

Berbeda dengan Woolbert yang menitik beratkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi empat unsur : 1. Rebut perhatian pendengar,

2. Usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter anda, 3. Berdasarkan pemikiran pada keinginan, dan

4. Kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.

4. Alan H.Monroe

Bukunya, Principles and Types of Speech. Pertengahan tahun 20-an Monroe bersama stafnya meneliti proses motivasi. Jasa, Monroe, cara organisasi pesan. Menurut Monroe pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.


(1)

49 2 3 4 4 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2

50 1 3 4 3 2 2 1 3 3 3 3 3 2 3 2 2 1 2 2 3 3 2 3 3 3

51 1 2 4 2 3 3 3 4 4 3 2 3 2 1 1 1 2 2 2 2 3 2 3 3 3

52 1 3 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 1 3 3 3 4 4 4 4 4 3

53 1 3 3 2 2 1 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 1 2 3 2 3 3 3 3

54 1 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3

55 2 4 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3

56 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3

57 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3

58 1 2 4 4 3 3 4 1 3 3 3 4 3 3 1 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3

59 1 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3

60 2 3 1 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 1 2 3

61 2 2 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3

62 2 3 6 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3

63 1 4 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3

64 2 1 3 2 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 3

65 2 3 6 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3

66 2 3 4 4 2 3 2 3 3 2 2 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3

67 2 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3

68 2 3 3 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2

69 2 2 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2

70 2 4 2 4 3 4 3 3 3 3 3 3 1 1 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2

71 1 1 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2

72 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 4 3 3 3

73 2 3 4 2 3 3 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3

74 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3

75 2 1 4 3 2 3 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3

76 2 2 4 2 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3


(2)

78 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3

79 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3

80 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

81 1 4 3 2 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3

82 1 3 4 2 4 3 3 3 3 4 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2


(3)

(4)

(5)

BIODATA PENULIS

Nama

: Idham Syafutra

Tempat, Tanggal Lahir

: Medan, 23 Agustus 1987

Anak Ke

: 1 dari 2 bersaudara

Nama Orang Tua

1.

Ayah

: (Alm) Muchlis

2.

Ibu

: Melli

Riwayat Pendidikan

:

1994-2001

: SD Negeri 11 Langsa (NAD)

2001-2004

: SMP Negeri 1 Langsa (NAD)

2004-2007

: SMA Swasta Al-Ulum Medan

2007-2010

: Diploma III Tourism USU

2010-2012

: Ilmu Komunikasi Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara


(6)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No.1 Telp. (061) 8217168

NAMA

: Idham Syafutra

LEMBARAN CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NIM

: 100922004

PEMBIMBING

: Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si.

NO.

TANGGAL

PERTEMUAN

PEMBAHASAN

PARAF

PEMBIMBING

1

2

3

4

5

6

7

8

9

09 Pebruari 2012

11 Pebruari 2012

15 Pebruari 2012

22 Pebruari 2012

23 Pebruari 2012

24 Pebruari 2012

05 Maret 2012

13 Maret 2012

16 Maret 2012

Acc Seminar Proposal

Revisi Bab I

Penyerahan Bab I

Penyerahan Bab II dan Bab III

Revisi Bab II dan Bab III

Penyerahan Kuesioner

Acc Kuesioner

Penyerahan Bab IV dan Bab V

Revisi Bab IV dan Bab V


Dokumen yang terkait

MAKNA MATERI KOMEDI PADA TAYANGAN STAND UP COMEDY SHOW METRO TV (Studi Resepsi Pada Komunitas Stand Up Comedy Indonesia Malang)

3 30 62

MOTIF MAHASISWA MENONTON TAYANGAN STAND UP COMEDY INDONESIA (SUCI 3) DI KOMPAS TV ( Studi Pada Mahasiswa Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang )

1 21 45

MOTIF MAHASISWA MENONTON TAYANGAN STAND UP COMEDY INDONESIA (SUCI 3) DI KOMPAS TV ( Studi Pada Mahasiswa Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang )

3 47 64

Retorika Dakwah Dzawin Nur Ikram Dalam Stand Up Comedy

5 57 93

Tayangan Stand Up Comedy Terhadap Persepsi Mahasiswa (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Tayangan Stand Up Comedy di Metro TV terhadap Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

1 12 84

TINDAK TUTUR DALAM ACARA STAND UP COMEDY METRO TV.

0 2 9

PENGARUH TAYANGAN “STAND UP COMEDY” TERHADAP WAWASAN MAHASISWA MENGENAI MASALAH SOSIAL Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy” Terhadap Wawasan Mahasiswa Mengenai Masalah Sosial (Studi Eksperimen Tentang Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy Show” Di Metro Tv

1 2 15

PENDAHULUAN Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy” Terhadap Wawasan Mahasiswa Mengenai Masalah Sosial (Studi Eksperimen Tentang Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy Show” Di Metro Tv Terhadap Wawasan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS Angkatan 2008 Mengenai Masala

2 5 53

PENGARUH TAYANGAN “STAND UP COMEDY” TERHADAP WAWASAN MAHASISWA MENGENAI MASALAH SOSIAL Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy” Terhadap Wawasan Mahasiswa Mengenai Masalah Sosial (Studi Eksperimen Tentang Pengaruh Tayangan “Stand Up Comedy Show” Di Metro Tv

0 2 15

Materi Stand Up Comedy Lucu Tentang Seko

0 0 3