Sistematika Penyusunan Sistematika penyusunan skripsi ini, penulis bagi menjadi 5 lima bab, yang
akan diuraikan sebagai berikut :
Bab I :
Pendahuluan Meliputi : latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, metode pembahasan dan sistematika penyusunan.
Bab II : Merupakan uraian tentang kajian pustaka dan kerangka berfikir, yang
penulis bagi menjadi empat sub bab, antara lain : Pendidikan Agama, Majelis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal, aspek-
aspek pendidikan dalam majelis ta’lim dan kerangka berfikir.
Bab III : Metodologi penelitian, yang terdiri atas : tujuan penelitian, tempat dan
waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen pengumpulan data, metode penelitian, dan teknik analisis data.
Bab IV : Hasil penelitian meliputi profil tiga majelis ta’lim dan analisa data.
Bab V :
Kesimpulan dan saran
BAB II KAJIAN PUSTAKA LANDASAN TEORITIS
DAN KERANGKA BERFIKIR
Pendidikan Agama Islam
1.Pengertian Pendidikan Agama
Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar
nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
proses pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau orang Islam
3
. Dalam merumuskan pengertian pendidikan Islam, para ahli berbeda pendapat.
Muhammad Athiyah al Abrasyi memberikan pengertian, “Pendidikan Islam al Tarbiyah al Islamiyah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur
pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis bahasanya baik lisan atau tulisan”
4
.
3
Muhaimin, et.al, Ilmu Pendidikan Islam Surabaya: Karya Abditama, hal. 6
4
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. ke-1 hal.4
Marimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.”
5
Menurut Musthafa al Ghulayaini, pendidikan Islam adalah “Menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya
dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan meresap dalam jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan, dan
cinta bekerja untuk memanfaatkan tanah air.”
6
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka berarti pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukkan akhlak atau
kepribadian, sehingga pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang bahagia di dunia dan kehidupan akhirat, serta
terhindar dari siksaan yang maha pedih. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang seimbang, berupaya
merealisasikan keseimbangan antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrowi. Sebagaimana firman Allah :
ﺎ ْﺪ ا ﻚ ْﺼ ﺲْ ﻻو ةﺮﺧﻷْا راﺪ ا ﷲا ﻚ ا ﺂ ْﻓ ﻎ ْاو ...
ﺺﺼﻘ ا :
77
5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal.4
6
Djamaludin, et.al, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, cet. ke-2, hal. 9
“Dan carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari kenikmatan duniawi.” QS. Al-Qashash28 :77
Ja di, “Pe n didik a n I sla m bu k a n pe n didik a n du n ia w i sa j a , in dividu a l sa j a , a t a u sosia l sa j a , j u ga
t ida k m e n gu t a m a k a n a spe k spir it u a l a t a u a spe k m a t e r ia l. Ke se im ba n ga n a n t a r a se m u a it u
m e r u pa k a n k a r a k t e r ist ik t e r pe n t in g pe n didik a n I sla m .”
7
Ole h k a r e n a it u di da la m k e h idu pa n be r m a sya r a k a t , a ga m a a da la h h a l ya n g sa n ga t
pe n t in g, de n ga n be r a ga m a h a k - h a k se ba ga i m a n u sia t e r lin du n gi da r i h a l- h a l ya n g
m e n gga n ggu n ya se r t a m e m be r ik a n k e a m a n a n da n k e da m a ia n da la m m e n j a la n k a n r oda k e h idu pa n n ya .
Ke be r a da a n a ga m a di sin i t e n t u n ya m e m ilik i fu n gsi da la m m a sya r a k a t . D a la m fu n gsin ya t e r se bu t ,
a ga m a m e m ilik i da n m e m u a t n ila i- n ila i se r t a n or m a
7
Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam Jakarta: Friska Agung Insani, 2003 cet. ke-2 h. 154
t e r t e n t u pa da sa a t ya n g be r sa m a a n m e n ga t u r pu la h idu p m a n u sia , ba ik se ca r a ve r t ik a l m a u pu n
h or iz on t a l. Pe n didik a n I sla m m e m ilik i u r ge n si ba gi
t e r cipt a n ya r u m a h t a n gga , m a sya r a k a t da n ge n e r a si ya n g m u slim . Pe r h a t ia n I sla m t e r h a da p m a n u sia
ba ik la k i- la k i m a u pu n pe r e m pu a n sa m a ya it u m e m e r in t a h k a n k e pa da m e r e k a u n t u k be r iba da h
t a a t k e pa da N ya , se r t a m e n j a u h i la r a n ga n - N ya .
2. Tujuan Pendidikan Agama
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan.
Salah satu tujuan pendidikan Islam adalah “Mengembangkan manusia yang baik yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa.”
8
Menurut Zakiyah Darajat ada beberapa tujuan pendidikan, yaitu : 1.
Tujuan umum yaitu tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran, atau dengan cara lain
8
Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam, hal 152
2. Tujuan akhir yaitu insan kamil yang akan menghadap Tuhannya,
merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam 3.
Tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal
4. Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu
9
.
Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang tersendiri sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan al Qur’an. Al-Ghazali berpendapat bahwa
tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan taqorrub kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.
Sebagaimana firman Allah :
نْوﺪ ْ ﻻإ ﺲْﻹْاو ﺠْا ْﻘ ﺧ ﺎ و تﺎ راﺬ ا
: 56
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku”.
Adz-Dzariyaat51: 56
Tujuan penciptaan manusia menurut ayat tersebut hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Inilah tujuan utama manusia, yakni beribadah karena ibadah itu
meliputi berbagai sikap dan perbuatan. Dalam hal ini menuntut ilmu pun suatu hal yang termasuk ibadah kepada Allah. Tanpa ilmu, manusia tidak akan mengetahui
Tuhan, hakikat, dan keberadaan Nya. Menurut Mustofa Amin sebagaimana yang dikutip Ramayulis bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah “mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan
9
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Mei 1996, cet. ke-3, hal. 29-33
akhirat.”
10
Abdullah Fayad menyatakan bahwa “pendidikan Islam mengarah pada 2 dua tujuan
11
: 1. Persiapan untuk hidup akhirat
2. Membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesannya hidup di dunia.”
Ringkasnya tujuan pendidikan Islam ini adalah untuk menyiapkan manusia- manusia yang berilmu, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu umum. Dengan
ilmu tersebut mereka bisa menjadi insan paripurna, yang taqarrub kepada Allah, dan bisa mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
3. Komponen-komponen Pendidikan Agama
a. Tujuan
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan pendidikan agama pada intinya adalah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.
Begitu pula halnya dengan tujuan pendidikan non formal seperti majelis ta’lim adalah untuk memasyarakatkan ajaran Islam yang pada dasarnya intinya juga
sama, yaitu mencari kebahagiaan dunia akhirat. Pendidikan non formal seperti majelis ta’lim merupakan sarana da’wah
atau tabligh yang bercorak Islami serta mempunyai peran sentral pada pembinaan dan peningkatan kwalitas hidup umat Islam sesuai tuntutan dan
10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 25
11
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 26
tuntunan ajaran Islam. Dengan adanya majelis ta’lim ini, masyarakat dapat lebih menghayati, memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan lebih
berarti atau bermakna.
b. Materi
Pada lembaga pendidikan formal sekolah, materi sudah ditentukan oleh pemerintah melalui kurikulum pendidikan GBPP. Lain halnya pada lembaga
pendidikan non formal seperti majelis ta’lim, materi ditentukan oleh pimpinan majelis ta’lim itu sendiri, disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. D
iantaranya pemberantasan buta huruf al-Qur’an, penanaman aqidah, fiqih serta hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat.
c. Metode
Metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”. Metode
pengajaran ajaran Islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam, sehingga dapat dipahami murid secara sempurna.
Mengenai metode mengajar di lembaga pendidikan Islam seperti majelis ta’lim, lazimnya digunakan metode-metode ceramah, dan tanya jawab dan
peragaan yang biasanya disampaikan oleh UstadzUstadzah dan para Kiyai. Metode ceramah tanya jawab dan peragaan sangat tepat dipakai di majelis
ta’lim, karena untuk memberikan pengertian agama misalnya tentang bagaimana cara wudhu yang baik. Seorang guru atau kiyai harus memberikan
uraian panjang lebar mengenai rukun wudhu, syarat wudhu atau sunat wudhu, sekaligus seorang guru atau ustadz harus mendemonstrasikan atau
memperagakan cara wudhu yang baik di depan para jama’ahnya sehingga para jama’ah dapat memahami betul apa yang diajarkan guru tersebut.
d. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan
nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan
12
. Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai.
Majelis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu pada saat ini ada
istilah pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Sebagaimana hadits Nabi SAW yang
berbunyi :
ﺪْﺤ ا ﻰ إ ﺪْﻬ ْا ْ ْا اﻮ ْﻃا
Artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”. Konsep pendidikan seumur hidup Life Long Education mulai dari masyarakat
melalui kebijaksanaan Negara Tap MPR No. IVMPR1973 JO. Tap MPR No.
12
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 97
IVMPR1978, tentang GBHN yang menetapkan antara lain dalam bab IV bagian pendidikan bahwa “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah
13
”. Oleh karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama, maka lembaga
pendidikan yang bermunculan di masyarakat merupakan suatu hal yang sangat mutlak keberadaannya. Lembaga pendidikan Islam yang bermunculan di masyarakat
seperti majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan Islam yang dapat mengantisipasi dalam menangkal berbagai hal yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh IPTEK
yang semakin maju. Menurut bahasa Majelis Ta’lim berasal dari kata bahasa Arab yaitu dari kata
majlis yang artinya tempat duduk. yang artinya tempat duduk, dan ta’lim yang artinya
pengajaran. Jadi majelis ta’lim adalah tempat untuk mengadakan pengajaran dan pengajian agama Islam. Pengertian majelis lainnya adalah tempat berkumpulnya
sekelompok orang untuk melakukan semua kegiatan, sehingga dikenal sebagai majelis semua majelis syuro, majelis hakim dan sebagainya.
14
.
Sedangkan kata ta’lim berasal dari akar kata
– –
ْْ ًﺎ
yang berarti mengajar
15
. Dari beberapa pendapat tentang definisi ta’lim, maka dapat disimpulkan
13
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet ke-1, hal. 19
14
Koordinasi Da’wah Islam KODI DKI Jakarta: Pedoman Majelis Ta’lim, 1990 cet. ke-2 hal. 5
15
Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, cet. ke-2 hal. 8
bahwa ta’lim adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dengan memberikan atau mengajarkan ilmu kepada orang lain..”
16
. Dari beberapa definisi ta’lim,maka dapat disimpulkan bahwa ta’lim adalah
“bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam memberikan atau mengajarkan ilmu kepada orang lain.”
17
Pengertian majelis yang lainnya adalah, “Tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga dikenal sebagai majelis, seperti
majelis syuro, majelis hakim dan lain sebagainya.sedangkan secara istilah pengertian majelis ta’lim adalah, “Organisasi pendidikan luar sekolah non formal yang
bercirikan keagamaan Islam”
18
Keberadaan majelis ta’lim tidak hanya terbatas sebagai tempat pengajian saja, tetapi menjadi lebih maju lagi menjadi lembaga yang menyelenggarakan pengajaran
atau pengajian agama Islam. Oleh karena itu majelis ta’lim menjadi sarana da’wah pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama.
Sedangkan yang dimaksud lembaga pendidikan Islam itu sendiri adalah wadah atau sarana yang mengarahkan, membimbing, dan meningkatkan pendidikan peserta didik
melalui sistem pendidikan yang bernuansa Islam yang mengarah kepada manusia berilmu serta berakhlak dan berkepribadian yang beriman dan bertaqwa.
16
Koordinasi Da’wah Islam KODI DKI Jakarta: Pedoman Majelis Ta’lim, hal. 6
17
Muzayyin A. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 cet. ke-1 hal. 118
18
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet. ke-2 hal. 76
Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia cukup banyak, diantaranya :
a. Masjid surau, langgar, mushalla, dan muanasah b. Madrasah dan pondok pesantren
c. Pengajian dan penerangan Islam majelis ta’lim d. Kursus-kursus keislaman training
e. Badan-badan pembinaan rohani f. Badan-badan konsultasi keislaman
g. Musabaqoh tilawatil qur’an
19
Kalau kita membuka lembaran sejarah pendidikan Islam, maka akan kita jumpai lembaga atau institusi Pendidikan Islam yang berjenis-jenis macamnya, semenjak
Nabi Muhammad menda’wahkan Islam secara aktif di Mekkah sampai periode abad ke-8 H telah berdiri dan berkembang lembaga pendidikan Islam antara lain :
a. Lembaga pendidikan rumah : Dâr al-Arqam b. Lembaga pendidikan masjid : Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan
sistem halaqah c. Lembaga pendidikan al-Kuttab
d. Lembaga pendidikan Madrasah yakni : madrasah an-Nizamiyah e. Madrasah annashiriyah, madrasah Al-Qumhi, As-Safi’iyah, An-Nuriyah
Syiria, madrasah al-Kamiliyah Mesir, madrasah addahiliyah
19
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1987, h. 203
f. Lembaga pendidikan Zawiyah : suatu tempat belajar di masjid. Lalu pengertian Zawiyah ini meluas sehingga dikenal sebagai tempat belajar yang
terpisah dari bangunan masjid yang hampir menyamai fungsi madrasah. Akhirnya berkembang pada abad ke 8 H di negara Maghribi Afrika Utara, yang akhirnya
lembaga pendidikan ini berkembang dalam bentuk formal Madrasah semua jenjang sampai dengan Universitas al Jami’ah dan bentuk non formal majelis
ta’lim dan pendidikan individual langsung dengan guru atau ulama
20
. Dalam era sekarang ini, lembaga pendidikan Islam yang ada semakin
mengalami kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan perkembangan zaman. Terutama setelah adanya pemberian kesempatan untuk berkembang oleh pemerintah
Indonesia dalam keikutsertaannya membina akhlak bangsa yang berkepribadian Pancasila. Selain itu juga diperkuat oleh peraturan perundang-undangan, seperti UU
Pendidikan No IV1950, No XII1954, dan UU Pendidikan No I1989 dan berbagai peraturan yang mengatur lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Penyelenggaraan majelis ta’lim berbeda dengan peyelenggaraan pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi
maupun tujuannya. Menurut penulis pada majelis ta’lim ada hal-hal yang membedakan dari yang lain, yaitu :
a. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam
20
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994, cet. ke-4, h. 83-87
b. Pengikut atau pesertanya disebut jamâ’ah orang banyak, bukan pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majelis ta’lim tidak merupakan
kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah c. Waktu belajar berkala tetapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya
sekolah dan madrasah d. Tujuannya yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam
Kemunculan majelis ta’lim di kota-kota besar antara lain faktor keresahan dan kegelisahan yang terjadi akibat pengaruh dari kebudayaan asing yang kurang baik,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat. Majelis ta’lim merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sebagai
wadah belajar bersama mengenai berbagai masalah keagamaan. Pertumbuhan dan perkembangan majelis ta’lim dikalangan masyarakat menunjukkan kebutuhan dan
hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu usaha untuk memecahkan masalah- masalah menuju kehidupan yang lebih bahagia.
Majelis ta’lim adalah lembaga pengajian dan pengajaran agama Islam yang mensyaratkan adanya :
a. Badan yang mengurusi sehingga kegiatan ta’lim tersebut berkesinambungan b. Guru, ustadz, muballigh, baik seorang atau lebih yang memberikan pelajaran
secara rutin dan berkesinambungan c. Peserta atau jama’ah yang relatif tetap
d. Kurikulum atau materi pokok yang diajarkan
e. Kegiatannya dilaksanakan secara teratur dan berkala f. Adanya tempat tertentu untuk menyelenggarakannya
21
.
Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal, merupakan wadah bagi penerapan konsep
pendidikan “minal mahdi ilal lahdi” yaitu pendidikan seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media
silaturrahmi, majelis ta’lim merupakan wahana bagi persemaian persaudaraan Islam ukhuwah Islamiyah yang di dalamnya mengandung konsep Islam tentang
persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan antar sesama umat manusia.. Dengan demikian majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan agama non formal
adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang dapat mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam
rangka membentuk masyarakat yang bertqwa kepada Allah SWT.
Aspek-aspek Pendidikan Dalam Majelis Ta’lim Aspek menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, “Segi pandangan,
sesuatu hal atau peristiwa dan sebagainya, pandangan terhadap bagaimana terjadinya sesuatu peristiwa dari permulaan sampai akhirnya.”
22
.
21
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 89-91
22
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia bagian 1 Jakarta; Balai Pustaka, 1966, cet. ke-4, hal. 63
Aspek-aspek pendidikan dalam majelis ta’lim yang dimaksudkan penulis di sini adalah aspek pendidikan agama yang lebih menekankan pada proses pendidikan
agamanya, antara lain : 1.
Pendidik Pendidik adalah orang yang sangat berjasa dan memegang peranan penting
dalam dunia pendidikan. Sebagai pengemban amanah, seorang pendidik khususnya di bidang agama haruslah orang yang memiliki pribadi yang shaleh. Hal ini merupakan
konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya menjadi anak shaleh.
23
. Al Ghazali berpedapat, “istilah pendidik dengan berbagai cara seperti : al-
mu’allim guru, al-mudarris pengajar, al-muaddib pendidik, dan al-walid orang
tua.”
24
Menurut al-Ghazali pula sebagaimana dikutip Mukhtar, “Seorang guru pendidik agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan jiwa atau hati murid-
muridnya sehingga semakin dekat kepada Allah SWT dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini semua ini tercermin melalui perannya dalam sebuah
proses pembelajaran.”
25
23
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 91
24
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. ke-1, h. 50
25
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Jakarta: CV Misaka Galiza 2003, cet. ke 1, hal 93
Oleh karena peran pendidik sangat berarti dan memegang peranan penting dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka Islam sangat menghargai orang
yang berilmu dan mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama dalam keluarga. Peran orang
tua sangat berarti bagi anak didik untuk membantu dan membimbingnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Untuk mendidik anak, seseorang juga membutuhkan
bantuan orang lain, seperti guru, kyai, dosen, dan lain-lain yang sejenisnya tersebut merupakan tenaga profesional yang ditujukan membantu orang tua dalam
membimbing dan memberi bantuan kepada anak didik guna mencapai kedewasaannya.
Dalam pendidikan agama, seorang pendidik tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga menanamkan keimanan dalam jiwa peserta didik,
membimbingnya agar taat menjalankan agama dan budi pekerti yang mulia. Seorang pendidik agama Islam juga harus memiliki jiwa pendidik, menguasai ilmu pendidikan
agama Islam. Selain itu guru agama harus bersifat ramah, sabar, ikhlas, tegas, adil dalam bertindak, dan sebagainya.
Persyaratan tersebut tidak lain bertujuan agar para pendidik dalam memberikan pendidikan tidak merugikan peserta didik dan tidak merugikan agama. Secara tidak
langsung hal tersebut menunjukkan para pendidik mempunyai pengaruh yang besar terhadap peserta didik dalam mewujudkan tujuan pendidikan terutama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam. 2.
Peserta didik
Al-Ghazali mempergunakan istilah anak didik dengan beberapa kata seperti, “Al-shobiy kanak-kanak, almuta’allim pelajar, tholibul ilmi penuntut ilmu.”
26
Interaksi antara peserta didik dan pendidik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Pengajaran yang baik akan mampu menarik
minat si terdidik, keluarga mereka, dan apa yang hendak mereka lakukan di masyarakat.
Peserta didik merupakan orang yang memerlukan bantuan dan bimbingan. Oleh karena itu peran serta pendidik sangat diperlukan terutama bagi peserta didik yang
sedang dalam tahap perkembangan jasmani dan rohani. Zuhairini mengatakan berkaitan dengan hal di atas, “Islam memandang bahwa seorang anak sejak lahir
telah memiliki pembawaan untuk beragama yaitu fitrah. Fitrah itu akan berjalan ke arah jalan yang benar bilamana mendapat pendidikan yang baik dan mendapatkan
pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.”
27
Dalam mencari nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan hidupnya, peserta didik memerlukan bantuan dari pendidik, kerana manusia dilahirkan dalam keadaan lemah.
Selain itu lingkungan peserta didik juga akan memberi warna terhadap nilai-nilai pendidikan Islam peserta didik. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk
bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Tetapi anak didik juga seorang manusia yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secar fisik
maupun psikis. Untuk itu, pendidikan agama senantiasa memperhatikan manusia
26
Zaenuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, h. 64
27
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Usaha Nasional, 1981 cet. ke 8, hal : 27
sebagai faktor pendidikan agama, di mana pendidikan agama tersebut diarahkan untuk mendidik manusia berakhlak mulia sebagaimana fitrahnya, sehingga dapat
mengetahui ajaran agama Islam dan pada akhirnya akan mampu menghindari diri dari kemerosotan akhlak.
Oleh karena anak sejak lahir sudah memiliki potensi beragama, sehingga orang tua perlu mendapat penambahan ilmu pengetahuan agama yang bisa didapat di
majelis ta’lim, agar orang tua khususnya kaum ibu dapat mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3. Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu bagian yang integral dari suatu proses pendidikan atau pembelajaran. Secara harfiah “alat” berarti perantara atau penyalur
pesan atau informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini menunjukkan bahwa, “Alat pendidikan agama Islam merupakan wadah dari pesan yang disampaikan oleh sumber
atau penyalurnya yaitu guru, kepada sasaran atau penerima pesan yaitu anak didik.”
28
Pesan yang ingin disampaikan adalah bahan atau materi pendidikan agama Islam, sedangkan tujuan penggunaan alat pendidikan alat tersebut adalah agar proses
pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung dengan baik.
29
Adapun alat pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Alat pendidikan yang bersifat rohaniah normatif
28
Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 103
29
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
Zuhairini berpendapat bahwa, “alat pendidikan yang bersifat normatif berfungsi preventif pencegahan dan refresif reaksi setelah ada perbuatan.
Keduanya dapat bersifat positif maupun negatif.”
30
Alat pendidikan yang normativ yang preventif dan positif, yaitu keteladanan, anjuran, ajakan, suruhan, pengarahan, dan pembiasaan. Alat
pendidikan normativ yang preventif dan negatif, yaitu contoh untuk dijauhi, peraturan yang memberi larangan dan pengawasan. Selanjutnya alat pendidikan
normativ yang represif dan positif, yaitu isyarat tanda setuju anggukan, kata- kata setuju, puas, pujian, dan hadiah. Yang termasuk alat pendidikan normatif
yang represif dan negatif, yaitu isyarat tanda tidak setuju, teguran, ancaman dan kecaman serta hukuman.
31
b. Alat Pendidikan yang bersifat materi Dalam hal Alat pendidikan berupa materi Zuhairini berpendapat bahwa
“Alat sebagai sarana pendidikan atau sarana belajar mengajar, ataupun alat pengajaran. Alat pendidikan yang bersifat kebendaan tersebut tidak terbatas
pada benda-benda yang bersifat konkret saja, tetapi juga berupa nasihat, tuntutan, bimbingan, contoh, hukuman, ancaman, dan sebagainya.”
32
Dalam pendidikan Islam, alat atau pendekatan pendidikan yang utama adalah teladan, nasihat dan peringatan, yang kesemuanya dapat digunakan sesuai dengan
situasi dan kondisi masing-masing. Jadi alat atau pendekatan pendidikan adalah hal
30
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
31
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
32
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
yang sangat penting, yang dapat menunjang berhasil atau tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agama.
33
4. Lingkungan atau Masyarakat
Dalam hal lingkungan atau masyarakat Muchtar berpendapat, “Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap berhasil atau tidaknya
pendidikan agama. Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang. Seorang anak yang
tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan tumbuh menjadi individu yang baik. Sebaliknya, apabila orang tersebut tinggal dalam lingkungan yang rusak
akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.”
34
Jadi lingkungan dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan jiwa peserta anak didik dalam sikap akhlak dan perasaan agamanya.
Untuk menghadapi pengaruh lingkungan yang negatif yang dapat membahayakan akhlak dan moral, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara
lain: 1. Perlu diadakan seleksi terhadap kebudayaan yang masuk, agar unsur-unsur
negatif dapat dihindarkan 2. Pendidikan agama Islam baik formal atau non formal perlu di intensifkan
33
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 29
34
Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 75
3. Perlu diadakannya biro konsultasi konsultan pendidikan yang bersifat independen untuk membantu terwujudnya kualitas pendidikan yang
diharapkan 4. Adanya Political Will dari pemerintah setempat yang mendukung misi
pendidikan yang lebih moralitas.
35
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam membuat karakter anak didik. Mengambil yang positif dan menolak segala bentuk
kebudayaan yang negatif yang dapat merusak moral generasi penerus.
B. Kerangka Berfikir
Ditinjau dari perkembangan manusia secara luas, pendidikan pada dasarnya tidak terbatas pada aspek tertentu. Pendidikan akan selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan, sosial, dan kebudayaan. Dasar pendidikan yang penting adalah long life education
pendidikan seumur hidup . Dalam pendidikan Islam, pendidikan berlangsung seumur hidup yang dimulai
dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ini mengacu kepada pendidikan formal dan nonformal. Di mana pendidikan non-formal merupakan pendidikan
masyarakat luas, khususnya dalam lingkungan masyarakat, memiliki peranan dan tanggungjawab terhadap Islam bagi anggota masyarakat. Masyarakat hendaknya
biasa meyediakan berbagai faktor pendukung atau fasilitas dalam menggalakan
35
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
pelaksanaan ibadah bagi terlaksananya pendidikan Islam. Fasilitas tersebut tidak hanya fisik tetapi juga nonfisik. Fasilitas yang dibutuhkan dapat diusahakan dengan
kerjasama antar keluarga, sekolah dan masyarakat. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan dua jalan yaitu secara formal dan non-formal. Adapun secara non-formal,
pendidikan agama dilaksanakan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Wujud dari pendidikan agama nonformal tersebut adalah pengajian atau penerangan Islam
Majlis Ta’lim.
Be git u pu la da la m lin gk u n ga n m a sya r a k a t u m u m , k h u su sn ya pa da lin gk u n ga n RW 0 1
Ke lu r a h a n Te ga l Pa r a n g, Ke ca m a t a n M a m pa n g Pr a pa t a n Ja k a r t a Se la t a n ya n g pe n du du k n y a da t a n g
da r i be r ba ga i da e r a h da n m e m pu n ya i la t a r be la k a n g ya n g be r be da . Ole h se ba b it u , le m ba ga M a j lis Ta ’lim
sa n ga n t dipe r lu k a n u n t u k t e r la k sa n a n ya pe n ye le n gga r a a n pe n didik a n I sla m , gu n a m e m bin a
m e n t a l da n m or a l m a sy a r a k a t n ya , ya n g dih a r a pk a n pa da gilir a n n ya n a n t iu m a sya r a k a t RW 0 1 da pa t
m e n a j a di m a sya r a k a t ya n g I sla m i a t a u pa lin g t ida k m e n ga n t isipa si da m pa k n e ga t if da r i pe n ga r u h
lin gk u n ga n da n k e m a j u a n t e k n ologi. Se h in gga w a la u pu n lin gk u n ga n m a sya r a k a t k om ple k s da la m
be r ba ga i h a l a ga m a n ya t e t a p e k sis da la m k e h idu pa n m e r e k a se h a r i- h a r i.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan agama dalam majelis ta’lim kaum ibu dalam pembinaan keluarga. Untuk itu penulis ingin
mendapatkan informasi atau gambaran tentang beberapa kegiatan majelis ta’lim yang terdapat di RW 01. Faktor yang pemilihan majelis taklim di RW 01, karena para ibu-
ibu yang datang ke pengajian ini datang dari berbagai daerah dan profesi yang plural.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penulis memilih tempat yang menjadi lapangan penelitian adalah majelis ta’lim Nurul Yaqin, majelis ta’lim Raudhatul Jannah dan majelis ta’lim As Shobirin di RW
01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 15 Desember 2004 sampai 15 Januari
2005.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam metodologi penelitian, “Kelompok besar obyek penelitian disebut dengan populasi subyek atau populasi penelitian, sedangkan bagian dari kelompok
yang mewakili kelompok besar itu disebut dengan sample subyek atau sample penelitian.”
36
Penelitian ini meliputi warga masyarakat muslim yang ikut dalam kegiatan pendidikan agama Islam majelis ta’lim kaum ibu di RW 01 Kelurahan Tegal Parang.
Tiga majelis ta’lim yang penulis ambil sebagai objek penelitian mempunyai jumlah jama’ah yang relatif. Yaitu kurang lebih 150 orang, sedangkan yang dijadikan
sampel adalah sebanyak 120 orang.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Sumber data penelitian ini adalah jama’ah kaum ibu yang mengikuti kegiatan pengajian yang diselenggarakan di RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan
Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Adapun Instrumen pengukuran penelitian berbentuk :
1. Observasi
Dalam pengumpulan data, penulis turun langsung ke lokasi penelitian sehingga penulis mendapatkan data yang lebih obyektif. yaitu dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap masalah yang diteliti di tiga majelis ta’lim Observasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang kongkrit tentang
kondisi obyektif tiga majelis ta’lim, yaitu tentang keadaan guru, anggota majelis taklim dan kitab yang diajarkan
36
H. Moh. Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993, cet. ke 4
2. Wawancara
Wawancara sering juga disebut dengan interview atau questionare lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari terwawancara. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan pimpinan Majlis Ta’lim.
3. Angket. Angket ini merupakan daftar pertanyaan mengenai suatu hal untuk
mendapatkan jawaban dari responden. Adapunj respondennya adalah sampel yang terdiri dari jama’ah Majlis Ta’lim yang mengikuti pengajian di Majlis
Ta’lim, dan yang diteliti sebanyak 120 orang.
E. Metode Penelitian.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian adalah : 1. Metode Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data atau
informasi yang didapat dari kajian-kajian sumber bacaan yang digunakan sebagai dasar penunjang dalam menganalisa masalah-masalh yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. 2. Metode penelitian lapangan, yaitu mengumpulkan data-data dan informasi
yang diperoleh secara langsung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dari wilayah atau tempat yang dijadikan obyek penelitian yaitu di
RW 01 Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
F. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dioleh dan deskripsikan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh
kesimpulan. Dalam tehnik analisa data yang digunakan adalah deskriptif analisis, karena
data yang diperoleh penelitian ini lebih banyak bersifat kualitatif, maka dengan sendirinya dalam penganalisaan data-data penulis lebih banyak menganalisis .
Data kualitatif dikemukakan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kategori pendidikan dapat diambil kesimpulan . Yang dianalisa adalah data tentang
kegiatan Majlis Ta’lim dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembinaan akhlak, yang bersumber dari hasil observasi, wawancara dan angket.
Data kualitatif, yaitu analisa yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka dengan cara menggunakan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan
selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan statistik sederhana untuk memperoleh hasil penelitian. Untuk data kuantitatif penulis menggunakan
perhitungan persentase dari hasil angket .
RUMUS PERHITUNGAN N0. Prosentase
Penafsiran
01 100
Seluruhnya 02
90 - 99 Hampir seluruhnya
04 60 - 89
Sebagian besar 05
51 - 59 Lebih dari setengahnya
06 - 50
Setenganhnya 07
40 - 49 Hampir setengahnya
08 10 - 39
Sebagian kecil 09
1 - 9 Sedikit sekali
10 Tidak ada sama seklai
Sedangkan rumus perhitungannya adalah :
X = FN x 100
Keterangan : X
= Persentase F
= Frekuensi
N = Jumlah Keseluruhan
BAB IV HASIL PENELITIAN