Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

(1)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

TESIS

Oleh

SAFARUDDIN RUSDY

087017072/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAFARUDDIN RUSDY

087017072/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM

MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

Nama Mahasiswa : Safaruddin Rusdy

Nomor Pokok : 087017072

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Drs. Firman Syarif, M.Si. Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 18 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA

Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak

2. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak 3. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2011 Yang membuat pernyataan,

(Safaruddin Rusdy)


(6)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

ABSTRAK

Tingkat kesehatan perusahaan perlu diketahui dan dianalisis oleh para pengguna laporan keuangan dengan tujuan melakukan tindakan yang tepat dan proporsional penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu yang berkelanjutan, tentang rasio-rasio keuangan yang berpengaruh dalam memprediksi kesehatan perusahaan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan mengenai fakta empiris atas faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009. Penelitian ini menganalisis 11 (sebelas) rasio keuangan yang dianggap mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009, yaitu Gross Profit Margin, Net Profit Margin,

Return on Assets, Current Ratio, Cash Ratio, Current Assets to Total Assets Ratio, Total Assets Turn Over, Debt Assets Ratio, Current Liabilities to Assets Ratio, Pretax Profit Margin, dan Corporate Tax to Turn Over Ratio.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009, yaitu sebanyak 70 perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan atas kriteria tertentu (purposive sampling), selanjutnya sampel yang memenuhi kriteria yang ditentukan berjumlah 35 perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder gabungan antara data time

series dan cross sectional. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini adalah regresi logistik pada tingkat signifikansi á=5%.

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa model regresi yang terbentuk mampu menjelaskan variasi variabel bebas yang diuji sebesar 91,1% dan sisanya sebesar 8,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 6 rasio keuangan yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesehatan perusahaan. Rasio tersebut adalah Return on Assets (X3), Curent Ratio (X4), Cash Ratio (X5), Debt Assets Ratio (X8), Current Liabilities to Assets Ratio (X9), dan Pretax Profit Margin (X10). Adapun ketepatan model memprediksi kondisi perusahaan yang tidak sehat adalah sebesar 93,9% dan ketepatan model memprediksi kondisi perusahaan yang sehat adalah sebesar 97,2%. Secara keseluruhan, tingkat akurasi model dalam memprediksi tingkat kesehatan perusahaan adalah 96,2%.

Kata Kunci: Z-score, Regresi Logistik, Kesehatan Perusahaan, Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.


(7)

ANALYZE OF FINANCIAL RATIOS IN HEALTHY CONDITION PALM OIL PLANTATION COMPANY LISTING IN MEDAN MEDIUM

TAX SERVICE OFFICE

ABSTRACT

The condition of companys health had to known and analyze by users of

financial report in order to do correct and proportional actions. This research is replica of research from several continuously research before, about financial ratios

that affect in predicting company’s health. The purpose of this research is to get

clarity about empiric fact of the factors influence the the healthy condition of palm oil plantation company listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009. This research analyze 11 (eleven) financial ratios which regarded influence healthy condition palm oil plantation company listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009, such as: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Current Ratio, Cash Ratio, Current Assets to Total Assets Ratio, Total Assets Turn Over, Debt Assets Ratio, Current Liabilities to Assets Ratio, Pretax Profit Margin, and Corporate Tax to Turn Over Ratio.

Population in this research are palm oil plantation companies listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009 amount 70 companies. Sample used in this research based on purposive sampling. Furthermore, the sample got as determined criteria amount 35 companies. Kind of data used in this research are secondary data join between time series and cross sectional dimension. The statistic method which is used to test on the research hypothesis is logistic regression

with á=5% as level of significance.

Analyzing result shows that that regression modle can explain variation of examined predictors at 91,1% and 8,9% remain influenced by another variable which is not used in this research. This research is also show that there are 6 financial ratios partially significant influence to the healty condition of palm oil plantation company. They are Return on Assets (X3), Curent Ratio (X4), Cash Ratio (X5), Debt Assets Ratio (X8), Current Liabilities to Assets Ratio (X9), and Pretax Profit Margin (X10). As for, the accuracy of model in predicting unhealth companies is 93,9% and the accuracy of model in predicting health company is 97,2%. Overall, the accuracy level of model in predicting the companies healthy level is 96,2%.

Keywords: Z-score, Logistic Regression, Company’s Health, Palm Oil Plantation


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas, penulis menyampaikan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, oleh karena dorongan rahmat, kurnia dan ridhoNya yang berkelimpahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Dalam menyelesaikan usulan tesis ini tentu saja penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan, kendala-kendala dan hambatan-hambatan, akan tetapi berkat bantuan, bimbingan, petunjuk dan masukan dari berbagai pihak lainnya penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Sekolah Pascasarjana.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MBA, MAFIS, Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembanding Utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini. 4. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si. Ak., selaku Anggota Komisi Dosen Pembimbing

yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si. Ak, selaku Anggota Komisi Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.


(9)

6. Ibu Dr. Sri Mulyani, M.Si. Ak, selaku Anggota Komisi Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA., Ak., selaku Anggota Komisi Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

8. Kedua orang tua penulis, H. Ahmad Idris Hasibuan (alm) dan Hj. Rodhiana Yus yang saya hormati, Istri tercinta Novita Sari beserta anak-anak tersayang: Ayyash, Kaysan dan Danish yang telah memberikan segala cinta dan perhatiannya yang begitu besar, sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan cita-cita dan harapan keluarga.

9. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tebing Tinggi (Ibu Risdawati) dan rekan-rekan fungsional yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam penyelesauian tesis ini di tengah kesibukan penulis dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.

10. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan (Bapak Harry Gumelar), Kepala Seksi Waskon III (Ibu Vivi Rosvika) dan rekan-rekan AR dan Pegawai KPP Madya Medan, Rokhmat, Mas Rahman, Kak Efriyanti, Tugino dan lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

11. Abang dan kakak yang ada pada Sekretariat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, kak Dori, bang Ari, kak Yusna dan lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu.

12. Pihak-pihak lainnya; Anggi, Nanda, Asep, Ibrahim, serta rekan-rekan mahasiswa satu almamater di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin penulis sebut namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyajian maupun dari segi penyusunannya. Untuk itu penulis sangat


(10)

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna penyempurnaan tesis ini pada masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi rekan mahasiswa/i.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

N a m a : Safaruddin Rusdy

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 23 Januari 1978 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Desa Bangun Sari Dusun VII Gg. Dwi Warna No. 84, Kec. Tg. Morawa, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara

Telepon : 081260386601

Pendidikan

Tahun 2008 – 2011 : S2 Program Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara, Medan

Tahun 2002 – 2004 : D-IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Jakarta

Tahun 1996 – 1999 : D-III Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Jakarta

Tahun 1993 – 1996 : SMA Negeri 5 Medan Tahun 1990 – 1993 : SMP Negeri 1 Tg. Morawa

Tahun 1984 – 1990 : SD Negeri 101887, Desa Bangun Sari, Kec. Tg. Morawa

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah Sumatera Utara II, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tebing Tinggi


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 12

I.3. Tujuan Penelitian ... 13

I.4. Manfaat Penelitian ... 13

I.5. Originalitas Penelitian ... 14

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 16 II.1. Landasan Teori ... 16

II.1.1. Laporan Keuangan ... 16

II.1.2. Analisis Laporan Keuangan ... 19

II.1.3. Analisis Rasio Keuangan ... 21

II.1.4. Rasio-rasio Keuangan ... 24

II.1.5. Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha... 28

II.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 35

BAB III :KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 50 III.1. Kerangka Konseptual ... 50


(13)

BAB IV

:

METODE PENELITIAN

54

IV.1. Jenis Penelitian ... 54

IV.2. Lokasi Penelitian ... 54

IV.3. Populasi dan Sampel ... 55

IV.4. Metode Pengumpulan Data ... 56

IV.4.1. Data Penelitian ... 56

IV.4.2. Teknik Pengumpulan Data ... 57

IV.5. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel .. 57

IV.5.1. Variabel Penelitian ... 57

IV.5.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 58

IV.6. Metode dan Teknik Analisis Data ... 61

IV.6.1. Pembentukan Model ... 62

IV.6.2. Uji Hipotesis ... 63

BAB V

:

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

67

V.1. Deskripsi Data Penelitian ... 67

V.2. Hasil Penelitian dan Interpretasi ... 69

V.2.1. Pembentukan Model ... 69

V.2.2. Pengujian Hipotesis ... 72

V.3. Pembahasan ... 79

V.3.1. Pembahasan Uji Hipotesis ke-1... 79

V.3.2. Pembahasan Uji Hipotesis ke-2... 80

BAB VI

:

KESIMPULAN DAN SARAN

83

VI.1. Kesimpulan... 83

VI.2. Keterbatasan Penelitian ... 84

VI.3. Saran ... 85


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Review Penelitian Terdahulu ... 44

4.1. Seleksi Sampel ... 56

4.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 60

5.1. Daftar Perusahaan Kondisi Sehat dan Tidak Sehat ... 68

5.2. Statistik Deskriptif ... 69

5.3. Variable in the Equation ... 70

5.4. Hasil Analisis Regresi Logistik ... 73

5.5. Tingkat Signifikansi Variabel-variabel Bebas ... 74

5.6. Prediksi Tingkat Kesehatan Perusahaan ... 75

5.7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 77

5.8. Hasil Uji Beda Rata-rata ... 78


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data-data Keuangan Perusahaan ... 90 2. Rasio-rasio Keuangan Perusahaan ... 98


(17)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TERDAFTAR

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN

ABSTRAK

Tingkat kesehatan perusahaan perlu diketahui dan dianalisis oleh para pengguna laporan keuangan dengan tujuan melakukan tindakan yang tepat dan proporsional penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu yang berkelanjutan, tentang rasio-rasio keuangan yang berpengaruh dalam memprediksi kesehatan perusahaan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan mengenai fakta empiris atas faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009. Penelitian ini menganalisis 11 (sebelas) rasio keuangan yang dianggap mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009, yaitu Gross Profit Margin, Net Profit Margin,

Return on Assets, Current Ratio, Cash Ratio, Current Assets to Total Assets Ratio, Total Assets Turn Over, Debt Assets Ratio, Current Liabilities to Assets Ratio, Pretax Profit Margin, dan Corporate Tax to Turn Over Ratio.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dari tahun 2007 sampai dengan 2009, yaitu sebanyak 70 perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan atas kriteria tertentu (purposive sampling), selanjutnya sampel yang memenuhi kriteria yang ditentukan berjumlah 35 perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder gabungan antara data time

series dan cross sectional. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini adalah regresi logistik pada tingkat signifikansi á=5%.

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa model regresi yang terbentuk mampu menjelaskan variasi variabel bebas yang diuji sebesar 91,1% dan sisanya sebesar 8,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 6 rasio keuangan yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesehatan perusahaan. Rasio tersebut adalah Return on Assets (X3), Curent Ratio (X4), Cash Ratio (X5), Debt Assets Ratio (X8), Current Liabilities to Assets Ratio (X9), dan Pretax Profit Margin (X10). Adapun ketepatan model memprediksi kondisi perusahaan yang tidak sehat adalah sebesar 93,9% dan ketepatan model memprediksi kondisi perusahaan yang sehat adalah sebesar 97,2%. Secara keseluruhan, tingkat akurasi model dalam memprediksi tingkat kesehatan perusahaan adalah 96,2%.

Kata Kunci: Z-score, Regresi Logistik, Kesehatan Perusahaan, Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.


(18)

ANALYZE OF FINANCIAL RATIOS IN HEALTHY CONDITION PALM OIL PLANTATION COMPANY LISTING IN MEDAN MEDIUM

TAX SERVICE OFFICE

ABSTRACT

The condition of companys health had to known and analyze by users of

financial report in order to do correct and proportional actions. This research is replica of research from several continuously research before, about financial ratios

that affect in predicting company’s health. The purpose of this research is to get

clarity about empiric fact of the factors influence the the healthy condition of palm oil plantation company listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009. This research analyze 11 (eleven) financial ratios which regarded influence healthy condition palm oil plantation company listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009, such as: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Current Ratio, Cash Ratio, Current Assets to Total Assets Ratio, Total Assets Turn Over, Debt Assets Ratio, Current Liabilities to Assets Ratio, Pretax Profit Margin, and Corporate Tax to Turn Over Ratio.

Population in this research are palm oil plantation companies listing in Medan Medium Tax Service Office at years 2007 until 2009 amount 70 companies. Sample used in this research based on purposive sampling. Furthermore, the sample got as determined criteria amount 35 companies. Kind of data used in this research are secondary data join between time series and cross sectional dimension. The statistic method which is used to test on the research hypothesis is logistic regression

with á=5% as level of significance.

Analyzing result shows that that regression modle can explain variation of examined predictors at 91,1% and 8,9% remain influenced by another variable which is not used in this research. This research is also show that there are 6 financial ratios partially significant influence to the healty condition of palm oil plantation company. They are Return on Assets (X3), Curent Ratio (X4), Cash Ratio (X5), Debt Assets Ratio (X8), Current Liabilities to Assets Ratio (X9), and Pretax Profit Margin (X10). As for, the accuracy of model in predicting unhealth companies is 93,9% and the accuracy of model in predicting health company is 97,2%. Overall, the accuracy level of model in predicting the companies healthy level is 96,2%.

Keywords: Z-score, Logistic Regression, Company’s Health, Palm Oil Plantation


(19)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Menurut Saragih (1998), pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, (a) kelapa sawit merupakan penggerak utama (prime mover) pengembangan agribisnis kelapa sawit mulai dari hulu hingga ke hilir, (b) pembangunan sub sektor kelapa sawit merupakan penyedia lapangan kerja yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan petani; (c) kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang memiliki andil besar dalam menghasilkan devisa negara.

Menurut Hasan, et.al., (2003), sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia masih vital baik dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) maupun sebagai penyumbang devisa negara dan penyerap tenaga kerja serta penyedia bahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Di samping itu, pertanian sesungguhnya dapat menjadi keuntungan komparasi (comparative

advantage), yaitu bila bangsa mampu memproduksi barang dan jasa secara

berkelanjutan sesuai dengan sumber dayanya yang melimpah.

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara,


(20)

penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia (Loekman, et.al, 1991).

Menurut Sitorus, et.al., (2010), dalam 10 tahun terakhir, industri kelapa sawit mengalami booming dengan beberapa alasan terutama kebutuhan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Faktor pendukung di luar itu adalah tekanan terhadap pengurangan bahan bakar fosil secara global. Dengan paradigma pertumbuhan ekonomi, pemerintah melihat bahwa industri kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa negara dari pajak. Ekspansi perkebunan kelapa sawit pada saat ini telah meluas hampir ke semua kepulauan besar di Indonesia. Selama 19 tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata 315.000 Ha/tahun. Sampai saat ini Indonesia memiliki kurang lebih 7 juta hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit. Di luar itu, sekitar 18 juta hektar hutan telah dibuka atas nama ekspansi perkebunan kelapa sawit. Trend perluasan perkebunan kelapa sawit sekarang bergerak ke wilayah Sulawesi, Kalimantan dan Papua yang sebelumnya dominan di pulau Sumatera.

Sumatera Utara sebagai salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia menghasilkan rata-rata 1,7 juta ton CPO per tahun. Jumlah ini mencapai 8,23% dari total produksi CPO nasional per tahun. Luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara setiap tahun juga mengalami peningkatan. Peningkatan luas ini terjadi karena konversi lahan pertanian khususnya sawah, terutama di daerah Langkat, Serdang Bedagai dan Labuhan Batu. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir


(21)

(2005-2009), luas areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara telah tumbuh pesat di mana pada tahun 2005 baru seluas 894.911 ha namun pada tahun 2009 telah menjadi 1.138.908 ha. Diperkirakan minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling banyak diproduksi, dikonsumsi dan paling banyak diperdagangkan di dunia (Sitorus, et.al, 2010).

Dalam kaitannya dengan devisa negara dari pajak, pertumbuhan tertinggi penerimaan pajak pada periode Januari-Maret 2008 adalah dari sektor perkebunan dan kehutanan, terutama CPO di mana pertumbuhannya hampir 150%. Pertumbuhan sektor CPO telah mendorong pertumbuhan pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan pajak penjualan. Pada periode Januari hingga Maret 2008 PPh tumbuh 40,07%, PBB tumbuh 44,1% dan PPn 48,6%. Pertumbuhan sektor CPO memberikan kontribusi penerimaan pajak yang cukup besar di PBB, PPh dan PPn. Karena ia menyangkut perluasan lahan, peningkatan produksi dan transaksi penjualan hasil produksi (Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, 2008).

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sudah mulai lagi mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan kelapa sawit. Rencananya, langkah awal dengan menangani 15 perusahaan kelapa sawit terbesar. Pemeriksaan terhadap 15 perusahaan kelapa sawit itu di luar pemeriksaan pajak tiga perusahaan kelapa sawit yang sebelumnya telah diperiksa pembayaran pajaknya.

Penelusuran data pembayaran pajak 15 perusahaan kelapa sawit dilakukan karena Ditjen Pajak menemukan secara umum perusahaan-perusahaan tersebut kurang pembayaran pajaknya. Secara umum, mereka kurang bayar pajaknya, di mana


(22)

growth-nya tinggi tapi jumlah pembayaran pajaknya tidak besar. Mekanisme

pemeriksaan pembayaran pajak 15 perusahaan kelapa sawit itu dilakukan dengan cara membandingkan data perpajakan dengan laporan keuangan mereka. Ditjen Pajak akan melakukan benchmark terlebih dahulu dengan melihat luas kebun, struktur umur tanaman, kemudian lokasi lahan ada di Sumatera bagian Utara atau di Kalimantan. Penelusuran data perpajakan dilakukan karena penerimaan pajak dari sektor pertanian dan perkebunan kelapa sawit mengalami lonjakan yang sangat tinggi pada triwulan I 2008. Jika dibanding tahun lalu, penerimaan pajak di sektor ini naik hampir 150%. Pertumbuhan penerimaan dari sektor pertanian dan perkebunan kelapa sawit mencapai Rp. 4 triliun (Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, 2008).

Adapun Sumatera Utara hingga Mei 2008 telah berhasil meraih devisa sebesar USD 1,553 miliar dari ekspor CPO dan produk turunannya sebanyak 1,833 juta ton. Dibanding periode sama tahun lalu, volume dan nilai ekspor CPO dan produk turunannya tahun ini meningkat drastis. Pada Januari–Mei 2007, volume ekspor masih 751.180 ton senilai USD 587,919 juta (Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, 2008).

Saat ini terdapat sekitar 400-an perusahaan kelapa sawit dan produk turunannya yang berskala nasional di Sumatera Utara. Adalah hal yang menarik untuk menganalisis kinerja perusahaan-perusahaan kelapa sawit tersebut. Beberapa kasus besar terjadi pada perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam kurun waktu


(23)

beberapa tahun terakhir. Diantaranya adalah bangkrutnya PT. Berkah Sawit Sumatera dan kasus pajak Asian Agri Group dan PT. Permata Hijau Sawit.

PT. Berkah Sawit Sumatera (BSS) yang diwakili Direktur Wijayanto melalui kuasa hukumnya, H. Refman Basri, SH. MBA mengajukan permohonan pailit dalam persidangan niaga pada Pengadilan Negeri Medan. Dalam persidangan tersebut, pengajuan permohonan pailit yang dilakukan oleh PT. Berkah Sawit Sumatera yang beralamat di Desa Sampali Kecamatan Percut Seituan Kabupaten Deli Serdang karena sudah tidak sanggup lagi membayar hutang kepada 63 kreditur yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih. Total hutang Pemohon kepada para termohon baik kepada pihak bank maupun suplier sebesar Rp. 584.508.046.301,- sedangkan total aset yang dimiliki oleh perusahaan hanya Rp. 77.148.830.751,-. (bisnisnews.com, 30/10/2009).

Untuk kasus pajak pertama, Direktorat Jendral Pajak menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perpajakan menyangkut Asian Agri Group. Dari 15 perusahaan di group itu, satu perusahaan tidak ada kegiatan usahanya sehingga pemeriksaan difokuskan pada 14 perusahaan. Kegiatan 14 perusahaan itu adalah di bidang perkebunan dan pengolahan minyak sawit, serta kegiatan lain yang terkait dengan itu seperti ekspor dan impornya. Modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri Group adalah dengan menggelembungkan biaya sebesar Rp. 1,5 triliun, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor Rp. 232 miliar, dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp. 889 miliar, sehingga isi SPT yang disampaikan tidak benar


(24)

(Darmin Nasution; Diretur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Mei 2007).

Pada kasus PT. Permata Hijau Sawit, Kepala Kantor Wilayah Pajak Sumatera Ramran Brahmana mengungkapkan pemeriksaan terhadap Permata Hijau dilakukan karena sejarah pembayaran pajaknya mencurigakan. Bila dilihat dari omzet, pajak penghasilan badannya hanya 0,32 persen atau tidak sampai 1 persen penghasilan sebelum kena pajak. Meski pajaknya rendah, di sisi lain, Permata Hijau terus meminta restitusi pajak pertambahan nilai sehingga perusahaan sawit di Sumatera Utara itu terindikasi tidak pernah memberikan sumbangan pajak kepada negara (Koran Tempo, 20 Mei 2010).

Beberapa kasus pajak yang sedang dialami perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya tersebut dapat berimplikasi pada penurunan citra, kinerja dan kesulitan keuangan bahkan kebangkrutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, perbuatan yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut diancam pidana bidang perpajakan dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Hal ini tentunya akan mengganggu kesehatan keuangan perusahaan tersebut dan mungkin akan berujung pada kebangkrutan seperti yang terjadi pada PT. Berkah Sawit Sumatera.


(25)

Kinerja perusahaan salah satunya tercermin dari laporan keuangannya. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja dan potensi atau peluang kemajuan perusahaan, yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan. Agar informasi keuangan tersebut menjadi lebih informatif dan mudah dipahami, data keuangan tersebut harus dievaluasi dan dianalisis dengan teknik-teknik keuangan. Hal ini ditempuh dengan melakukan analisis laporan keuangan.

Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Foster (1986) menyatakan ada empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan, yaitu: 1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar

waktu.

2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.

3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan.

4. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress).

Chen (1981) menyebutkan bahwa rasio keuangan banyak dipakai oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan terbukti berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun yang tidak sehat (Gamayuni, 2006). Rasio merupakan pedoman yang bermanfaat dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan


(26)

mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau perusahaan-perusahaan lain (Gamayuni, 2006).

Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003). Pernyataan kebangkrutan adalah masalah hukum yang timbul karena kreditur atau pihak tertentu mengajukan gugatan kebangkrutan (Tarmizi dan Willyanto, 2003).

Financial Distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress

perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan (Almilia dan Kristijadi, 2003). Untuk mengantisipasi munculnya kesulitan keuangan pada bank, perlu disusun suatu sistem yang dapat memberikan peringatan dini (early warning) adanya problematik keuangan yang mengancam operasional bank (Muliaman, dkk, 2004).

Menurut Foster (1986) terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan (financial distress):

1. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.

2. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.


(27)

3. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variabel keuangan.

4. Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi.

Ada dua macam kegagalan, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi suatu perusahaan dikaitkan dengan ketidakseimbangaan antara pendapatan dan pengeluaran. Adapun kegagalan keuangan adalah ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajibannya yang telah jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi kewajibannya (Aryati dan Manao, 2000). Salah satu dari kebanyakan penyebab kebangkrutan perusahaan dimulai dari kegagalan keuangan. Indikator keuangan inilah yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan.

Studi mengenai rasio keuangan dalam menilai kinerja perusahaan dengan prediksi kebangkrutan dimulai oleh Beaver (1967, dalam Lisetyati, 2000) yang membuktikan secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kegagalan perusahaan. Dalam studinya Beaver membuat lima kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai prediktor. Kelompok rasio tersebut terdiri dari: cash flow to total debt ratio, net income to total

asset ratio, current asset to current liabilities, total debt to total asset ratio, working capital to total asset ratio. Kelima rasio keuangan tersebut kemudian diuji tingkat


(28)

pengklasifikasian suatu perusahaan. Dari penelitiannya tersebut terlihat bahwa rasio-rasio keuangan memiliki kemampuan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan. Dalam penelitian ini terlihat bahwa rasio-rasio keuangan memiliki kemampuan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan.

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Altman (1968) dan Gilbert (1990). Penelitian tersebut menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Altman menggunakan multiple discriminant analysis untuk menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Kelima rasio keuangan tersebut adalah: Working capital to total asset ratio, retained

earnings to total assets, earnings before interests and taxes to total assets, market value of equity to book value of total debts, sales to total assets.

Hasil penelitiannya menunjukkan adanya penurunan kekuatan prediksi rasio keuangan untuk periode waktu yang lama. Altman juga menemukan bahwa rasio-rasio tertentu terutama likuiditas dan leverage memberikan kontribusi terbesar dalam mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Altman juga memunculkan formula Z score untuk menentukan kondisi kesehatan perusahaan.

Almilia dan Herdiningtyas (2005) melakukan penelitian terhadap 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami kebangkrutan, dan 6 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan dengan menggunakan 7 rasio keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya 2 rasio keuangan yaitu CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan


(29)

pada sektor perbankan. Penelitian lain yang mengembangkan rasio keuangan dalam industri perbankan sebagai prediktor kondisi kesehatan dan kegagalan bank dibuktikan oleh Thomson (1991), Whalen dan Thomson (1988), Aryati dan Manao (2000), dan Tarmizi dan Willyanto (2003). Adapun Machfoedz (1994) dan Zainuddin dan Hartono (1999) melakukan penelitian dengan menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi perkembangan laba perusahaan.

Platt dan Platt (2002) melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan otomotif yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami financial

distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk menentukan rasio

keuangan yang paling dominan untuk memprediksi adanya financial distress. Temuan dari penelitian ini adalah:

a. Variabel EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cash flow

growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan

akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

b. Variabel net fixed assets/total assets, long-term debt/equity dan notes

payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan

perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

Sihombing (2008) melakukan penelitian terhadap perusahaan tekstil dan alas kaki yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan 10 rasio keuangan. Hasilnya 10 rasio keuangan tersebut secara signifikan dapat membedakan status


(30)

kondisi kesehatan perusahaan dan rasio gross profit margin (GPM) merupakan faktor dominan dalam membedakan status kondisi kesehatan perusahaan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin meneliti kondisi kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berada di Sumatera Utara mengingat beberapa fakta dan besarnya kontribusi perusahaan tersebut terhadap penerimaan negara dan penerimaan daerah. Selanjutnya penulis menetapkan judul penelitian ini “Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan

Pajak Madya Medan”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah rasio-rasio keuangan yang terdiri dari GPM, NPM, ROA, CR, Cash

Ratio, CATA, TATO, DAR, CLAR, PPM, dan CTTOR berpengaruh secara

serempak dan parsial terhadap kondisi kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan pada periode 2007-2009?

2. Apakah terdapat perbedaan rata-rata rasio-rasio keuangan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sehat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak sehat yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan pada periode 2007-2009?


(31)

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang:

1. Rasio-rasio keuangan yang berpengaruh secara serempak dan parsial terhadap kondisi kesehatan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan pada periode 2007-2009;

2. Perbedaan rata-rata rasio-rasio keuangan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sehat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak sehat yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan pada periode 2007-2009.

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Peneliti

Menambah pengetahuan dan menerapkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan khususnya aplikasi analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi kondisi kesehatan perusahaan.

2. Perusahaan

Dapat dipakai sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan dan melakukan antisipasi awal terhadap kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan dan kebangkrutan.


(32)

3. Petugas Pajak (Fiskus)

Petugas pajak khususnya yang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan konsultasi (Account Representative) dapat menggunakannya dalam memberikan pembinaan sekaligus penggalian potensi pajak.

I.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sihombing (2008) tentang peranan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kesehatan perusahaan tekstil dan alas kaki yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Replikasi dilakukan karena penelitian tentang kesehatan perusahaan yang menggunakan sampel perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih sangat jarang dilakukan. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sementara penelitian ini menggunakan sampel perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Penelitian sebelumnya menggunakan data tahun 2003-2006, sedangkan penelitian ini menggunakan data tahun 2007-2009 sehingga diharapkan hasilnya lebih faktual dan relevan khususnya bagi masyarakat Sumatera Utara. Dalam penelitian ini digunakan model regresi logistik, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan model univariate analysis dan multivariate discriminan analysis. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel bebas 10 rasio keuangan yaitu Current Ratio,

Debt Assets Ratio, Debt Equity Ratio, Equity Multiplier, Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Investment, Return On Equity, Inventory Turn Over, dan


(33)

Total Assets Turn Over. Penelitian ini menggunakan 11 rasio keuangan dengan

mengambil 6 rasio keuangan penelitian sebelumnya dan menambahkan 5 rasio keuangan lainnya sebagai variabel bebasnya. Secara keseluruhan 11 rasio keuangan tersebut adalah Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Current

Ratio, Cash Ratio, Current Assets to Total Assets Ratio, Total Assets Turn Over, Debt Assets Ratio, Current Liabilities to Assets Ratio, Pretax Profit Margin, dan Corporate Tax to Turn Over Ratio.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori II.1.1. Laporan Keuangan

Menurut Baridwan (1992: 17), laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama dua tahun buku yang bersangkutan. Menurut Sundjaja dan Barlian (2001: 47) laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan. Munawir (2001: 2) mendefinisikan bahwa laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan. Dalam Darsono dan Ashari (2005), laporan keuangan adalah informasi yang memuat tentang posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (revisi 2009), laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan


(35)

ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 1 (FASB, 1978), laporan keuangan harus memberikan informasi untuk (1) pengambilan keputusan investasi dan kredit; (2) menilai prospek arus kas; dan (3) menilai sumber daya, klaim atas sumber daya, dan perubahan sumber daya berupa: (a) sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekutias pemilik; (b) kinerja dan laba perusahaan; dan (c) kinerja dan stewardship manajemen. Tujuan ini terangkum dalam penyajian laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan pengungkapan laporan keuangan.

Berdasarkan tujuan tersebut para pengguna laporan keuangan dapat melakukan penilaian dan analisis atas informasi yang dihasilkan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. APB Statement No. 4 (AICPA) menggambarkan tujuan laporan keuangan dengan membaginya menjadi dua, yaitu:

1. Tujuan umum

Menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima.

2. Tujuan khusus

Memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan.


(36)

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mengklasifikasikan pemakai laporan keuangan berdasarkan kepentingan mereka, sebagai berikut:

1. Investor, yang berkepentingan dengan risiko dan hasil investasi dari investasi yang mereka lakukan. Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan apakah mereka akan membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Yang biasa dilihat oleh investor adalah informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen;

2. Kreditor, yang menggunakan informasi akuntansi untuk membantu mereka memutuskan apakah pinjaman dan bunganya dapat dibayar pada waktu jatuh tempo;

3. Pemasok, yang membutuhkan informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya pada saat jatuh tempo;

4. Karyawan, yang membutuhkan informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan, dan kemampuan memberi pensiun dan kesempatan kerja;

5. Pelanggan, yang berkepentingan dengan informasi tentang kelangsungan hidup perusahaan terutama bagi mereka yang memiliki perjanjian jangka panjang dengan perusahaan;

6. Pemerintah, yang berkepentingan dengan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lain-lain;


(37)

7. Masyarakat, yang berkepentingan dengan informasi tentang kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta berbagai aktivitas yang menyertainya.

II.1.2. Analisis Laporan Keuangan

Pankof dan Virgill (1970) dalam Tarmizi dan Willyanto (2003) mengemukakan bahwa manfaat laporan keuangan tidak dapat diukur hanya keakuratannya dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan pada masa lalu tetapi juga harus diukur manfaatnya dalam memprediksi kondisi keuangan perusahaan pada masa yang akan datang. Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi dan analisis trend, akan diperoleh informasi berupa prediksi apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Di sinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan.

Menurut Subramanyam et al. (2005: 3) analisis laporan keuangan merupakan analisis dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis.

Harahap (2006: 197) menyebutkan bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah screening, forcasting, diagnosis, dan evaluation. Penjelasan dari masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut:


(38)

a. Screening, analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan

dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger;

b. Forcasting, analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan

perusahaan di masa yang akan datang;

c. Diagnosis, analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya

masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain;

d. Evaluation, analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional,

efisiensi, dan lain-lain.

Untuk membantu pengguna laporan keuangan dan mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, dapat digunakan berbagai teknik analisis laporan keuangan. Menurut Subramanyam et al. (2005: 30), teknik analisis laporan keuangan yang digunakan adalah:

a. Analisis laporan keuangan komparatif yang dilakukan dengan cara menelaah neraca, daftar laba rugi, atau daftar arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya;

b. Analisis laporan keuangan common-size yaitu menyajikan laporan keuangan dalam bentuk persentase yang dikaitkan dengan suatu jumlah yang dinilai penting misalnya pos-pos neraca terhadap jumlah aktiva atau penjualan untuk laba rugi;

c. Analisis rasio yaitu membandingkan antara pos-pos tertentu dengan pos lain yang memiliki hubungan ekonomis;


(39)

d. Analisis arus kas yaitu menggunakan daftar arus kas untuk melakukan evaluasi sumber dan penggunaan dana atau kas;

e. Penilaian yang biasanya didasarkan pada nilai intrinsik sebuah perusahaan atau sahamnya.

Dari kelima teknik analisis tersebut, analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan (Subramanyam et al., 2005: 36).

II.1.3. Analisis Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos-pos tersebut. Dengan penyederhanaan ini pemakai laporan keuangan dapat menilai secara cepat hubungan antara pos-pos tersebut dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga dapat diperoleh informasi dan memberikan penilaian.

Dibandingkan dengan teknik analisis laporan keuangan lainnya, analisis rasio memiliki keunggulan (Harahap, 2006: 298) sebagai berikut:

a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan;

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit;


(40)

d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi;

e. Menstandarisir ukuran perusahaan;

f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series;

g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Foster (1986: 96) menyebutkan bahwa pengujian data dalam bentuk rasio keuangan didasari motivasi sebagai berikut:

a. Mengontrol perbedaan ukuran yang terjadi antarperusahaan dan antarperiode waktu;

b. Menghasilkan data yang lebih baik untuk memenuhi asumsi yang mendasari penggunaan teknik statistik seperti analisis regresi berganda (misalnya pengujian ada atau tidak gangguan homoskedastisitas);

c. Untuk menyelidiki suatu teori yang menggunakan rasio sebagai variabel yang diteliti;

d. Menggali hasil pengamatan empiris yang secara terus menerus terjadi antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel yang diteliti (misalnya risiko suatu sekuritas atau kemungkinan terjadinya financial distress).

Namun demikian analisis rasio juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya (Keown et al., 1991: 448-449), yaitu:


(41)

a. Kadangkala sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan pada saat perusahaan memiliki lebih dari satu jalur bisnis;

b. Rata-rata industri yang dipublikasikan merupakan angka taksiran dan panduan umum bagi para pemakai serta bukan merupakan rata-rata rasio yang ditentukan secara ilmiah atas semua kejadian pada perusahaan yang mewakili dalam industri;

c. Perbedaan praktik akuntansi diantara perusahaan dan dapat mengarah pada perbedaan perhitungan rasio;

d. Rasio keuangan bisa menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah;

e. Rata-rata industri mungkin tidak menunjukkan target rasio dan perilaku yang diinginkan;

f. Banyak perusahaan berpengalaman secara musiman dalam operasi mereka. Berdasarkan keunggulan dan keterbatasan analisis rasio keuangan di atas, beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis rasio keuangan. Pertama, hubungan matematik yang terbentuk dari suatu rasio keuangan harus menceminkan hubungan ekonomis yang terjadi diantara kedua angka pembentuk rasio. Kedua, rasio keuangan menghilangkan ukuran perusahaan yang diperbandingkan, sehingga analisis sebaiknya dilakukan dengan cara klasifikasi perusahaan untuk kemudian dihitung rasio masing-masing serta rata-ratanya. Ketiga, analisis rasio tidak boleh melupakan asal angka karena angka rasio yang dihasilkan bisa diperoleh dari kombinasi angka negatif pada penyebut dan/atau pembilangnya.


(42)

Keempat, setiap rasio diciptakan untuk analisis tertentu sehingga sebuah rasio tidak bisa untuk memenuhi segala macam kebutuhan.

Pemanfaatan analisis rasio keuangan untuk menggambarkan keeratan hubungan antara rasio keuangan dengan fenomena ekonomi telah dilakukan dalam berbagai penelitian. Pada umumnya analisis terhadap rasio merupakan langkah awal dalam analisis keuangan guna menilai prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan.

II.1.4. Rasio-rasio Keuangan

Pengelompokan rasio keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Darsono dan Ashari, 2005):

a) Rasio Profitabilitas

Profitabilitas (kemampulabaan) merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen perusahaan dan tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan (Sawir, 2005). Rasio profitabilitas yang umumnya digunakan adalah:

1) Gross Profit Margin (GPM). Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga

pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Semakin tinggi angka rasio, semakin baik karena menunjukkan peningkatan presentase laba bersih operasi terhadap hasil penjualannya. Kegunaan rasio ini adalah mutu pengelolaan harga pokok produksi (yang berarti kinerja bagian produksi) dapat dimonitor dari waktu ke


(43)

waktu dan untuk meramalkan besarnya laba kotor pada waktu yang akan datang atas dasar estimasi penjualan.

2) Net Profit Margin (NPM = laba bersih : penjualan bersih). Rasio ini digunakan

untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke waktu dalam hal profitabilitas dan juga dapat dipakai untuk memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya.

3) Return On Asset (ROA= laba bersih : total aktiva). Rasio ini juga sering disebut

Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan, dan dan juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan dan dapat menilai apakah perusahaan efisien memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasionalnya perusahaan. Rasio ini memberikan indikasi kepada kita tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

4) Return On Equity (ROE). Rasio ini memperlihatkan sejauhmanakah perusahaan

mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Rasio ini membuat manajemen dapat melihat secara fokus besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan dari jumlah modal yang ditanam oleh para


(44)

pemegang saham. ROE menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut sebagai rentabilitas usaha (Sawir, 2005). Dari perspektif pemegang saham, rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham.

b) Rasio Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek pada waktunya. Rasio likuiditas yang biasa digunakan adalah rasio lancar (current ratio) dan rasio cair (quick ratio). Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah rasio lancar current ratio.

1) Current ratio (rasio lancar = aktiva lancar : hutang lancar), yaitu kemampuan

aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karaena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tuai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang. Rasio lamcar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas, namun sebaliknya apabila rasio lancarnya terlalu besar menunjukkan bahwa pengelolaan aktiva lancar kurang bagus karena menunjukkan banyaknya dana


(45)

menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan (Sawir, 2005)

2) Cash ratio, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi

hutang lancarnya dengan menggunakan kas atau setara kas (surat-surat berharga).

c) Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan adalah:

1) Total Assets Turn Over (TATO). Kemampuan perusahaan dalam

menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan digambarkan dalam rasio ini sehingga kita dapat mengetahui efektivitas penggunaan seluruh aktiva perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1, kalau perputarannya lambat menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual.

d) Rasio Solvabilitas

Solvabilitas adalah kemampuan untuk membayar utang jangka panjang, baik yang pokok maupun bunganya (Sawir, 2005). Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah:


(46)

1) Debt to Asset Ratio, atau disebut juga leverage atau debt ratio. Rasio ini

menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen.

2) Current Liabilities to Assets Ratio (CLAR). Rasio ini menunjukkan

kemampuan perusahaan melunasi hutang lancar dengan menggunakan keseluruhan aktiva yang dimilikinya.

II.1.5. Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha

Kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan. Model

financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan

tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan (Almilia dan Kristijadi, 2003). Untuk mengantisipasi munculnya kesulitan keuangan pada bank, perlu disusun suatu sistem yang dapat memberikan peringatan dini (early

warning) adanya problematik keuangan yang mengancam operasional bank


(47)

Kesulitan keuangan (financial distress) adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi di mana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang, dan default. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif. Ketidakmampuan melunasi utang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas.

Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat

menyebabkan tindakan hukum.

Beberapa pengertian mengenai financial distress telah dikemukakan oleh para peneliti. Foster (1986: 535) mendefinisikan kesulitan keuangan sebagai masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat diatasi tanpa melakukan perubahan ukuran yang besar terhadap operasi dan struktur perusahaan. Selanjutnya Foster (1986: 536) menyebutkan beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan berupa:

1) Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang;

2) Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya;

3) Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain; dan


(48)

Platt dan Platt (2002: 1) mendefinisikan bahwa kesulitan keuangan adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini pada umumnya ditandai antara lain dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi kesulitan keuangan ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi.

Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aktiva tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat. Di samping itu kesulitan keuangan dapat juga dilihat dari melemahnya kondisi keuangan, kreditur yang mulai mengambil tindakan, pemasok yang mungkin tak mengirim bahan baku secara kredit, investasi modal yang menguntungkan mungkin harus dilepas, dan pembayaran dividen yang terganggu (Keown et al., 1991: 481).

Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Pernyataan kebangkrutan adalah masalah hukum yang timbul karena kreditur atau pihak tertentu mengajukan gugatan kebangkrutan (Tarmizi dan Willyanto, 2003).

Pengetahuan pengguna laporan keuangan tentang prediksi kebangkrutan usaha akan sangat membantu mereka dalam mengambil keputusan dan tindakan ekonomi. Salah satu indikator yang lazim dan sering digunakan dalam mengetahui tingkat


(49)

kebangkrutan perusahaan adalah indikator keuangan. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mempunyai rasio likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas yang rendah.

Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan berikut ini:

1) Manajemen

Kebangkrutan berimplikasi pada berhentinya kelangsungan perusahaan dan munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan. Dengan mendeteksi potensi terjadinya kebangkrutan sejak dini, manajemen dapat melakukan berbagai usaha antisipasi misalnya dengan merestrukturisasi keuangan atau melakukan penggabungan usaha (merger) atau usaha lainnya yang dapat mencegah terjadinya kebangkrutan.

2) Pemberi pinjaman

Informasi kebangkrutan bagi pemberi pinjaman (kreditor) akan bermanfaat dalam memutuskan siapa yang akan diberikan pinjaman beserta risiko pengembaliannya dan selanjutnya bermanfaat dalam mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 3) Investor

Investor yang akan membeli saham atau menanamkan modalnya pada suatu perusahaan sangat berkepentingan dalam melihat kondisi kesehatan perusahaan tempatnya menanamkan modal atau investasi. Hal ini bertujuan agar investasi yang telah dilakukannya tepat serta memberikan keuntungan baginya.


(50)

4) Pemerintah

Pemerintah yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak juga dapat memanfaatkan informasi kebangkrutan suatu perusahaan (Wajib Pajak). Account

Representatif (AR) yang inovatif akan menggunakan informasi tersebut untuk

mengoptimalkan pembayaran pajak Wajib Pajak yang menjadi tanggung-jawabnya serta memberikan saran dan asistensi terhadap Wajib Pajak yang diprediksi mengalami kebangkrutan. Bangkrutnya Wajib Pajak juga merupakan kerugian bagi pemerintah karena adanya pembayaran pajak yang akan hilang.

Darsono dan Ashari (2005), secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasional perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.

Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:

a) Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

b) Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang


(51)

yang terlalu besar juga aakan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

c) Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang ada pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. Kasus bank yang melakukan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit adalah contoh kasus moral hazard di mana manajemen melakukan pelanggaran terhadap rambu-rambu pengelolaan perusahaan.

Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah sebagai berikut:

a) Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b) Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu supplier sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.


(52)

c) Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor agar dapat melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.

d) Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 yang dirubah dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kreditor bisa mempailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.

e) Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan.

f) Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Kasus perkembangan pesat ekonomi Cina yang mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku ke Cina dan kemampuan Cina memproduksi barang dengan harga yang murah adalah contoh kasus perekonomian global yang


(53)

harus diantisipasi oleh perusahaan. Tingginya kebutuhan baja di Cina yang mengakibatkan harga baja naik tajam, mengakibatkan banyak industri pengecoran logam di daerah Klaten bangkrut karena biaya yang mengalami kenaikan sehingga produknya menjadi tidak kompetitif.

II.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah banyak melakukan penelitian mengenai kebangkrutan perusahaan. Penelitian tentang kesulitan keuangan pertama kali dilakukan oleh Beaver pada tahun 1968 (Foster, 1986: 542). Beaver meneliti 79 perusahaan yang gagal dan 79 perusahaan yang tidak gagal dalam periode 1954-1964. Beaver menggunakan analisis univariate analysis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai prediktor dengan 30 variabel bebas dan variabel terikat adalah kategori perusahaan gagal. Kategori perusahaan gagal adalah yang mengalami salah satu peristiwa berikut: bangkrut, bond

default, overdrwan bank account, atau tidak melakukan pembayaran dividen atas

saham preferen. Kelima kelompok rasio tersebut terdiri dari cash flows to total debt

ratio, net income to total assets ratio, current assets to current liabilities ratio, total debt to total assets ratio, dan working capital to total assets ratio. Beaver

menemukan bahwa rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda dengan yang gagal dengan ketepatan prediksi perusahaan gagal sebesar 90% dan tidak gagal sebesar 88%.


(54)

Pada perusahaan yang gagal, cash flows to total debt lebih rendah, cadangan aktiva lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan hutangnya lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak gagal. Kelima rasio keuangan yang digunakan sebagai prediktor tersebut kemudian diuji tingkat kesalahannya yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suatu perusahaan. Selanjutnya hasil pengujian rasio tersebut diranking di mana tingkat persentase kesalahan terkecil dipertimbangkan sebagai “Best Predictor”, berikutnya “Second

Best Predictor” dan seterusnya hingga “The Worst Predictor”. Kesimpulannya,

Beaver menemukan bahwa analisis rasio keuangan terbukti sangat berguna untuk memprediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan secara akurat perusahaan yang akan jatuh bangkrut dan yang tidak.

Altman (1968) dalam penelitiannya yang berjudul “Financial Ratios,

Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Banckruptcy” mencoba satu

penilaian atas kualitas analisis rasio sebagai satu teknik analisis dan prediksi kebangkrutan perusahaan digunakan sebagai kasus ilustrasi. Altman menggunakan

multiple diskriminan analysis dengan menyusun suatu model untuk memprediksi

kebangkrutan perusahaan, yang mana terbukti sangat akurat dalam memprediksi kebangkrutan secara benar. Data yang digunakan adalah perusahaan manufaktur.

Analisis diskriminan menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokkan yang bersifat apriori. Untuk menyelidiki kinerja perusahaan menggunakan rasio profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas sebagai indikasi yang paling efektif dari


(55)

masalah yang akan datang. Altman menemukan lima rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut (Sawir, 2006: 23). Lima jenis rasio yang digunakan Altman adalah working

capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total assets, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total assets.

Dalam penelitiannya, rasio working capital to total assets digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya. Rasio

retained earnings to total assets digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif.

Rasio EBIT to total assets digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio market of value of equity to book value of total debts digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutangnya lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi insolvable. Rasio sales to total assets digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Dari rasio-rasio tersebut, Altman memformulasikan dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula Z-score yang merupakan kombinasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Fungsi diskriminan Z (Zeta) yang ditemukannya adalah:

Z = 1,2 WCTA + 1,4 RETA + 3,3 EBITTA + 0,6 MVEBVL + 1 STA

di mana,

WCTA : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aset) RETA : Retained Earnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aset)


(1)

4. Rasio-rasio keuangan berupa Net Profit Margin (X2), Return on Assets (X3),

Current Ratio (X4), Cash Ratio (X5), Current Assets to Total Assets Ratio (X6), Total Assets Turn Over (X7), Current Liabilities to Assets Ratio (X9), Pretax Profit Margin (X10), dan Corporate Tax to Turn Over Ratio (X11) berbeda

signifikan antara perusahaan kategori sehat dengan perusahaan kategori tidak sehat.

VI.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Petugas Pajak khususnya Account Representatif (AR) yang ada pada KPP Pratama Madya Medan belum menggunakan model-model prediksi dengan memanfaatkan data-data keuangan. Aplikasi penelitian akan lebih baik manakala AR sudah menggunakan model-model prediksi sehingga akurasi model tersebut dapat diuji aplikasinya dalam menganalisis kondisi kesehatan perusahaan.

2. Sampel yang digunakan hanya perusahaan pada satu sektor dan jenis usaha, yaitu sektor perkebunan kelapa sawit. Sehingga analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi kesehatan perusahaan sektor dan jenis usaha lain secara spesifik tidak dapat dilakukan.

3. Populasi yang dipilih hanya dari satu kantor saja, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan yang berada di Sumatera Utara. Keterbatasan ini menyebabkan hasil penelitian ini belum tentu sesuai bila dilakukan pada kantor dan wilayah yang berbeda mengingat setiap kantor dan wilayah memiliki karakteristiknya sendiri.


(2)

4. Prediksi kondisi kesehatan perusahaan hanya menggunakan data-data kuantitatif yaitu angka-angka yang berasal dari laporan keuangan. Penambahan data-data kualitatif mungkin akan menghasilkan prediksi yang lebih akurat dan bersifat umum.

VI.3. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan tersebut, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Petugas Pajak khususnya Account Representatif (AR) dari perusahaan yang diteliti disarankan untuk mengetahui kondisi kesehatan perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya. Para AR dapat menggunakan model prediksi yang dihasilkan untuk mengukur dan memprediksi kondisi kesehatan perusahaannya serta melakukan tindakan perbaikan agar kondisi kesehatan perusahaannya lebih baik Dengan mengetahui kondisi kesehatan perusahaan, AR dapat lebih optimal dalam melakukan penggalian potensi pajak sekaligus melakukan pembinaan khususnya terhadap perusahaan yang tidak sehat dengan memberikan masukan kepada pihak manajemen.

2. Peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis disarankan agar: a) Menggunakan sampel yang lebih luas yang tidak terbatas pada sektor

perkebunan jenis kelapa sawit. Misalnya dengan menambahkan jenis-jenis perkebunan lainnya, diantaranya perkebunan karet, teh, kopi, dan sebagainya yang merupakan kekhasan dari suatu wilayah.


(3)

b) Menggunakan rasio-rasio yang belum diuji sebagai variabel bebasnya dan menambahkan variabel selain rasio keuangan, misalnya umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan variabel kualitatif lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad Akhyar., dan Kurniasih, Eha. 2000. “Analisis Tingkat Kesehatan

Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman (Kasus pada Sepuluh Perusahaan di Indonesia)”. Jurnal Akuntansi

dan Auditing Indonesia, Volume 4, No. 2.

Almilia Luciana Spica, Emanuel Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia,

Vol. 7. No. 2.

Almilia, Luciana Spica. 2006. Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go

Public dengan Menggunakan Analisis Multinominal Logit. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. XII No. 1.

Altman, Edward. I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction

of Corporate Bankcruptcy. The Journal of Finance, Volume 23, Number 4,

New York: American Finance Association.

Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting (7 th Ed.) Yogyakarta: BPFE.

Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Edisi Pertama. Yogyakarta: ANDI.

Foster, George. 1986. Financial Statement Analysis. Second Edition. Singapore: Prentice-Hall International, Inc.

Gamayuni, Rindu Rika. 2006. “Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan

Perusahaan di Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 3, No. 1.

Ghozali, Imam. April 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Hadad, Muliaman D., dkk, Juni 2004. Model Prediksi Kepailitan Bank Umum


(5)

Hair, Joseph F., et al., 2002. Multivariate Data Analysis. 5th Edition. New Jersey: Prentice-Hall International.

Harahap, Sofyan Syafri. 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasan, MF. dan Munir. 2003. Peranan sektor Pertanian dalam Perkembangan

Ekonomi Indonesia: Kasus Produk Perkebunan Kemitraan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat (KPELM). Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Jhon J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert Hasley. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat.

Keown, Arthur J., et al. 1991. Basic Financial Management. 5th Edition. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Loekman, S. dan R. Winahayu. 1991. Kelapa Sawit; Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Lubis, Ade Fatma dan Adi Syahputra. 2008. Pedoman Penulisan Proposal dan Tesis

(Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara). Medan: Waty Grafika.

Lubis, Ade Fatma, Arifin Akhmad, dan Firman Syarif. 2007. Aplikasi SPSS untuk

Penyusunan Skripsi dan Tesis. Medan: USU Press.

Machfoedz, Mas’ud. 1999. Profil Kinerja Perusahaan-perusahaan yang Go Public di Pasar Modal ASEAN. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 14. No.

3.

Munawir, S. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty.

Purbayu, Budi Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel

dan SPSS. Yogyakarta: ANDI.

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana

terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.


(6)

Platt, Harlan D. dan Marjorie B. Platt. 2002. Predicting Corporate Financial and

Distress: Reflection and Choice-Based Sample Bias. Journal of Economics and Financial. Illinois.

Saragih, B. 1998. Mengembangkan Industri Hilir Berbasis Minyak. Bogor: Semai. Sagala, Meyanto Parulian. 2006. Pengaruh Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit

terhadap Pengembangan Wilayah Suamtera Utara. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan

Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sihombing, Daulat. 2008. Peranan Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Tekstil dan Alas Kaki yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sitorus, Hotler P. dan Manginar Situmorang. 2010. Ekspansi Perkebunan Kelapa

Sawit Vs Ketahanan Pangan. Artikel. http://www.kpsmedan.org/

Subramanyam, K.R., John J. Wild, dan Robert F. Halsey. 2005. terj. Analisis Laporan

Keuangan. Edisi Kedelapan, oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu

Harahap. Jakarta: Salemba Empat.

Sundjaja dan Barlian. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Ketiga. Cetakan Kedua. Yogyakarta: BPFE.

Tarmizi Achmad dan Willyanto Kartiko Kusuno. 2003. Analisis Rasio-rasio Keuangan Sebagai Prediktor dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan di Indonesia. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI.

Yulian, Agust. 2010. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial

Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dengan Menggunakan Regresi Logistik. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2011-2013.

0 3 13

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2011-2013).

0 2 15

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2011-2013).

0 2 20

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN TRANSPORTATION SERVICES Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Transportation Services Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 13

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 14

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 16

PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 14

PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 4 15

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur (Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).

0 2 14

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2007-2009).

0 0 13