ANALISIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN BAHAN PELEDAK OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA LAMPUNG (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pol Air Polda Lampung)

(1)

Nobrian Sena Pratama

ABSTRAK

ANALISIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN BAH AN PELE DAK OLEH

KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA LAMPUNG (Study Kasus Di Wilayah Hukum Pol Air Polda Lampung)

Oleh:

Nobrian Sena Pratama

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama kekayaan laut nya yang luar biasa. Akan tetapi potensi sumber daya alam serata posisi geografis membawa konsekuensi negatif jika tidak dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan potensi tersebut menjadi komoditas pelaku tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak untuk kepentingan mereka sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulanagan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak oleh polisi perairan polda lampung dan faktor apa saja yang menjadi penghambat polisi perairan polda lampung dalam penanggulangan tindak pidana penagkapan ikan menggunakan bahan peledak ini.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris adapun sumber dari jenis data dalam penelitian ini adalah primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap Kepolisian Perairan dan dosen hukum bagian pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Ada dua sistem hukum yang digunakan dalam penangan kasus ini yaitu dengan cara refrensif (penal) dan prefentif (non penal) yang selanjutnya dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

Hasil penelitian ini bahwa penanggulan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak oleh kepolisian Perairan polda lampung dilakukan dengan cara : pertama melakukan patroli-patroli pengamanan wilayah laut yang dilakukan rutin oleh kesatuan kepolisian perairan polda lampung untuk mencegah terjadinya tindak pidana dilaut termasuk penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Kedua dengan melakukan penyuluhan atau pemberitahuan yang dilakukan kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan pesisir lampung akan bahaya dan dampak yang akan mereka alami jika mereka melakukan kegiatan


(2)

Nobrian Sena Pratama

penangkapan ikan menggunakan bahan kimia.Lalu yang ketiga menindak tegas para pelaku tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak ini dengan menggunakan jalur hukum (tersangka yang tertangkap dan terbukti bersalah kemudian akan diajukan ke penuntut umum agar dapat dilakukan proses hukum lanjutan). Selanjutnya faktor penghambat kepolisian Perairan dalam penanggulangan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak ini adalah tidak adanya atau jarangnya saksi yang melihat kejadian langsung selain pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak itu sendiri sehingga kepolisian kesulitan untuk membuktikan kegiatan tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana.

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan penerapan hukum pidana (penal) dan sarana (non penal) digunakan untuk penanggulangan kasus tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak ini. Dan diharapkan aparat penegak hukum lebih meningkatkan hubungan dengan masyarakat pantai dan nelayan guna menjaga keamanan dan ketertiban perairan sebagai pemberi informasi tentang akan adanya tindak pidana serta telah terjadinya tindak pidana diwilayah perairan. Kepada masyarakat supaya dapat mengikuti penyuluhan yang dilakukan aparat supaya nantinya dapat menciptakan masyarakat yang sadar dan mengerti hukum.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama kekayaan lautnya yang luar biasa. Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari sisi luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Sebagai negara kepulauan, hampir dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas lautnya sekitar 3,1 juta km2, yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2dan perairan laut teritorial 0,3 km2. Bila ditambah dengan perairan Zona Ekonomi Ekskutif Indonesia (ZEEI), maka secara keseluruhan luas perairan laut Indonesia adalah 5,8 juta km2. Sementara itu, garis pantai yang dimiliki Indonesia mencapai 81.800 km. Garis pantai ini termasuk salah satu garis pantai yang paling panjang di dunia. Sedangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki sangat berlimpah baik di laut , dasar laut maupun tanah di bawahnya menjadi konsekuensi tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk memanfaatkan bagi kesejahtraan bersama.

Akan tetapi potensi sumber daya alam serta posisi geografis membawa konsekuensi negatif jika Indonesia tidak dapat memanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan potensi tersebut menjadi komoditas bagi kepentingan Negara lain untuk dapat memanfaatkan bagi kepentingan mereka.

Setelah konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Konvensi hukum laut Internasional 1982 atau yg disebut dengan United Nations Convention On The Law of The Sae 1982 (UNCLOS 1982) diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985


(4)

dimana konvensi tersebut diberlakukan sebagai hukum positif pada Tanggal 16 November 1994, maka Indonesia sebagai negara kepulauan(Archipelagic state)diakui secarade-jureoleh dunia.

Pengakuan dunia dalam hukum internasional tersebut mengesankan“a defined territory“, sehingga Indonesia memiliki legalitas hukum terhadap wilayah nasionalnya yang meliputi wilayah darat, laut dan udara di atasnya. Demikian pula Indonesia mempunyai kedaulatan dan wewenang untuk menjaga dan mempertahankan intergritas wilayah lautnya, termasuk mengelola dan mengatur orang dan barang yang ada di dalam wilayah tersebut.

Indonesia adalah negara maritim yang memangku kawasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dimana sebagian besar garis batas terluar dengan negara tetangga adalah laut Di samping itu pula Indonesia sebagai kawasan jalur perhubungan ekonomi akan memiliki banyak masalah di laut yang timbul akibat dari tingginya intensitas pemanfaatannya.

Polisi Air sebagai mana fungsinya bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Kepolisian Perairan tingkat pusat dalam rangka melayani Melindungi, mengayomi memelihara keamanan ketertiban masyarakat dan penegakkan hukum di wilayah perairan Indonesia.

Guna melaksanakan fungsi pengamanan tentunya harus ada sarana dan prasarana yang memadai, antara lain harus ada Armada laut yang kuat yang mampu mengawasi seluruh wilayah laut Indonesia terutama wilayah-wilayah yang rawan terjadi tindak kriminal di laut serta SDM yang handal. Di samping itu pula perangkat hukum terutama peraturan perundang-undangan yang ada harus pula menjadi perioritas utama yang dapat memberi keleluasaan bertindak apabila para penegak hukum menemukan tindak kejahatan di laut Sebagai contoh kasus di bidang perikanan yang terjadi di Teluk Lampung :


(5)

Pada tanggal 9 januari 2011 sekitar pukul 10.00 WIB petugas patroli Polisi Air mendapatkan laporan/informasi dari warga nelayan, bahwa perairan lempasing Teluk Lampung ada perahu yang sedang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak , kemudian setelah dilakukan pengecekan ke lokasi yang dimaksud terlihat ada perahu “tanpa nama” yang sedang melakukan aktifitas penyelaman dan sedang mengambil ikan yang menggapung di permukaan air karena tertangkap tangan oleh petugas tersangka sengaja membuang 4 botol handak untuk menghilangkan barang bukti lalu petugas melakukan pemeriksaan terhadap nahkoda dan ABK kapal yang diketahui bernama Rohman, Muslih dan Jaka Mulyadi. Dari pemeriksaan tersebut ditemukan kurang lebih 10 (sepuluh) kilogram ikan campuran yang dalam kondisi yang rusak, 1 (satu) unit kompresor, selang kurang lebih 100 (seratus) meter, masker 2 (dua) buah, morfis 1 (satu) buah, jaring 4 (empat) buah, serok 1 (satu) buah, pisau badik 2(dua) buah, dan botol bahan peledak 9 (sembilan) buah. Selanjutnya untuk tahapan penyidikan lebih lanjut perahu motor “tanpa nama”berukuran 9 x 2 M dengan mesin 6 PK beserta 3 orang tersangka dikawal menuju ke Pos Polisi Air di wilayah Perairan Lempasing Teluk Lampung.

Berdasarkan surat keputusan berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001, Struktur organisasi Pol Airud di bawah Deops Kapolri dengan pejabat Direktur Polairud yaitu Brigjen Pol. Drs. Mudji Santoso, SH yang membawahi Subdit Pol Air dan Subdit Pol Udara dengan pimpinan Subdit Pol Air yang terakhir tahun 2002 dijabat oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Suristyono.

Saat validasi organisasi Kepolisian Negara paksa kemandirian polri kedudukan Direktorat Pol Airud berubah menjadi Direktorat Polisi Perairan dan Direktorat Polisi Udara di bawah Badan Pembinaan Keamanan Polri sesuai Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002 dengan sebutan Direktorat Polisi Perairan Babinkam Polri dan pejabat Direktur


(6)

Polair yang pertama adalah Brigjen Pol FX. Sunarno, SH. Kepolisian Perairan tingkat pusat dalam rangka melayani, melindungi, mengayomi, memelihara keamanan ketertiban masyarakat dan penegakkan hukum di wilayah perairan Indonesia. Berdasarkan sumber data dari Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Statistik Provinsi Lampung wilayah perairan Teluk Lampung sangat luas yang mencapai 1050 km termasuk 69 buah pulau didalamnya. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di laut antara lain: penangkapan ikan menggunakan bahan peledak, pencurian sumber daya alam oleh nelayan asing yang melanggar batas Zona Ekonomi Esklusif (ZEE), timdak pidana perompakan/pembajakan di laut dan tindak pidana pelayaran itu sendiri dikarnakan tidak dapat menunjukan kelengkapan dan ketidaklayakan kapal dalam berlayar.

Sebagai wujud penegakan hukum tersebut maka sudah pada tempatnya apabila Polisi Air diberi tanggung jawab untuk mengamankan laut dan segenap sumber daya alam didalamnya. Maraknya nelayan yang melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di Teluk Lampung oleh karena itu Polisi Air selaku pemilik kewenangan di laut sudah sewajarnya menindak pelaku dan melakukan penyidikan untuk menciptakan keamanan di laut serta menjaga keutuhan laut kita yang banyak sekali sumber kekayaan alam yang harus dijaga. Upaya hukum yang dilakukan di laut setelah terjadinya penangkapan terhadap pelaku tindak pidana di laut adalah kewenangan anggota Polisi Air untuk melakukan Upaya Hukum terhadap tindak pidana tertentu di laut . Kewenangan Polisi Air sebagai penindak sesuai dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002 dengan sebutan Direktorat Polisi. Dengan tugas pokok Polisi Air membina dan menyelenggarakan fungsi kepolisian perairan tingkat pusat dalam rangka melayani, melindungi, mengayomi, serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.


(7)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap bagaimana proses Upaya Hukum yang dilakukan oleh Polisi Air Laut Dirpolair Polda Lampung dalam menegakan hukum di laut terhadap pelaku tindak pidana yang melanggar.

Hasil penelitian dituangkan kedalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Penanggulangan Tindak Pidana Penangkapan Ikan Menggunakan Bahan Peledak Oleh Polisi Air Laut Polda Lampung”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak oleh Polisi Air Laut Polda Lampung?

b. Faktor apa yang menghambat Polisi Air Laut Polda Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak?

2. Ruang Lingkup

Untuk menjawab dan mengungkap permasalahan diatas maka yang menjadi ruang lingkup didalam penelitian ini adalah penanggulangan tindak pidana yang dilakukan Polisi Air Laut Polda Lampung sebagai penindak dalam tindak pidana di laut dengan lokasi penelitian adalah perairan lampung teluk lempasing


(8)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penulisan ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Polisi Air

Laut Polda Lampung dalam menangani suatu perkara tindak pidana tertentu di laut.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat Polisi Air Laut Polda Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini sangat bermanfaat sebagai sumbangan pikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang hukum khususnya dalam hukum pidana mengenai upaya hukum yang dilakukan oleh Polisi Air Laut Polda Lampung.

b. Kegunaan Praktis

Pembuatan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi alat-alat penegakan Hukum didalam bidang hukum dan badan tambahan perpustakaan atau bahan informasi bagi segenap pihak mengenai upaya hukum yang dilakukan oleh Polisi Air Laut Polda Lampung dalam tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di Perairan Teluk Lempasing Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konsepsual


(9)

Kerangka teoritis adalah kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti atau konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstrak-abstrak dari hasil pemikiran (Soerjono Soekanto, 1984: 132).

Penanggulangan hukum, khususnya hukum pidana atau dikatakan fungsionalisasi hukum pidana dapat berfungsi, beroperasi, atau bekerja dan terwujud secara kongkrit, kejahatan merupakan fenomena social yang terjadi dalam masyarakat dan sampai saat ini sulit diberantas atau dihilangkan, namun upaya pencegahan dan penanggulangannya tetap dilakukan dengan berbagai cara. Kebijakan hukum dipahami sebagai suatu kajian terhadap perubahan yang harus dilakukan dalam hukum yang berlaku “ius constitutum” agar dapat memenuhi kehidupan ber masyarakat pada masa yang akan datang “ius constituendum” penanggulangan tindak pidana mengandung arti, suatu usaha yang rasional dari masyarakat dan pihak yang berwenang dalam menanggulangi tindak pidana untuk tercapainya kesejahtraan di masyarakat (Sudarto,1990:46). Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar menggunakan teori, yaitu lewat jalur penal (represif) dan lewat jalur (prefentif) non penal (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992: 157) .

Pada perumusan masalah mengenai hukum ada faktor-faktor yang menjadi penghambat terlaksananya suatu proses penanggulanagan dan penegakan hukum serta pelaksanaan perundang-undang tersebut. Digunakan teori yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1983: 5), penanggulangan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, terdapat faktor yang mempengaruhinya yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegakan hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum . 3. Faktor sarana atau fasilitas dan prasarana yang mendukung penegakanhukum.


(10)

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Adapun yang dimaksud dengan konseptual adalah satu batasan yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132).

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok permasalahan dan pembahasannya dalam skripsi ini, maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami isi skripsi ini, yaitu sebagai berikut : a. Penanggulangan tindak pidana adalah suatu usaha rasional dari pihak berwenang dan anggota

masyarakat untuk menanggualangi tindak pidana untuk tercapainya kesejahtraan di masyarakat (Sudarto,1990:46).

b. Upaya hukum, merupakan suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan atau perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan oleh undang-undang (Sudarto,1990:46).

c. Tindak Pidana adalah perbuatan yang menurut suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana (Moeljatno, 1987; 54).

d. Patroli Polisi Air adalah Pejabat kepolisian yang diberi kewenangan khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan Upaya Hukum yang berdasarkan Surat keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Satpolair (Hendarso Bambang, 2010)


(11)

e. Penangkapan ikan adalah kegiatan yang dilakukan perseorangan ataupun kelompok orang yang dilakukan di air untuk usaha penangkapan ikan dengan cara tradisional ataupun modern (Marpaung, 1993:23).

f. peledak adalah bahan yang digunakan untuk meledakkan atau menghancurkan objek dalam suatu usaha untuk tujuan tertentu (Marpaung, 1993:23).

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini, maka penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu :

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematis penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pemahaman pengertian upaya hukum pidana dan tugas, wewenang Polisi Air Polda Lampung dalam penegakan hukum di laut, jenis-jenis tindak pidana di laut dan tinjauan umum tentang penagkapan ikan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.


(12)

Pada bab ini membahas pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi serta menguraikan pembahasan bagaimana analisis upaya bukum polisi air lau polda lampung dalam menanggulangi tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak

V. PENUTUP

Merupakan penutup dari penilisan skripsi yang secara singkat berisikan tentang hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.


(13)

(14)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Pengertian Penanggulangan tindak pidana adalah suatu usaha rasional dari pihak berwenang dan anggota masyarakat untuk menanggualangi tindak pidana untuk tercapainya kesejahtraan di masyarakat. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahtraan masyarakat (social welfare), bahwa pada hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana bukan lah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan sistematika dogmatik. Adapun upaya-upaya hukum yang dilakukan dalam upaya penanggulangan tindak pidana menggunakan bahan peledak ini menggunakan upaya penal (represif) dan non penal (prefentif) (barda nabawi arif 1992:152)

1. Upaya Penanggulangan Kejahatan dengan Menggunakan Hukum Pidana (Penal)

Menurut G.P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief (1996:48) upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application); b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/ mass media).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka upaya penganggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non penal (bukan/di luar hukum pidana). Dalam pembagian G.P. Hoefnagels di atas, upaya-upaya yang diatur dalam butir


(15)

(b) dan (c) dapat dimasukan dalam kelompok upaya non penal. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penindasan/pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminil secara makro dan global, maka upaya-upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan politik kriminil.

Menurut Gene Kassebaum dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arif (1992:149), penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri disebut sebagai older philosophy of crime control. Menurut Roeslan Saleh, dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arif (1992:152), tiga alasan mengenai perlunya pidana dan hukum pidana, adapun intinya sebagai berikut :

a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang akan dicapai tetapi dalam pertimbangan antara dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing.

b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi terhukum; dan di samping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja.


(16)

c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan kepada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat, yaitu warga masyarakat yang menaati norma-norma masyarakat.

Menurut Soedarto (1986: 104), apabila hukum pidana hendak digunakan dapat dilihat dalam hubungan keseluruhan politik kriminil atau social defence planning yang ini pun harus merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional. Politik kriminil menurut Marc Ancel yang dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arif (1992: 157) adalah pengaturan atau penyusunan secara rasional usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat. Tujuan akhir dari kebijakan kriminil adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama yang sering disebut dengan berbagai istilah misalnya, kebahagiaan warga masyarakat; kehidupan kultural yang sehat dan menyegarkan; kesejahteraan masyarakat; mencapai keseimbangan.

2. Upaya Penanggulangan Kejahatan dengan Sarana Non Penal

Usaha-usaha non penal misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat; penggarapan kesehatan masyarakat melalui pendidikan moral, agama, peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Usaha-usaha non penal dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial. Tujuan utama dari usaha-usaha non penal itu adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan.

Dengan demikian, dilihat dari sudut politik kriminil keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini justru akan


(17)

berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminil harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non penal itu ke dalam suatu sistim kegiatan negara yang teratur dan terpadu.

Menurut Sudarto (1990;46), Penanggulangan tindak pidana adalah suatu usaha rasional dari pihak berwenang dan anggota masyarakat untuk menanggualangi tindak pidana untuk tercapainya kesejahteraan di masyarakat.

Didalam menganalisa masalah hukum persoalan tersebut tidak terlepas dari berfungsinya tiga komponen sistem hukum (legal system) yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman terdiri dari komponen “struktur, substansi, dan kultur”. Komponen struktur adalah bagian-bagian yang bergerak dalam mekanisme misalnya pengadilan. Komponen substansi merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh system hukum dan meliputi pula kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis.sedangkan komponen kultur adalah nilai dan sikap yang mengikat system hukum itu secara bersamaan dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Friedman komponen kultur memegang peranan yang sangat penting dalam upaya penengakan hukum. Ada kalanya tingkat upaya penegakan hukum di masyarakat sangat tinggi, karena didukung oleh kultur masyarakat, misalnya melalui partisipasi masyarakat (public participation) yang sangat tinggi pula dalam upaya pencegahan kejahatan, melaporkan dan membuat pengaduan atas kejahatan yang terjadi dilingkungannya dan bekerja sama dengan aparat pebegak hukum dalam usaha penanggulangan kejahatan, meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik dan masyarakat tidak mrenginginkan prosedur formal itu diterapkan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari penyelesain


(18)

masalah-masalah hukum yang terjadi dimasyarakat, tidak seluruhnya diselesaikan melalui prosedur bedasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku.

B. Fungi Kepolisian Air Laut

Fungsi Kepolisian merupakan salah satu pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). Fungsi Kepolisian Perairan Tingkat Pusat Dalam Rangka Melayani, Melindungi, Mengayomi, Serta Memelihara Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan di Indonesia (Pasal 4). Dan tujuan kepolisian semacam itu kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam tugas pokok kepolisian yang meliputi:

(1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) Menegakkan hukum; dan

(3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13).

a. Tugas pokok Polisi Air Laut Polda Lampung

Membina dan Menyelenggarakan Fungsi Kepolisian Perairan Tingkat Pusat Dalam Rangka Melayani, Melindungi, Mengayomi, Serta Memelihara Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan lampung

b. Wewenang Polisi Air Laut Polda Lampung

Menyelidiki dan menyidik apa saja tindak pidana yang terjadi di wilayah perairan laut Polda Lampung, tidak terkecuali tindak pidana penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.


(19)

Jika ter jadi tindak pidana di wilayah teritori mereka maka Dirpolair Polda Lampung berwenang menangkap, menyelidiki, dan menyidik pelaku tindak pidana tersebut.

Dirpolair (Direktorat Kepolisian Perairan) adalah unsur pelaksana utama Polda yang berada dibawah Kapolda. Ditpolair bertugas menyelenggarakan fungsi kepolisian perairan yang mencakup patroli termasuk penanganan tindak pidana dan pencairan dan penyelamatan kecelakaan di wilayah perairan dan pembinaan masyarakat pantai/perairan serta pembinaan fungsi kepolisian dalam lingkungan Polda. Dalam melaksanakan tugas Ditpolair menjalankan fungsi:

a. Pemcinaan fungsi kepolisian dalam lingkunagn polda

b. Penyelenggaraan, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas/sarana kapal dalam lingkungan polda

C. Sejarah Polisi Air

Para Pejabat Negara, dengan pandangan jauh ke depan telah mengeluarkan Keputusan-keputusan yang strategis berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No.4/2/3/Um, tanggal 14 Maret 1951 tentang Penetapan Polisi Perairan sebagai Bagian dari Djawatan Kepolisian Negara terhitung mulai tanggal 1 Desember 1950. Dengan lahirnya Djawatan Polisi Perairan maka seluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar di khatulistiwa, ditengah hamparan laut Indonesia yang sangat luas.Pada tahun 1953 s/d 1958 berdasarkan Surat Perintah KKN No. Pol. : 2/XIV/ 53, tanggal16 Januari 1953 dibentuk 2 (dua) Pangkalan Polisi Perairan masing-masing di Belawan dan Surabaya. terdorong dari kesulitan-kesulitan yang sering timbul dikarenakan kondisi geografis wilayah Nusantar. maka dibentuklah Polisi Udara dengan SK Perdana Menteri Nomor. : 510.PM/1956 tanggal 5 Desember 1956, maka resmilah tanggal 1 Desember 1956 nama bagian Polisi Perairan dan Polisi Udara yang dipimpin oleh Komisaris


(20)

Besar Polisi RP. Sudarsono, dengan memiliki 35 kapal dari berbagai type dan sebuah pesawat jenis Cesna-180. dengan Armada yang dimiliki inilah Polisi Perairan dan Udara ikut serta dalam pemberantasan penyelundupan, bajak laut dan operasi-operasi militer seperti pemberantasan DI/TII di Aceh dan Pantai Karawang Jawa Barat.

Setelah melalui beberapa kali perombakan, penyempurnaan organisasi baru terjadi pada tahun 1985. Satuan Utama Pol Air dilebur ke dalam Subditpol Air dan Satuan Utama Pol Udara

menjadi Subditpol Udara. Kedua subdirektorat ini..

Dengan pertimbangan perkembangan situasi dan berdasarkan Skep Kapolri No. Pol.: Skep/9/V/2001, tanggal 25 Mei 2001 struktur Polairud dibawah Deops Kapolri.

D. Jenis-jenis Tindak Pidana di Laut

a. Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau bom

Penangkapan ikan mengunakan ikan menggunakan bahan peledak adalah cara ilegal yang di lakukan nelayan untuk cepat mendapat kan ikan menggunakan BOM atau bahan peledak

b. Pembajakan

Pembajakan adalah tindakan perang-seperti yang dilakukan olehaktor non-negara(pihak swasta tidak berafiliasi dengan pemerintah manapun) terhadap pihak lain di laut. Istilah ini


(21)

berlaku terutama untuk tindakan perampokan dan/atau kekerasan kriminaldi laut. Orang-orang yang terlibat dalam tindakan ini disebut bajak laut.

Istilah ini dapat mencakup tindakan yang dilakukan di darat, di udara, atau di badan utama lainnya dari air atau dipantai. Ini biasanya tidak termasuk kejahatan yang dilakukan terhadap orang yang bepergian di kapal yang sama sebagai pelaku (misalnya satu penumpang mencuri dari orang lain di kapal yang sama). Pembajakan adalah nama sebuah pelanggaran berdasarkanhukum internasional adatdan juga nama dari sejumlah pelanggaran di bawah hukum kota dari sejumlah Negara.

c. Illegal fishing

Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang dikeluarkan oleh International Plan of Action (IPOA) - Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai oleh FAO dalam konteks implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). PengertianIllegal Fishingdijelaskan sebagai berikut.

1) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu (Activities conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission of that state, or in contravention of its laws and regulation).

2) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasidan pengelolaan perikanan


(22)

yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum internasional (Activities conducted by vessels flying the flag of states that are parties to a relevant regional fisheries management organization (RFMO) but operate in contravention of the conservation and management measures adopted by the organization and by which states are bound, or relevant provisions of the applicable international law).

3) Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO (Activities in violation of national laws or international obligations, including those undertaken by cooperating stares to a relevant regioanl fisheries management organization(RFMO))

E. Tinjauan Umum Tentang Penangkapan Ikan

1. Arti Perikanan

Perikanan diatur oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. pada Pasal 1 butir 1 dimuat arti perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan suatu sistem bisnis perikanan. Sedangkan arti adalah kegiatan untuk memperoleh di perairan yang tidak keadaan yang dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.


(23)

Wilayah perikanan diatur Pa sal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menjelaskan bahwa Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk dan/atau pembudidayaan meliputi :

a. Perairan Indonesia; b. ZEEI;

c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaanyang potensial di wilayah Republik Indonesia.”

Sumber Daya merupakan sumber daya yang dapat pulih kembali ataurenewable resources, Namun demikian tetap ada batas-batasnya. Apabila sumber daya ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak rasional serta melebihi batas optimal, maka dapat mengakibatkan kerusakan dan terancam kelestariannya. Pemanfaatan berlebihan yang mempunyai dampak kurang menguntungkan terhadap pelestarian sumber daya, perlu dicegah dengan suatu pengaturan yang baik dan lebih teratur untuk lebih menghasilkan hasil yang lebih baik sehingga usaha dalam pengelolaan perikanan akan berjalan berkelanjutan karena masih lambang batas potensi lestari yang aman.

Kegiatan usaha akan terus berkembang pada masa sekarang dan yang akan datang seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perikanan (IPTEK Perikanan). Pemahaman terhadap semua pihak terhadap tata cara pengendalian pemanfaatan sumber daya suatu kawasan perairan dimaksudkan sebagai terjaminnya kelestarian sumber, kesinambungan usaha, serta mencegah konflik sosial diantara nelayan. Hal ini dapat berjalan ketika ditunjang dengan penerapan sistemmonitoring,controlingdansurveillance(M-C-S) yang teratur dan sinambung, yaitu:


(24)

a. Monitoringadalah kegiatan untuk dapat mengetahui status sumber daya perikanan sehingga diperoleh data akurat yang dapat dijadikan dasar bagi pengaturan pemanfaatan yang harus dikeluarkan;

b. Controlingadalah kegiatan untuk mengendalikan segala kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku serta tujuan pengelolaan sumber;

c. Surveillanceadalah kegiatan pengawasan untuk ditaatinya ketentuan peraturan-peraturan pengelolaan sumber yang diikutidengansanksi bagi pelanggar dan untuk itu diperlukanenforcement.

2. Jalur penangkapan ikan

Jalur penagkapan ikan di Indonesia berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 607/Kpts/Um/9/76 tentang Jalur-jalur penangkapan ikan, menetapkan jalar-jalur pengangkapan sebagai berikut:

a. Jalur meliputi perairan pantai diukur dari permukaan pada surut terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 mil ke arah bebas. Jalur ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1) Perairan pantai yang diukur dari permukaan pada surut terendah sampai 3 mil ; 2) Perairan pantai diluar 3 mil sampai dengan 6 mil.

3) Jalur tersebut tertutup bagi:

a) Perahu atau kapal perikanan dengan mesin (in board) lebih dari 5 GT atau 10 DK b) Semua jenis jaring trawl (beam-otter-pair)

c) Jaring pukat dan sejenisnya d) Jaring pukat lingkar atau hanyut


(25)

b. Jalur II meliputi perairan di luar jalur I sampai dengan 12 mil ke arah bebas, pada jalur ini hanya diperbolehkan untuk :

1) Kapal Perikanan bermotor , berukuran maksimal 60 GT; 2) Kapal Perikanan dengan alat penangkap :

a) Pukat Cincin (purse seine) berukuran panjang maksimal 600 meter dengan cara pengoprasian 1 (satu) kapal (tunggal) yang bukan grup atau maksimal 1000 meter dengan cara pengoprasian 2 (dua) kapal (ganda) yang bukan grup;

b) Tuna long line(pancing tuna) maksimal 1.200 (seribu dua ratus) buah mata pancing; c) Jaring insang hanyut (drift gill net), berukuran panjang maksimal 2.500 meter. d) Jalur tersebut tertutup bagi:

(1) Perahu atau kapal perikanan dengan mesin (in board) lebih dari 25 GT atau 50 DK

(2) Jaring trawl dasar dengan tali ris lebih dari 12 meter (3) Jaring trawl melayang

(4) Jaring pukat cincin dan sejenisnya lebih dari 300 meter

c. Jalur III meliputi perairan di luar jalur II sampai dengan batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia diatur sebagai berikut:

1) Di perairan Indonesia diperbolehkan untuk kapal perikanan berbendera Indonesia; Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Selat Malaka diperbolehkan untuk kapal berbendera Indonesia ukuran maksimal 200GT, kecuali (fish net)minimal berukuran 60 GT;

2) Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di luar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Selat Malaka, diperbolehkan bagi:


(26)

a) Kapal Perikanan berbendera Indonesia dan berbendera Asing ukuran maksimal 350 GT bagi semua alat penangkap ;

b) Kapal Perikanan ukuran di atas 350 GT sampai 800 GT yang alat penangkapPurse Seine, hanya boleh beroperasi di luar Jawa 100 mil dari Garis Pangkal Kepulauan Indonesia;

c) Kapal Perikanan dengan alat penangkapPurse Seinedengan sistem grup hanya boleh beroperasi di luar 100 mil di luar Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

Jalur tersebut tertutup bagi:

1) Perahu atau kapal perikanan dengan mesin (in board) lebih dari 100 GT atau 200 DK 2) Jaring trawl dasar atau melayang dengan tal iris lebih dari 20 meter

3) Pair trawl(sepasang jaring trawl)

4) Jaring pukat cincin atau kolor dan sejenisnya lebih dari 600 meter d. Jalur penangkapan ikan IV : yaitu diluar jalur III, dimana terbuka bagi:

1) Semua jenis kapal dan alat

2) Pair (bull) trawl khusus di Samudra Hindia 3) Jalur I khusus bagi nelayan tradisional.

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur laut di luar dan berbatasan dengan wilayah dengan batas terluar 200 mil diukur dari garis pangkal wilayah (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di Indonesia) Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia mempunyai dan melaksanakan hak berdaulat untuk eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati di Zona ekonomi Eksklusif harus berdasarkan izin dari pemerintah


(27)

Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia:

a. Menteri Pertanian menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan menurut jenis atau kelompok jenis sumber daya alam hayati di sebagian atau seluruh Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

b. Menteri Pertanian menetapkan alokasi jumlah unit kapal perikanan dan jenis alat penangkap ikan dari masing-masing kapal dengan memperhatikan jumlah tangkapan yang diperbolehkan;

c. Orang atau badan hukum yang melakukan penangkapan ikan din Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah Republik Indonesia;

d. Orang atau badan hukum asing yang akan melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk izin penangkapan ikan kepada Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk olehnya;

e. Dalam surat permohonan, harus dilengkapi dengan data sebagai berikut: 1) Jumlah kapal yang akan digunakan;

2) Nama, alamat dan kebangsaan pemilik kapal; 3) Nama kapal;

4) Nama panggilan kapal;

5) Negara registrasi, nomor registrasi, dan bendera kapal; 6) Panjang kapal;


(28)

7) Berat kotor kapal; 8) Kekuatan mesin kapal; 9) Daya muat palkah kapal;

10) Nama, alamat dan kebangsaan nahkoda kapal; 11) Jumlah awak kapal;

12) Jenis dan jumlah alat penangkap ikan yang akan dibawa atau digunakan masing-masing kapal;


(29)

1 III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang ditempuh adalah dengan menggunakan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu langkah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari ketentuan dan kaedah berupa aturan hukumnya atau ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini dan berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah direvisi dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan hubungan langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui hal-hal yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam skripsi ini. Pendekatan empiris dilakukan dengan cara memperhatikan atau melihat perilaku-perilaku atau gejala-gejala hukum dan peristiwa hukum yang terjadi di lapangan.


(30)

2 Data yang dikumpulkan guna menunjang hasil penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pemberi data atau orang yang terlibat langsung dalam memberikan data, yang ada hubugannya dengan masalah yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan sebagai bahan hukum primer terdiri dari : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan dan tentang peraturan tindak pidananya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku hasil karya ahli-ahli hukum yang berkaitan dengan upaya hukum penanganan prakrir penangkapan ikan dengan metode penggunaan bahan peledak..

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi, petujuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder seperti pedoman penulisan karya ilmiah.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu keseluruhan dari obyek atau obyek penelitian (Burhan Ashshofa, 1998: 79). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah polisi Air Laut Polda Lampung. Metode yang digunakan adalah metodepurposive samplingyaitu menentukan sampel disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai terhadap masalah yang akan diteliti atau dibahas.


(31)

3 Responden yang digunakan untuk kepentingan penelitian:

Kepolisian Perairan 2 orang

Dosen akademik 2 orang

Jumlah responden 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini akan ditentukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui rangkaian studi kepustakaan dengan cara membaca, mencatat dan mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengadakan studi di Pos polisi Air Laut Polda Lampung yang berlokasi di Teluk Lampung Bandar Lampung. Adapun metode yang digunakan adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan menanyakan daftar pertanyaan dan data-data tertulis yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.


(32)

4 2. Pengolahan Data

Dalam melaksanakan data yang telah diperoleh penulis mengadakan kegiatan sebagai berikut :

a. Editing yaitu memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya dan relevansinya bagi penelitian.

b. Evaluasi yaitu kegiatan memeriksa kelengkapan data, kejelasannya, dan relevansinya terhadap topik penulisan skripsi ini.

c. Sistematisasi yaitu melakukan penyusunan dan penetapan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Pada kegiatan ini data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian dilapangan dalam bentuk penjelasan. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui dan diperoleh kesimpulan metode yang digunakan adalah metode Induktif. Secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus dan selanjutnya dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran-saran.


(33)

58

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya hukum Polisi Air Laut Polda Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penanggkapan ikan menggunakan bahan peledak, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penangkapan Ikan Menggunakan

Bahan Peledak Oleh Polisi Perairan Polda Lampung antara lain : a. Penerapan Hukum Pidana (Penal)

Merupakan upaya penanggulangan dengan cara penerapan hukum pidana di mana pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan. Tetapi di sini penerapan hukum tersebut dirasakan masih kurang maksimal karena baik penerapan hukum terhadap pelaku masih tidak sesuai dengan ancaman pasal yang digunakan.

b. Penerapan menggunakan sarana Non Penal

Merupakan bentuk upaya penanggulangan yang mempunyai tujuan untuk menangkal atau mencegah kejahatan agar tidak terjadi. misalnya dengan cara sistem koordinasi antar aparat serta penyuluhan kepada masyaraka dan juga patroli air yang rutin dilakukan satuan kepolisian Perairan Polda Lampung untuk menanggulangi Tindak Pidana yang terjadi di wilayah perairan lampung. Selanjutnya tempat sentra pelayanan kepolisian polisi


(34)

59 perairan juga adalah media penanggulangan yang efektif karena dapat menerima setiap informasi dari masyarakat akan terjadinya tindak pidana di laut.

2. Faktor penghambat upaya hukum yang dilakukan oleh Polisi Air Laut Polda Lampung terhadap penanggkapan ikan menggunakan bahan peledak antara lain biasanya dalam kasus penangkapan ikan menggunakan bahan peledak ini tidak atau jarang adanya saksi yang menyaksikan dan melihat langsung kejadian di tempat kejadian perkara selain pelaku atau kelompok yang melakukan kegiatan pengeboman ikan itu sendiri. Sehingga hal itu menyulitkan penyelidikan yang dilakukan polisi air polda lampung untuk menuntut pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Dan dari pada itu kurangnya kesadaran masyakat dalam melaporkan setiap kasus Tindak Pidana yang terjadi diperairan, yang juga menjadi faktor penghambat dalam upaya Kepolisian Perairan menanggulangi setiap Tindak Pidana yang terjadi di perairan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka yang menjadi saran adalah :

1. Hendaknya aparat penegak hukum khususnya Sat Pol Air Polda Lampung lebih meningkatkan hubungan dengan masyarakat pantai dan nelayan guna menjaga keamanan dan ketertiban perairan sebagai sumber pemberi informasi tentang akan adanya tindak pidana serta telah terjadinya tindak pidana di


(35)

60 wilayah perairan. Selain itu juga hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan mengenai dampak pengerusakan lingkungan bagi ekosistem laut.

2. Hendaknya aparat penegak hukum seperti Dir Pol Air, Dinas Perikanan, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri dan Pemerintah Daerah setempat mengadakan koordinasi untuk meningkatkan kegiatan yang berkaitan dengan penegakan hukum di wilayah perairan sehingga masyarakat mengetahui penegakan hukum tersebut merupakan sarana pencegahan terhadap tindak pidana.

3. Kepada masyarakat supaya dapat mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh aparat supaya nantinya masyarakat dapat mengerti akan arti menjaga lingkungan laut dan dapat menciptakan masyarakat yang sadar dan mengerti hukum.


(36)

ANALISIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN BAHAN PELEDAK OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN

POLDA LAMPUNG

Oleh

NOBRIAN SENA PRATAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(37)

ANALISIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN BAHAN PELEDAK OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN

POLDA LAMPUNG

(Studi Kasus di Wilayah Hukum Pol Air Polda Lampung) Skripsi

Oleh :

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

2012


(38)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika Penulisan ... 11

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penanggulangan Tindak Pidana………. 13

B. Fungi Kepolisianair laut ….….... 18

C. Sejarah Polisi Air ... 19

D. Jenis-jenis Tindak Pidana di Laut ... 21

E. Tinjauan Umum Tentang Penangkapan Ikan ... 23

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 30

B. Jenis dan Sumber Data ... 31

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 31

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 32

E. Analisa Data ... 32 DAFTAR PUSTAKA


(39)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik responden .. ... 33 B. Upaya penanggulangan tindak pidana penangkapan ikan menggunakan

bahan peledak oleh kepolisian perairan polda lampung ... 34 C. Faktor Penghambat Upaya penanggulangan tindak pidana penangkapan

ikan menggunakan bahan peledak oleh kepolisian perairan polda lampung ... 54

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 58 B. Saran ... 59


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno. 1987.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

Soekamto, Soerjono dan Sri Mamuji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2005. Lampung. Universitas Lampung.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Satpolair.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi. 1991.Upaya Non Penal dalam Menanggulangi Kejahatan, Makalah Seminar Kriminologi UI, Hukum UNDIP. Semarang.

Fauzi, Akhmad.2005.Kebijakan Perikanan dan Kelautan, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Friedman, Lawrence M. 1979. Law and Society (an Introduction), Englewood cliff, n.j. Prentice Hall, inc.

Gosita, Arief.1989.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti. Bandung.

Likiadja, Frans. E dan Bessie, Daniel, F. 1988.Hukum Laut dan Undang-Undang Perikanan Indonesia. Ghalia Indonesia. Bandung.

Marpaung, Leden. 1993. Tindak PidanaWilayah Perikanan (Laut) Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono.1983.Factor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta.

Subagyo, Joko. 2002.Hukum Laut Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Tribawono, Djoko. 2002. Hukum Perikanan Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Husin, Sanusi. 1999. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2005. Lampung. Universitas Lampung.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survay (Edisi Revisi). LP3ES. Jakarta.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno. 1987.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

Soekamto, Soerjono dan Sri Mamuji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2005. Lampung. Universitas Lampung.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Satpolair.

Arief, Barda Nawawi. 1991.Upaya Non Penal dalam Menanggulangi Kejahatan, Makalah Seminar Kriminologi UI, Hukum UNDIP. Semarang.

Marpaung, Leden. 1993. Tindak PidanaWilayah Perikanan (Laut) Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Soekanto, Soerjono.1983.Factor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta.


(44)

Judul Skripsi : ANALISIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN

MENGGUNAKAN BAHAN PELEDAK OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA LAMPUNG Nama Mahasiswa : Nobrian Sena Pratama

Nomor Pokok Mahasiswa : 0742011248

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H.,M.H. NIP.196208171987032003 NIP.197706012005012002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP.196208171987032003


(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati, S.H.,M.H. ....

Sekertaris : Tri Andrisman, S.H.,M.H. ....

Penguji Bukan Pembimbing : Firganefi, S.H.,M.H. ....

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryadi, S.H.,M.S. NIP.196211091987031003


(46)

MOTTO

Dengan ilmu seseorang dapat terlihat lebuh tinggi di mata masyarakat (Imam Syafi i)

Tidak ada simpanan yang lebih berharga dari pada ilmu Tiada sesuatu yang lebih beruntung dari pada abad

Tiada teman yang lebih bagus dari pada akal Tiada benda gaib yang lebih dekat dari pada maut


(47)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohiim...

Dengan ketulusan dan kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:

Papa dan mama kedua orang tua ku tercinta, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang,pengorbanan yang tak terhingga, serta do’a dan perhatian yang tulus tak ada henti

-hentinya...

Dan teruntuk keluarga besar dan pacarku yang selama ini memotivasi, memberi dukungan dan kasih sayang tiada hentinya.


(48)

RIWAYAT HIDUP

Nobrian Sena Pratama lahir di Kota Bumi, tanggal 10 November 1990

sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Nobrian Sena Pratama merupakan

buah hati dari pasangan Bapak Hendi Setia Jaya dan Ibu Mismaini.

Riwayat pendidikan dimulai dari pada tahun 1994 di TK. Ibnurusid kemudian dilanjutkan

tahun 1995 di SD Negeri 3 Kota Bumi hingga tahun 2001. Kemudian pada tahun 2001 hingga

2004 melanjutkan studi di SMP Negeri 3 Kota Bumi, selanjutnya menempuh studi pada tahun

2004 hingga 2007 di SMA Negeri 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007.

Nobrian Sena Pratama diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

tahun 2007, dan mengikuti serangkaian kegiatan pekuliahan yang dilakukan Perguruan


(49)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena

atas cinta kasih, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta hidayah Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniatio, S.H., M,.H. ketua bagian hukum pidana sekaligus pembimbing 1

yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi kritik, saran, masukan, ilmu dan pembelajaran yang sangat berguna, dan juga tak lupa memberikan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Tri Andarisman, S.H., M.H.pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi kritik, saran, masukan, ilmu dan pembelajaran yang sangat berguna, dan juga tak lupa memberikan motivasi kepada penulis.

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Pembahas I, hang telah memberikan keritik dan saran yang sangat beguna.

5. Bapak Maroni, S.H., M.H. Pembahas II, hang telah memberikan keritik dan saran yang sangat beguna.


(50)

6. Bapak Akp. Wayan dan Briptu. yassin selaku responden di Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung yang telah sangat berjasa memberikan informasi yang sengat penting dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. dan Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku reponden dari dosen hukum bagian pidana yang telah berjasa memberikan informasi yang sengat penting dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh tim Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung atas ilmu-ilmu yang telah diberikan yang sangat amat beguna, serta seluruh staf Fakultas Hukum Universitas Lampung atas bantuannya.

9. Guru-guru ku mulai dari TK,SD,SMP,SMA yang selama ini mengajarkan ku dalam hal kebaikan.

10. Kedua orang tua ku serta adikku tercinta yang selama ini selalu ada di dalam kehidupan ku.

11. Pacarku yang sangat kucintai yang selama ini menemaniku memberi support serta dukungan yang diberikan.

12. Teman-temanku yang selama ini bersamaku dan tidak akan bisa kulupakan selamanya. 13. Semua pihak yang telah banyak membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aminn ya RobbalAlamin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati, S.H.,M.H. ....

Sekertaris : Tri Andrisman, S.H.,M.H. ....

Penguji Bukan Pembimbing : Firganefi, S.H.,M.H. ....

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryadi, S.H.,M.S. NIP.196211091987031003


(2)

MOTTO

Dengan ilmu seseorang dapat terlihat lebuh tinggi di mata masyarakat (Imam Syafi i)

Tidak ada simpanan yang lebih berharga dari pada ilmu Tiada sesuatu yang lebih beruntung dari pada abad

Tiada teman yang lebih bagus dari pada akal Tiada benda gaib yang lebih dekat dari pada maut


(3)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohiim...

Dengan ketulusan dan kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:

Papa dan mama kedua orang tua ku tercinta, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang,pengorbanan yang tak terhingga, serta do’a dan perhatian yang tulus tak ada

henti-hentinya...

Dan teruntuk keluarga besar dan pacarku yang selama ini memotivasi, memberi dukungan dan kasih sayang tiada hentinya.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Nobrian Sena Pratama lahir di Kota Bumi, tanggal 10 November 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Nobrian Sena Pratama merupakan buah hati dari pasangan Bapak Hendi Setia Jaya dan Ibu Mismaini.

Riwayat pendidikan dimulai dari pada tahun 1994 di TK. Ibnurusid kemudian dilanjutkan tahun 1995 di SD Negeri 3 Kota Bumi hingga tahun 2001. Kemudian pada tahun 2001 hingga 2004 melanjutkan studi di SMP Negeri 3 Kota Bumi, selanjutnya menempuh studi pada tahun 2004 hingga 2007 di SMA Negeri 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007.

Nobrian Sena Pratama diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun 2007, dan mengikuti serangkaian kegiatan pekuliahan yang dilakukan Perguruan Tinggi Negeri UNILA sampai akhirnya mengajukan SKRIPSI pada tahun 2011.


(5)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas cinta kasih, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta hidayah Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniatio, S.H., M,.H. ketua bagian hukum pidana sekaligus pembimbing 1

yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi kritik, saran, masukan, ilmu dan pembelajaran yang sangat berguna, dan juga tak lupa memberikan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Tri Andarisman, S.H., M.H.pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi kritik, saran, masukan, ilmu dan pembelajaran yang sangat berguna, dan juga tak lupa memberikan motivasi kepada penulis.

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Pembahas I, hang telah memberikan keritik dan saran yang sangat beguna.

5. Bapak Maroni, S.H., M.H. Pembahas II, hang telah memberikan keritik dan saran yang sangat beguna.


(6)

6. Bapak Akp. Wayan dan Briptu. yassin selaku responden di Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung yang telah sangat berjasa memberikan informasi yang sengat penting dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. dan Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku reponden dari dosen hukum bagian pidana yang telah berjasa memberikan informasi yang sengat penting dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh tim Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung atas ilmu-ilmu yang telah diberikan yang sangat amat beguna, serta seluruh staf Fakultas Hukum Universitas Lampung atas bantuannya.

9. Guru-guru ku mulai dari TK,SD,SMP,SMA yang selama ini mengajarkan ku dalam hal kebaikan.

10. Kedua orang tua ku serta adikku tercinta yang selama ini selalu ada di dalam kehidupan ku.

11. Pacarku yang sangat kucintai yang selama ini menemaniku memberi support serta dukungan yang diberikan.

12. Teman-temanku yang selama ini bersamaku dan tidak akan bisa kulupakan selamanya. 13. Semua pihak yang telah banyak membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aminn ya RobbalAlamin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis