PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN (Studi di Direktorat Perairan Polda Lampung)

ABSTRACT

LAW ENFORCEMENT AGAINST CRIME OF FISHERIES
(Study on Water Directorate of Lampung Police)
By
AGUS IRAWAN
Fishery criminal offense is a crime that affects the damage to ecosystems and
fisheries resources in the sea or the waters so that law enforcement should be
implemented optimally. The problem of this research are: (1) How does the criminal
law enforcement against criminal acts fishery? (2) Why are the factors inhibiting
criminal enforcement against criminal acts fishery?
This study uses normative juridical and empirical jurisdiction. Data collection
procedures performed by literature and field studies. Data were analyzed
qualitatively to reach conclusion.
Based on the results of research and discussion can be concluded: (1) law
enforcement against criminal acts fisheries conducted by Water Directorate of
Lampung Police by investigation that traveled investigators to search for and collect
evidence on the crime of fishing in territorial waters and to find the suspects. Once
the investigation is completed, the case transferred to the Prosecutor and the Court
for further proceedings in accordance with the criminal justice system. (2) Factors
that hinder enforcement of the criminal law against criminal acts fishery that is

investigating the potential misuse of authority discretion, lack of quantitative
investigator of Water Directorate of Lampung Police. In addition, limited facilities
and infrastructure patrol in Water Directorate of Lampung Police, so that
investigations have problems.
Suggestion of this research are: (1) Investigator advised to carry out investigations
with the best in an honest and responsible (2) Water Directorate of Lampung Police
advised to develop a network of cooperation with various parties in the fight against
the crime of fisheries.
Keywords: Enforcement, Law, Crime, Fisheries.

ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
TINDAK PIDANA PERIKANAN
(Studi di Direktorat Perairan Polda Lampung)
Oleh
AGUS IRAWAN
Tindak pidana perikanan merupakan suatu kejahatan yang berdampak pada
kerusakan pada ekosistem dan sumber daya perikanan di laut atau wilayah perairan
sehingga harus dilaksanakan penegakan hukum secara optimal. Permasalahan
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak

pidana perikanan? (2) Mengapa terdapat faktor-faktor penghambat penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Data dianalisis secara kualitatif guna memperoleh simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh Direktorat
Perairan Polda Lampung dilaksanakan dengan proses penyidikan yang tempuh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana perikanan
di wilayah perairan dan untuk menemukan tersangkanya. Setelah penyidikan selesai
dilaksanakan maka perkara dilimpahkan ke Kejaksaan dan Pengadilan untuk proses
hukum selanjutnya sesuai dengan sistem peradilan pidana. (2) Faktor-faktor yang
menghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan yaitu
penyidik yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan diskresi, kurangnya
kuantitas penyidik Direktorat Kepolisian Perairan. Selain itu keterbatasan sarana dan
prasarana patroli yang ada di Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung,
sehingga penyidikan mengalami hambatan.
Saran penelitian ini adalah: (1) Penyidik Direktorat Kepolisian Perairan disarankan
untuk melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan
bertanggung jawab (2) Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung disarankan

untuk mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya
penanggulangan tindak pidana perikanan.
Kata Kunci: Penegakan, Hukum, Tindak Pidana, Perikanan.

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
TINDAK PIDANA PERIKANAN
(Studi di Direktorat Perairan Polda Lampung)

Oleh
AGUS IRAWAN

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER HUKUM

Pada
Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

i

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
TINDAK PIDANA PERIKANAN
(Studi di Direktorat Perairan Polda Lampung)

(Tesis)

Oleh

AGUS IRAWAN
NPM 1322011003

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG

2014

DAFTAR ISI

I.

II .

III.

IV.

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

1


B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................

11

D. Kerangka Pemikiran .........................................................................

12

E. Metode Penelitian .............................................................................

18

F. Sistematika Penulisan .......................................................................

22


TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

24

A. Penegakan Hukum Pidana.................................................................

24

B. Pengertian Direktorat Kepolisian Perairan .......................................

36

C. Tindak Pidana Perikanan...................................................................

40

D. Pengertian Penyidikan ......................................................................

44


E. Penanggulangan Tindak Pidana atau Kejahatan ..............................

54

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................................

57

A. Karakteristik Narasumber .................................................................

60

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perikanan
oleh Direktorat Perairan Polda Lampung ..........................................

62

C. Faktor-Faktor yang Menghambat Penegakan Hukum Pidana
Terhadap Tindak Pidana Perikanan oleh Direktorat Perairan
Polda Lampung .................................................................................


99

PENUTUP .............................................................................................

104

A. Simpulan ...........................................................................................

104

B. Saran ..................................................................................................

105

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

-I


FIEIIQffiAIIl[trr$
1. Tim Pengr4ii,
.

j

.:.

I{etua '
:

'

:

hof. Dr. $uuarto

:

Dr. Heni Sisruanto, S.H., III.H.


:

I}r-

E FI., SLItr., !il.

':
I

l"'

Sekretaris

.

'

'' ':

Fenguji Uta-rna

N

'Mdah,

S.8.,'.F["8.

I

:,
AnggOta

,

'
Atrrggp*e ,

,

I'Dr. Drldy {tfal,

S.ili;'![,*:

':
.,

:

Ih"

Erma

lletrI, $.H., lElfi

i*$-

iseq
\\

4+

. fleryadi, $.II., Fl,tiL
110S 198705 1

m5

28 198105 1 002

Tanggat Lulus Ujian Tesis ::'23 lleoemb€r AOI4

TDITECf,E&I! H Etr,il Plry$af,Eqq{pry
TII'TDAK PIDATIA PDRIITAN}IN

Judul Tesis

i
I
I

I

,

{gt*s,6hct*mr

t
;

t

Nomor Pokok Mahasiswa
Progfafu
Fakultas

n

khususan

,

1522011005
Hukum Pidana
Hukurn*

FIENIETUJTII
Dosen Komisi Pembimbing

/
i

t
iDi. Iteul slswanto, S.Ili,:If,H,
NrP 19650204 199003

ffETT(iEf,,tIIT}f
I{etua hogram
Fakultas flukum

pung

"ffi
e*ffi

, 3.8., FI.HEE"
14 198605 1 001

|

W

ST]RAT PERI\IYATAAN

Dengan ini sayamenyatakan dengan sebenarnya:

l.

Tesis berjudul: "Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana
Perikanan (Studi di Direktorat Perairan Polda Lampung),, adalah karya
saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas kuryu
penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiatr yang berlaku
dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

2.

Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila

di

kernudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidak benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya; saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang
berlaku.

Bandar Lampung 23 Desember 2014

Agus Irawan

NPM 1322011003

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Tesis ini kepada:

Ayah dan Ibu tercinta
Hi. Suharsono, dan Ibu Hj. Sri hartati.
yang telah membesarkanku, membimbingku
dan senantiasa mendoakan untuk
keberhasilanku
Buat adikku Khoirina Kharohmah dan keluarga besarku
yang telah mendukung dan selalu mendoakan kesuksesanku.
Untuk seseorang yang selalu menyayangiku,
yang tak henti mendukungku, menyemangatiku, yang doanya tak pernah putus
untukku yang kelak akan mendampingi selama hidupku yang kusayangi yang
menjadi motivasi dan memberi dukungan untuk kesuksesanku.
Seluruh saudaraku yang telah lama menantikan
keberhasilanku dan selalu menasehatiku
agar menjadi lebih baik.

Almamater Tercinta Universitas Lampung

i

MOTO

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pengajaran"
(Q.S. An-Nahl: 90)
“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.”
(Aristoteles)
“Jangan menunda pekerjaan sampai esok,
jika engkau bisa mengerjakan hari ini”
“Menyesali masal lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan,
tetapi penyesalan itu bisa dijadikan pengingat untuk membangun
masa depan yang lebih baik”
(Penulis)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman Yogyakarta tanggal 18 Agustus 1988, merupakan
putra pertama dari dua bersaudara. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Hi.
Suharsono, dan Ibu Hj. Sri Hartati.

Penulis menempuh Pendidikan SD Negeri 372 Bukit Harapan Merlung Jambi
diselesaikan pada tahun 2000, SLTP Negeri 5 Tungkal Ulu Jambi diselesaikan pada
tahun 2003, SMK Negeri 3 Kota Jambi

diselesaikan pada tahun 2006, dan

mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada tahun 2012 di Universitas Jambi.

i

SANWACANA

Alhamdulillalu puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya
dengan kehendak-Nya maka penulis

dapt

menyelesaikan Tesis yang berjudul:

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perikanan (Studi di

Direktorat Perairan Polda Lampung). Tesis ini disusun

sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum

Program

Pascasarjana Univemitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan sampai terselesaikannya Tesis ini,
mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan

ini penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

l.

Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

2.

Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister

Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Dr. Nikmah Rosidah

S.H., M.H. selaku ketua Bidang Kekftususan Pidana

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Penguji

Utama atas masukan dan saran yang diberikan dalam perbaikan Tesis.

4. Prof. Dr. Sunarto D.M., S.H., M.H., selaku Pembimbing I, atas bimbingan dan
saran yang diberikan selama pros€s penyusunan Tesis.

5.

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selalnr Pembimbing II, atas bimbingan dan saran
yang di berikan selamapnoses penyusunan tesis.

6.

Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., dan Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., IU.H., sebagai
Penguji, atas masukan dan saran dalam proses perbaikan Tesis ini

7.

Seluruh dosen hogram Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung yang telah memberikan itmu kepada penulis selama menempuh studi
serta selunrh staf dan karyawan yang telatr memberikan bantuan kepada penulis

selamamenempuh studi.

8.

Komisaris Besar Polisi Edion selaku Direkmr Perairan Polda Lampung AKBP

sukahar selaku wakil Direktur Pemiran Polda Lampung beserta segenap
jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian.

9.

Selunrh Teman-teman Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Lampung khususnya angkatan 2013, atas persahabatan dan kebersamaan selama

menempuh studi serta dorongan dan motivasi yang diberikan dalam
penyelesaian Tesis ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa tidak ada gading yang tidak retak, namun demikian
penulis berharap s€moga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung 23 Desember 2Al4
Penulis

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana perikanan menjadi salah satu isu global yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, karena tindak pidana jenis ini tidak hanya berdampak pada
kerusakan pada ekosistem dan sumber daya perikanan di laut atau wilayah
perairan, tetapi juga menyangkut kedaulatan suatu negara, terutama apabila pelaku
tindak pidana perikanan ini berasal dari negara asing yang tanpa hak memasuki
wilayah perairan negara lainnya untuk menangkap ikan secara tidak sah.1

Indonesia merupakan salah satu negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang
dipisahkan oleh perairan-perairan dangkal maupun perairan-perairan dalam (selat,
laut territorial dan laut lepas), yang mana wilayah perairan Indonesia memiliki
keanekaragaman sumber daya hayatinya, dan inilah yang menjadi ciri negara
maritim yang dimiliki Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari
negara kepulauan dan dua pertiga wilayahnya adalah perairan laut yang terdiri
atas laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat yang kaya sumber daya laut dan ikan.2

Kejahatan yang umumnya terjadi di wilayah perairan Indonesia adalah tindak
pidana perikanan, yaitu kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan

1

http://hasanudinnoor.blogspot.com/hukum-acara-pengadilan-perikanan.html. Diakses Sabtu 6
September 2014. Pukul 14.00-1430 WIB
2
http://mukhtar-api.blogspot.com./2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html. Diakses Sabtu 6
September 2014. Pukul 14.00-1430 WIB

2

yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktivitasnya tidak dilaporkan
kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia/berwenang. Tindak
pidana perikanan ini paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing yang berasal dari
beberapa negara tetangga seperti Negara Thailand, Fillipina, dan Vietnam,
walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tindak pidana perikanan yang
terjadi di wilayah perairan Indonesia.3

Tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh kapal asing sebagian besar terjadi di
Exclusive Economic Zone atau Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan juga cukup
banyak terjadi di perairan kepulauan. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh
kapal Asing illegal di perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap produktif seperti
purse seine dan trawl. Tindak pidana perikanan juga dilakukan oleh warga Negara
Indonesia tidak hanya dilakukan oleh Warga Negara Asing. Beberapa modus/jenis
kegiatan illegal yang sering dilakukan warga negara Indonesia, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin, memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana
ditetapkan oleh perundang-undangan

yang berkaitan dengan perikanan,

pemalsuan/manipulasi dokumen, transshipment di laut, tidak mengaktifkan
transmitter, dan penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan bahan
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang
membahayakan melestarikan sumberdaya ikan. 4

3

Ibid
Rohmin Dahuri. Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan. Makalah Diklat Teknis
Penanganan Tindak Pidana Perikanan Angkatan II, Pusdiklat Kejagung RI, 2013.hlm.2
4

3

Indonesia sebagai negara berdaulat mengambil tindakan tegas terhadap para
nelayan asing yang melakukan tindak pidana perikanan, khususnya pencurian ikan
di wilayah perairan Indonesia. Berdasarkan pemberitaan media, diketahui bahwa
Pemerintah Indonesia melakukan tindakan tindakan tegas terhadap para pencuri
tersebut dengan cara menenggelamkan tiga kapal nelayan asal Vietnam pencuri
ikan yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut. Upaya ini ditempuh untuk
memberikan efek jera kepada para nelayan asing dan untuk menunjukkan kepada
dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat, sehingga
setiap tindakan melawan hukum di wilayah perairan Republik Indonesia akan
berhadapan dengan penegakan hukum yang tegas. 5

Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perikanan di perairan
Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi
perikanan di Negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan
perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut
dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan berikut:6
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia
menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal
ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara
legal atau illegal.
2. Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara
lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya
surplus pendapatan.
5

http://news.detik.com/read/2014/12/08/142611/2770875/10/penenggelaman-kapal-pencuri-ikanksad-pemerintah-hebat-dan-berani. Diakses 9 Desember 2014.
6
Rohmin Dahuri. Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Perikanan, Pusdiklat
Kejagung RI, 2012.hlm.4

4

3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di
Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan
pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi
pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan
khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat
terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya
wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat
terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas)
telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal
untuk melakukan tindak pidana perikanan.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat
terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input
restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual
geografi ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta Sumber Daya
Manusia pengawasan khususnya dari sisi kuantitas dibandingkan dengan luas
wilayah perairan yang harus diawasi. Hal ini ditambah lagi dengan
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam
penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum terorganisasi
dengan optimal, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan
komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.

5

Tindak pidana perikanan di wilayah perairan Provinsi Lampung, berdasarkan data
pada Direktorat Perairan Polda Lampung tahun 2009-2014 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tindak Pidana Perikanan di Wilayah Perairan Provinsi Lampung Tahun
2009-20147
No
1
2
3
4
5
6

Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014*
Jumlah

Jumlah Tindak Pidana
11
15
23
19
24
14
106

Pelaku Tindak Pidana
26
31
33
38
42
27
197

Sumber: Data Sekunder pada Direktorat Perairan Polda Lampung 2014
Keterangan : * Bulan Januari – Agustus 2014

Berdasarkan data pada tabel di atas maka diketahui bahwa tindak pidana
perikanan di wilayah perairan Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun dengan jumlah 106 tindak pidana dan 197 pelaku tindak pidana.
Oleh karena itu diperlukan penegakan hukum tindak pidana perikanan untuk dapat
memberantas kegiatan tindak pidana perikanan sehingga Indonesia tidak
mengalami kerugian di bidang perikanan.

Tindak pidana perikanan diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan dan penegakan hukumnya termasuk koordinasi antar instansi
dalam pemberantasan tindak pidana perikanan. Hal ini sesuai dengan Pasal 35
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa menggunakan bahan peledak, bahan
beracun, dan/atau bahan lain yang merusak Ekosistem terumbu karang.

7

Direktorat Perairan Polda Lampung Tahun 2014

6

Pengaturan mengenai tindak pidana perikanan terdapat pada Pasal 8 UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan:
(1) Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan atau
pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis,
bahan peledak, alat dan atau cara, dan atau bangunan yang dapat
merugikan dan/atau yang dapat membahayakan kelestarian SDI dan atau
lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
(WPP RI).
(2) Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan
Anak Buah Kapal (ABK) yang melakukan penangkapan ikan dilarang
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan atau
cara, dan atau bangun yang dapat merugikan dan/atau yang dapat
membahayakan kelestarian Sumber Daya Ikan (SDI) dan atau
lingkungannya di WPP RI.
(3) Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggung
jawab perusahaan perikanan, dan atau operator kapal perikanan dilarang
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan atau
cara, dan atau bangun yang dapat merugikan dan/atau yang dapat
membahayakan kelestarian lingkungan.

Ancaman pidana terhadap tindak pidana perikanan terdapat pada Pasal 84
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perikanan:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
Republik
Indonesia
melakukan
penangkapan
ikan
dan/atau
pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis,
bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat
merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/
atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rpl.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
(2) Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan anak
buah kapal yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian
sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rpl.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus
juta rupiah).

7

(3) Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggung
jawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan yang
dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia,
bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang
dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan
dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(4) Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan
pembudidayaan ikan, dan/atau penanggung jawab perusahaan
pembudidayaan ikan yang dengan sengaja melakukan usaha
pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, flat dan/atau
cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/ atau membahayakan
kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).

Pasal 85 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan:
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia memiliki, menguasai, membawa, dan/atau
menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan
ikan yang berada di kapal penangkap ikan yang tidak sesuai dengan
ukuran yang ditetapkan, alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan
persyaratan, atau standar yang ditetapkan untuk tipe alat tertentu dan/atau
alat penangkapan ikan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Salah satu perkara tindak pidana perikanan yang terjadi di wilayah perairan
Kepolisian Daerah Lampung adalah penggunaan alat tangkap ikan yang dapat
membahayakan kelestarian SDI dan atau lingkungannya, yaitu Carkum dan
Saikun yang menggunakan dogol modifikasi saat menangkap ikan di perairan
Pulau Legundi, Pesawaran. Direktorat Polair Polda Lampung dapat meminta
pertanggungjawaban pidana atas Carkum dengan Pasal 85, sementara Saikun

8

Pasal 84 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dogol yang
diperbolehkan sesuai dengan Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor
18/2013 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan
dan Alat Bantu Penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia berukuran minimum 1,5 inchi, tetapi kedua nelayan itu
menggunakan dogol berukuran 1 inchi atau telah dimodifikasi. Penangkapan
Carkum dan Saikun terjadi pada awal Juli 2014. Ketika Kapal KM Sinar Jaya Si
Roy yang dinakhodai Saikun bersama anak buah kapal (ABK) yaitu Rosidin,
Roynaldi, Rico Saputra, dan Kevin Sorbo berangkat dari Pulau Sepak yang
berjarak sekitar 500 meter dari Pulau Legundi, Pesawaran. Ketika KM Sinar Jaya
tiba di perairan Legundi, Saikun selaku nakhoda memerintahkan ABK untuk
menangkap ikan dengan cara, jaring dogol diturunkan ke laut yang diikuti kakikakinya berupa besi siku dan dua papan pemberat (outer board) dengan masingmasing seberat 30 kilogram (kg). Setelah itu, Saikun melanjutkan perjalanannya
ke Pulau Keringgung untuk menjual hasil tangkapan. Namun, di tengah perjalanan
sekitar pukul 11.30 WIB, kapal mereka dihentikan kapal tim patroli Direktorat
Polisi Air Polda Lampung. Kemudian kapal terdakwa digeledah dan ditemukan
satu jaring dogol yang telah dimodifikasi serta ikan seberat 200 kg yang terdiri
ikan krisi sekitar 50 kg, ikan sriding 120 kg, dan udang krosok 30 kg.8

Isu hukum dalam perkara tindak pidana perikanan yang dilakukan Carkum dan
Saikun adalah adanya dugaan kriminalisasi oleh Direktorat Polair Polda
Lampung. Hal ini diungkapkan bebarapa elemen masyarakat, di antaranya Ono
8

http://lampungx.com/beginilah-kisah-carkum-dan-saikun-nelayan-yang-terjerat-jaring-dogol/.
Diakses Kamis 25 September 2014. Pukul 15.00-15.15 WIB

9

Darsono, salah satu ketua kelompok nelayan, yang mengatakan bahwa sudah lama
nelayan menggunakan alat tangkap tersebut dan tidak ada masalah. Tashudi,
tokoh masyarakat nelayan, juga heran dengan sikap aparat yang memaksakan
kehendak memenjarakan nelayan terkait soal alat tangkap. Demikian pula
Carkadi, mantan Ketua KUD Mina Jaya, meyakini apa yang dilakukan aparat
meresahkan kaum nelayan. Lelaki yang juga menjadi tokoh nelayan di kawasan
Gudang Lelang, Bandarlampung, ini mengaku jarang sekali mendengar kasus alat
tangkap dogol naik ke pengadilan, sehingga terkesan dipaksakan dan tidak
berorientasi pada pembinaan terhadap nelayan. 9

Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan yang
besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin
kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara serta terjaminnya kepastian
hukum. Penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi berbagai
penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi
masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum.

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menciptakan memelihara
keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi Kepolisian
yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan
oleh Kepolisian selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Mengingat bahwa tindak pidana perikanan
merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka menjadi kewajiban
9

http://www.beritalampung.com/hari-ini-nelayan-dan-pedagang-ikan-bandarlampung-mogok/
Diakses Sabtu 18 Oktober 2014. Pukul 14.00-14.30 WIB

10

Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui jajaran di bawahnya untuk
menangani masalah ini, yaitu dengan semaksimal mungkin menekan angka
kriminalitas, khususnya tindak pidana perikanan sebagai kajian penelitian.

Hal di atas sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tugas pokok Kepolisian adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Berkaitan dengan tindak pidana perikanan maka kepolisian, khususnya Direktorat
Kepolisian

Perairan

harus

melaksanakan

serangkaian

prosedur

dalam

mengungkapkan kasus melalui tahapan penyidikan. Menurut Pasal 1 Ayat (13)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Ketentuan tentang penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir (2) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyidikan ini dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti
yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya

11

masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi
atau tentang tindak pidana yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya.
Penyidikan dilaksanakan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk
kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu tindakan
atau perbuatan dilakukan penuntutan. Setelah tahapan penyidikan selesai maka
pihak Kepolisian menyusun berita acara penyidikan ke dalam satu berkas dan
kemudian melimpahkannya kepada pihak kejaksaan untuk proses hukum lebih
lanjut pada pelaku tindak pidana perikanan di wilayah perairan. Salah satu aspek
untuk mengetahui kualitas penyidik dalam upaya mengungkap tindak pidana
adalah melaksanakan peran secara efektif dan efesien pada penyidikan terhadap
tersangka tindak pidana perikanan yang telah tertangkap dan menjalani proses
pemeriksaan di tingkat kepolisian. Peranan penyidik dalam sistem peradilan
pidana menempatkannya pada jajaran terdepan dalam mengungkap tindak pidana.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melaksanakan penelitian yang berjudul:
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perikanan (Studi di Direktorat
Perairan Polda Lampung).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan?
b. Mengapa terdapat faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana perikanan?

12

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansi penelitian ini adalah hukum pidana, terkait objek
penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan. Ruang lingkup lokasi
penelitian adalah pada wilayah hukum Direktorat Perairan Polda Lampung,
dengan periode data penelitian yaitu tahun 2009-2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian
ini adalah:
a. Untuk menganalisis penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana
perikanan
b. Untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana perikanan

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya khazanah
ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum
pidana terhadap tindak pidana perikanan oleh Direktorat Perairan Polda
Lampung.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran
bagi Direktorat Kepolisian Perairan dalam mengungkap tindak pidana

13

perikanan di wilayah perairan Kepolisian Daerah Lampung. Selain itu hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan
informasi mengenai penegakan hukum pidana.

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

Aktivitas
Penangkapan Ikan
di Wilayah Perairan
Polda Lampung

Tindak Pidana
Perikanan

Undang-Undang
Perikanan

Penyelidikan dan
Penyidikan
Tindak Pidana

Direktorat Perairan
Polda Lampung

Penegakan
Hukum Pidana

Pelaksanaan
Penegakan Hukum

Faktor-Faktor Penghambat
Pelaksanaan
Penegakan Hukum

Pembahasan

Kesimpulan

14

2. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian
hukum. Berdasarkan pernyataan di atas maka kerangka teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Sistem Hukum
Teori Sistem Hukum menurut Lawrence Friedman dalam Mardjono Reksodiputro,
menjelaskan bahwa unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum
(legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal
culture).
a. Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta
lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi
Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain.
b. Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.
c. Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari
masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim
hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim
dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar
atau dilaksanakan.10

Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini
dapat dianggap sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah
sehingga substansi hukum perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga
10

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan
Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum.
Jakarta. 1994. hlm.81.

15

sangat tergantung pada bidang apakah yang hendak diatur. Perlu pula dperhatikan
perkembangan

sosial,

ekonomi

dan

politik,

termasuk

perkembangan-

perkembangan ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap politik yang
paling pantas untuk diambil adalah meletakan atau menggariskan prinsip-prinsip
pengembangannya. Sebatas inilah blue printnya. Untuk itu maka gagasan dasar
yang terdapat dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau
parameter dalam pembentukan undang-undang apa saja, kesetaraan antar lembaga
negara, hubungan yang bersifat demokratis antara pemerintah pusat dengan
daerah, hak asasi manusia (HAM) yang meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan
pembangunan harus dijadikan sumber sekaligus parameter dalam menguji
substansi RUU atau UU yang akan dibentuk.11
Budaya hukum (legal culture) menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum
yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide
ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap
hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan
signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang
lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan
lembaga hukum. Aspek kultural melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang
menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan
faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut.

Hal ini tidak berarti sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice
system) antar lembaga penegak hukum harus menjadi satu fungsi di bawah “satu
atap”, akan tetapi masing-masing fungsi tetap di bawah koordinasi sendiri-sendiri
11

Ibid. hlm.82.

16

yang independen dengan kerjasama yang aktif dalam persepsi yang sama dilihat
dari fungsi dan wewenang masing-masing lembaga tersebut. Keterpaduan antara
subsistem dalam penegakan hukum menjadi penentu efektifvitas suatu peraturan.
Sistem hukum dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan jika semua
unsur saling mendukung dan melengkapi.12

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum pada dasarnya bukan semata-mata pelaksanaan perundangundangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu
sebagai berikut13:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan
hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa keadilan tanpa kebenaran
adalah kebejatan dan kebenaran tanpa kejujuran adalah kemunafikan.
3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai dan keuangan yang cukup.
12

Ibid. hlm.84.
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.
Jakarta. 1986. hlm.8-11
13

17

4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat
maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat, semakin
banyak

penyesuaian

antara

peraturan

perundang-undangan

dengan

kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya.

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam

melaksanakan

penelitian.14

Berdasarkan

definisi

tersebut,

maka

konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penanggulangan tindak pidana adalah upaya yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dalam rangka menanggulangi kejahatan melalui dua sarana
yaitu sarana penal (penerapan hukum pidana) dan sarana non penal
(penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi sosial tertentu, namun
secara tidak langsung mempengaruhi pencegahan terjadinya kejahatan) 15
b. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-

14

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.63
Badra Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung. 2002. hlm. 77-78
15

18

undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminnya kepentingan umum.16
c. Tindak pidana perikanan menurut Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
dinyatakan: Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan atau
pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis,
bahan peledak, alat dan atau cara, atau bangunan yang merugikan dan/atau
yang membahayakan kelestarian SDI dan/atau lingkungannya di WPP RI.17
d. Direktorat Kepolisian Perairan menurut Keputusan Kapolri Nomor Pol: Kep
/53 /X /2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah satuan Kepolisian yang tugas pokoknya yaitu
sebagai penyelenggara fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patroli
termasuk penanganan pertama terhadap tidak pidana, pencarian dan
penyelamatan laka laut dan pembinaan masyarakat pantai/perairan serta bina
fungsi Kepolisian dalam lingkungan Kepolisian Daerah.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris.

16

Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25
17
Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur
Tindak Pidana Korupsi. Fakutals Hukum Universitas Pakuan Bogor. 2009, hlm. 3-4.

19

a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan
(library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori
hukum dan perundang-undangan yang berhubungan permasalahan.
b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus18

2. Sumber dan Jenis Data
Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan.
Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data
kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan. Jenis
data meliputi data primer dan data sekunder 19

Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library
research), dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori,
asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

18
19

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.7
Ibid. hlm.36

20

c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
d) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perikanan
e) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
f) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
g) Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 18/2013 tentang Jalur
Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu
Penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia
h) Keputusan Kapolri Nomor Pol: Kep /53 /X /2002 tanggal 17 Oktober 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder dalam penelitian bersumber dari bahan-bahan hukum
yang dapat membantu menganalisa permasalahan, berbagai buku hukum, arsip
dan dokumen, brosur, makalah dan sumber internet.

b. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara (interview) dengan
narasumber penelitian.

21

3. Penentuan Narasumber

Narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Direktur Kepolisian Air Polda Lampung

1 orang

b. Penyidik Direktorat Kepolisian Air Polda Lampung

2 orang

c. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

1 orang

d. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang

1 orang

e. Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung

1 orang+

Jumlah

6 orang

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:
1) Studi pustaka (library research)
Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan
membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan
pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pokok bahasan

2) Studi lapangan (field research)
Studi lapangan dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di
lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan dengan melakukan
wawancara (interview), kepada narasumber penelitian.

22

b. Pengolahan Data
Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:
1) Seleksi Data, yaitu memeriksa data untuk mengetahui kelengkapan data
selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan
2) Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang
telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan
dan akurat.
3) Penyusunan Data, yaitu menyusun data yang saling berhubungan dan
merupakan satu kesatuan yang terpadu pada pokok bahasan untuk
mempermudah interpretasi data penelitian.

5. Analisis Data
Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Setelah itu
dilakukan analisis kualitatif, artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam
bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk
diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan faktafakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Penarikan
kesimpulan dilakuan secara induktif, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan halhal yang bersifat khusus lalu disimpulkan secara umum dan selanjutnya dari
berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran. 20

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tesis ini disajikan ke dalam empat bab yang saling
berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya, yaitu sebagai berikut:
20

Ibid. hlm.69.

23

I . PENDAHULUAN
ini berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri dari Latar Belakang,
Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka
Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian penegakan hukum
pidana, pengertian Kepolisian dan direktorat Kepolisian perairan, pengertian
tindak pidana perikanan dan pengertian kebijakan penganggulangan hukum
pidana.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dari hasil
penelitian, yang terdiri dari análisis penegakan hukum pidana terhadap tindak
pidana perikanan oleh Direktorat Perairan Polda Lampung dan faktor-faktor yang
menghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan oleh
Direktorat Perairan Polda Lampung.

IV. PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan penelitian yang didasarkan pada analisis dan
pembahasan penelitian serta berbagai saran yang ditujukan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dalam penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana merupakan upaya untuk dapat menjamin kepastian
hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi
saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu
menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang
didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai proses
kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka
pencapaian tujuan, harus melihat penegakan hukum sebagai sistem peradilan
pidana. 1

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk
menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 2

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang
menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana
materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
1
2

Heni Siswanto, op cit, hlm.1
Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 2.

25

demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks
sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan
kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan
demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran
yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang
bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.

Pandangan penyelenggaraan tata hukum pidana demikian itu disebut sebagai
model kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang
yang melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan
meneruskan perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan
penetapan hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak
menuntut seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian dari kegiatan
dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime
control suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakantindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3

Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum