EFETIVITAS FORUM KEMITRAAN POLISI MASYARAKAT (FKPM) DI KELURAHAN SUKAJAWA KECAMATAN TANJUNG KARANG BARAT BANDAR LAMPUG TAHUN 2010-2011

(1)

EFEKTIVITAS FORUM KEMITRAAN POLISI MASYARAKAT (FKPM) DI KELURAHAN SUKAJAWA KECAMATAN TANJUNG KARANG

BARAT BANDAR LAMPUNG TAHUN 2010-2011

Oleh

Melly Susanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

EFFECTIVENESS FORUM KEMITRAAN POLISI MASYARAKAT (FKPM) AT KELURAHAN SUKAJAWA SUBDISTRICT OF TANJUNG KARANG BARAT

BANDAR LAMPUNG YEAR 2010-2011

MELLY SUSANTI

Abstract

Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) is represent as the part of development program of Perpolisian Masyarakat (Polmas) which is in form of social organization as coorperation between Police with the society that operational the Polmas in its environment. Polmas is formed as one way by Police to alter the old paradigm of Police which tend to the arogan and militeristik paradigm become the trusted and supported full civil Police by society as partner in realizing peaceful and society orderliness and solve the social problem that happened.

Effektiveness is the way of seeing how an organization can reach the target which had been determined in the organization previously by using existing source and appliance optimally. Effectiveness measurement of organization can be done by paying attention with organizational productivity or output or result which have been reached from organizational applying, by organizational ability adapt with the change in and outside organizational and by no stress in existence organizational or conflict resistance among parts of organizational

Based on the research result, known that the implementation of FKPM at Kelurahan Sukajawa is not run well according to guidance of forming and operationalization Polmas, that is Skep/433/VII/2006. In performing basic tasks and function, good community police personnel or members should be guided by and observe FKPM Skep/433/VII/2006 as policy implementation and operationalization of the community police.


(3)

ABSTRAK

EFETIVITAS FORUM KEMITRAAN POLISI MASYARAKAT (FKPM) DI KELURAHAN SUKAJAWA KECAMATAN TANJUNG KARANG

BARAT BANDAR LAMPUG TAHUN 2010-2011 Oleh

MELLY SUSANTI

Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) merupakan bagian dari program pengembangan Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang berbentuk organisasi kemasyarakatan sebagai wadah kerjasama antara Polisi dengan masyarakat yang mengopersionalisasikan Polmas dalam lingkungannya. Polmas sendiri dibentuk sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh Polri untuk mengubah paradigma lama Polri yang cenderung arogan dan militeristik menjadi Polri sipil yang dipercaya dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat sebagai mitra dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi.

Efektivitas merupakan cara melihat bagaimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan maupun sasaran yang telah ditentukan dalam organisasi tersebut sebelumya dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada. Pengukuran keefektifan suatu organisasi dapat dilakukan dengan memperhatikan hasil yang telah dicapai dari penerapan organisasi, kemampuan organisasi menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi dan tidak adanya ketegangan-ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik di antara bagian-bagian organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa tidak dijalankan sesuai dengan pedoman pembentukan dan operasionalisasi Polmas yang disebut Skep/433/VII/2006. Dalam melaksanakan tugas pokok serta fungsi baik personel Polmas maupun anggota FKPM harus berpedoman dan memperhatikan Skep/433/VII/2006 sebagai dasar pelaksanaan dan operasionalisasi perpolisian masyarakat.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Organisasi ... 13

1. Pengertian Efektivitas ... 13

2. Pengertian Efektivitas Organisasi ... 14

3. Pengukuran Efektivitas Organisasi ... 16

B. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) ... 20

1. Pengertian Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) ... 20

2. Tujuan Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) . 22 3. Fungsi dan Tugas Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) ... 25

4. Langkah-Langkah Pembentukan FKPM ... 27

5. Indikator atau Tolak Ukur Keberhasilan Penyelenggaraan FKPM... 29


(8)

B. Fokus Penelitian ... 34

C. Lokasi Penelitian ... 36

D. Jenis Data ... 36

1. Informan ... 37

2. Objek ... 37

3. Dokumen-Dokumen ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

1. Wawancara Mendalam (indepth interview) ... 39

2. Observasi ... 40

3. Studi Dokumentasi ... 40

F. Teknik Analisis Data... 41

1. Reduksi Data... 41

2. Penyajian Data ... 42

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi ... 42

G. Teknik Keabsahan Data ... 42

1. Derajat Kepercayaan (credibility) ... 43

2.Keteralian (transferability) ... 44

3. Kebergantungan (dependability) ... 44

4. Kepastian (confirmability)... . 45

IV. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 46

1. Profil Kelurahan Sukajawa ... 46

2. Profil Polsek Tanjung Karang Barat ... 50

3. FKPM Kelurahan Sukajawa ... 51

B. Hasil Penelitian ... 54


(9)

a. Intensitas (Frekuensi) Kegiatan Forum Baik Kegiatan Pengurus

maupun Keikutsertaan Warganya ... 65 b. Kemampuan Forum Menemukan dan Mengidentifikasi Akar Masalah,

Kemampuan Petugas Polmas Bersama Forum Menyelesaikan Permasalahan Termasuk Konflik atau Pertikaian dan Kemampuan

Mengakomodasi atau Menanggapi Keluhan Masyarakat ... 69 c. Intensitas dan Ekstensitas Kunjungan Polmas Kepada Warga ... 74 3. Tidak adanya ketegangan di Dalam Organisasi atau Hambatan-Hambatan

Konflik di Antara Bagian-Bagian Organisasi ... 78 C. Pembahasan ... 80 1. Produktivitas Organisasi atau Output... 80 2. Kemampuan Menyesuaikan Diri Dengan Perubahan-Perubahan di Dalam

dan di Luar Organisasi ... 84 a. Intensitas (Frekuensi) Kegiatan Forum Baik Kegiatan Pengurus

maupun Keikutsertaan Warganya ... 84 b. Kemampuan Forum Menemukan dan Mengidentifikasi Akar Masalah,

Kemampuan Petugas Polmas Bersama Forum Menyelesaikan Permasalahan Termasuk Konflik atau Pertikaian dan Kemampuan

Mengakomodasi atau Menanggapi Keluhan Masyarakat ... 87 c. Intensitas dan Ekstensitas Kunjungan Polmas Kepada Warga ... 91 3. Tidak adanya ketegangan di Dalam Organisasi atau Hambatan-Hambatan

Konflik di Antara Bagian-Bagian Organisasi ... 93

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bentuk Kasus Kejahatan di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang

Barat Tahun 2010-2011 ... 9

2. Informan-informan dalam penelitian yang akan di wawancarai ... 37

3. Objek Penelitian ... 38

4. Dokumen FKPM Kelurahan Sukajawa ... 38

5. Daftar nama Lurah beserta periode jabatan di Kelurahan Sukajawa ... 46

6. Daftar profesi masyarakat Kelurahan Sukajawa ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Papan Kegiatan Babinkamtibmas Polsek Tanjung Karang Barat ... 57 2. Data Daftar Pencarian Orang (DPO) Kecamatan Tanjung Karang Barat ... 61 3. Peta ploting gangguan keamanan dan ketertiban kelurahan Sukajawa ... 78


(12)

DAFTAR BAGAN

Tabel Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian...32 2. Struktur Kerja FKPM Kawasan Kelurahan Sukajawa...70


(13)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Balakang Masalah

Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan merupakan salah satu bidang pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Repubik Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.Dalam pasal 30 ayat (1) menyebutkan : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan Pasal 30 ayat (2) : Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Kedua pasal tersebut mengamanatkan kepada seluruh Warga Negara Indonesia untuk ikut serta dalam mempertahankan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa terkecuali, walaupun Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) merupakan kekuatan unsur utamanya. Akan tetapi, dalam perjalanannya TNI dan Polri pun semakin menemukan eksistensinya masing-masing.

Pada awalnya di pedesaan maupun perkotaan di Indonesia, fungsi Polisi sudah ada sejak masyarakat mulai merasakan adanya ancaman dari kelompok masyarakat lain maupun ancaman dari dalam masyarakat itu sendiri yang cenderung


(14)

melanggar aturan dan tata tertib kehidupan bersama mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka masyarakat membentuk organisasi untuk menjalankan fungsi polisi seperti Jagabaya (Jawa), Pecalang (Bali), ronda kampung atau ronda malam.

Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.Implikasi dari kemajuan zaman yang membuat modus kejahatan semakin canggih, menuntut Polri untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Menurut Suparlan (2004) Polri dituntut untuk mereformasi dirinya sendiri melalui: 1) Berbagai pemberdayaan sumberdaya yang ada, 2) Perubahan pola piker para petugas Polri (to change the mind set of police officers) secara berkesinambungan agar Polri dapat mengatasi tantangan masa depan seiring arus globalisasi dan demokrasi.

Walaupun demikian sebagai penjaga pintu gerbang sistem keamanan tindak kriminal (the gate keeper of the criminal justice system) di tengah zaman reformasi yang terus bergulir Polri masih dihadapkan pada setumpuk persoalan baik internal maupun eksternal yang membebani dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja kepolisian. Masalah eksternal berkenaan dengan kondisi negara yang belum stabil dan sejumlah masyarakat yang masih berada dalam dunia mispersepsi akan makna demokrasi yang diterjemahkan sebagai kebebasan sebesar-besarnya tanpa batas. Sedangkan menurut Harkrisnowo (2003) masih terdapat pula sejumlah masalah internal antara lain: 1) SDM yang masih belum sepenuhnya profesional, 2) Sistem kompensasi atau penggajian yang jauh dari sufficient (cukup), 3) Mekanisme pengawasan yang belum sempurna, 4)


(15)

Intervensi dari berbagai pihak terhadap kinerja Polri yang menyimpang, 5) Dukungan sarana dan prasarana yang belum memadai, 6) Ketentuan perundang-undangan yang masih rancu mengenai fungsi penyidikan dan penyelidikan tindak pidana tertentu, 7) Budaya hukum yang terbentuk akibat sistem yang telah merasuk dan juga kurangnya integrasi personel yang dikenal sebagai police subculture.

Antara diharapkan kehadirannya dan ditakuti kedatangannya. Itulah mungkin gambaran umum yang sering terlontar dari bibir masyarakat ketika ditanya tentang polisi. Hubungan publik-polisi diwarnai relasi benci dan cinta. Polisi ada kalanya dapat menjadi malaikat yang dikirim Tuhan, ketika ia datang menyahuti permintaan tolong, dan permohonan perlindungan dari kejahatan. Tetapi juga sebaliknya, ketika mengeluarkan kartu tilang atau memenjarakan orang sembarangan, main palak, pungutan liar (pungli), dan perkelahian, seketika pandangan orang berubah dari sesuatu yang diharapkan kehadirannya menjadi sesuatu yang tak diingini atau malah juga benci.

Adanya asumsi seperti ini menjadi jarak psikologis yang memisahkan secara diametral antara polisi dan masyarakat. Kondisi seperti ini tak dapat dibiarkan berlarut-larut, karena akan dapat berakibat buruk menjadi ganjalan yang berakibat gagalnya penanganan masalah keamanan secara cepat, tepat dan holistik. Polisi tanpa masyarakat akan menjadi entitas terisolasi yang jauh dari fungsinya sebagai alat negara dan pelayan kepada masyarakat, menjaga keamanan dan memberi rasa aman.


(16)

Merespon gejala yang menyangkut relasi ini kemudian muncul inisiasi mengembangkan bentuk partisipasi yang lebih besar dari masyarakat melalui pendekatan yang lebih partisipatif melalui apa yang dikenal dengan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM). FKPM dibentuk di setiap desa yang merupakan pendekatan baru sebagai bentuk reformasi kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service). Istilah ini sebenarnya diadopsi dari model community based policing, yang diterapkan di Amerika, Inggris, dan Negara Eropa. Community based policing adalah kerjasama menyelesaikan masalah kejahatan dan gangguan.

Berangkat dari kenyataan bahwa polisi yang tersedia tidak sesuai dengan rasio masyarakat yang harus dilayani. Pendekatan ini juga merupakan model baru (different styles of polycing) yang terbukti menjadi pendekatan terbaik untuk memperbaiki image penegakan hukum. Tujuan usaha kolaboratif polisi masyarakat ini agar dapat mengidentifikasi problem kriminal dan penyimpangan secara dini dan melibatkan masyarakat mencari solusi penyelesaian masalah.

Reformasi yang terjadi di tahun 1998 juga berpengaruh pada Polri yang menginginkan perubahan peradigma pada aspek struktur, instrumental, dan kultural ditubuh Polri. Kehendak rakyat tersebut telah terwujud melalui perubahan kedua UUD 1945 dengan Tap MPR No.VI dan VII tahun 2000 menjadi UU No.2 tahun 2002 sebagai landasan Polri sampai sekarang.

Reformasi yang dilakukan terkait dengan perubahan paradigma yang menginginkan “Polri Mandiri”, antara lain bidang: 1) Struktural, yaitu perubahan


(17)

dalam sistem pendekatan tugas Polri dari pendekatan militer ke pendekatan sipil, 2) Instrumental, yaitu perubahan dalam peraturan perundang-undangan dengan dikeluarkannya UU No.2 tahun 2002, 3) Kultural, yaitu perubahan budaya dalam tubuh Polri dibidang pola pikir, perilaku, dan pendekatan tugas yaitu Polri harus bisa menjamin kemitraan dengan masyarakat karena Polri berasal dari rakyat, bersama rakyat, untuk rakyat, dan didukung oleh rakyat dengan memberikan pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat (Sumber:http://www.kr.co.id/article.php&sid, diakses tanggal 16 Januari 2012).

Sejalan dengan reformasi untuk mewujudkan “Polri Mandiri” tersebut, sebuah paradigma baru tengah diterapkan oleh Polri. Paradigma tersebut dikenal sebagai Community Policing. Konsep Community Policing dalam penyelenggaraan tugas Polri disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia serta dengan nama Indonesia. Tanpa mengenyampingkan kemungkinan penggunaan penerjemahan istilah yang berbeda, terutama bagi keperluan akademis, secara formal oleh jajaran Polri model tersebut diberi nama “Perpolisian Masyarakat” dan selanjutnya secara konseptual dan operasional disebut “Polmas” (Sumber: Jurnal Studi Kepolisian Edisi 068).

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai Polri dalam rangka menerapkan model Polmas antara lain: 1) Mengubah paradigma lama Polri yang cenderung arogan dan militeristik menjadi Polri sipil yang dipercaya dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat sebagai mitra dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi, 2) Meningkatkan komitmen Polri dalam rangka memberikan pelayanan,


(18)

perlindungan, dan pengayoman kepada masyarakat, 3) Dapat memberikan informasi yang dibutuhkan sebagai upaya mencegah terjadinya tindak kriminal masalah sosial lainnya, 4) Sebagai fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja Polri, 5) Meningkatkan kepedulian masyarakat sebagai salah satu unsur untuk mewujudkan Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) (Sumber: http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012).

Pelaksanaan Polmas di masyarakat untuk memberikan media komunikasi dan membangun kemitraan serta pemecahan masalah sosial yang terjadi adalah dengan melalui suatu program pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Pembentukan FKPM ini didasarkan pada Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/IX/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Menyelenggarakan Tugas Polri yang dalam implementasinya menggugah masyarakat untuk peduli dengan keamanan dilingkungannya dengan membentuk satu wadah atau paguyuban. FKPM merupakan pranata sosial dan bukan merupakan pranata birokrasi, sehingga keberadaannya independent (berdiri sendiri) dan bebas dari intervensi pihak atau kelompok tertentu. Forum ini dibentuk juga berdasarkan kesadaran masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan serta merupakan hasil kesepakatan warga, khususnya berkaitan dengan keamanan masalah-masalah sosial yang terjadi di sekitarnya. Panduan pembentukan dan operasionalisasi FKPM ini telah ditetapkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri No. Pol:Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006. Keputusan ini dikeluarkan untuk menyamakan persepsi dan misi dari FKPM serta menjadi


(19)

pedoman bagi anggotanya agar dalam menjalankan tugas tidak melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan.

Kemitraan Polisi dan Masyarakat harus berlanjut dan berkesinambungan secara mandiri sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 2 tahun 2002, Pasal 14 ayat 1 huruf c : bahwa Polri bertugas membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangan serta Pasal 15 ayat (1) huruf b: Polri secara umum berwenang membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dengan kearifan lokal, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat.

Operasionalisasi FKPM di lapangan dilaksanakan oleh petugas Polmas yang sekaligus sebagai ujung tombak penentu keberhasilan penerapan strategi Perpolisian Masyarakat. Dalam Skep/433/VII/2006, Bab II, Petugas Polmas diberi kewenangan fungsi reserse terbatas untuk menyelesaikan kasus tindak pidana ringan dan pertikaian antarwarga tanpa melalui proses penyidikan, seperti : 1) Pelanggaran sebagaimana diatur dalam buku ketiga KUHP, 2) Tindak pidana ringan yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,00 3) Kejahatan ringan (Lichte Musdrijven) sebagaimana diatur dalam KUHP 4) Pertikaian antarwarga adalah pertikaian yang terjadi antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang hanya termasuk dalam kasus tindak pidana ringan dan pelanggaran.


(20)

FKPM merupakan program nasional yang beranggotakan lima orang atau lebih yang terdiri dari polisi, masyarakat, para tokoh masyarakat, alim ulama, dan pemuda. Organisasi ini bisa bertempat di kecamatan atau kelurahan yang dapat membangun gedungnya sendiri, balai desa, atau bahkan rumah petugas polisi itu sendiri. Masa bakti anggota FKPM bisa tiga tahun atau lima tahun sekali, dan seterusya yang ditentukan dalam rapat anggota. (Sumber: Jurnal Studi Kepolisian Edisi 068).

Di Provinsi Lampung, implementasi peran FKPM sebagai sebuah organisasi independent (berdiri sendiri) dalam membantu aparat keamanan dalam menciptakan suasana aman dan kondusif telah dimulai sejak Oktober 2006. Beberapa wilayah yang telah membentuk FKPM misalnya Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, dan Kota Bandar Lampung.

Pelaksanaan program Polmas melalui FKPM di Wilayah Kota Bandar Lampung telah dilaksanakan sejak tahun 2007 yang dibentuk berdasarkan instruksi dari Pemerintah Daerah Bandar Lampung dalam hal ini melalui Kepolisian Tingkat Daerah Provinsi Lampung yang kemudian diturunkan kepada Kepolisian Resort Kota/Kabupaten masing-masing dan selanjutnya dilaksanakan di Kepolisian Sektor di tingkat kecamatan, dan tiap kecamatan dapat membentuk FKPM di tingkat kelurahan masing-masing. Pembentukan FKPM juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman dan tertib. Dimana polisi di daerah tersebut dianggap kurang mengayomi masyarakat sehingga pembentukan FKPM


(21)

dinilai sangat tepat dalam rangka untuk menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan polisi.

Tujuan dibentuknya FKPM adalah selain sebagai media komunikasi antara masyarakat dengan polisi, juga untuk menyelesaikan kasus tindak pidana ringan dan pertikaian-pertikaian antarwarga tanpa melalui proses penyidikan. Rencananya lokasi yang akan penulis jadikan sebagai objek penelitian yaitu Kelurahan Sukajawa. Berdasarkan hasil prariset yang telah dilakukan, FKPM yang dibentuk di Kelurahan Sukajawa ini belum difungsikan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari kasus-kasus yang masih sering terjadi dimasyarakat seperti pencurian, perkelahian, penganiayaan, curanmor, dan narkoba.

Adapun bentuk kejahatan di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung tahun 2010-2012 dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Bentuk Kasus Kejahatan di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Tahun 2010-2012

No. Kejadian PeriodeTahun

2010 2011 2012

1. Pencurian 4 _ 2

2. Perkelahian _ 2 2

3. Penganiayaan _ 5 1

4. Curanmor _ 1 4

5. Narkoba 2 3 1

Jumlah 6 11 10

Sumber: Data Sekunder Kantor Kelurahan SukajawaTahun 2011

Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah total kriminal dari periode 2010 sampai dengan 2012 adalah sebanyak 27 kejadian atau kasus dan dari sekian banyak


(22)

kejadian atau kasus tersebut belum ada satupun perkara tindak pidana ringan yang diselesaikan melalui FKPM. Padahal jika melihat pada beberapa contoh kejadian di atas, kita bisa mengambil salah satu contoh permasalahan atau kejadian, seperti penganiayaan, yang dalam penyelesaiannya mungkin dapat melalui FKPM sebagai mediator tanpa harus langsung ke pihak kepolisian sehingga FKPM di Kelurahan Sukajawa memiliki peranan dalam membantu menyelesaikan masalah masyarakat. Inilah salah satunya yang menjadi alasan mengapa penelitian ini menarik dan perlu dilakukan.

Apabila mengacu pada tujuan yang ingin dicapai oleh FKPM, maka kejadian seperti yang telah terjadi di Kelurahan Sukajawa tersebut merupakan suatu bentuk permasalahan karena dalam pelaksanaan organisasi ini hasil yang diharapkan adalah berupa kerjasama antara polisi dan masyarakat dalam penanggulangan kejahatan dan ketidaktertiban sosial yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan pengendalian serta evaluasi atas pelaksanaannya sehingga seharusnya tindak kejahatan tidak akan terjadi atau sedikitnya bisa diminimalisir. Selain itu, dalam konsep FKPM memungkinkan untuk menjawab permasalahan seputar penanganan ketidaktertiban sosial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi, untuk mengetahui bagaimana efektivitas FKPM dalam pencapaian tujuan dan sasaran dan apa saja kendala atau hambatan serta solusi yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan FKPM, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut melalui penelitian yang akan dilakukan nantinya sehingga akhirnya dapat diambil kesimpulan apakah FKPM di Kelurahan Sukajawa efektif atau tidak efektif.


(23)

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan riset mengenai efektivitas Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) dalam menciptakan kerjasama polisi dan masyarakat lokal (komunitas) untuk menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial dalam rangka menciptakan ketentraman umum dalam kehidupan masyarakat setempat di Kelurahan Sukajawa tahun 2010-2011. Dengan melihat hasil dari penerapan suatu organisasi akan didapat gambaran mengenai efektivitas organisasi (FKPM) yang dapat dilihat dari tujuan dan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau pada sasarannya.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana efektivitas kerja Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011?”

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan serta menganalisis efektivitas Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011.

D. Manfaat Penelitian


(24)

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pengembangan konsep dalam Ilmu Administrasi Publik dalam mendeskripsikan serta menganalisis efektivitas Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada FKPM, pihak kepolisian dan masyarakat dalam meningkatkan perannya dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan.


(25)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Efektivitas Organisasi 1. Pengertian Efektivitas

Dalam konsep efektivitas yang merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, maka makna yang diungkapkan sering berbeda, walaupun pada akhirnya tujuan dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif, dalam bahasa inggris “effective” telah mengintervensi ke dalam bahasa Indonesia dan memiliki makna “berhasil”. Soekanto (1990) menerangkan efektivitas berasal dari kata effektiviens yang berarti ukuran sampai sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan. Beberapa ahli berpendapat tentang efektivitas seperti Miller dalam Tangkilisan (2005) mengungkapkan bahwa:

effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is meanly concerd with goal attainment. ( efektivitas dimaksud sebagai tingkat seberapa jauh suatu system sosial mencapai tujuannya. Efektivitas ini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan).”

Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2005) menyatakan efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai


(26)

tujuan yang telah ditetapkan. Artinya bahwa efektivitas dapat dilihat melalui pencapaian hasil yang kemudian disesuaikan dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan Handayadiningrat (1992) mengemukakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Melihat dari uraian diatas, terdapat berbagai macam konsep efektivitas yang diungkapkan oleh para ahli yang juga mengandung berbagai macam makna sesuai dengan kerangka acuan yang dipakai. Efektivitas dapat dipakai untuk menjelaskan keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu atau melakukan sesuatu dan efektivitas juga digunakan untuk memberi batasan dari segi hasil dan dampak yang dicapai. Walaupun demikian, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas lebih dapat digunakan sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu kegiatan atau program yang telah ditetapkan yang dapat dilihat melalui tujuan dan hasil yang dicapainya.

2. Pengertian Efektivitas Organisasi

Pada dasarnya, alasan dari didirikannya suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab, maka pencapaian tujuan dari organisasi tersebut diharapkan dapat terlaksana dengan hasil yang baik. Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.


(27)

Menurut Dessler dalam Tangkilisan (2005) mengemukakan pendapatnya bahwa organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-masing personel yang terlibat didalamnya diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang dikoordinasikan untuk mencapai tujuan organisasi, dimana tujuan organisai tersebut dirumuskan secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara bersama-sama.

Selanjutnya Tangkilisan (2005) mendefinisikan organisasi secara sederhana sebagai suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama-sama secara efisien dan efektif melalui kegiatan yang telah ditentukan secara sistematis dan didalamnya ada pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.

Lebih lanjut dikatakan oleh Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan (2005) mengenai pengertian efektivitas organisasi bahwa:

“… organization effectiveness as the extent to which an organization as a

social system, given certain resources and mean, fulfill it’s objective without

incapacitating it’s means and resources and without placing strain upon it’s

member.” (efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan system sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya).

Jadi secara umum ada pandangan bahwa efektivitas organisasi dimaksudkan atau dapat didefinisikan dalam batas-batas tingkat pencapaian tujuan organisasi. Efektivitas organisasi menurut Sedarmayanti (2009) sebagai tingkat keberhasilan


(28)

organisasi dalam usaha mencapai tujuan/sasaran. Hall dalam Tangkilisan (2005) mengartikan bahwa dengan tingkat sejauh mana suatu organisasi merealisasikan tujuannya, semua konsep tersebut hanya menunjukan pada pencapaian tujuan organisasi, sedangkan bagaimana cara mencapainya tidak dibahas. Sedangkan Tangkilisan (2005) sendiri mengartikan efektivitas organisasi menyangkut dua aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi atau cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Melihat dari uraian mengenai efektivitas, organisasi dan efektivitas organisasi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas organisasi lebih dapat digunakan sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu organisasi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada.

3. Pengukuran Efektivitas Organisasi

Penilaian keefektifan suatu organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendapat ahli sebagai pisau untuk mengetahui apakah organisasi tersebut telah mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak. Sterss dalam Tangkilisan (2005) mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu:

1. Produktivitas.

2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas. 3. Kepuasan kerja.


(29)

5. Pencarian sumber daya.

Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2005) mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat pula diukur dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai.

2. Kejelasan strategi pencapain tujuan.

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap. 4. Perencanaan yang matang.

5. Penyusunan program yang tepat. 6. Tersedianya sarana dan prasarana.

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

Akan tetapi, Tangkilisan (2005) menyatakan yang digunakan untuk mengukur keefektifan suatu organisasi adalah dengan prospek tujuan, dimana tolak ukurnya adalah bagaimana organisasi mencapai tujuan, termasuk merealisasikan visi dan misi organisasi sesuai dengan mandat yang diembannya. Dilain pihak, Sharma dalam Tangkilisan (2005) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi, yang meliputi antara lain:

1. Produktivitas organisasi atau output.

2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan di luar organisasi.

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi.


(30)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), produktivitas diartikan sebagai banyak mendatangkan hasil atau manfaat. Hasil atau manfaat tersebut dalam organisasi dapat diartikan sebagian hasil (output) atau tujuan akhir yang ingin dicapai dengan adanya penerapan dari suatu organisasi. Akan tetapi, Steers dalam Tangkilisan (2005) mengartikan produktivitas sebagai kuantitas atau volume produk atau jasa yang dihasilkan organisasi. Dalam konsep yang disampaikan oleh Sharma tidak mengadopsi pengertian ini dikarenakan efektivitas organisasi yang diusulkan oleh Steers lebih cocok untuk organisasi yang bersifat mencari keuntungan (nirlaba).

Selanjutnya, kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi pengertiannya hampir serupa dengan pengertian kemampuan adaptasi atau fleksibilitas yang diusung oleh Steers yaitu bagaimana kemampuan organisasi untuk mengubah prosedur standar operasinya jika lingkungan berubah dan untuk mencegah kekakuan terhadap rangsangan lingkungan. Jadi dengan adanya kemampuan ini sebuah organisasi diharapkan sanggup melakukan sesuatu untuk menyesuaikan kondisi lingkungan sekitar dan mengambil tindakan secepatnya dalam menanggapi perubahan-perubahan tersebut.

Hambatan diartikan sebagai halangan atau rintangan (KBBI, 2008). Dengan demikian, tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi dapat didefinisikan sebagai kebersamaan dan kepuasan anggota-anggota organisasi dan lingkungan atas


(31)

penerapan organisasi tersebut. Misalnya dengan tidak ditemukannya halangan atau rintangan atau konflik-konflik yang terjadi diantara bagian organisasi.

Jika dicermati pendapat dari beberapa ahli diatas, diketahui bahwa dalam pengukuran efektivitas organisasi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis ukuran-ukuran atau indikator-indikator keefektifan organisasi dengan mengidentifikasi ukuran yang sesuai dengan kondisi organisasi yang akan peneliti teliti yaitu FKPM sehingga data yang diperoleh nanti akan relevan. Selain itu, dengan memperhatikan hal yang diungkapkan oleh Steers dalam Tangkilisan (2005) tentang beberapa masalah dalam usaha melakukan pengukuran efektivitas, maka identifikasi terhadap pengukuran efektivitas FKPM dapat dilakukan dengan lebih baik. Masalah-masalah tersebut, yaitu :

1. Kriteria evaluasi.

2. Perspektif waktunya berbeda-beda.

3. Kriteria sering kali bertentangan satu sama lain.

4. Sebagian kriteria tidak dapat diterapkan pada jenis-jenis organisasi tertentu. 5. Sebagian kriteria mungkin sulit diukur dengan tepat.

Berdasarkan hal tersebut, indikator yang diungkapkan oleh Steers tidak akan dipakai dalam penelitian ini karena lima kriteria yang telah disebutkan sebelumnya lebih cocok digunakan untuk organisasi yang berorientasi ekonomi dan jelas tidak sesuai dengan FKPM yang merupakan organisasi masyarakat di bidang keamanan dan pertahanan Negara. Sedangkan, indikator keefektifan organisasi menurut Gibson, lebih baik jika digunakan oleh organisasi besar yang


(32)

memiliki wilayah kerja yang luas dan struktur organisasi yang kompleks sehingga peneliti menyimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut tidak sesuai dengan kondisi organisasi yang akan peneliti teliti nanti. FKPM merupakan organisasi yang cakupan wilayahnya kecil atau hanya berada di tingkat kelurahan sehingga perspektif Gibson tersebut tidak akan digunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, pendapat yang diungkapkan Tangkilisan hanya menggunakan satu alat ukur yaitu tujuan yang menurut peneliti apabila digunakan dalam penelitian ini maka akan sulit menjawab rumusan masalah penelitian. Akan tetapi Sharma mengungkapkan tiga indikator sebagai alat ukur keefektifan organisasi yang menurut peneliti lebih relevan dan sesuai dengan kondisi organisasi kemasyarakatan yang akan diteliti karena dari ketiga alat ukur tersebut telah mencakup kriteria yang menyangkut faktor internal dan faktor eksternal organisasi.

B.Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)

1. Pengertian Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/IX/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Menyelenggarakan Tugas Polri, FKPM merupakan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat dan difasilitasi oleh Polres/Polsek/Petugas Polmas. Forum ini dibentuk berdasarkan kesadaran masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan serta merupakan hasil kesepakatan warga, khususnya berkaitan dengan keamanan


(33)

masalah-masalah sosial yang terjadi disekitarnya. Pembentukan FKPM dilakukan dengan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan pihak-pihak yang terkait guna membangun persepsi masyarakat agar dalam implementasinya dapat berjalan dengan baik. Hal ini didasarkan pada bahwa tokoh masyarakat merupakan orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat setempat sehingga jabatan Ketua FKPM sebaiknya diambil dari salah satu tokoh masyarakat yang telah memahami karakteristik wilayah tersebut.

Dalam Bab VI Skep/433/VII/2006, FKPM disebut sebagai organisasi kemasyarakatan yang bersifat independen (berdiri sendiri), mandiri dan dalam kegiatannya bebas dari campur tangan pihak manapun. Panduan pembentukan dan operasionalisasi FKPM telah ditetapkan dengan dikeluarkannya Skep tanggal 1 Juli 2006 tersebut. Keputusan ini dikeluarkan untuk menyamakan persepsi dan misi dari FKPM serta menjadi pedoman bagi anggotanya agar dalam menjalankan tugasnya tidak melampaui batasan kewenangan yang telah ditentukan.

Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri Pasal 1 angka 16, Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) merupakan wahana komunikasi antara Polri dan warga yang dilaksanakan atas dasar kesepakatan bersama dalam rangka pembahasan masalah Kamtibmas dan masalah-masalah sosial yang perlu dipecahkan bersama oleh masyarakat dan petugas polri dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggarakan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.


(34)

Jadi, Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) adalah Forum Kemitraan Polisi Masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat dan difasilitasi oleh Polres/Polsek/Petugas Polmas yang bertugas sebagai fasilitator pemecahan masalah antara polisi dan masyarakat setempat.

2. Tujuan Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat bertujuan untuk menjembatani komunikasi antar polisi dan masyarakat secara harmonis dan juga menjembatani masyarakat yang mempunyai masalah. Selain itu, FKPM dibentuk untuk memfasilitasi pengenalan Polmas dan menciptakan kemitraan yang memperkuat komunikasi antar polisi dan masyarakat, dilaksanakan pada tingkat Polsek atau Polsekta yang diarahkan semata-mata untuk tujuan Polmas (Sumber : http://www.isiindonesia.com/reformasi-itu-bernama-polmas.html. diakses tanggal 18 Januari 2012).

Adapun tujuan Polmas yang juga merupakan maksud dari tujuan pembentukan FKPM yang tercantum dalam Skep/433/VII/2006 sebagai prasyarat keberhasilan atau keefektifan operasionalisasi Polmas adalah sebagai berikut :

1. Perubahan persepsi di kalangan segenap anggota kepolisian setempat bahwa masyarakat adalah pemilik (stake holder) bukan saja kepada siapa polisi memberikan layanan tetapi juga kepada siapa mereka bertanggung jawab. 2. Pelaksanaan tugas anggota satuan fungsi operasional Polri harus dijiwai

dengan semangat “melayani dan melindungi” sebagai suatu kewajiban polisi. 3. Perubahan pendekatan manajerial yang meliputi:


(35)

a) Kapolsek bertanggung jawab untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan petugas Polmas.

b) Kapolsek bersama staf terkait bertanggung jawab untuk mengusahakan dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

4. Kerjasama dan dukungan pemerintah daerah atau DPRD termasuk pemerintah desa serta komponen terkait yaitu :

a) Unsur Polri

1) Menyiapkan petugas Polmas terutama dengan memberdayakan Babinkamtibmas (yang lama) yang sudah dilatih dan diangkat secara khusus untuk jabatan tersebut.

2) Menyiapkan peralatan atau perlengkapan petugas Polmas termasuk barang-barang bekal untuk keperluan administrasi.

3) Mengusahakan dukungan anggaran dari instansi pemerintah lain seperti Bapenas, Depkeu, dan Depdagri.

4) Menyediakan atau menyalurkan dukungan anggota Polmas untuk tunjangan khusus atau fungsional dan biaya operasionalisasi.

b) Unsur Masyarakat

1) Merangsang dan mendorong tumbuhnya minat dan kesadaran warga masyarakat untuk bekerja sama membangun kemitraan dengan Polri dan pemerintah daerah/desa/kelurahan dalam memecahkan berbagai masalah sosial khususnya aspek ketertiban umum.


(36)

2) Mengusahakan ketersediaan lahan untuk lokasi pembangunan fasilitas pusat kegiatan Polmas sebagai Balai Kemitraan Polisi Masyarakat (BKPM).

3) Menjadi mitra aktif serta penyedia sumber daya manusia dan material, termasuk sukarelawan, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, untuk menangani berbagai masalah sosial dan kejahatan sehingga menjamin penyelesaian pertikaian antar warga pada tataran kehidupan masyarakat lokal dan timbulnya daya cegah jangka panjang.

c) Unsur Pemerintah Daerah atau Desa

1) Camat atau staf bersama pemerintah desa atau kelurahan dan lembaga perwakilan desa atau kelurahan diharapkan:

a. Mengambil langkah-langkah persiapan dalam pembentukan Polmas bersama Kapolsek atau staf.

b. Memantau operasionalisasi Polmas dan mengkoordinasikan dengan unsur Polri dalam hal mengantisipasi adanya kendala yang dihadapi. c. Memberikan atau mengusahakan adanya dukungan dana, tenaga dan

pemikiran untuk memecahkan berbagai masalah yang dikoordinasikan oleh FKPM dalam hal penggalangan dukungan pemerintah.

2) Kepala Desa atau Lurah diharapkan menghadiri rapat-rapat FKPM dan ikut memberikan masukan jika diperlukan.

3) Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diharapkan:

a. Menyediakan atau mengusahakan dukungan dana untuk biaya operasional (rapat atau aktivitas) FKPM.


(37)

b. Mengusahakan adanya dukungan alokasi anggaran untuk kegiatan atau proyek serta memecahkan berbagai masalah yang direkomendasikan oleh FKPM

d) Pelaku Bisnis

Pelaku bisnis (pengusaha) merupakan salah satu komponen yang dapat mendukung penyediaan dana yang sifatnya tidak mengikat serta dapat menyediakan sumber daya manusia dalam bentuk sekuriti dan pengamanan swakarsa.

e) Lembaga-Lembaga Lain

Lembaga-lembaga lain seperti perguruan tinggi, sekolah, rumah sakit, penyedia jasa sosial, pusat kesehatan mental, dan lembaga swadaya masyarakat, dapat menjadi penyedia jasa pendukung bagi kelancaran dan keberhasilan Polmas.

f) Media

Media merupakan komponen yang tidak kalah penting yang dapat membantu mendidik masyarakat agar menjadi mitra aktif polisi. Media juga penting dalam mendorong pembentukan opini masyarakat dan mengekspos peran serta masyarakat dalam FKPM.

3. Fungsi dan Tugas Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Secara umum fungsi FKPM adalah sebagai wadah untuk meningkatkan akuntabilitas polisi kepada warga, memonitor kinerja polisi, memberi saran prioritas-prioritas lokal, harapan-harapan warga dalam pemolisian. Fungsi FKPM yang utama adalah sebagai wadah partisipasi dan kemitraan masyarakat dalam


(38)

pemolisian, wadah pemecahan masalah oleh polisi bersama warga serta wadah komunikasi dan konsultasi polisi terhadap warga.

Dalam Skep/433/VII/2006 Bab IV butir 13 huruf a dan b, FKPM mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan operasionalisasi Polmas dan mendorong berfungsinya pranata Polmas dalam rangka menyelesaikan setiap permasalahan gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi dan atau bersumber dari dalam kehidupan masyarakat setempat. Namun dalam uraiannya tugas pokok tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Mengumpulkan data sosial, mengidentifikasi permasalahan dan mempelajari

instrumen Kamtibmas dilingkungannya.

2) Ikut serta mengambil langkah-langkah yang proporsional dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian umum dan fungsi bimbingan atau penyuluhan yang berkaitan dengan masalah kamtibmas.

3) Membahas (bila perlu memberdayakan warga yang berkompeten atau konsultan) permasalahan sosial aspek Kamtibmas dalam wilayah atau yang bersumber dari wilayahnya dan menemukan akar permasalahnnya serta menentukan jalan keluar pemecahannya.

4) Membahas dan menetapkan program kerja tahunan/triwulan dengan memperhatikan skala prioritas termasuk melakukan evaluasi dan revisi bila diperlukan.

5) Menindaklanjuti program kerja sebagaimana dimaksud pada butir 4) diatas dan bila perlu menjalin koordinasi dan kerjasama dengan aparat pemerintah terkait dalam perwujudannya.


(39)

6) Secara terus menerus memantau pelaksanaan kegiatan warga dari aspek ketertiban termasuk pelaksanaan gangguan Kamtibmas pada wilayah-wilayah tetangga atau wilayah yang lebih luas pada umumnya.

7) Menampung keluhan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah kejahatan atau pelanggaran permasalahan kepolisian pada umumnya serta membahasnya bersama petugas Polmas untuk mencari jalan keluarnya. 8) Menampung dan membahas keluhan atau pengaduan warga tentang

masalah-masalah sosial terkait lainnya dan berusaha menyalurkan dengan mengkoordinasikan kepada aparat yang berkepentingan.

4. Langkah-Langkah Pembentukan FKPM

Langkah-langkah pembentukan FKPM di masyarakat harus melalui tahapan sebagai berikut :

1) Persiapan pembentukan

a. Rapat Kapolsek dan staf untuk menentukan lokasi. b. Penjajakan kebutuhan warga terhadap Polmas. c. Sosialisasi Polmas kepada masyarakat.

d. Membentuk atau menangguhkan pembentukan FKPM. Jika dibentuk, maka Kapolsek harus menunjuk petugas Polmas (yang terlatih).

2) Pelaksanaan pembentukan

a. Kapolsek bersama petugas Polmas yang ditunjuk melakukan persiapan pembentukan FKPM.

(1) Merencanakan dan melaksanakan sosialisasi Polmas.


(40)

b. Memfasilitasi pembentukan FKPM melalui suatu pertemuan bersama pejabat kecamatan, aparat desa, tokoh masyarakat, dan pengurus organisasi sosial kemasyarakatan diwilayah tersebut.

c. Acara dalam pertemuan mencakup: (1) Pembukaan.

(2) Penjelasan tentang Polmas oleh Kapolsek atau petugas Polmas. (3) Sambutan (Camat/Lurah/Kepala Desa).

(4) Pemilihan anggota FKPM.

(5) Pemiliahan dan penyusunan anggota FKPM. (6) Penutup atau doa

d. Unsur-unsur FKPM harus memperhatikan keterwakilan masyarakat dan Polri.

e. Penunjukan anggota harus berdasarkan persetujuan yang bersangkutan dengan sukarela dan komitmen demi kemaslahatan masyarakat.

f. Jumlah anggota atau pengurus anggota FKPM sebaiknya antara 10 sampai 20.

g. Tidak ada unsur politis

h. Petugas Polmas yang ditunjuk dalam FKPM tetap memiliki peran sebagai Polri sesuai perundangan yang berlaku.

i. Polmas dibentuk kemudian menentukan Balai Kemitraan Polisi Masyarakat (BKPM).

j. Jika perlu dibuat anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Polmas. k. Pengesahan dan pelantikan pengurus dan anggota FKPM untuk masa bakti


(41)

3) Operasionalisasi

a. Audit internal terhadap masalah-masalah yang dihadapi dilingkungannya melalui survey berkala.

b. Penyusunan dan pelaksanaan program kerja forum.

c. Pembahasan dan pemecahan masalah-masalah Kamtibmas atau sosial yang terjadi.

d. Penyelesaian konflik atau pertikaian antar warga yang difasilitasi oleh petugas Polmas.

e. Penetapan dan penegakkan peraturan lokal yang mengacu pada nilai-nilai tradisi atau adat setempat.

5. Indikator atau Tolak Ukur Keberhasilan Penyelenggaraan FKPM

Dalam Skep/433/VII/2006 Bab IV butir 17, indikator keberhasilan atau keefektifan FKPM meliputi :

1. Intensitas kegiatan forum baik kegiatan pengurus maupun keikutsertaan warganya.

2. Kemampuan forum menemukan dan mengidentifikasikan akar masalah.

3. Kemampuan petugas Polmas bersama forum menyelesaikan permasalahan termasuk konflik atau pertikaian antar warga.

4. Kemampuan menanggapi keluhan masyarakat.

5. Intensitas dan ekstensitas kunjungan warga oleh petugas Polmas. 6. Menurunnya angka kejahatan.


(42)

6. Kerangka Pikir

Reformasi Polri pada bidang atau aspek struktur, instrumental, dan kultural yang disebut dengan “Polri Mandiri” telah melahirkan sebuah paradigma baru yang selanjutnya secara konseptual dan operasional disebut “Polmas”. Salah satu alasan yang paling utama dari maksud perubahan paradigma yang dilakukan oleh Polri ini adalah untuk mengubah paradigma lama Polri yang cenderung arogan dan militeristik menjadi Polri sipil yang dipercaya dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat sebagai mitra dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi. Polmas pada hakikatnya mengandung dua unsur utama yaitu : 1) Membangun kemitraan antar polisi dan masyarakat dan 2) Menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat lokal.

Pelaksanaan dari Polmas untuk memberikan media komunikasi dan membangun kemitraan serta pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah dengan membentuk Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). FKPM melaksanakan kegiatan operasionalisasi Polmas, yaitu :

a. Audit internal terhadap masalah-masalah yang dihadapi di lingkungannya melalui survey berkala.

b. Penyusunan dan pelaksanaan program kerja forum.

c. Pembahasan dan pemecahan masalah-masalah Kamtibmas atau sosial yang terjadi.

d. Penyelesaian konflik atau pertikaian antar warga yang difasilitasi oleh petugas Polmas.


(43)

e. Penetapan dan penegakkan peraturan lokal yang mengacu pada nilai-nilai tradisi atau adat setempat.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas FKPM di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung. Organisasi yang memiliki tujuan untuk membangun kemitraan antar polisi dan masyarakat yang menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat lokal ini akan diukur dengan memperhatikan indikator-indikator yang mempengaruhi keefektifan organisasi.

Efektivitas merupakan cara melihat bagaimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan dalam organisasi tersebut sebelumnya dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada. Oleh sebab itu, untuk melihat pencapaian tujuan FKPM, pedoman pengukuran efektivitas yang digunakan adalah:

1. Produktivitas organisasi atau output.

2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi.

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi.

Dengan demikian pada akhirnya akan diketahui apakah FKPM ini telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau telah efektif atau tidak serta apakah ada kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian keberhasilan organisasi tersebut. Berikut kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada bagan berikut :


(44)

Bagan 1. Kerangka pikir penelitian

POLISI

(Reformasi paradigma “Polisi Mandiri”)

POLMAS

FKPM

Efektivitas FKPM

1. Produktivitas organisasi atau output

2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi

FKPM di Kelurahan Sukajawa

Efektif / Tidak Efektif


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini berupaya menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, dimana data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dikumpulkan tersebut berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Menurut Moleong (2005:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang fenomena apa yang dialami oeh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu koneksi khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif berusaha melihat, mengetahui, serta menggambarkan fenomena tertentu terhadap suatu masyarakat berdasarkan apa adanya, sesuai dengan kenyataan atau fakta


(46)

yang terjadi. Metode deskriptif berusaha untuk mengetahui apakah organisai dilaksanakan sesuai dengan pedoman atau teknis pelaksanaan. Adapun dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis efektivitas Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung tahun 2010-2011.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan data yang tidak relevan, agar tidak dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan, walaupun data itu menarik. Selain itu, juga dijelaskan bahwa ada dua maksud yang ingin dicapai peneliti dalam merumuskan masalah dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi dan yang kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi dan menyaring kriteria inklusi-ekslusi atau kriteria masuk-keluar suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan masalah penelitian tentang efektivitas FKPM yang akan diukur menggunakan sub fokus keefektifan organisasi sebagai panduan pembentukan dan operasionalisasi FKPM, yaitu:

1. Produktivitas organisasi atau output

Yaitu hasil atau manfaat yang dicapai dengan adanya penerapan FKPM yaitu menurunnya angka kejahatan peraja kejahatan (preventif) dengan adanya indikasi yang dapat menjelaskan penurunan angka kejahatan seperti data kejahatan menurun yang ada di FKPM yang bersangkutan.


(47)

2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi yang meliputi:

a. Intensitas (frekuensi) kegiatan forum baik kegiatan pengurus maupun keikutsertaan warganya yaitu dengan mengikuti pertemuan atau rapat FKPM.

b. Kemampuan forum menemukan dan mengidentifikasikan akar masalah yaitu dengan ditemukannya inti permasalahan yang terjadi dimasyarakat. Kemampuan petugas Polmas bersama forum menyelesaikan permasalahan termasuk konflik atau pertikaian antar warga yaitu dengan terselesaikannya suatu masalah yang terjadi di masyarakat. Kemampuan mengakomodasi atau menanggapi keluhan masyarakat yaitu petugas Polmas (FKPM) memiliki waktu, tenaga, dan pikirannya untuk masyarakat, jadi tidak hanya mendengarkan tetapi juga memberikan solusi untuk permasalahan yang sedang terjadi.

c. Intensitas dan ekstensitas kunjungan warga oleh petugas Polmas yaitu masyarakat mendapatkan kunjungan dari petugas Polmas (FKPM) sampai kedaerahnya untuk memantau kondisi keamanan dan menyosialisasikan Polmas ditempat tersebut.

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi yang diartikan sebagai kebersamaan dan kepuasan masyarakat atas penerapan pranata Polmas yaitu dengan adanya hubungan dan komunikasi yang baik antara keduanya.


(48)

C. Lokasi Penelitian

Dalam penentuan lokasi penelitian cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan. Selain diperlukan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian seperti, keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya serta tenaga sehingga lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan cara sengaja (purposive) yaitu pada Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Tanjung Karang Barat Bandar Lampung yaitu FKPM Kawasan Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan program Polmas yang melibatkan masyarakat dalam menciptakan Kamtibmas yang sedang dilaksanakan di Kelurahan Sukajawa sejak tahun 2007. Selain itu, alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung adalah karena pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa ini, berdasarkan prariset peneliti, mengalami kendala-kendala sehingga menyebabkan pelaksanaan FKPM belum diberdayakan secara optimal serta adanya pertimbangan terhadap waktu, biaya, dan tenaga juga menjadi faktor subjektif yang peneliti perhatikan dalam menentukan lokasi penelitian.

D. Jenis Data

Jenis data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber-sumber data dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata, tindakan yang diperoleh


(49)

informan, peristiwa-peristiwa dan dokumen-dokumen. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :

1. Informan

Sumber data dalam penelitian ini merupakan orang-orang yang terlibat langsung dan orang-orang yang tidak terlibat namun memadai untuk dimintai informasi mengenai pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung. Informan ditentukan secara purposive. Adapun informan-informan yang peneliti akan wawancarai antara lain:

Tabel 2. Informan-informan dalam penelitian yang akan di wawancarai

No Informan

1 Kepala FKPM Kelurahan Sukajawa 2 Babinkamtibmas Kelurahan Sukajawa 3 Sekretaris FKPM

4 Ketua Lingkungan Sukajawa 5 Anggota FKPM

6 Masyarakat Kelurahan Sukajawa

Sumber : Data diolah peneliti pada tahun 2011

2. Objek

Objek penelitian ini berupa situasi-situasi, tempat atau lokasi, peristiwa atau aktivitas tertentu yang terjadi dilapangan yang dapat diamati oleh peneliti secara langsung yang berkaitan dengan FKPM di Kelurahan Sukajawa sehingga peneliti akan mendapatkan data yang lebih dari yang diharapkan. Adapun situasi atau kejadian yang diamati peneliti meliputi:


(50)

Tabel 3. Objek Penelitian

No. Objek Pengamatan Tanggal Pengamatan

1. Balai pertemuan sebagai lokasi FKPM 2 Desember 2011, 5

Desember 2011, 9 Desember 2011

2. Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung

Karang Barat

5 Desember 2011, 9

Desember 2011, 3. Aktivitas masyarakat di sekitar Pasar Smep,

Pasar Gintung, Pasar Tamin, dan Pasar Bambu Kuning

10 Desember 2011, 11

Desember 2011 4. Lokasi rawan kejahatan di sekitar Kelurahan

Sukajawa

10 Desember 2011, 11

Desember 2011 Sumber: Data diolah peneliti pada tahun 2011

3. Dokumen-dokumen

Dokumen-dokumen yang digunakan sebagai sumber data merupakan dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun dokumen yang didapat meliputi: Peraturan-peraturan mengenai Polmas, surat-surat keputusan mengenai Polmas, catatan-catatan dan arsip-arsip mengenai FKPM di Kelurahan Sukajawa, artikel-artikel yang didapat dari website serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan FKPM.

Tabel 4. Dokumen FKPM Kelurahan Sukajawa

No. Nama Dokumen Substansi

1. Dokumen tentang profil

Kelurahan Sukajawa Tanjung Karang Barat Bandar Lampung

Berisi tentang latar belakang, sejarah singkat, letak geografis, batas-batas wilayah, luas wilayah, kependudukan dan transmigrasi Kelurahan Sukajawa.

2. Surat Keputusan Kapolri

No.Pol: Skep/737/IX/2005

tanggal 13 Oktober 2005

Berisi tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Menyelenggarakan Tugas Polri dengan membentuk satu wadah atau paguyuban yaitu FKPM (dasar pembentukan FKPM).

3. Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006

Berisi tentang persepsi dan misi dari FKPM serta menjadi pedoman bagi anggotanya agar dalam menjalankan tugas tidak melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan. 4. Arsip-arsip tentang

keorganisasian serta

Memberikan bukti bahwa FKPM telah dibentuk di Kelurahan Sukajawa sejak awal


(51)

keanggotan FKPM tahun 2007. 5. Artikel tentang FKPM yang

diambil dari website

Berisi tentang informasi-informasi yang dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian tentang FKPM.

Sumber: Data diolah peneliti pada tahun 2011

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh peneliti atau pewawancara kepada informan, kemudian pewawancara mencatat atau merekam jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh informan. Melalui wawancara yang telah peneliti lakukan dengan beberapa informan yang terdapat di Kelurahan Sukajawa adalah untuk memperoleh informasi-informasi dari informan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa. Wawancara yang peneliti lakukan adalah indepth interview yaitu dengan cara mendengarkan dengan teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Dengan menggunakan teknik ini, informan akan dengan leluasa mengembangkan cerita dan informasi yang dimilikinya serta pemikirannya dari sedikit arahan pertanyaan yang telah peneliti berikan. Adapun informasi yang diharapkan adalah berupa gambaran kegiatan yang telah dilakukan oleh FKPM Kelurahan Sukajawa dan kendala-kendala yang dihadapi selama menjalankan FKPM di Kelurahan Sukajawa.


(52)

2. Observasi

Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisasi dengan tujuan empiris. Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi secara langsung dengan melihat ke lokasi penelitian yaitu FKPM di Kelurahan Sukajawa yang lebih banyak diarahkan pada tempat dimana situasi sosial itu terjadi dan juga objek yang berupa benda-benda yang terdapat ditempat itu. Tempat yang dimaksud adalah Balai Pertemuan dimana FKPM di Kelurahan Sukajawa. Selain itu, pengamatan terhadap lokasi atau tempat rawan yang berada di sekitar Kelurahan Sukajawa juga dilakukan dengan harapan fenomena sosial dapat terekam oleh peneliti untuk mendukung hasil penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa buku harian, laporan, notulen rapat,catatan kasus dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya. Adapun data yang digunakan oleh peneliti adalah Profil Kelurahan Sukajawa, Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/IX/2005 tanggal 13 Oktober 2005, Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, Arsip-arsip tentang keorganisasian serta keanggotan FKPM di Kelurahan Sukajawa dan Artikel-artikel dari website yang dapat mendukung penelitian.


(53)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan mengorganiasikan data,menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pada penelitian ini digunakan model interaktif dalam analisis data yang terdiri dari tiga kegiatan, yaitu :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit untuk itu perlu segera dilakukan analisi data melalui reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Laporan atau data dilapangan dituangkan dalam uraian atau yang lengkap dan terinci. Dalam mereduksi data, peneliti dapat menyederhanakan kualitatif dengan membuat ringkasan dan member kode.


(54)

Dalam penelitian ini, peneliti memilih dan menyeleksi data sesuai dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan efektivitas FKPM di Kelurahan Sukajawa dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat serta memberikan kemitraan yang harmonis antara masyarakat dengan polisi.

2. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dalam penelitian. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel, uraian singkat, foto-foto dan gambar sejenisnya. Tetapi peneliti akan lebih banyak menggunakan teks naratif.

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Yaitu melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungin, alur sebab akibat, dan proposisi yang kemudian dituangkan kedalam kesimpulan tentatif.

G. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan standar kevalidan dari data yang diperoleh. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan seperti kepercayaan,


(55)

keteralihan, ketergantungan, dan kepastian. Untuk lebih jelasnya, empat criteria keabsahan data itu aan dijelaskan sebagai berikut:

1. Derajat Kepercayaan (credibility)

Derajat kepercayaan dan kebenaran hasil penelitian sangat penting sebagai standar kevalidan penelitian. Pada dasarnya menggantikan validitas internal dari nonkualitatif berfungsi mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Untuk memeriksa kredibilitas, cara yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan triangulasi.

Triangulasi bertujuan untuk mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada tiga pola triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Adapun pola triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi teknik pengumpulan data yaitu untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dengan cara ini dapat menghasilkan berbagai sumber data wawancara dengan lebih dari satu pihak informan yang berasal dari elemen yang berbeda. Elemen tersebut antara lain Kepala FKPM Kelurahan Sukajawa sebagai pemimpin tertinggi dalam organisasi FKPM ini dan sekaligus merupakann saksi mata dari pembentukan FKPM di Kelurahan Sukajawa ini, anggota FKPM Kelurahan Sukajawa, Babinkamtibmas sebagai fasilitator FKPM dan elemen masyarakat. Pengecekan tersebut dilakukan untuk mengecek kebenaran data bahwa pelaksanaan FKPM di Kelurahan


(56)

Sukajawa telah mencapai keefektifan atau belum. Selain melakukan triangulasi dengan teknik wawancara, peneliti juga mengecek kebenaran data hasil wawancara dengan pendalaman melalui teknik pengumpulan data melalui obervasi dan dokumentasi.

2. Keteralihan (transferability)

Menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang representatif mewakili populasi. Peneliti bertanggung jawab menyediakan data deskriptif secukupnya agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut. Peneliti juga dituntut untuk membuat laporan dengan memberikan uraian secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya menerapkan hasil penelitian tersebut ditempat lain.

Untuk melakukan keteralihan, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama antara pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa dengan masyarakat yang menjadi sasaran pembentukan FKPM ini.

3. Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan merupakan substitusi istilah relibialitas dalam penelitian non kualitatif, reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Ketergantungan dapat dicapai dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian.


(57)

Alat utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian dilapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini bisa diuji kebergantungannya.

Untuk mengetahui serta mengecek dan memastikan penelitian ini benar atau salah, peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara bertahap mengenai konsep-konsep yang dihasilkan dilapangan. Setelah hasil penelitian dianggap benar, diadakan seminar terbuka dan tertutup yang dihadiri oleh teman sejawat, dosen pembimbing , dan dosen pembahas.

4. Kepastian (confirmability)

Kepastian dalam penelitian kualitatif berupa penekanan yang dilakukan pada data. Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berarti menguji hasil penelitian yang harus dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian. Jadi jangan sampai proses penelitian tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati hasil penelitian oleh banyak orang, maka hasil penelitian tidak bersifat subjektif lagi tapi sudah objektif.


(58)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa tidak efektif. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaannya tidak berpedoman pada Skep/433/VII/2006 yang mengakibatkan pelaksana FKPM tidak paham tugas pokok dan fungsinya sehingga tujuan pelaksanaan FKPM dalam menciptakan kerjasama polisi dan masyarakat lokal untuk menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial yang ditandai dengan menurunnya angka kejahatan, tidak tercapai dengan adanya penerapan forum kemitraan ini. Atau dengan kata lain pelaksanaan forum ini tidak efektif.

2. Pelaksanaan kegiatan anggota FKPM dan masyarakat untuk mengikuti pertemuan atau rapat FKPM di Kelurahan Sukajawa tidak terlaksana dengan baik karena tidak ada atau tidak tersedianya alat-alat atau sumber-sumber yang ada lingkungan masyarakat lokal sehingga dapat dikatakan pelaksanaan forum kemitraan di Kelurahan Sukajawa ini tidak efektif.

3. Pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa mengenai kemampuan forum menemukan, mengidentifikasikan, dan menyelesaikan, mengakomodasi atau menanggapi keluhan masyarakat, tidak dapat dijalankan dengan baik karena


(59)

dalam pelaksanaannya tidak berpedoman pada Skep/433/VII/2006 sehingga tidak mendorong tercapainya tujuan FKPM.

4. Intensitas dan ekstensitas kunjungan warga oleh petugas Polmas yang ditandai adanya kunjungan dari petugas Polmas untuk memantau kondisi keamanan dan mensosialisasikan FKPM di tempat tersebut ternyata tidak dapat dicapai dengan baik sehingga menyebabkan ketidakefektifan pelaksanaan FKPM di masyarakat dalam rangka penciptaan kamtibmas dan kemitraan antara polisi dan masyarakat.

B. Saran

Dengan adanya forum kemitraan ini diharapkan semua penyelesaian masalah tindak pidana yang sifatnya ringan dapat dilakukan di FKPM dengan jalan musyawarah dan kekeluargaan. Adapun saran atau rekomendasi yang dapat peneliti berikan antara lain sebagai berikut :

1. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, baik personel Polmas maupun anggota FKPM harus memperhatikan Skep/433/VII/2006 sebagai dasar pelaksanaan dan operasionalisasi perpolisian masyarakat.

2. Sosialisasi yang cukup dan berkelanjutan ke masyarakat oleh petugas Polmas seperti mengadakan pertemuan yang khusus untuk membahas FKPM minimal 1 kali dalam sebulan di Balai Kelurahan masing-masing yang difasilitasi petugas Polmas dan pemerintah setempat.

3. Pemberian dana operasional dari Pemerintah Daerah Kota untuk pelaksanaan FKPM, pengadaan Balai Kemitraan Polisi Masyarakat (BKPM) dan peralatan layaknya sebuah organisasi serta penghargaan untuk anggota yang mengurusi FKPM.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosoeprapto, Kisdarto, 2002. Menuju SDM Berdaya – Dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efisien. PT.Elex Media Komputindo : Jakarta. Dessler, Gary, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Indeks: Jakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1992. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Gunung Agung : Jakarta.

Hasan, M Iqbal. 2002. Metode Penlitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia: Bogor.

Indrawijaya, Adam Ibrahim. 2010. Teori Perilaku Dan Budaya Organisasi. Refika Aditama: Bandung.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru.2008. Jakarta: Pustaka Phoenix.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Roesdakarya: Bandung.

Muslich. Drs. 1989. Manajemen Suatu Dasar & Pengantar. Codong Catur: Yogyakarta.

Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa Depan. Refika Aditama: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Alfabeta : Bandung.

Suparlan, Parsudi. 2004. Pengembangan Komuniti, Konflik, dan Pemolisian Komuniti, dalam Bunga Rampai Ilmu Kepolisian. Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian : Jakarta.


(61)

Sumber Lain:

SuratkeputusanKepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol:Skep/433/VII/2006 Tentang Panduan Pembentukan Dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (POLMAS).

Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/737/IX/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat.

Website:

http://www.kr.co.id/article.php&sid, diakses tanggal 16 Januari 2012 http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012

http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012 http://www.isiindonesia.com, diakses tanggal 18 Januari 2012


(1)

Sukajawa telah mencapai keefektifan atau belum. Selain melakukan triangulasi dengan teknik wawancara, peneliti juga mengecek kebenaran data hasil wawancara dengan pendalaman melalui teknik pengumpulan data melalui obervasi dan dokumentasi.

2. Keteralihan (transferability)

Menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang representatif mewakili populasi. Peneliti bertanggung jawab menyediakan data deskriptif secukupnya agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut. Peneliti juga dituntut untuk membuat laporan dengan memberikan uraian secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya menerapkan hasil penelitian tersebut ditempat lain.

Untuk melakukan keteralihan, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama antara pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa dengan masyarakat yang menjadi sasaran pembentukan FKPM ini.

3. Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan merupakan substitusi istilah relibialitas dalam penelitian non kualitatif, reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Ketergantungan dapat dicapai dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian.


(2)

45

Alat utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian dilapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini bisa diuji kebergantungannya.

Untuk mengetahui serta mengecek dan memastikan penelitian ini benar atau salah, peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara bertahap mengenai konsep-konsep yang dihasilkan dilapangan. Setelah hasil penelitian dianggap benar, diadakan seminar terbuka dan tertutup yang dihadiri oleh teman sejawat, dosen pembimbing , dan dosen pembahas.

4. Kepastian (confirmability)

Kepastian dalam penelitian kualitatif berupa penekanan yang dilakukan pada data. Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berarti menguji hasil penelitian yang harus dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian. Jadi jangan sampai proses penelitian tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati hasil penelitian oleh banyak orang, maka hasil penelitian tidak bersifat subjektif lagi tapi sudah objektif.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa tidak efektif. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaannya tidak berpedoman pada Skep/433/VII/2006 yang mengakibatkan pelaksana FKPM tidak paham tugas pokok dan fungsinya sehingga tujuan pelaksanaan FKPM dalam menciptakan kerjasama polisi dan masyarakat lokal untuk menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial yang ditandai dengan menurunnya angka kejahatan, tidak tercapai dengan adanya penerapan forum kemitraan ini. Atau dengan kata lain pelaksanaan forum ini tidak efektif.

2. Pelaksanaan kegiatan anggota FKPM dan masyarakat untuk mengikuti pertemuan atau rapat FKPM di Kelurahan Sukajawa tidak terlaksana dengan baik karena tidak ada atau tidak tersedianya alat-alat atau sumber-sumber yang ada lingkungan masyarakat lokal sehingga dapat dikatakan pelaksanaan forum kemitraan di Kelurahan Sukajawa ini tidak efektif.

3. Pelaksanaan FKPM di Kelurahan Sukajawa mengenai kemampuan forum menemukan, mengidentifikasikan, dan menyelesaikan, mengakomodasi atau menanggapi keluhan masyarakat, tidak dapat dijalankan dengan baik karena


(4)

100

dalam pelaksanaannya tidak berpedoman pada Skep/433/VII/2006 sehingga tidak mendorong tercapainya tujuan FKPM.

4. Intensitas dan ekstensitas kunjungan warga oleh petugas Polmas yang ditandai adanya kunjungan dari petugas Polmas untuk memantau kondisi keamanan dan mensosialisasikan FKPM di tempat tersebut ternyata tidak dapat dicapai dengan baik sehingga menyebabkan ketidakefektifan pelaksanaan FKPM di masyarakat dalam rangka penciptaan kamtibmas dan kemitraan antara polisi dan masyarakat.

B. Saran

Dengan adanya forum kemitraan ini diharapkan semua penyelesaian masalah tindak pidana yang sifatnya ringan dapat dilakukan di FKPM dengan jalan musyawarah dan kekeluargaan. Adapun saran atau rekomendasi yang dapat peneliti berikan antara lain sebagai berikut :

1. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, baik personel Polmas maupun anggota FKPM harus memperhatikan Skep/433/VII/2006 sebagai dasar pelaksanaan dan operasionalisasi perpolisian masyarakat.

2. Sosialisasi yang cukup dan berkelanjutan ke masyarakat oleh petugas Polmas seperti mengadakan pertemuan yang khusus untuk membahas FKPM minimal 1 kali dalam sebulan di Balai Kelurahan masing-masing yang difasilitasi petugas Polmas dan pemerintah setempat.

3. Pemberian dana operasional dari Pemerintah Daerah Kota untuk pelaksanaan FKPM, pengadaan Balai Kemitraan Polisi Masyarakat (BKPM) dan peralatan layaknya sebuah organisasi serta penghargaan untuk anggota yang mengurusi FKPM.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosoeprapto, Kisdarto, 2002. Menuju SDM Berdaya – Dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efisien. PT.Elex Media Komputindo : Jakarta. Dessler, Gary, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Indeks: Jakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1992. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Gunung Agung : Jakarta.

Hasan, M Iqbal. 2002. Metode Penlitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia: Bogor.

Indrawijaya, Adam Ibrahim. 2010. Teori Perilaku Dan Budaya Organisasi. Refika Aditama: Bandung.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru.2008. Jakarta: Pustaka Phoenix.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Roesdakarya: Bandung.

Muslich. Drs. 1989. Manajemen Suatu Dasar & Pengantar. Codong Catur: Yogyakarta.

Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa Depan. Refika Aditama: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Alfabeta : Bandung.

Suparlan, Parsudi. 2004. Pengembangan Komuniti, Konflik, dan Pemolisian Komuniti, dalam Bunga Rampai Ilmu Kepolisian. Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian : Jakarta.


(6)

Sumber Lain:

SuratkeputusanKepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol:Skep/433/VII/2006 Tentang Panduan Pembentukan Dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (POLMAS).

Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/737/IX/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat.

Website:

http://www.kr.co.id/article.php&sid, diakses tanggal 16 Januari 2012 http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012

http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012 http://www.isiindonesia.com, diakses tanggal 18 Januari 2012