Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aceh adalah satu-satunya Provinsi di Indonesia yang memiliki hak untuk menerapkan Syari‟at Islam secara penuh. Sejak tahun 1999, Aceh secara perlahan- lahan telah mulai meletakkan sebuah kerangka kelembagaan untuk menegakkan Syari‟at Islam, pada saat itu Aceh masih dalam tidak terarah bagaimana dalam membentukkan syariat Islam, sejumlah candikiawan tidak membincangkan ke publik hanya melakukan diskusi di dalam ruangan. 1 Seiring berjalannya waktu pada tanggal 1 Muharam 1423 H bertepatan dengan tanggal 15 Maret 2002. Banyak kalangan cendekiawan menilai implementasi syariat Islam terkesan biasa saja sehingga tidak membawa perubahan signifikan bagi Aceh, daerah yang menerapkan syariat tidak berbeda dengan daerah yang tidak menerapkan syariat, baik dari aspek identitas karakter dan keunggulannya. Padahal legalitas formal penerapan syariat Islam di Aceh telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam undang- undang dan peraturan daerah qanun. 2 Kalangan Ulama, cendekiawan dan masyarakat beranggapan bahwa sederetan qanun Aceh tentang syariat Islam tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah daerah Pemerintahan Aceh beserta jajarannya. Realitas ini menjadi bukti pengabaian dan ketidak pedulian pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Disisi lain, merupakan indikasi bahwa syariat Islam di Aceh, hanya sekedar formalisasi dari kehendak politik sepihak pada saat melakukan kampanye, situasi dan suhu politik yang di perankan oleh pejabat publik yang berbeda, dapat mempengaruhi arah kebijakan yang berbeda, termasuk kemauan dan kebijakan politik menyangkut syariat Islam di Aceh. 1 Aceh Jurnal, Syari‟at Islam Dan Peradilan Pidana Di Aceh, Asia Report N°117: 31 Juli 2006, h. 1. 2 Qanun berasal dari bahasa Arab yang diartikan sebagai “peraturan”, penyebutan atau nama lain dari Peraturan Daerah Perda, lebih jauh Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat Aceh, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 21. 1 1 2 Terpilihnya presiden baru untuk masa jabatan 2004-2009 juga hampir bersamaan dengan musibah tsunami yang melanda Aceh, namun musibah ini seolah- olah menjadi berkah berselubung bagi rakyat Aceh yaitu hadirnya perdamaian antara pemerintah pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM di tanah rencong. Perdamaian ini dimulai seminggu setelah GAM memaklumkan sepakat untuk berunding dengan Jakarta untuk mengatasi bencana ini, deklarasi ini ditandatangani oleh kedua belah pihak di Helsinki pada 2 Januari 2005 atas inisiatif mantan Presiden Finlandia Martti Athisari. 3 Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah Indonesia memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Perundingan ini difasilitasi oleh Martti Athisari, pada tanggal 17 Juli 2005 pihak GAM dan pihak pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan damai setelah perundingan selama 25 hari, dan penandatanganan nota kesepakatan dilakukan pada 15 Agustus 2005. 4 Di antara poin-poin penting yang tertera dalam nota kesepakatan damai ini atau lebih dikenal dengan MoU Helsinki 5 adalah bahwa pemerintah Indonesia turut memfasilitasi pembentukan Partai politik Lokal di Aceh dan Penerapan syariat Islam di Aceh. Di samping itu pula, MoU Helsinki memperkenankan pendirian Partai politik Lokal di Aceh, yang sebelum ini tidak dikenal dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di sinilah awalnya permulaan pembentukan Partai politik Lokal di Aceh. 6 Lahirlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 yaitu Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai implementasi dari MoU Helsinki yang disahkan pada 11 Juli 2006. Dalam UUPA tersebut terdapat lebih dari 20 pasal, kemudian lahir lagi turunan dari UUPA ini yang disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2007 pada 16 Maret 2007 tentang Partai Lokal Aceh. Akibat dari adanya payung hukum ini, maka lahirlah berbagai Partai Politik Lokal di Aceh, dan adanya peluang yang 3 Harry Kawilarang, Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki. Banda Aceh:Bandar Publishing, 2008 h 175-176. 4 Harry Kawilarang, Aceh dari Sultan Iskandar ..,h 178. 5 Memorandum of Understanding Helsinki, merupakan sebuah perjanjian perdamaian antara pihak Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, h. 13 6 Yusra Habib Abdul Gani, Self-Government: Studi Perbandingan Tentang Desain Administrasi Negara. Jakarta: Paramedia Press,2009, h. 45. 3 diberikan oleh MoU Helsinki untuk mendirikan Partai politik Lokal dimanfaatkan dengan baik oleh para mantan kombatan GAM untuk membentuk Partai Lokal sendiri yang mengakomodasi aspirasi mereka. 7 Jumlah Partai Lokal yang berdiri setelah adanya payung hukum ini mencapai dua puluh Partai, namun yang mendaftar ke Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh cuma empat belas Partai, setelah dilakukan verifikasi administrasi oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh hanya dua belas Partai yang mendapat status badan hukum dengan kata lain dua Partai tidak lulus proses Verifikasi Administrasi. Kemudian semua Partai Lokal yang lulus verifikasi administrasi ini mendaftarkan diri ke Komisi Independen Pemilihan untuk mengikuti pemilu 2009. Partai yang mendaftar adalah Partai Aliansi Rakyat Aceh, Partai Darussalam, Partai Lokal Aceh, Partai Aceh Meudaulat, Partai Aceh, Partai Pemersatu Muslim Aceh, Partai Rakyat Aceh, Partai Generasi Atjeh Besaboh Tha‟at dan Taqwa, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Atjeh, Suara Independent Rakyat Aceh, dan Partai Daulat Aceh. Setelah diverifikasi oleh KIP ternyata hanya enam Partai yang boleh mengikuti pemilu ini yaitu Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Daulat Aceh, Partai Suara Independent Rakyat Aceh, Partai Rakyat Aceh, Partai Aceh, dan Partai Bersatu Atjeh. 8 Selanjutnya, pada pemilu 2009, hanya dua Partai Lokal yang berhasil mengirim wakilnya ke DPRA yakni Partai Aceh dan Partai Daulat Aceh. Bahkan Partai Aceh sendiri menjadi pemenang dalam pemilu tersebut dengan jumlah anggota parlemen terbanyak yang menduduki kursi di DPRA sebanyak 33 orang. Kemenangan yang dicapai oleh Partai Aceh ini tentunya membuat Partai Aceh bisa mengikuti pemilu selanjutnya di tahun 2014, sedangkan Partai Daulat Aceh yang hanya berhasil mengirimkan 1 wakilnya di DPRA dan juga Partai Lokal lain yang 7 Bob Sugeng Hadiwinata, Linda Christanti dkk, Transformasi Gerakan Aceh Merdeka. Friedrich Ebert Stiftung, 2010, h. 79. 8 Harry Kawilarang, Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, Banda Aceh: Bandar Publishing, 2008. h. 186. 4 tidak berhasil mengirim wakil ke DPRA tidak dibolehkan lagi mengikuti pemilu pada 2014 karena tidak memenuhi kuota suara seperti yang ditetapkan UUPA. Pada tahun 2014 Komisi Independen Pemilihan KIP menetapkan tiga Partai politik Lokal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka adalah parpol peserta Pemilu tahun 2014 yang hanya berlaga di provinsi berjuluk Serambi Mekah tersebut., Penetapan nomor urut ketiga parpol Lokal itu bersamaan dengan penetapan nomor urut 10 parpol nasional dalam rapat pleno Terbuka dengan agenda Pengundian Nomor Urut Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2014 di kantor Komisi Pemilihan Umum KPU di Jakarta, Senin, 14 Januari 2014. 9 Nomor urut ketiga parpol Aceh itu sebagai berikut: Partai Damai Aceh dengan nomor 11, Partai Nasional Aceh dengan nomor 12, Partai Aceh dengan nomor 13. Berdasarkan rapat pleno terbuka rekapitulasi verifikasi faktual, KIP Aceh menetapkan hanya tiga Partai politik Lokal yang memenuhi syarat menjadi peserta pemilu di Provinsi Aceh, yakni Partai Aceh PA, Partai Nasional Aceh PNA dan Partai Damai Aceh PDA. Partai Aceh merupakan satu-satunya parpol Lokal yang telah mengikuti Pemilu tahun 2009, dan lolos ambang batas keterwakilan Parpol di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, yakni 5 persen dari keseluruhan jumlah kursi. Hasil verifikasi faktual tingkat kabupaten kota terhadap dua Partai politik Lokal menetapkan Partai Nasional Aceh dan Partai Damai Aceh dinyatakan memenuhi syarat baik di provinsi maupun di kabupaten kota, Sedangkan Partai Aceh tidak perlu diverifikasi karena sudah memiliki kursi atau lolos PT parliamentary threshold. Dengan hadirnya Partai Aceh PA, Partai Nasional Aceh PNA dan Partai Damai Aceh PDA ke meja pemerintahan Aceh, agar mampu merealisasikan butir- butir MoU Helsinki, salah satunya yaitu Penerapan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekah. 9 Viva.co.id Nomor Urut Tiga Parpol Lokal Aceh Peserta Pemilu 2014, http:nasional.news.viva.co.idnewsread382087-nomor-urut-tiga-parpol-lokal-aceh-peserta-pemilu- 2014s 5

B. Rumusan Masalah