Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh pada Museum Tsunami Aceh

(1)

PENERAPAN ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH PADA

MUSEUM TSUNAMI ACEH

SKRIPSI

OLEH

RENI WIDIARTI 110406005

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENERAPAN ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH PADA MUSEUM TSUNAMI ACEH

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

RENI WIDIARTI 110406005

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

PENERAPAN ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH PADA MUSEUM TSUNAMI ACEH

SKRIPSI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(4)

Judul Skripsi : Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh Pada Museum Tsunami Aceh

Nama Mahasiswa : Reni Widiarti

Nomor Pokok : 110406005

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Salmina Wati Ginting, S.T.,M.T.

Koordinator Skripsi,

Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, MT


(5)

Telah diuji pada Tanggal : 08 Juli2015

PanitiaPengujiSkripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. T.P., M.Arch. Anggota Komisi Penguji : 1. SalminaWati Ginting, S.T., M.T.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tulisan ini merupakan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Alur Non-Profesi. Adapun judul yang di angkat pada tulisan ini yaitu “Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh Pada Museum Tsunami Aceh”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan penting yaitu:

1. Ibu Salmina Wati Ginting, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. T.P., M. Arch. Dan Bapak Hajar Suwantoro, S.T.,M.T. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap skripsi ini.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Departemen Arsitektur. 4. Bapak/Ibu staff pengajar Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas


(7)

5. Orang tua saya yang tercinta Bapak Suratno, S.pd. dan Ibu Wiwik Miosari. Kakak, abang dan adik tersayang, Nurwahyuni Ratna Setya, S.pd. Witra Febri, dan Rizky Januar. Terimakasih atas doa dan dukungan nyaselama ini. 6. Pacar tersayang Ismail Yusuf, ST. yang selalu bersedia meluangkan

waktunya serta memberi semangat dan dukungannya selama ini. Teman sekaligus sahabat Elferina Dwi Cahya, Dina Purnama, dan para anggota gep besar yang namanya tidak bisa di sebutin satu persatu yang telah banyak memberi masukan dalam pengerjaan skripsi ini. Teman teman satu angkatan 2011 yang sering membuat suasana kelas selalu ramai dan banyak memberi inspirasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2015 Penulis


(8)

ABSTRAK

Desain Museum Tsunami Aceh mengambil ide dasar dari budaya dan unsur arsitektur tradisional Aceh. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unsur unsur nilai budaya dan arsitektur tradisional Aceh yang diterapkan pada bangunan Museum Tsunami Aceh, dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh. Teori yang digunakan adalah teori tentang arsitektur tradisional Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian historis–kualitatif–deskriptif. Data yang di kumpulkan berupa data primer dan data skunder. Pengumpulan data Primer dilakukan dengan observasi langsung/survey ke tempat daerah penelitian dengan cara pengambilan foto, wawancara tidak terstruktur dengan tokoh masyarakat Aceh, dan Arsitek. Data skunder merupakan data yang didapat dari studi literatur yaitu dari buku, dan jurnal-jurnal sebagai media informasi. Hasil dari tulisan ini adalah penerapan arsitektur pada Museum Tsunami Aceh memenuhi enam elemen konsep arsitektur tradisional Aceh, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh memenuhi tiga elemen. Kata Kunci:Museum Tsunami Aceh, Arsitektur tradisional Aceh.

ABSTRACT

The Aceh Tsunami Museum design based on a basic idea of the cultural and traditional architectural elements in Aceh. Therefore, this research has goal to analyze the elements of cultural values and Aceh’s traditional architecture that applied to The Aceh Tsunami Museum building, with identify and analyze factors that make the design of Aceh Tsunami Museum like from the traditional architecture Aceh .The theory used in this research is the theory about traditional architecture of Aceh. The method used in this research is the historical – qualitative descriptive method. Data was accumulated by the form of primary data and secondary data. Primary data was accumulated by direct observation and survey to the research area by take some photos, interview with an architect and community leaders in Aceh. Secondary data is the data obtained from literature, either some books or journals as an information media. The result of this research is the application of The Aceh Tsunami Museum architecture with the six elements of traditional architectural concepts, while the factors that affect the design of Aceh Tsunami Museum seen from the application of Aceh traditional architecture comply three elements.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Kerangka Berfikir... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1. Arsitektur Tradisional Aceh ... 6

2.2.1. Jenis Jenis BanguananTradisional Aceh ... 6

2.1.1.1. Bangunan Tempat Tinggal (Rumah Aceh Tradisional) ... 6

2.1.1.2. Bangunan Tempat Ibadah (Mesjid Tradisional Aceh) ... 25

2.2. Museum ... 30

2.2.1. Pengertian Museum ... 30


(10)

2.3. Konsep Museum Tsunami Aceh Sebagai Karya Ridwan Kamil ... 32

2.3.1. Ridwan Kamil Sebagai Arsitek ... 32

2.3.2. Konsep Museum Tsunami Aceh ... 34

2.3.2.1. Konsep Denah ... 34

2.3.2.2. Konsep Fasad ... 35

2.3.2.3. Konsep Atap ... 36

2.3.2.4. Konsep Dinding ... 36

2.3.2.5. Konsep Ruang Dalam ... 37

2.4. Studi Kasus Sejenis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Variabel Penelitian ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.5. Objek/Lokasi Penelitian ... 47

3.6. Metode Analisa Data ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Deskripsi Wilayah Kota Banda Aceh ... 53

4.1.2. Deskripsi Wilayah Lokasi Penelitian ... 54

4.2. Museum Tsunami Aceh ... 57

4.2.1. Sejarah Museum Tsunami Aceh ... 57

4.2.2. Kondisi Eksisting Museum Tsunami Aceh ... 59


(11)

4.2.2.3. Ruang Dalam Bangunan Museum Tsunami Aceh ... 61

4.3. Analisa Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh Pada Museum Tsunami Aceh ... 73

4.3.1. Analisa Bentuk Museum Tsunami Aceh ... 73

4.3.1.1. Analisa Denah Bangunan ... 70

4.3.1.2. Analisa Tampak Bangunan ... 76

4.3.2. Analisa Teknologi Bangunan Museum Tsunami Aceh ... 89

4.3.2.1. Analisa Material Bangunan ... 89

4.3.2.2. Analisa Struktur Bangunan ... 91

4.4. Temuan Penelitian Pada Bangunan Museum Tsunami Aceh ... 94

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

5.1. Kesimpulan ... 105

5.2. Saran ... 106


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Susunan Ruang Pada Rumah Aceh ... 7

Gambar 2.2. Rumah Tradisional Aceh Di Sigli ... 9

Gambar 2.3. Rumah Tradisional Aceh Di Banda Aceh ... 9

Gambar 2.4. Rumah Tradisional Aceh Di Aceh Besar ... 10

Gambar 2.5. Rumah Tradisional Aceh Di Aceh Tengah ... 10

Gambar 2.6. Denah Rumah Tradisional Aceh Dengan 24 Tiang ... 11

Gambar 2.7. Denah Rumah Tradisional Aceh Dengan 16 Tiang ... 12

Gambar 2.8. Tampak Depan Rumah Tradisional Aceh ... 13

Gambar 2.9. Tampak Samping Rumah Tradisional Aceh ... 13

Gambar 2.10.Tampak Belakang Rumah Tradisional Aceh ... 13

Gambar 2.11. Atap Rumah Tradisional Aceh ... 14

Gambar 2.12. Proporsi Rumah Tradisional Aceh ... 15

Gambar 2.13. Dinding Rumah Tradisional Aceh ... 16

Gambar 2.14. Pintu Rumah Tradisional Aceh ... 16

Gambar 2.15. Jendela Rumah Tradisional Aceh ... 17

Gambar 2.16. Warna Dinding Rumah Tradisional Aceh ... 18

Gambar 2.17. Motif Ornamen Keagamaan ... 20

Gambar 2.18. Motif Ornamen Flora ... 21

Gambar 2.19. Motif Ornamen Fauna ... 21

Gambar 2.20. Kerangka Konstruksi Rumah Tradisional Aceh... 23

Gambar 2.21. Komponen Struktur Utama Rumah Tradisional Aceh ... 23


(13)

Gambar 2.23. Pola Penyambungan Dan Hubungan Tiang

Pada Rumah Tradisional Aceh ... 24

Gambar 2.24. Jenis Jenis Mesjid Tradisional Aceh Dari Berbagai Daerah Di Aceh ... 25

Gambar 2.25. Denah Mesjid Tradisional Aceh ... 26

Gambar 2.26. Tampak Mesjid Tradisional Aceh ... 27

Gambar 2.27. Konstruksi Mesjid Tradisional Aceh... 28

Gambar 2.28. Ornamen Pintalan Tali Di Mesjid Tradisional Aceh ... 29

Gambar 2.29. Pola Geometris Pada Mesjid Tradisional Aceh... 29

Gambar 2.30. Ridwan Kamil ... 33

Gambar 2.31. Konsep Ilustrasi Bentuk Denah Museum Tsunami Aceh ... 34

Gambar 2.32. Konsep Ilustrasi Bentuk Fasad Bangunan Museum Tsunami Aceh ... 35

Gambar 2.33 Konsep Atap Bangunan Museum Tsunami Aceh ... 36

Gambar 2.34. Konsep Dinding Museum Tsunami Aceh ... 36

Gambar 2.35. Konsep Ruang Space Of Fear (Lorong Tsunami) ... 37

Gambar 2.36. Konsep Ruang Memorial Hall ... 38

Gambar 2.37. Konsep Ruang Sumur Doa ... 39

Gambar 2.38. Konsep Ruang Atrium Of Hope ... 39

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian ... 44

Gambar 3.2. Museum Tsunami Aceh ... 45

Gambar 3.3. Ground Lan Museum Tsunami Aceh ... 45


(14)

Gambar 3.5. Tampak Museum Tsunami Aceh ... 46

Gambar 4.1. Peta Kota Banda Aceh... 49

Gambar 4.2. Peta Lokasi Penelitian (Museum Tsunami Aceh) ... 50

Gambar 4.3.Kawasan Pariwisata Di Sekitar Lokasi Penelitian ... 51

Gambar 4.4.Kawasan Pendidikan Di Sekitar Lokasi Penelitian ... 52

Gambar 4.5.Kawasan Perkantoran Di Sekitar Lokasi Penelitian ... 52

Gambar 4.6. Kondisi Saat Museum Tsunami Sedang Di Bangun ... 54

Gambar 4.7. Konfigurasi Site Museum Tsunami Aceh ... 56

Gambar 4.8. Ruang Luar Museum Tsunami Aceh ... 57

Gambar 4.9. Denah Lantai Dasar Museum Tsunami Aceh ... 58

Gambar 4.10. Detai Denah Ruang Space Of Fear (Lorong Tsunami)... 59

Gambar 4.11. Ruang Space Of Fear (Lorong Tsunami) ... 59

Gambar 4.12. Denah Ruang Memorial Hall ... 60

Gambar 4.13. Ruang Memorial Hall ... 60

Gambar 4.14. Denah Ruang Sumur Doa ... 61

Gambar 4.15. Ruang Sumur Doa ... 62

Gambar 4.16. Denah Lantai 1 Museum Tsunami Aceh ... 63

Gambar 4.17. Denah Ruang Atrium ... 63

Gambar 4.18. Ruang Atrium Of Hope ... 64

Gambar 4.19. Denah Perletakan Kolom Pada Ruang Atrium ... 64

Gambar 4.20. Ruang Terbuka Atrium Of Hope ... 65

Gambar 4.21. Denah Lantai 2 Museum Tsunami Aceh ... 65


(15)

Gambar 4.23. Ruang Pamer Tetap ... 66

Gambar 4.24. Denah Lantai 3 Musuem Tsunami Aceh ... 67

Gambar 4.25. Ruang Pamer Temporer ... 62

Gambar 4.26. Ruang Perpustakaan ... 68

Gambar 4.27. Analisa Denah Museum Tsunami Aceh Terhadap Denah Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 70

Gambar 4.28. Analisa Penempatan Ruang Museum Tsunami Aceh Dan Rumah Tradisional Aceh ... 71

Gambar 4.29. Analisa Tampak Museum Tsunami Aceh Terhadap Tampak Rumah Dan Mesjid Tradisoanal Aceh ... 72

Gambar 4.30. Analisa Proporsi Museum Tsunami Aceh Terhadap Proporsi Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 73

Gambar 4.31. Analisa Bentuk Atap Museum Tsunami Aceh Terhadap Bentuk Atap Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 75

Gambar 4.32. Analisa Dinding Museum Tsunami Aceh Terhadap Dinding Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 76

Gambar 4.33.Analisa Bentuk Kulit Dinding Museum Tsunami Aceh Terhadap Unsur Tradisioanal Aceh ... 77

Gambar 4.34. Analisa Pintu Museum Tsunami Aceh Terhadap Pintu Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 78

Gambar 4.35. Analisa Jendela/Ventilasi Museum Tsunami Aceh Terhadap Jendela/Ventilasi Rumah Dan Mesjid Tradisional Aceh ... 80


(16)

Gambar 4.36.Analisa Ornamen Museum Msunami Aceh Terhadap

Ornamen Rumah Dan Mesjid Tradisioanal Aceh ... 82

Gambar 4.37. Analisa Warna Museum Msunami Aceh Terhadap Warna Rumah Dan Mesjid Tradisioanal Aceh ... 83

Gambar 4.38. Warna Maket Museum Tsunami Aceh... 84

Gambar 4.39.Material Lantai Rumah Dan Mesjid Tradisioanal Aceh ... 85

Gambar 4.40.Analisa Material Lantai Museum Tsunami Aceh... 86

Gambar 4.41.Analisa Sistem Struktur Rumah dan Mesjid Tradisioanal Aceh ... 87


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kesan Warna Pada Rumah Tradisional Aceh. ... 19

Tabel 2.2. Studi Kasus Sejenis. ... 39

Tabel 3.1. Variabel Penelitian. ... 42

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data. ... 43

Tabel 4.1. Variabel Analisa Bentuk Museum Tsunami Aceh ... 69

Tabel 4.2.Analisa Warna Museum Tsunami Aceh Terhadap Warna Rumah Dan Mesjid Tradisioanal Aceh.. ... 84

Tabel 4.3. Variabel Analisa Teknologi Bangunan. ... 85

Tabel 4.4. Analisa Penerapan Arsitektur Tradisional Aceh Pada Bangunan Museum Tsunami Aech. ... 90

Tabel 4.5. Analisa faktor yang mempengaruhi perancangan museum tsunami aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh ... 100


(18)

ABSTRAK

Desain Museum Tsunami Aceh mengambil ide dasar dari budaya dan unsur arsitektur tradisional Aceh. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unsur unsur nilai budaya dan arsitektur tradisional Aceh yang diterapkan pada bangunan Museum Tsunami Aceh, dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh. Teori yang digunakan adalah teori tentang arsitektur tradisional Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian historis–kualitatif–deskriptif. Data yang di kumpulkan berupa data primer dan data skunder. Pengumpulan data Primer dilakukan dengan observasi langsung/survey ke tempat daerah penelitian dengan cara pengambilan foto, wawancara tidak terstruktur dengan tokoh masyarakat Aceh, dan Arsitek. Data skunder merupakan data yang didapat dari studi literatur yaitu dari buku, dan jurnal-jurnal sebagai media informasi. Hasil dari tulisan ini adalah penerapan arsitektur pada Museum Tsunami Aceh memenuhi enam elemen konsep arsitektur tradisional Aceh, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh memenuhi tiga elemen. Kata Kunci:Museum Tsunami Aceh, Arsitektur tradisional Aceh.

ABSTRACT

The Aceh Tsunami Museum design based on a basic idea of the cultural and traditional architectural elements in Aceh. Therefore, this research has goal to analyze the elements of cultural values and Aceh’s traditional architecture that applied to The Aceh Tsunami Museum building, with identify and analyze factors that make the design of Aceh Tsunami Museum like from the traditional architecture Aceh .The theory used in this research is the theory about traditional architecture of Aceh. The method used in this research is the historical – qualitative descriptive method. Data was accumulated by the form of primary data and secondary data. Primary data was accumulated by direct observation and survey to the research area by take some photos, interview with an architect and community leaders in Aceh. Secondary data is the data obtained from literature, either some books or journals as an information media. The result of this research is the application of The Aceh Tsunami Museum architecture with the six elements of traditional architectural concepts, while the factors that affect the design of Aceh Tsunami Museum seen from the application of Aceh traditional architecture comply three elements.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, setiap daerah memiliki

kekhasan sejarah dan budaya tersendiri, salah satunya adalah Nanggroe Aceh

Darussalam sebagai Provinsi paling barat di Indonesia. Jika dilihat dari sejarah

dan budayanya, Aceh adalah daerah pertama tempat masuknya agama Islam

sehingga diberi nama Serambi Mekah. Ibu Kota dari Provinsi Aceh (NAD) adalah

Kota Banda Aceh yang merupakan salah satu kota yang pernah dilanda bencana

alam tsunami pada 26 Desember 2004. Setelah terjadinya musibah tsunami yang

menghancurkan hampir dari separuh Kota tersebut, pemerintah dan berbagai

bantuan dari dalam maupun luar negeri, membantu untuk melakukan tahap

rekonstruksi dan rehabilitasi. Saat ini Banda Aceh telah berkembang pesat dari

berbagai segi, baik segi ekonomi, pendidikan, khususnya dalam segi pariwisata.

Wisata situs tsunami menjadikan Kota Banda Aceh sebuah objek wisata yang saat

ini sangat pesat perkembangannya. Salah satu wisata yang saat ini menjadi sebuah

landmark selain Mesjid Raya Baiturahman adalah Museum Tsunami Aceh.

Museum Tsunami Aceh dibangun oleh pemerintah Kota Banda Aceh


(20)

desain Rumoh Aceh Escape Hill yang merupakan karya arsitek Indonesia yaitu M

Ridwan Kamil pada tahun 2007 , menyisihkan 68 desain lainnya. M Ridwan

Kamil merupakan dosen Arsitektur ITB, yang saat ini juga menjabat sebagai Wali

Kota Bandung dan juga ketua Bandung Creative City Forum bersama Urbane

(Urban Evolution) sebagai jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain.

Museum Tsunami Aceh tidak hanya sebuah bangunan monumen, tapi juga

sebuah museum yang monumental. Museum ini juga merupakan sebuah bangunan

yang mampu mengekspresikan kejadian tsunami. Museum Tsunami Aceh di

jadikan sebagai museum yang memiliki kebanggaan tersendiri bagi masyarakat

Aceh yang menunjukkan bahwa masyarakat aceh saat ini telah mengalami

kebangkitan, dan juga menjadikan simbol kekuatan dan kesabaran masyarakat

Aceh. Menurut proposal desain tim Ridwan Kamil (2007) desain Museum

Tsunami Aceh ini mengambil ide dasar dari arsitektur tradisional Aceh yaitu

rumoh Aceh dan unsur tradisional Aceh sebagai contoh kearifan arsitektural masa

lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam.

Arsitektur tradisional Aceh diterapkan pada bangunan masyarakat Aceh.

Jenis-jenis bangunan tradisional yang dimilikinya berdasarkan kegunaannya dapat

dikelompokkan atas, bangunan tempat ibadah yaitu Mesjid (Meuseujid), dan yang


(21)

Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji unsur unsur

nilai budaya dan arsitektur tradisional Aceh yang diterapkan pada bangunan

Museum Tsunami Aceh, dengan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi

perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur

tradisional Aceh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis–

kualitatif–deskriptif. Data yang di kumpulkan berupa data primer dan data

skunder. Pengumpulan data Primer dilakukan dengan observasi langsung/survey

ke tempat daerah penelitian dengan cara pengambilan foto, wawancara tidak

terstruktur dengan tokoh masyarakat Aceh, dan Arsitek. Data skunder merupakan

data yang didapat dari studi literatur yaitu dari buku, dan jurnal-jurnal sebagai

media informasi.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan arsitektur tradisional Aceh pada bangunan Museum

Tsunami Aceh?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh?


(22)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji penerapan nilai-nilai dan unsur unsur budaya Aceh, khususnya arsitektur tradisional Aceh pada bangunan Museum Tsunami Aceh.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan

arsitektur tradisional Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian bagi pendidikan, penulis, maupun pembaca untuk

menambah wawasan mengenai kebudayaan dan arsitektur tradisional Aceh

terutama penerapannya pada bangunan Museum Tsunami Aceh. Hasil penelitian

diharapkan dapat membantu peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis

sehingga menghasilkan penelitian yang lebih maksimal dan dapat dijadikan

sebagai refrensi bahan perbandingan dimasa yang akan datang sebagai literatur


(23)

1.5. Kerangka Berfikir

Latar Belakang: Adanya unsur budaya dan arsitektur tradisional Aceh yang diterapkan pada arsitektur bangunan Museum Tsunami Aceh

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana penerapan arsitektur tradisional Aceh pada bangunan Museum Tsunami Aceh?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh?

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji penerapan nilai-nilai dan unsur unsur budaya Aceh, khususnya arsitektur tradisional Aceh pada bangunan Museum Tsunami Aceh.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh.

Kajian Pustaka

 Arsitektur tradisional Aceh

 Museum Tsunami Aceh

Metode Penelitian

 Jenis Penelitian :

Historis-Deskriptif Kualitatif

Pengumpulan data Primer • Observasi :

• Foto

• Menggambar ulang

• Sketsa

• Wawancara :

• Arsitek

• Tokoh masyarakat Aceh

Pengumpulan data Sekunder • Studi literatur

 Jurnal/Paper

 Buku

 Blog Ridwan Kamil

Analisis Data

 Bentuk

 Denah

 Tampak :

 Atap  Proporsi  Dinding  Pintu  Jendela  Warna  Ornamen  Teknologi  Struktur  Material Temuan Kesimpulan


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur Tradisional Aceh

Arsitektur tradisional Aceh banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang merupakan kepercayaan mayoritas masyarakat Aceh ( Sahriyadi, 2012).

Kehidupan keagamaan dalam masyarakat Aceh juga terlihat dengan adanya rumah-rumah ibadah seperti meunasah (surau/ langgar), dan meuseujid (mesjid), yang terdapat pada setiap kampung. Sebagian besar dari bangunan-bangunan tersebut masih merupakan bangunan tradisional. Masyarakat bangsa Aceh yang mendiami sebagian besar daerah Aceh masih memiliki bangunan tradisional.

2.1.1. Jenis Jenis Bangunan Tradisional Aceh

Jenis-jenis bangunan tradisional yang dimiliki berdasarkan kegunaannya dapat dikelompokkan atas bangunan tempat tinggal, tempat ibadah dan beberapa bangunan lainnya (Hadjad dkk : 1984).

2.1.1.1. Bangunan Tempat Tinggal (Rumah Tradisional Aceh)

Bangunan tempat tinggal (Rumah tradisional Aceh) disebut juga dengan rumoh Aceh. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang terdiri atas tiga ruang, yaitu ruang depan yang disebut (seuramoe keue) , ruang tengah yang disebut (tungai), dan ruang belakang yang disebut (seuramoe likot). Letak ketiga ruang itu tidak sama rata, sebab ruang tengah yang meruapak ruang sakral lebih tinggi dari pada ruang depan dan ruang belakang (Sabila, 2014).


(25)

Gambar 2.1. Susunan Ruang pada Rumah Tradisional Aceh . (Sumber: Sabila, 2014)

Rumah tradisional Aceh dibuat tinggi di atas tanah dibangun di atas sejumlah tiang-tiang bulat besar yang tempat tegaknya beraturan. Bentuknya segi empat/persegi panjang dan tinggi lantainya dari tanah antara 4-9 hasta, serta memiliki struktur yang unik dan ornamen-ornamen khas yang melekat pada rumah tradisional Aceh. Selain itu rumah tradisional Aceh merupakan hasil proses yang panjang dalam sejarah yang merupakan produk karya manusia, proses tersebut menyerap berbagai unsur didalamnya. Unsur pertama yang diserap adalah optimalisasi dari fungsi rumah itu sendiri sebagai pelindung manusia dan keluarganya. Rumah tradisional Aceh merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbiah. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari


(26)

kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumah tradisional Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun (Hadjad dkk : 1984).

Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumah tradisional Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumah tradisional Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Hadjad dkk : 1984).

1. Jenis-Jenis Rumah Tradisional Aceh

Dari berbagai konsep filosofi tersebut akhirnya dapat membentuk beragam bentuk rumah tradisional Aceh. Dari jenisnya, rumah tradisional Aceh sebenarnya memiliki dua jenis rumah, yaitu rumah Aceh dan rumah santeut (datar) atau tampong limong atau rumah panggung (Widosari,2010).


(27)

Gambar 2.2. Rumah Tradisional Aceh di Sigli (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Gambar 2.3. Rumah Tradisional Aceh di Banda Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


(28)

Gambar 2.4. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Besar (Sumber : http://onlyaceh.blogspot.com)

Gambar 2.5. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Tengah (Sumber http://onlyaceh.blogspot.com)

Pada umumnya rumah tradisional Aceh disetiap daerah memiliki bentuk yang sama, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat Aceh, penyebutan rumoh Aceh dalam masyarakat Aceh hanya untuk rumah yang tinggi yaitu rumah


(29)

panggung, hanya saja dari segi ukir-ukiran atau ornamen rumah tradisional Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi Aceh (NAD) tidaklah sama, masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda (Widosari,2010).

2. Bentuk Rumah Tradisional Aceh

Bentuk menurut (Ching,1987) merupakan gabungan antara teknik dengan keindahan. Bentuk pada sebuah bangunan dapat dilihat dari penampilan luar yang dapat dilihat melalui struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan gambaran nyata, massa 3 dimensi, wujud, penampilan dan konfigurasi. Unsur-unsur utama timbulnya suatu bentuk bangunan adalah adanya titik, garis, bidang dan ruang. Wujud dasar dari bentuk bangunan adalah berbentuk lengkungan. bentuk lingkaran, bentuk segitiga, dan bentuk bujur sangkar. Semua bentuk dapat dipahami sebagai hasil dari perubahan, melalui variasi-variasi yang timbul.

a. Denah Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.6. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 24 tiang (Sumber : Analisi penulis, 2015 berdasarkan tulisan Sabila dkk, 2014)


(30)

Gambar 2.7. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 16 tiang

(Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan pengamatan rumah Aceh di Kota Banda Aceh)

Denah rumah tradisional Aceh berbentuk persegi dan juga persegi panjang dan terdiri dari tiga jalur lantai memanjang sejajar dengan bubungan atapnya. jalur lantai yang tengah sengaja ditinggikan 25 sampai 40 cm. Denah Rumah Aceh terdiri dari tiga atau lima ruang, rumah dengan tiga ruang memiliki 16 kolom/tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang/kolom seperti gambar diatas. Jalur lantai terdepan dipakai sebagai serambi suami untuk menerima tamu-tamu laki-laki, sedangkan jalur lantai belakang adalah untuk ibu dan keluarga dan bersifat pribadi (skaral). Keduanya diantarai oleh dinding seketeng, yang maksudnya untuk memisahkan serambi depan yang bersifat umum dengan serambi belakang yang bersifat pribadi (Hadjad dkk, 1984).


(31)

b. Tampak Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.8. Tampak Depan Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)

Gambar 2.9. Tampak Samping Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)

Gambar 2.10. Tampak Belakang Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)


(32)

Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung, biasanya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan banjir.

Tampak pada bangunan biasanya terdiri dari beberapa elemen yaitu :  Atap Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.11. Atap Rumah Tradisional Aceh

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Atap pada rumah tradisional Aceh berbentuk atap pelana yang hanya menggunakan satu bubungan dan menggunakan bahan penutup berbahan rumbia yang memiliki andil besar dalam memperingan beban bangunan sehingga saat gempa tidak mudah roboh. Fungsi yang lain pun rumbia juga menambah kesejukan ruangan. Keburukan sifat rumbiah yang mudah terbakar pun juga sudah ada solusinya dalam rumah tradisional Aceh. Ketika rumbiah terbakar, pemotongan tali ijuk di dekat balok memanjang pada bagian atas dinding mempercepat runtuhnya seluruh kap rumbiah ke samping bawah sehingga tidak merembet ke elemen bangunan lainnya (Hadjad dkk, 1984).


(33)

Proporsi Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.12. Proporsi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Analisis Penulis, 2015)

Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki proporsi ketinggian beragam, biasanya memiliki ketinggian tiang kolom sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah sedengakan proporsi dinding memiliki tinggi yang lebih rendah yaitu berukurana 1,5 – 2 meter. Rumah tradisional Aceh memiliki tinggi pintu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke rumah tradisional Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi tikar pandan (Hadjad dkk, 1984).


(34)

Dinding Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.13. Dinding Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015)

Dinding rumah tradisional Aceh terbuat dari papan kayu atau bilah bambu, penggunaan material tersebut mempengaruhi penghawan udara yang sangat baik karena udara dapat pengalir melalui selah selah antara atap dan dinding. Pada bagian dinding rumah tradisional Aceh terdapat tempelan tempelan ornamen yang mempengaruhi unsur tradisional Aceh (Hadjad dkk,1984).

Pintu & Jendela Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.14. Pintu Rumah Tradisional Aceh

(Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015 dan Analisis Penulis berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)


(35)

Pada dinding sebelah depan yang menghadap ke halaman rumah terdapat pintu masuk yang disebut pinto rumah, yang berukuran lebih kurang lebar 0,8 meter, dan tingginya 1.8 meter. Pintu masuk ini kadang-kadang terdapat pada dinding sebelah kanan ruangan serambi depan (Hadjad dkk,1984).

Gambar 2.15. Jendela Rumah Tradisional Aceh

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)

Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang berukuran lebih kurang lebar 0.6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendela-jendela tersebut terdapat pada rumah yang berdinding papan, sedangkan pada rumah yang berdinding tepas/bamboo pada umumnya tidak memakai jendela (Hadjad dkk : 1984).


(36)

Warna Rumah Tradisional Aceh

Gambar 2.16. Warna Dinding Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan onlyaceh.blogspot.com )

Warna pada rumah tradisional Aceh umumnya memakai warna kuning, krem dan merah, orange, hitam yang kadang kadang di kombinasikan dengan warna putih. Jika terdapat warna warna lain itu merupakan akibat pengaruh masa kini ( Hadjad dkk, 1984).

Tabel 2.1. Kesan Warna Pada Rumah Tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984)

Warna Kesan

Merah Emosi yang berubah-ubah, naik turun, hidup menggairahkan dan menyenangkan, menumbuhkan semangat.


(37)

Kuning Memiliki karakter kuat, hangat, dan memberi nuansa cerah. Menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan.

Putih Bersifat netral, tanpa perasaan dan memliki kesan suci.

Orange Menunjukkan kehangatan, kesehatan pikiran

dan kegembiraan.

Hitam Melambangkan perlindungan.

Ragam Hias ( Ornamen) Rumah TradisionalAceh

Pada bangunan tradisional Aceh banyak dijumpai ukiran- ukiran, karena masyarakat Aceh pada hakekatnya termasuk suku bangsa yang berjiwa seni. Ukiran-ukiran itu terutama dijumpai pada bangunan- bangunan rumah tempat tinggal dan bangunan-bangunan rumah ibadat seperti pada Meuseujid (mesjid) dan meunasah (surau). Ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional seperti tersebut di atas mempunyai berbagai motif atau ragam hias. Motif-motif tersebut adalah motif yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti : flora, fauna, awan, bintang dan bulan. Fungsi utama dari berbagai jenis motif dan ragam hias itu adalah sebagai hiasan semata-mata, sehingga dari ukirin tersebut tidak mengandung arti dak maksud-maksud tertentu, kecuali motif bintang dan bulan, yang menunjukkan simbul ke-Islaman, motif awan berarak (AWAN meucanek) yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal (taloe meuputa) yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat bagi masyarakat Aceh ( Hadjad dkk, 1984).


(38)

Pada rumah tradisional Aceh, ada beberapa motif hiasan ornamen yang dipakai, yaitu: (Hadjad dkk,1984)

(1) Motif keagamaan. Hiasan Rumah Aceh yang bercorak keagamaan merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;

Gambar 2.17. Motif ornamen keagamaan (Sumber : Hadjad dkk, 1984)

(2) Motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;


(39)

Gambar 2.18. Motif Ornamen Flora (Sumber : Hadjad dkk, 1984)

(3) Motif fauna. Motif binatang yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai, umumnya bermotifknan binatang unggas seperti merpati, balam, perkutut.

Gambar 2.19. Motif ornamen Fauna (Sumber : Hadjad dkk, 1984)


(40)

(4) Motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan

(5) Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.

3. Konstruksi /Struktur Rumah Tradisional Aceh

Rumah tradisional Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun tentunya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan mutu bahan bangunan yang berkualitas. Dari segi konstruksi, penempatan tiang rumah menyebabkan pembagian ruang rumah tradisional Aceh pada umumnya terdiri tiga ruang bertiang 16 atau lima ruang bertiang 24. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan banjir. Karena berkolong maka orang hidup di atas lantai yang selalu kering, jadi lebih sehat (Hadjad,1984).

Rumah tradisional Aceh terbukti mampu bertahan dari gempa karena struktur utama yang kokoh dan elastis. Kunci kekokohan dan keelastisan ini ada pada hubungan antar struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak dan bajoe, tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh (rigid). Keelastisan ini menyebabkan struktur bangunan tidak mudah patah, namun hanya terombang-ambing ke kanan kiri yang kemudian kembali tegak atau pun bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas) yang kemudian mampu jatuh kembali ke tempat semula. Jika bangunan bergeser pun hanya beberapa centimeter saja dan dalam keadaan utuh.


(41)

Gambar 2.20. Kerangka Konstruksi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Hadjad dkk, 1984)

Tiga komponen struktur utama yang menjadi pusat kekokohan bangunan meliputi pondasi (komponen kaki) sebagai pusat beban bangunan terbesar, kemudian tiang dan balok antar tiang (komponen badan) sebagai penyalur beban dari atas dan dari samping, serta rangka atap (komponen kepala) sebagai penyangga beban elemen paling atas bangunan dan dari samping atas (Widosari : 2010).

Gambar 2.21. Komponen Struktur Utama Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh

oleh Hadjad dkk, 1984)

Rangka Atap

Tiang dan Balok antar tiang


(42)

Sistim konstruksinya menggunakan tiang-tiang dan gelagar yang saling ditusukkan dan dikancing dengan pasak dari bambu. Untuk unsur-unsur bangunan yang kecil dipakai sistim ikat, dengan tali rotan, ijuk dan lain sebagainya

Gambar 2.22. Sistim Ikat pada Konstruksi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Gambar 2.23. Pola Penyambungan dan Hubungan Tiang pada Rumah Tradisional Aceh


(43)

2.1.1.2. Bangunan Tempat Ibadah/ Mesjid Tradisional Aceh (Meuseujid) Mesjid tradisional Aceh (Meuseujid) adalah istilah dalam bahasa Aceh, sedangkan dalam Bahasa Indonesia disebut mesjid. Istilah meuseujid dalam bahasa Aceh atau mesjid dalam bahasa Indonesia berasal dari perkataan masjid Jari Bahasa Arab, yang berarti tempat sujud.

1. Jenis jenis Mesjid Tradisional Aceh

s

Gambar 2.24. Jenis Jenis Mesjid Tradisional Aceh dari Berbagai daerah di Aceh. (Sumber : gpswisataindonesia.blogspot.com)


(44)

Bentuk mesjid tradisional Aceh umumnya hampir sama yang memiliki sebuah ruangan saja, yaitu ruangan tempat salat. Ruangan tersebut merupakan sebuah ruangan berbentuk bujur sangkar (Hadjad dkk, 1984).

Gambar 2.25. Denah Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : portalsatu.com)

2. Konstruksi/Struktur Mesjid Tradisonal Aceh

Struktur bangunan pada masjid tradisonal Aceh ditunjang oleh empat buah tiang utama yang bersegi delapan yang disebut tameh teungoh. Keempat buah tiang utama itu tepat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh dan menjadi penunjang pokok atap lapisan atas yang berbentuk limas. Selain empat buah tiang pokok yang terdapat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh, maka pada keempat sisi bangunan mesjid tradisional Aceh itu terdapat juga tiang-tiang pendek yang juga bersegi delapan yang disebut tameh Ungka yang


(45)

jumlahnya dua belas buah. Tiang-tiang itu berfungsi sebagai penunjang atap lapisan bawah mesjid tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984).

Gambar 2.26. Tampak Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : portalsatu.com)

Dinding pada mesjid tradisional Aceh mengunakan dinding setengah terbuka/setengah permanen karena dikelilingi oleh dinding tembok yang tingginya hanya satu setengah meter. Lantai ruangan terbuat terbuat dari semen. Pada sisi sebelah Timur (sisi depan) terdapat tangga dari beton setinggi dinding beton. Tangga itu dipergunakan sebagai jalan untuk masuk ke dalam ruangan mesjid tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984).


(46)

Gambar 2.27. Konstruksi Mesjid Tradisional Aceh.

(Sumber : Hadjad dkk, 1984)

Bentuk atap mesjid tradisional Aceh berbentuk atap tumpang yang terdiri atas dua lapisan yaitu atap lapisan bawah dan atap lapisan atas. Atap lapisan atas berbentuk limas, sehingga pada mesjid tradisional Aceh tidak didapati kubah seperti yang lazim kita dapati pada mesjid-mesjid zaman sekarang. Namun didapati juga mesjid tradisional Aceh yang sudah diubah puncak bentuk limas dengan puncak bentuk kubah. Bangunan meuseujid itu selalu menghadap ke Timur, sehingga sisi belakangnya berada di sebelah Barat, karena disesuaikan dengan arah kiblat (Hadjad dkk, 1984).

3. Ragam Hias (Ornamen Mesjid Tradisional Aceh)

Ornamen pada mesjid tradisional Aceh biasanya mengunakan jenis ornamen yang sama dengan ornamen pada rumah tradisional Aceh. Selain ragam hias/ornemen bermotif flora, fauna, alam dan keagamaan, maka pada bangunan tradisional Aceh terdapat juga ragam hias/ornemen yang lain seperti :


(47)

a. Ragam hias/Ornamen berbentuk pintalan tali yang disebut taloe meuputa, karena ragam ini menyerupai pintalan tali.

Gambar 2.28. Ornamen pintalan tali di Mesjid Tradisional Aceh.

(Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)

b. Ragam Hias/Ornamen Geometris

ornamen geometris termaksud kedalam ornamen keagamaan sebagai pendukung di ornamen kaligrafi islam, pada masjid tradisional Aceh biasanya diaplikasikan di bagian dinding saja. Pola-pola geometris yang digunakan pada masjid tradisional Aceh umumnya berbentuk lingkaran, segitiga, persegi, dan segi enam.

Gambar 2.29. Pola Geometris pada Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : Hadjad dkk, 1984)


(48)

2.2. Museum

1.2.1. Pengertian Museum

Pengertian Museum berkaitan dengan warisan budaya yang merupakan lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (Pasal 1 ayat 1 PP. No. 19 Tahun 1995).

Keputusan (Mendikbud No.093/01/1979) menyatakan bahwa museum adalah mengumpulkan, merawat, mengawetkan, meneliti, dan menerbitkan hasilnya. Disamping itu museum mempunyai tugas untuk menyajikan pameran dan memberikan bimbingan edukatif kultural, benda benda yang bernilai budaya dan ilmiyah kepada masyarakat atau pengunjung.

Museum merupakan tempat untuk menyimpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan, bukti material hasil budaya manusia, dan juga lingkungannya.

Secara umum Museum merupakan sebuah gedung atau bangunan yang menyimpan benda benda warisan yang memiliki nilai sejarah yang pantas untuk di simpan. Seiring perkembangan zaman , sejarah tumbuh kembangnya Museum banyak mengalami perubahan fungsi, maka dari itu museum harus di kembangkan dan menambah pemeliharaan, pengawetan dan penyajian.

Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, namun tidak untuk mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat, dan pengembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat,


(49)

menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan kesenangan. Barang barang pembuktian manusia dan lingkungannya.

(Internasional Council Of Museum,1997)

(Internasional of Museum 1997) juga menyimpulkan beberapa pengertian museum sebagai berikut :

 Museum adalah suatu lembaga atau tugas untuk menghimpun, menyelamatkan,dan melestarikan warisan sejarah, alam, dan budaya, untuk di wariskan kepada generasi penerus.

 Museum juga merupakan sebagai lembaga ilmiah dan tempat penelitian bagi cendikiawan dalam rangka penggalian nilai nilai luhur budaya daerah untuk pembinaan dan pengembangan kebudayaan.

 Museum juga berfungsi sebagai pusat informasi budaya dalam rangka penyaluran ilmu penegtahuan untuk ikut pencerdaskan kehidupan bangsa.

 Museum juga berperan sebagai objek wisata budaya yang penting artinya bagi upaya pengembanganindustri pariwisata, dan lain lain.

1.2.2. Fungsi Museum

Museum menurut ICOM (1997) mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan budaya.

2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah. 3. Konservasi dan preservasi.


(50)

4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. 5. Pengenalan dan penghayatan kesenian.

6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa. 7. Visualisasi alam dan budaya.

8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.

9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Museum berfungsi untuk melestarika warisan sejarah, alam, dan budaya, dengan cara mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkaji, mengkomunikasikan dan memamerkan, sehingga museum mempunyai peran untuk kepentingan masyarakat umum, yang di manfaatkan untuk penelitian, pendidikan dan rekreasi dalam rangka untuk mencerdaskan bangsa.

2.3. Konsep Museum Tsunami Aceh Sebagai Karya Ridwan Kamil

Museum Tsunami dibangun oleh pemerintah Kota Banda Aceh dengan cara mengadakan lomba sayembara terbuka yang di menangkan oleh judul desain

Rumah Aceh Escape Hill yang merupakan karya arsitek Indonesia yaitu M Ridwan Kamil pada tahun 2007.

2.3.1. Ridwan Kamil Sebagai Arsitek

M. Ridwan Kamil, lahir di Bandung, 4 Oktober 1971. Beliau adalah putra dari Dr. Atje Misbach, S.H (alm.) dan Dra. Tjutju Sukaesih. Ridwan Kamil menempuh pendidikan nya di SDN Banjarsari III Bandung (1977-1984) . Setelah tamat SD kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Bandung kemudian di SMA Negeri 3 Bandung pada tahun (1987 -1990). Setelah tamat SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung di jurusan


(51)

Teknik Arsitektur (1990 – 1995). Lulus dari ITB Ridwan kamil bekerja di Amerika Serikat dan kemudian mendapatkan beasiswa di University of California, Berkeley sambil bekerja di Departemen Perancanaan Kota Berkeley

(http://issuu.com/rk4bdg)

Gamabar 2.30. Ridwan Kamil (Sumber : news.fimadani.com)

Tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke Indonesia dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane, firma yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), dan SAA (Singapura) dan sekarang telah menjadi Wali Kota Bandung Priode 2013-2018 (http://issuu.com/rk4bdg)


(52)

Ridwan Kamil adalah arsitek muda Indonesia dengan reputasi Internasional. Nama besar dan karya-karyanya menjadi inspirasi bagi banyak arsitek muda lainnya di Indonesia. Ridwan Kamil juga merupakan seorang arsitek ekspresif, banyak prestasi dan karyanya yang membuat orang kagum. Ridwan Kamil telah menangani banyak proyek besar di mancanegara, seperti di Singapura, Thailand, Vietnam, Cina, Hong Kong, Bahrain dan Uni Emirat Arab dan masih banyak lainnya. Bukan hanya proyek berkelas yang di tanganinya, masih banyak karyanya yang lain yang yang menerapkan konsep eskpresif dan mendapat penghargaan salah satunya adalah Museum Tsunami Aceh.

2.3.2. Konsep Museum Tsunami Aceh 2.3.2.1. Konsep Denah

Gambar 2.31. Konsep Ilustrasi Bentuk Denah Museum Tsunami Aceh

(Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh,2015 dan Tim Kajian Desain Ridwan Kamil, 2007)

Denah Museum Tsunami Aceh menganalogikan sebuah epicenter atau pusat pusaran air dari gelombang laut tsunami.


(53)

2.3.2.2. Konsep Fasad

Gambar 2.32. Konsep Ilustrasi Bentuk Fasad Bangunan Museum Tsunami Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015/ archive.kaskus.co.id)

Bentuk fasad bangunan Museum Tsunami Aceh ini menganalogikan bentuk kapal di atas rumah, kapal tersebut merupakan salah satu fenomena yang terdampar didekat pantai di daerah lampulo baru Kota Banda Aceh pada saat terjadi bencana tsunami pada 26 Desember 2004 dan saat ini kapal tersebut telah dijadikan sebagai museum wisata situs tsunami Aceh. Pada bangunan Museum Tsunami Aceh dipertinggi dengan kolom-kolom dibawahnya.

Selain dari bentuk museum yang seperti kapal, terdapat bagian bentuk yang menonjol, yaitu pada bagian yang terlihat seperti sumur silender. Bentuk tersebut membentuk suatu ruang yang didalamnya terdapat makna, pada bagian atas sumur tersebut terdapat sebuah lubang yang menyorotkan cahaya ke atas langit dengan


(54)

tulisan arab “Allah” . Ekspresi dari bentuk tersebut sangat mengandung nilai-nilai religi yang merupakan cerminan konsep hubungan manusia dan Allah.

2.3.2.3. Konsep Atap

Gambar 2.33. Konsep Atap Bangunan Museum Tsunami Aceh

(Sumber : panduanwisata.id)

Desain atap Museum Tsunami menganalogikan sebagai bukit penyelamatan sebagai antisipasi terhadap bahaya jika suatu saat terjadi Tsunami, yang juga merupakan taman terbuka publik yang dapat diakses dab dipergunakan setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban.

2.3.2.4. Konsep Dinding

Gambar 2.34. Konsep Dinding Museum Tsunami Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015/ www.kidnesia.com)


(55)

Dinding pada Museum Tsunami Aceh mengunakan konsep hubungan antar umat manusia. Hal tersebut diterapkan pada kulit bangunan eksterior. Ukiran kulit bangunan tersebut mengadopsi dari tari saman yang menurut sang arsiteknya melambangkan kekompakan dan kerja sama antar manusia Aceh.

2.3.2.5. Konsep Ruang Dalam

1. Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami)

Gambar 2.35. Konsep Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami) (Sumber : rinaldimunir.wordpress.com/ sp.beritasatu.com)

Lorong tsunami merupakan akses awal untuk memasuki Museum Tsunami Aceh. Memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang sempit dan lembab, mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, atau disebut space of fear.

2. Ruang Memorial Hall

Memorial Hall merupakan ruang kenangan yang memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh ada 26 Desember


(56)

2004. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide.

Gambar 2.36. Konsep Ruang Memorial Hall

Sumber : www.bandaacehtourism.com

Ruangan ini mengingatkan kembali kenangan tsunami yang melanda Aceh atau disebut space of memory yang tidak mudah untuk dilupakan dan dapat dipetik hikmah dari kejadian tersebut. Memorial hall ini dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah ‘reflecting pool’ yang berada di atasnya dan ketinggian lantai pun berbeda-bedan level.

3. Ruang Sumur Doa

Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruangan ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing.


(57)

Gambar 2.37. Konsep Ruang Sumur Doa (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas langit langit dan pad berada di ruangan ini terdengar suara lantunan ayat-ayat Al-Qur’an.

4. Ruang Atrium Of Hope

Gambar 2.38. Konsep Ruang Atrium Of Hope

(Sumber : www.bandaacehtourism.com)

Ruangan ini adalah area berupa ruang yang besar, sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp yang terlihat seperti jembatan (Jembatan perdamaian) untuk melintasi kolam dan atrium dan merasakan suasana hati yang lega.


(58)

2.4. Studi Kasus Sejenis

Tabel 2.2. Studi Kasus Sejenis Judul, Tahun, Wilayah,

Nama Peneliti

Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan

Hasil Penelitian

Studi Penerapan Arsitektur Pasundan, Pada Bangunan Selasar Seni Sunaryo, 2000. Semarang, Rosina Indah Ayuni.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana penerapan prinsip atau kaidah arsitektur local, khususnya Arsietektur pasundan pada desain bangunan Selasar Seni Sunaryo

Metode penelitian ini dilakukan dengan cara melakuan survey, study literature, dan menggunkan metoda deskriptif analisis dengan pengumpulan data fisik dan non fisik

Bangunan selasar seni ini merupakan wadah dalam berkarya yang mencerminkan karakteristik sunaryo sebagai perupa yang memadukan nilai nilai budaya local khususnya Arsitektur pasundan pada gagasan gagasan yang cenderung dipengruhi oleh mederennitas yaitu :

1. Pemilihan tapak 3. Bentuk

4. Penataan lingkungannya.


(59)

Tradisional Bali pada Objek Rancang-Bangun Karya Popo Danes, 2013, Surabaya, Poela Art Aprimavista, Mariana Wibowo, dan Dody Wondo

terapan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, khususnya budaya Bali dari tiga

objek kajian

rancangan Popo Danes yang dipilih, dengan menggunakan 5 batasan konsep bangunan tradisional Bali sebagai tolak

ukur atau

paramternya.

dilakukan dengan menguunakan motode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif untuk menjelaskan secara rinci setiap

keadaan yang

menyangkut dengan rancangan Popo Danes yang memiliki keterikatan dengan ciri bangunan tradisional Bali.

Long House terdapat penerapan kelima konsep bangunan tradisional Bali yaitu :

1. Pola Zoning

2. Elemen Struktur dan Konstruksi 3. Ragam Hias/ornament

4. Material

5. Elemen Pendukung

Penerapan House pengaplikasiannya hanya ada pada dua aspek, yaitu :

1. aspek pola zoning dan tipologi ruang konsep


(60)

Perubahan Bentuk Bangunan Bale Tani Dan Bale

Bontar Di Dusun Sade Lombok Tengah, 2011, Malang, Nur Fivi Anggraeny, Antariksa, Noviani Suryasari

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

perubahan secara fisik yang terjadi

pada bangunan Bale Tani dan Bale Bontar

di Dusun Sade, kemudian

menganalisis

penyebab dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Dalam studi ini, digunakan metode penelitian historis– kualitatif–deskriptif. Data–data

dari pengumpulan hasil survey primer, melalui media foto, alat pencatatan, dan alat

penggambaran, serta wawancara/interview yang dilakukan dengan pihak–pihak yang

Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa telah terjadi perubahanperubahan

yang terjadi pada bangunan Bale Tani dan Bale Bontar di Dusun Sade yaitu dari elemen :

1. Atap 2. Material 3. Bentuk 4. Fasade.


(61)

perubahan tersebut terkait. Survey sekunder diperoleh dari studi pustaka dan karya ilmiah

Transformasi Tipologi Denah Bale Daja Pada Cottage Hotel Resort Teluk Lebangan, 2014, Malang, Biendra Azizi Wedhantara.

 Bertujuan untuk membahas bentuk Arsitektur tradisional Bali asli dan juga melihat sejauh mana perubahan yang telah dilakukan, karakter utama yang dimiliki, dan juga peraturan

Tahapan Metode Dibagi Menjadi 3 Yaitu:

1. Pengumpulan Data

2. Analisis Data 3. Pemaparan

Hasil

Dari hasil penelitian, eksplorasi transformasi didapatkan 2 alternatif bentuk untuk cottage

jenis family room. Transformasi yang dipakai meliputi beberapa tahap dengan 4 modal utama yaitu :

1. Pemecahan (break) , pengirisan (cut) , penambahan (addition), dan pertautan (meshing).


(62)

kosmologis yang dianut

3. Perubahan ketinggian dan pelebaran 4. Skala


(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu prosedur atau langkah langkah untuk pendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu (Suryana : 2010). Jadi metode penelitian adalah cara bagaimana untuk menyusun ilmu pengetahuan dan bagaimana cara melakukan atau melaksanakan penelian.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis–kualitatif–deskriptif. Metode historis adalah suatu proses mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan sejarah agar hasil dari penelitian ini lebih lengkap. Metode kualitatif merupkan tahapan atau prosedur penelitian yang menghasilkan data secara deskriptif, yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan objek yang dapat diamati. Metode kualitatif adalah metode yang mendeskripsikan suatu objek yang dianalisis. Untuk sampai kepada tujuan penelitian, maka di perlukan seperangkat metode kerja yang komprehensif dan sistematif. Jenis penelitian ini digunakan karna data yang di peroleh dapat melengkapi yang dapat menunjang dengan penggunaan pengumpulan data yaitu dengan peelitian secara deskriptif. Metode deskriptif ialah metode yang digunakan untuk mentafsirkan data yang ada.

3.2. Variabel penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai nilai yang beragam (Sinulingga, 2011). Variabel penelitian ditetapkan malalui pertimbangan variable yang diterapkan dari hasil studi kasus sejenis pada bab 2 yaitu:


(64)

Tabel 3.1. Variabel Penelitian

Sumber Variabel Sub Variabel Metode Penelitian

Ayuni, 2000 Wibowo dkk, 2013 Suryasari dkk, 2011

Bentuk Denah Tampak  Atap  Proporsi  Dinding

 Pintu dan Jendela Warna

Ornamen

•Observasi : -Foto

-Menggambar ulang -Sketsa

• Wawancara : -Arsitek

-Tokoh masyarakat Aceh

Wibowo dkk, 2013 Suryasari dkk, 2011

Teknologi Bangunan

Material Struktur

 Struktur Utama  Struktur

Sambungan

•Observasi : -Foto

-Menggambar ulang -Sketsa

• Wawancara : -Arsitek

-Tokoh masyarakat Aceh

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.


(65)

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data

Data Metode Pengumpulan Data Sumber

Data Primer

Observasi langsung Dilakukan dengan cara mengamati kondisi lokasi Museum Tsunami Aceh secara eksisting dengan cara pnecarian data pengambilan foto dan

melakukan beberapa

wawancara secara tidak terstruktur dengan :

-Arsitek dan

-Tokoh masyarakat Aceh

Survey Lapangan

Data Sekunder

Studi Literatur

Dilakukan dengan cara mencari teori-teori dan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian yaitu :

-Arsitektur tradisional Aceh -Museum Tsunami Aceh.

Jurnal/paper, Buku-buku, Dinas – Dinas Terkait

sepertii Balai Arsip Tsunami Aceh Blog Ridwan Kamil

3.4. Objek/Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh Indonesia. Letak bangunan Musuem ini berseberangan dengan lapangan Blang Padang kota Banda Aceh.


(66)

(

Gambar 3.1. Lokasi penelitian

(Sumber : https://www.google.co.id/eart/place/Aceh) Museum Tsunami Aceh


(67)

Gambar 3.2. Museum Tsunami Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Gambar 3.3. Ground Plan Museum Tsunami Aceh


(68)

Gambar 3.4. Site Plan Museum Tsunami Aceh (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

Gambar 3.5. Tampak Museum Tsunami Aceh ( Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)


(69)

3.5. Metode Analisa Data

Metode yang digunakan untuk menganalisa data berupa deskripsi mengenai data-data yang diperoleh. Proses analisa data dimulai dengan melakukan penelitian data-data sebagai berikut :

1. Melakukan pengumpulan data data dari studi kepustakaan yaitu jurnal-jurnal dan buku-buku terkait.

2. Tahap selanjutnya melakukan metode observasi yaitu dengan survey ke lapangan dengan tahap pengambilan foto atau gambar.

3. Melakukan interview atau wawancara khusus dengan narasumber terpercaya yang mengetahui sejarah dari Museum Tsunami Aceh, dan juga mengerti tentang arsitektur tradisional Aceh yaitu dengan :

a. Arsitek : Arsitek yang di pilih adalah Arsitek yang memahami tentang arsitektur tradisional Aceh yang berjumlah 2 orang yaitu :

 Tomi, beliau merupakan seorang arsitek, dan juga dosen di Arsitektur Universitas Syah Kuala yang saat ini juga menjabat sebagai kepala Musuem Tsunami Aceh.

 Zulkarnaini beliau merupakan seorang arsitek, dan juga dosen di arsitektur Universitas Syah Kuala yang saat ini juga menjabat sebagai kepala Permuseuman di Bappeda Kota Banda Aceh.


(70)

b. Tokoh Masyarakat Aceh : tokoh masyarkat Aceh yang di wawancarai berjumlah satu orang yaitu Tarmizi Hamid, SH, MH, beliau merupakan seorang Maneskrip Aceh.

4. Mencari data denah, tampak, potongan Museum Tsunami Aceh ke intansi terkait seperti Bappeda dan Balai Arsip Tsunami Aceh.

5. Setelah semua metode dapat dikumpulkan maka dilakukan pengelompokan data agar dapat dianalisa.

6. Setelah selesai menganalisa, maka akan didapatkan temuan dan kemudian menyusun kesimpulan .


(71)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Deskripsi Wilayah Kota Banda Aceh

Kota Banda Aceh terletak antara 050 16’ 15”-050 36’ 16” Lintang Utara dan 950 16’ 15” - 950 22’ 35” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata diatas permukaan air laut 0,80 meter. Kota Banda Aceh terdiri dari 9 kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan luas 61,36 Km2. Batas-batas wilayah Kota Banda Aceh yaitu : (RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029).

1. Utara : Selat Malaka

2. Selatan : Kabupaten Aceh Besar 3. Timur : Kabupaten Aceh Besar 4. Barat : Samudera Indonesia

Gambar 4.1. Peta Kota Banda Aceh (Sumber : Google Maps)


(72)

4.1.2. Deskripsi Wilayah Lokasi Penelitian (Museum Tsunami Aceh).

Museum Tsunami Aceh berada di Kecamatan Baiturrahman, kota Banda Aceh, tepatnya di Jalan Iskandar Muda dengan batas-batas sebagai berikut :

Batas Utara : Jl. Iskandar Muda (Lapangan Blang Padang) Batas Barat : Jl.Pattimura

Batas Timur : Jl.Teuku Umar Batas Selatan : Jl. Teuku Umar

Gambar 4.2. Peta Lokasi Penelitian (Museum Tsunami Aceh) (Sumber : Google Maps/Google Earth)

Museum Tsunami Aceh

Kec. Baiturrahman

Kota Banda Aceh


(73)

Lokasi Museum Tsunami Aceh merupakan kawasan yang berada di pusat kota, Masjid Raya Baiturahman dan sekitarnya sebagai pusat utama dan didukung pula oleh beberapa sub pusat pelayanan lainnya, seperti :

1. Kawasan Pariwisata

Gambar 4.3. Kawasan pariwisata di sekitar lokasi penelitian (Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan peta dari google maps)


(74)

2. Kawasan Pendidikan

Gambar 4.4. Kawasan pendidikan di sekitar lokasi penelitian (Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan peta dari google maps) 3. Kawasan Perkantoran

Gambar 4.5. Kawasan perkantoran di sekitar lokasi penelitian (Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan peta dari google maps)


(75)

4.2. Museum Tsunami Aceh

4.2.1. Sejarah Museum Tsunami Aceh.

Kota Banda Aceh merupakan salah satu kota yang pernah dilanda bencana Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004. Setelah terjadinya bencana tsunami yang menghancurkan hampir dari separuh Kota tersebut, berbagai pihak baik itu lembaga-lembaga internasional, lokal, maupun pemerintah bersama-sama berupaya untuk memberikan bantuan dan membangun kembali daerah-daerah yang terimbar oleh bencana. Seiring dengan berjalannya masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlangsung menjadikan suasana Kota Banda Aceh menjadi semakin pesat kemajuannya khususnya dalam segi pariwisata. Wisata situs tsunami menjadikan Kota Banda Aceh sebuah objek wisata yang saat ini sangat pesat perkembangannya. Salah satu wisata yang saat ini menjadi sebuah landmark Kota Banda Aceh adalah Museum Tsunami Aceh.

Museum Tsunami Aceh dibangun oleh pemerintah Kota Banda Aceh dengan cara mengadakan lomba sayembara terbuka yang dimenangkan oleh judul desain Rumoh Aceh Escape Hill yang merupakan karya arsitek Indonesia yaitu M Ridwan Kamil pada tahun 2007 , menyisihkan 68 desain lainnya. M Ridwan Kamil merupakan dosen arsitektur ITB, yang saat ini juga menjabat sebagai Wali Kota Bandung dan juga ketua Bandung Creative City Forum bersama Urbane (Urban Evolution) sebagai jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain.


(76)

Gambar 4.6. Kondisi saat Museum Tsunami sedang di bangun (Sumber : aneukagamAceh.blogspot.com)

Lokasi Museum Tsunami Aceh dulunya merupakan bekas kantor Dinas Peternakan Aceh yang telah hancur saat terjadi bencana tsunami. Museum Tsunami Aceh dibangun pada tahun 2007 melalui sumber dana bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor di bawah koordinasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dan selesai dibangun pada tahun 2008. Diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada 23 Februari 2008 dan resmi dibuka untuk umum tanggal 08 Mei 2011. Saat ini Museum Tsunami Aceh dikelola oleh Pemerintah Aceh dibawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dan berkoordinasi dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi Bandung dalam bentuk Satuan Tugas (Satgas). Hal ini sesuai dengan Keputusan Gubernur Aceh No. 432.1/638/2011 tentang pembentukan satuan tugas pengelolaan Museum Tsunami Aceh.

Museum Tsunami Aceh adalah satu-satunya museum tsunami di Asia yang dianggap sangat strategis dan representatif, selain Museum Gempa Kobe di Jepang "Disaster Reduction and Human Renovation Institution". Museum


(77)

Tsunami Aceh dibangun sebagai monumen simbolis untuk mengenang bencana gempa bumi dan tsunami pada waktu itu, dan hadir sebagai pusat pendidikan, pembelajaran dan penelitian tentang kebencanaan. Bangunan tersebut juga dimaksudkan untuk mengenang para korban dan sekaligus menjadi pusat evakuasi (Escape Building) serta tempat perlindungan darurat bagi masyarakat jika gempa bumi dan tsunami terjadi lagi. Keberadaan Museum Tsunami Aceh telah mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan masyarakat, khususnya para pelajar/siswa dan masyarakat luar Aceh umumnya, termasuk para wisatawan mancar negara dan peneliti kebencanaan. Setiap hari Museum Tsunami Aceh dikunjungi rata-rata 600 pengunjung. Namun, khusus pada hari Sabtu dan Minggu jumlah tersebut dapat mencapai 2000 sampai 2500 pengunjung. Sementara, khusus pada hari liburan anak-anak sekolah, jumlah pengunjung Museum Tsunami Aceh dapat meningkat sekitar 3500 pengunjung atau meningkat sekitar 60% (Kepala Museum Tsunami Aceh, 2015).

4.2.2. Kondisi Eksisting Museum Tsunami Aceh 4.2.2.1. Tapak/Siteplaning

Museum Tsunami Aceh, dibangun di atas lahan seluas 10.000 m2, dan dengan luas bangunan 2.500 m2, dapat dilihat bahwa pemilihan site atau pun lahan sangat tepat yaitu berada di pusat kota dan memanfaatkan keadaan topografi lahan sebagai bangunan ikon yang terletak lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan sekitarnya.


(78)

Gambar 4.7. Konfigurasi Site Museum Tsunami Aceh (Sumber : Analisis peneliti, 2015 dan Balai Arsip Tsunami Aceh)

Konfigurasi Museum Tsunami Aceh terdiri dari :

• Bangunan diapit oleh beberapa ruang terbuka hijau yaitu lapangan Blang Padang, Taman Sari dan Taman Purtroe Phang.

• Bangunan Museum Tsunami Aceh paling kontras ketinggiannya dengan bangunan sekitarnya karena hanya berada diantara ruang terbuka .

Lapangan Blang Padang

Taman Sari

Taman Putroe Phang


(79)

4.2.2.2. Ruang Luar Bangunan Museum Tsunami Aceh (Eksterior)

Desain dan pembangunan Museum Tsunami Aceh ini sangat mengutamakan desain melalui pendekatan arsitektur yang bernuansa Islami dan Budaya/Arsitektur Aceh dengan konsep dan design "Rumoh Aceh as escape hill", baik dari ruang luar bangunan maupun ruang dalam bangunan.

Gambar 4.8. Ruang Luar Museum Tsunami Aceh ( Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

Museum ini menceritakan bagaimana tragedinya tsunami yang terjadi melalui arsitektur yang didesain secara unik. Sekilas seperti bangunan berbentuk kapal.


(80)

4.2.2.3. Ruang Dalam Bangunan Museum Tsunami Aceh (Interior) Pada bagian dalam terdapat banyak ruang, rancangan ruang ruang tersebut mengingatkan kita pada suasana tsunami yang juga mempunyai makna. Pada masing-masing ruangan memiliki filosofi tersendiri yang mendeskripsikan gambaran tentang tsunami sebagai memorial dari bencana besar yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Museum ini juga memiliki berbagai koleksi peninggalan tsunami, media berbagi pengalaman bencana dan pengetahuan kebencanaan (geologi) telah menjadi pusat edukasi, rekreasi dan evakuasi yang bersifat efektif dan produktif bagi masyarakat untuk selalu mengingat tragedi yang pernah terjadi dalam rangka menggugah respon kritis pada isu-isu kebencanaan dan membangun kesadaran serta motivasi masyarakat menuju budaya kesiap-siagaan bencana masa yang akan datang.

1. Lantai Dasar

Gambar 4.9. Denah Lantai Dasar Musuem Tsunami Aceh (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

A

C

B

KETERANGAN

A = Ruang Space of Fear

(Lorong Tsunami)

B = Ruang Memorial Hall


(81)

Lantai dasar pada gambar di atas menunjuk kan beberapa bagian ruang yaitu : a. Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami)

Gambar 4.10. Detail Denah Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami) (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

Gambar 4.11. Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


(82)

Lorong tsunami merupakan akses awal untuk memasuki Museum Tsunami Aceh. Memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 23 meter melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang sempit dan lembab, mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, atau disebut space of fear.

b. Ruang Memorial Hall

Gambar 4.12. Denah Ruang Memorial Hall

(Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

Gambar 4.13. Ruang Memorial Hall


(83)

Ruangan ini merupakan ruang kenangan yang memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh ada 26 Desember 2004. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide. Gambar dan foto ini seakan mengingatkan kembali kenangan tsunami yang melanda Aceh atau disebut space of memory

yang tidak mudah untuk dilupakan dan dapat dipetik hikmah dari kejadian tersebut. Memorial hall ini dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah ‘reflecting pool’ yang berada di atasnya dan ketinggian lantai pun berbeda-bedan level.

c. Ruang Sumur Doa

Gambar 4.14. Detail Denah Ruang Sumur Doa (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)


(84)

Gambar 4.15. Ruang Sumur Doa (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap dindingnya. Ruangan sakral ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruangan ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas langit langit dan pad berada di ruangan ini terdengar suara lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Ini melambangkan bahwa setiap manusia pasti akan kembali kepada Allah (penciptanya).


(85)

2. Lantai 1

Gambar 4.16. Denah Lantai 1 Museum Tsunami Aceh (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

Lantai pertama museum merupakan ruang terbuka sebagaimana rumah tradisional Aceh, disebut sebagai escape hill.

a. Ruang Atrium Of Hope

Gambar 4.17. Denah Ruang Atrium (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

A

B

KETERANGAN

A = Atrium Of Hope

B = Runag Bukit Penyelamatan


(86)

Gambar 4.18. Ruang Atrium Of Hope

(Sumber : Dokumentasi Pribadi dan Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015) Ruangan iniadalah area berupa ruang yang besar, sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp yang terlihat seperti jembatan (Jembatan perdamaian) untuk melintasi kolam dan atrium dan merasakan suasana hati yang lega.

b. Ruang Atrium Terbuka

Gambar 2.19. Denah perletakan kolom pada ruang atrium (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh)


(87)

Gambar 2.20. Ruang terbuka Atrium Of Hope

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Gambar di atas merupakan ruang di lantai pertama museum yang merupakan ruang terbuka sebagaimana rumah tradisional Aceh, yang memiliki banyak kolom dan tiang disebut sebagai escape hill.

3. Lantai 2

Gambar 2.21. Denah Lantai 2 Museum Tsunami Aceh (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh, 2015)

A

B

KETERANGAN

A = Hall/ Lobby


(1)

Dari tabel di atas didapatkan beberapa temuan faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh.

1. Dinding pada tampak bangunan museum tsunami Aceh : pengunaan dinding kulit kedua pada bangunan museum tsunami Aceh merupakan unsur tradisional Aceh, yaitu bentuk dinding yang menganalogikan tarian tradisional Aceh yaitu tari saman seperti huruf Y.

2. Bentuk denah bangunan museum tsunami Aceh : denah museum tsunami Aceh menganalogikan seperti sebuah epicenter atau pusat pusaran air dari gelombang laut tsunami yang merupakan filosofi terjadinya tsunami.

3. Bentuk bangunan museum tsunami aceh : menganalogikan bentuk kapal di atas rumah, kapal tersebut merupakan salah satu filosofi tsunami atau fenomena terdamparnya kapal diatas rumah didekat pantai di daerah lampulo baru Kota Banda Aceh.

4. Ruang lorong tsunami : air mengalir di kedua sisi dinding ruangan tersebut, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang sempit dan lembab yang merupakan filosofi terjadinya tsunami.

5. Ruang sumur doa yang membentuk seperti sumur selinder : pada bagian atas ruang tersebut terdapat sebuah lubang yang menyorotkan cahaya ke atas langit dengan tulisan arab “Allah”.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Penerapan arsitektur pada Museum Tsunami Aceh memenuhi enam elemen konsep arsitektur tradisional Aceh yaitu :

1. Denah bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada arah pintu masuk, penempatan ruang dan letak tangga.

2. Tampak bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada bentuk seperti rumah panggung Aceh dengan pengunaan kolom.

3. Ornamen pada tampak bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada ornamen keagamaan

4. Warna pada tampak bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada warna awal perancangan yang merupakan ciri rumah tradisional Aceh.

5. Material lantai pada teknologi bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada lantai papan kayu yang digunakan sebagai jembatan di ruang atrium. 6. Struktur pada Teknologi Bangunan Museum Tsunami Aceh : terdapat pada

pengunaan kolom sebagai penopang, penggunaan konsep struktur tahan gempa. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami Aceh yang dilihat dari penerapan arsitektur tradisional Aceh memenuhi tiga elemen yaitu :


(3)

1. Unsur budaya tradisional Aceh : terdapat pada bagian dinding kulit kedua eksterior yang di aplikasikan membentuk huruf Y.

2. Filosofi Tsunami :

 Bentuk bangunan Museum Tsunami Aceh menganalogikan bentuk kapal di atas rumah.

 Bentuk denah yang seperti pusaran air gelombang tsunami di laut.  Pengunaan unsur air dan suara gemuruh pada ruang lorong tsunami. 3. Konsep Islami : terdapat pada ruang doa yang membentuk seperti sumur

silender yang terdapat tulisan arab “Allah” .

Dari penjabaran diatas, maka dapat dilihat bahwa sang Arsitek yaitu Ridwan Kamil berusaha menerapkan nilai-nilai unsur budaya dan arsitektur tradisional Aceh pada perancangan Museum Tsunami Aceh. Meski demikian, kadar penerapan konsep bangunan Arsitektur tradisional Aceh maupun unsur budaya Tradisional Aceh pada bangunan Museum Tsunami Aceh ini masih sangat sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tipe bangunan, fungsi bangunan, serta faktor lainnya.

5.2. Saran

1. Bagi Pembaca

Pembaca diharapkan agar mengerti bahwa Museum Tsunami Aceh memang dirancang dengan unsur budaya dan arsitektur tradisional Aceh. Pembaca juga diharapkan agar kita sebagai generasi penerus tetap menjaga keutuhan dan melestarikan arsitektur tradisional maupun budaya Indonesia.


(4)

2. Bagi Arsitek

Agar kiranya arsitek arsitek indonesia lainnya juga dapat mengaplikasikan rancangan yang mempertahankan ciri sebagai bagunan khas Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aprimavista, Art, Poela, et,al. 2013. Terapan Konsep Bangunan Tradisional Bali pada Objek Rancang-Bangun Karya Popo Danes : Jurnal Intra Vol. 1, No. 1 Ayuni, Indah, Rosina. 2000. Study Penerapan Arsitek Pasundan Pada Bangunan

Selasar Seni Sunaryo : Seminar Arsitektur. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Ching, D.K.Francis. 1987. Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan. Jakarta : Penerbit Erlangga Edisi ke Tiga.

Hadjad, Abdul, Drs et,al. 1984. Arsitektur Tradisional Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan II Kamil, Ridwan Kamil Sang Arsitek Kota : http://issuu.com/rk4bdg

Pasal 1 ayat 1 PP. No. 19 Tahun 1995

Sabila, Farisa. 2014. Tipologi Tata Ruang Dalam Rumoh Aceh Di Kawasan Mukim Aceh Lhee Sagoe: arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014 Syahriadi dan Fahri, ILham. 2012. Identifikasi Pola Ruang, Sonasi, Dan Pola

Sirkulasi Rumah Tradisional Aceh Di Desa Reudeup Montasik Aceh Besar : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Besar, 2012.

Suryana, M.Si. Dr. Prof. 2010. Metodelogi Penelitian (Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif : Buku Ajar Perkuliahan. Universitas Pendidikan Indonesia.


(6)

Widosari. 2010. Mempertahankan Kearifan Lokal Rumoh Aceh dalam Dinamika Kehidupan Masyarakat Pasca Gempa dan Tsunami. Localwisdom-Jurnal Ilmiah Online, ISSN: 2086-3764. Volume II. Nomor 2. Halaman 27-36. Wedhantara, Biendra, Azizi. 2014. Transformasi Tipologi Denah Bale Daja Pada

Cottage Hotel Resort Teluk Lebangan : Jurnal intra, Vol 2.No 1.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.